5
Ibid. Hal. 39-40
Apabila suatu peraturan hukum memuat ketentuan-ketentuan yang masih perlu
penyempurnaan, maka pembentuk hukum atau pihak-pihak terkait seperti hakim atau para
ahli, akan memberikan Interpretasi terhadap tujuan yang diharapkan dari ketentuan hukum
atau perundang-undangan tersebut. Interpretasi hukum tersebut dilakukan untuk mewujudkan
pembentukan hukum yang baru (penemuan hukum).
Contoh proses penemuan hukum dimulai ketika seorang hakim menemukan suatu
permasalahan. Penuntut Umum dan Penasehat Hukum menghadirkan peristiwa-peristiwa
untuk diuji selama proses pembuktian di persidangan guna memperoleh peristiwa-peristiwa
tertentu. Peristiwa khusus ini akan dibandingkan dengan kemungkinan ketentuan hukum
untuk pertimbangan awal. Setelah mendapatkan ketentuan hukum, hakim selanjutnya
melakukan kajian yang semakin mendalam untuk mengkualifikasi peristiwa yang terjadi dan
keterkaitannya dengan peristiwa hukum yang memisahkan unsur non hukum dari unsur yang
merupakan peristiwa hukum. Peter Mahmud menekankan pemahaman pertanyaan hukum ini
sebagai salah satu yang harus dijawab melalui penelitian hukum, baik dalam dogmatis
hukum, teori hukum, atau filsafat hukum.6
Ketika interpretasi hukum dapat digunakan untuk penemuan hukum, maka hal
tersebut dapat dilakukan hanya oleh para ahli yang berwenang untuk melakukan interpretasi
hukum, yaitu pembuat undang-undang, ahli hukum dan hakim. Adanya penemuan hukum
dapat memberikan kepastian hukum, terutama bagi beberapa peraturan perundang-undangan
yang masih memiliki multitafsir secara substansi. Ditemukannya hukum melalui interpretasi
hukum diharapkan permasalahan hukum yang sebelumnya berada dalam ruang hampa dapat
diselesaikan secara hukum dan bertanggung jawab.
Penemuan hukum menurut interpretasinya dimaknai sebagai “pembentukan hukum”
agar membatasi pemikiran bahwa penemuan hukum dianggap telah ada sebelumnya dan
dimaknai sebagai penemuan kembali. Teori-teori tentang penemuan hukum melalui
interpretasi bisa memperluas atau mempersempit interpretasi ketentuan perundang-undangan
yang pada pokoknya tidak jelas, tidak lengkap, atau tidak lengkap. Sehingga memberikan
kepastian hukum bagi perumusan hukum yang kaku.
Penemuan hukum bersifat dinamis. Hal ini dikarenakan setiap orang selalu
menyesuaikan ketentuan hukum yang ada dengan perkembangan budaya yang ada di
masyarakat. Misalnya, temuan hukum oleh hakim dalam suatu perkara dapat dianggap
memiliki status yang lebih kuat untuk menjadi sumber hukum baru. Berlawanan dengan
ilmuwan yang menemukan hukum, hasil ilmuwan hukum tidak dapat disebut sebagai hukum,
6
Marzuki, “Penelitian Hukum, Cet. II”, Hal. 57-61
melainkan ilmu atau doktrin. Namun demikian, asas tersebut juga dapat dijadikan sebagai
sumber hukum jika diikuti dan dijadikan dasar pengambilan keputusan hukum di pengadilan.
Jadi, suatu doktrin bukanlah hukum, tetapi dapat menjadi sumber hukum.
Selain itu, ilmu hukum memiliki dua aliran dalam penemuan hukum, antara lain
sebagai berikut.7
1. Aliran progresif. Menurut aliran ini hukum dan peradilan merupakan alat yang
dapat memberikan perubahan-perubahan sosial yang dapat berakibat pada
dilakukannya perubahan hukum melalui penemuan hukum, baik yang dihasilkan
dari Interpretasi hukum atau pun dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di
masyarakat sebagai sumber materil).
2. Aliran konservatif. Menurut aliran ini hukum dan peradilan merupakan alat untuk
mencegah penurunan nilai-nilai moral dan lainnya dengan memberikan sanksi
hukum kepada pelanggarnya dengan harapan adanya efek jera bagi pelanggarnya.
Temuan hukum yang terkandung dalam bentuk hukum oleh pembuat undang-undang
dapat dipastikan sepenuhnya oleh hakim dengan menerapkannya pada masalah hukum yang
sedang ditangani sesuai dengan undang-undang. Sehingga, penemuan hukum merupakan
penerapan hukum secara logis pada perkara hukum tertentu. Uraian tersebut memiliki makna
bahwa tidak ada seorang pun (hakim dalam perkara pengadilan) yang dapat mengubah atau
menambah undang-undang. Selain itu, hal ini dimaksudkan untuk mencegah hakim
melakukan tindakan penyalahgunaan wewenang dalam menangani pelanggaran, hakim juga
harus memperhatikan serta mematuhi peraturan yang terdapat dalam undang-undang.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang diuraikan, penulis menyimpulkan bahwa interpretasi
hukum, baik oleh pembuat undang-undang, hakim atau ahli hukum, sangat bermanfaat bagi
penemuan hukum (pembentukan undang-undang baru), karena ada hal-hal pada ketentuan
hukum yang perlu dibuat sedetail mungkin dan disempurnakan, agar memberikan persepsi
atau pengertian yang sama, dan meminimalisir timbulnya ketidakpastian hukum yang dapat
berpengaruh pada keambiguitasan proses penegakannya.
Sebagaimana hukum ditafsirkan oleh pembuat undang-undang, hakim, dan ahli
hukum, itu memiliki dampak pada penemuan hukum, karena bila dilihat kembali pada
7
Sudikno & Pitlo, “Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum”, Hal. 147-148
ketentuan hukum, khususnya yang terkandung dalam beberapa perundang-undangan, perlu
direvisi, dipertegas, dan ditambah lagi untuk meminimalisir pemahaman yang salah perihal
hukum, serta keambiguitas dan penyimpangan hukum.
Jika diklasifikasikan, interpretasi hukum mencakup beberapa jenis interpretasi, yaitu:
interpretasi otentik, interpretasi gamatikal, interpretasi menyamakan, interpretasi sistematis
(interpretasi yang menghubungkan pasal-pasal menjadi satu kesatuan yang utuh), Tafsir
sosiologis (interpretasi sesuai dengan keadaan dan kondisi keberadaan sosial), interpretasi
historis (interpretasi menurut proses sejarah), interpretasi subjektif (interpretasi sesuai
kehendak pembuat undang-undang), interpretasi objektif (interpretasi proporsionalitas dan
rasional), interpretasi luas (interpretasi yang didefinisikan secara luas) dan interpretasi
restriktif (interpretasi sempit).
Daftar Pustaka
Ardian, Zul Afdi & Roestandi, Achmad. (1996). “Tata Negara”. Bandung: Armico.
Effendi, A. Masyhur. (2004). “Bunga Rampai Teori Hukum”. Jakarta: Sekolah Tinggi
Ilmu Hukum
Halim, A. Ridwan. (1985). “Pengantar Ilmu Hukum Dalam Tanya Jawab”. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Marzuki, Peter Mahmud. (2006). “Penelitian Hukum, Cet. II”. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Mertokusumo, Sudikno & A., Pitlo. (1993). “Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum”.
Bandung: Citra Aditya Bakti.