Anda di halaman 1dari 14

UNSUR-UNSUR KEWARISAN BW

(PEWARIS, HARTA WARIS, DAN AHLI WARIS)


Makalah
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Hukum Kewarisan BW

Dosen Pengampu :
Yono, M.Hi

Oleh:
1. Ahmad Farih Shofi M C31211113
2. Busyron Heli Fransiska C31211114
3. Dhiya’udin Ahmad C31211115
4. Jamilatur Rosyidah C71211178

JURUSAN AKHWAL AL-SYAKHSIYAH


FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah menciptakan manusia di muka bumi ini dengan tujuan
beribadah dan bermuamalah. Manusia yang satu saling membutuhkan satu
sama lain, hidup saling ketergantungan. Begitupun tahapan yang di alami
manusia dari ia di lahirkan ke dunia dan menjadi tanggung jawab orang
tuanya. Kemudian setelah ia dewasa dan melangsungkan pernikahan
untuk membentuk keluaraga yang sejahtera dan memilki keturunan.
Selanjutnya Menjalanai kehidupan sampai akhirnya bertemu dengan
kematian. Setelah kematiannya akan timbul masalah-masalah seputar harta
peninggalan. Dan kerabat-kerabat terdekat yang mempermsalahkan siapa
yang dapat mengambil alih harta peninggalannya. Yang biasa di sebut
dengan waris.
Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata
secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum
kekeluargaan. Hukum waris erat kaitannya dengan ruang lingkup
kehidupan manusia, sebab setiap manusia akan mengalami peristiwa
hukum yang dinamakan kematian mengakibatkan masalah bagaimana
penyelesaian hak-hak dan kewajiban . Sebagaimana telah diatur dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda (Burgelick wetboek) buku
kedua tentang kebendaan Bab Dua belas yaitu Hukum Waris adalah
hukum yang mengatur peralihan harta kekayaan yang di tinggalkan
seseorang yang meninggal dunia serta akibat-akibatnya bagi ahli waris.

B. Rumusan Masalah
Rumusan Masalah pada makalah ini adalah:
1. Apa sajakah unsur-unsur kewarisan dalam hukum kewarisan BW?
2. Jelaskan tentang pewaris, harta warisan,dan ahli waris menurut hukum
kewarisan BW?

2
C. Tujuan Masalah
Tujuan penulisan ini adalah:
1. Mahasiswa mengetahui unsur-unsur kewarisan dalam hukum
kewarisan BW.
2. Mahasiswa mengetahui tentang pewaris, harta waris, dan ahli waris
menurut hukum kewarisan BW.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Unsur-Unsur Kewarisan BW
Istilah hukum waris berasal dari bahasa belanda erfrecht. Pasal 830
KUH perdata pada intinya menyebutkan bahwa hukum waris adalah
hukum yang mengatur kedudukan hukum harta kekayaan seseorang
setelah ia meninggal, terutama berpindahnya harta kekayaan itu kepada
orang lain.1
Pada dasarnya pewarisan merupakan proses berpindahnya harta
peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya.
Akan tetapi proses perpindahan tersebut tidak dapat terlaksana apabila
unsur-unsurnya tidak terpenuhi.
Dari ketentuan tersebut maka dalam hukum waris BW
mengandung tiga unsur-unsur pokok, yaitu:
1. pewaris atau Orang yang meninggalkan harta warisan (Erflater).
2. Harta warisan (Erfenis).
3. Ahli waris (Erfgenaam).
Apabila seorang meninggal dunia, maka segala hak dan
kewajibannya turun, pindah, beralih kepada ahli warisnya. Adapun yang
akan beralih kepada ahli warisnya tadi bukan hanya meliputi hak dan
kewajiban saja akan tetapi juga meliputi barang-barang yang berwujud.
Sedangkan yang berhak menerima peralihan tersebut adalah ahli warisnya,
seperti suami, isteri, anak ataupun orang lain yang ditunjuk.
Menurut KUH perdata tidak semua ahli waris secara otomatis
mewarisi segala sesuatu yang dimiliki atau ditinggalkan oleh si pewaris.
Sebab menurut sistem hukum perdata barat yang menjadi objek pewarisan
itu bukan hanya kekayaan dari si pewaris, akan tetapi juga segala hutang
dari si pewaris tersebut. Didalam pasal 1100 dan 1101 KUH Perdata
ditegaskan, Pasal 1100 KUH Perdata: “Para waris yang telah menerima

1
Triwulan, Titik, hukum perdata dalam sistem hukum nasional, Jakarta: Kharisma Putra Kencana, 2008, 255

4
suatu warisan diwajibkan dalam hal pembayaran utang, hibah, wasiat dan
lain-lain beban, memikul bagian yang seimbang dengan apa yang diterima
masing-masing dari warisan”.
Pasal 1101 KUH Perdata: “Kewajiban melakukan pembayaran
tersebut dipikul secara perseorangan, dan masing-masing menurut jumlah
besar bagiannya, satu dan lain dengan tidak mengurangi hak-hak para
perpiutang atas seluruh harta peninggalan selama harta itu belum terbagi,
dan tidak mengurangi pula hak-hak para berpiutang hipotik”.2

B. Pewaris, Harta Warisan, dan Ahli Waris


1. Pewaris atau Orang yang meninggalkan harta warisan (Erflater)
Siapa yang layak di sebut pewaris, banyak kalangan memberi
jawaban atas pertanyaan ini dengan menunjuk bunyi pasal 830BW,
(yaitu; setiap orang yang telah meninggal dunia). Kelemahan jawaban
ini adalah kalau yang meninggal dunia ini tidak meninggalkan
sedikitpun harta benda. Maka unsur-unsur yang mutlak harus di penuhi
untuk layak di sebut sebagai pewaris adalah orang yang telah
meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan.
Kematian seseorang dianggap sebagai sebab masa berlakunya
hukum kewarisan seseorang jika ia meninggalkan sejumlah harta
mikiknya dan memiliki ahli waris. Hal ini merupakan kesepakatan
seluruh para ulama dan menjadi ketentuan yang membedakan dengan
hukum wakaf dan hibah yang hanya terjadi ketika seseoranghidup
dalam rangka transaksi amal kebajikan keagamaan. Sedangkan wasiat
walaupun masa berlakunyaterjadi setelah kematian seseorang jika ia
telah berwasiat, tetapi ia juga bersyarat dengan adanya penunjukan
pewasiat semasa hidupnya.3
Maka perkara waris terjadi secara langsung sebagai
perpindahan harta seseorangyang meninggal dengan meninggalkan

2
Subekti, Tjirosudibio, KUHPerdata BW, Jakarta: PT Prandaya Paramita, 2004, 285
3
Sarmandi, sukris, Transendensi keadilan hukum waris islam transformatif, Jakarta: PT. Raja Grafindo
persada, 1997, l34

5
harta kepada orang-orang yang berhak menerimanya tanpa adanya
penunjukkan sebelumnya ketiaka ia hidup dan tanpa ada upaya
transaksi amal tertentu kepada orang lain. Hukum kewarisan berlaku
setelah seorang meninggal dunia jika ia meningalkan harta dan ada
yang berhak menerimanya, sedangkan BW menyebutnya dalam pasal
183.
2. Harta Waris (Erfenis)
Tidak otomatis harta yang di tinggalkan oleh seseorang yang
telah meninggal dunia dapat harta warisan. untuk memastikan apakah
harta yang di tinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal dunia
termasuk harta warisan atau bukan , perlu di ketahui lebih dahulu
status perkawinannya dan hal-hal lain yang membebani harta yang di
tinggalkan oleh orang yang telah meninggal dunia tersebut.
Bahwa yang dimaksud harta warisan atau harta peninggalan
ialah harta kekayaan dari seseorang yang meninggal dunia dapat
berupa:
a) Harta kekayaan yang berwujud dan dapat dinilai dengan uang
termasuk di dalamnya piutang yang hendak di tagih (activa).
b) Harta kekayaan yang merupakan utang-utang yang harus dibayar
pada saat meninggal dunia atau (passiva).
c) Harta kekayaan yang masih bercampur dengan harta bawaan
masing-masing suami-isteri, harta bersama dan sebagainya yang
dapat pula berupa:
1. Harta bawaan suami-isteri atau isteri atau suami saja yang
diperoleh/dinilai sebelum mereka menikah baik berasal dari
usaha sendiri, maupun harta yang diperoleh sebagai warisan
mereka masing-masing.
2. Harta bawaan yang diperoleh/dimiliki setelah mereka menikah
dan menjadi suami-isteri, tetapi bukan karena usahanya (usaha ,
mereka bersama-sama sebaga suami-isteri), misalnya k\arena

6
menerima hibah warisan pemberian dari orang tua mereka
masing-masing.
3. Harta yang diperolehselam dalam perkawinan atau usaha
mereka berdua suami-isteri atau salah seorang dari mereka
menurut undang-undang menjadi harta bersama.
d) Harta bawaan yang tidak dapat dimiliki langsung oleh mereka
suami-isteri misalnya misalnya harta pusaka dariklan atau suku
atau kerabat mereka hyang harus dibawa sebagai modal pertama
dalam perkawinan yang harus kembali kepada asalnya klan atau
suku tersebut.
Jadi harta warisan atau peniggalan tersebut tersebut ialah harta
yan merupakan harta peninggalan yan dapat dibagi secara individual
kepada ahli waris ialah harata peninggalan keseluruhannya sesedah
dikurangi denga harta bawaan suami-isteri, harta bawaan dikurangi
lagi dengan utang-utang si mati dan wasiat.4

3. Ahli waris (Erfgenaam)


Ahli waris ialah sekumpulan orang atau seorang atau individu
atau kerabat-kerabat atau keluarga yang ada hubungan keluarga
dengan si meninggal dunia dan berhak mewarisi atau menerima harta
peninggalan yang ditinggal mati oleh seseorang (pewaris).5
Secara garis besar ada dua kelompok orang yang layak untuk di
sebut sebagai ahli waris. Kelompok pertama adalah orang atau orang-
orang yang oleh hukum atau (maksudnya dalam KUH perdata/BW),
Telah di tentukan sebagai ahli waris. Dan kelompok kedua adalah
orang atau orang-orang yang menjadi ahli waris karena pewaris di kala
hidupnya melakukan perbuatan-perbuatan hukum tertentu, misalnya
perbuatan hukum pengakuan anak. Perbuatan hukum pengangkatan

4
Ramulyo, Idris, perbandingan pelaksanaan hukum kewarisan islam dengan kewarisan menurut hukum
perdata BW, Jakarta: Ind. hilco, 1987, 102
5
Ibid,hal 103

7
anak atau adopsi dan perbuatan hukum lain yang di sebut testamen
atau surat wasiat.6
a. Ahli waris menurut undang-undang ( abintestato ).
Ahli waris ini didasarkan atas hubungan darah dengan si
pewaris atau para keluarga sedarah. Ahli waris ini terdiri atas
empat macam golongan, yaitu.:
1. Golongan pertama, terdiri dari suami/isteri dan keturunannya;
2. Golongan kedua, terdiri dari orang tua, saudara dan keturunan
saudaranya;
3. Golongan ketiga, terdiri dari keluarga sedarah bapak atau ibu
lurus ke atas ( seperti, kakek, nenek baik garis atau lurus bapak
atau ibu ) si pewaris;
4. Golongan keempat, terdiri dari sanak keluarga dari lurus
samping ( seperti, paman , bibi ).7

b. Ahli waris menurut wasiat ( testamentair erfrecht )


Ahli waris ini didasarkan atas wasiat yaitu dalam pasal 874
BW, setiap orang yang diberi wasiat secara sah oleh pewaris
wasiat, terdiri atas, testamentair erfgenaam yaitu ahli waris yang
mendapat wasiat yang berisi suatu erfstelling ( penunjukkan satu
atau beberapa ahli waris untuk mendapat seluruh atau sebagian
harta peninggalan ), legataris yaitu ahli waris karena mendapat
wasiat yang isinya menunjuk seseorang untuk mendapat berapa
hak atas satu atau beberapa macam harta waris, hak atas seluruh
dari satu macam benda tertentu, hak untuk memungut hasil dari
seluruh atau sebagian dari harta waris.
Jadi dengan demikian ada tiga dasar untuk menjadi ahli
waris, yaitu, ahli waris atas dasar hubungan darah dengan si

6
Anisitus amanat, membagi warisan berdasarkan pasal-pasal hukum perdata BW,Jakarta: PT.Rajagrafindo
Persada, 2003, hal. 6.
7
Salim, pengantar hukum perdata tertulis (BW), jakarta, sinar grafika, 2002, hal 140

8
pewaris, ahli waris hubungan perkawianan dengan si pewaris, ahli
waris atas dasar wasiat.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam unsur-unsur
pewarisan adalah :
a. Syarat-syarat yang berhubungan dengan pewaris
Untuk terjadinya maka si pewaris harus sudah meninggal dunia
sebagaimana disebutkan pada pasal 830 KUH Perdata “Pewarisan
hanya berlangsung karena kematian.
b. Syarat-syarat yang berhubungan dengan ahli waris
1. Mempunyai hak atas harta peninggalan pewaris hak ini ada
karena:
a) Adanya hubungan darah atau perkawinan antara ahli waris
dengan pewaris disebut ahli waris menurut undang-undang
(Ab- intestato), (pasal 874 KUHPerdata). Ada dua cara
mewaris berdasarkan undang-undang, berdasarkan
kedudukan sendiri (Uit Eigen Hoofde) atau dengan
mewarisi langsung, ahli warisnya adalah mereka yang
terpanggil untuk mewaris berdasarkan kedudukan sendiri
pada asasnya ahli waris mewaris kepala demi kepala yang
tercantum pada pasal 852 ayat 2 KUHPerdata yang isinya “
Mereka mewaris kepala demi kepala, jika dengan si
meninggal mereka bertalian keluarga dalam derajat kesatu
dan masing-masing mempunyai hak kerena diri sendiri.
Orang yang mewaris karena kedudukannya sendiri dalam
susunan keluarga si pewaris mempunyai posisi yang
memberikan kepadanya hak untuk mewaris. Haknya
tersebut adalah haknya sendiri, bukan menggantikan hak
orang lain. Mewaris kepala demi kepala artinya tiap-tiap
ahli waris menerima bagian yang sama besarnya. Dan
berdasarkan penggantian (Bij plaatvervulling), Yakni
pewarisan dimana ahli waris menggantikan ahli waris yang

9
berhak menerima warisan yang telah meninggal dunia lebih
dahulu dari pewaris. Dalam mewaris berdasarkan
penggantian tempat ahli waris artinya mereka yang
mewaris berdasarkan penggantian tempat, mewaris pancang
demi pancang. Mewaris karena penggantian tempat diatur
dalam pasal 841 sampai dengan 848 KUHPerdata.”
Penggantian memberi hak kepada seorang yang mengganti,
untuk bertindak sebagai pengganti dalam derajat dan dalam
segala hak orang yang diganti.
b) Adanya pemberian wasiat yang diberikan oleh pewaris
untuk para ahli waris atau testaminair (pasal 875
KUHPerdata). Adapun yang dinamakan surat wasiat atau
testamen ialah suatu fakta yang memuat pernyataan
seseorang tentang apa yang dikehindakinya akan terjadinya
setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut
kembali. Yang paling lazim suatu testamen berisi apa yang
dinamakan suatu “erfsteling” yaitu penunjukan seorang
atau beberapa orang menjadi ahli waris yang akan
mendapat seluruh atau sebagian dari warisan, orang yang
ditunjuk itu dinamakan “ testamentaire erfgenaam”.
2. Ahli waris ada atau masih hidup pada saat kematian pewaris
3. Tidak terdapat sebab-sebab atau hal-hal yang menurut undang-
undang, ahli waris tidak patut atau terlarang (onwaarding)
untuk menerima warisan dari si pewaris. Menurut pasal 830
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada empat kelompok
yang tidak patut menjadi ahli waris dan karenanya dikecualikan
dari pewarisan ialah :
a) Mereka yang dengan putusan hakim dihukum karena
dipersalahkan telah membunuh, atau mencoba membunuh
si yang meninggal.

10
b) Mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan
karena secara fitnah mengajukan pengaduan terhadap pada
si yang meninggal ialah suatu pengaduan telah melakukan
suatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara
lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat.
c) Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah
mencegah atau menghalangi-halangi si meninggal untuk
membuat atau mencabut surat wasiat.
d) Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau
memalsukan surat wasiat yang meninggal.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahasan diatas adalah:
1. Istilah hukum berasal dari bahsa belanda erfrecht. Pasal 830 KUH
perdata pada intinya menyebutkan bahwa hukum waris adalah hukum
yang mengatur kedudukan hukum harta kekayaan seseorang setelah ia
meninggal.
Pada dasarnya pewarisan merupakan proses berpindahnya harta
peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli
warisnya. Akan tetapi proses perpindahan tersebut tidak dapat
terlaksana apabila unsur-unsurnya tidak terpenuhi.
2. Secara garis besar unsure-unsur kewarisan BW ada tiga, yaitu:
a. Pewaris atau Orang yang meninggalkan harta warisan (Erflater)
Pewaris adalah orang yang meninggal dunia yang meninggalkan
harta atau benda yang dapat diwariskan.
b. Harta warisan (Erfenis)
Harta warisan adalah jenis harta atau benda atau hutang yang
ditinggalkan oleh mayit semasa hidupnya.
c. Ahli waris (Ergenaam)
Ahli waris adalah orang-orang yang mempunyai hubungan darah
atau keluarga dengan si mayit atau orang yang secara hokum nisa
mendapatkan warisan si mayit kaena perbuatan hokum. Misalnya:
adopsi anak.

12
13
DAFTAR PUSTAKA

Anisitus amanat, membagi warisan berdasarkan pasal-pasal hukum


perdata BW, Jakarta: PT.Raja grafindo Persada, 2003.
Ramulyo, Idris, perbandingan pelaksanaan hukum kewarisan islam
dengan kewarisan menurut hukum perdata BW, Jakarta, Ind. hilco,
1987.
Salim, pengantar hukum perdata tertulis (BW), jakarta, Sinar grafika,
2002.
Sarmandi, sukris, Transendensi keadilan hukum waris islam transformatif,
Jakarta, PT. Raja Grafindo persada, 1997.
Subekti, Tjirosudibio, KUHPerdata BW, Jakarta, PT Prandaya Paramita,
2004.
Triwulan, Titik, hukum perdata dalam sistem hukum nasional, Jakarta,
Kharisma Putra Kencana, 2008.

14

Anda mungkin juga menyukai