Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

DISTRIBUSI DALAM PRESPEKTIF ISLAM

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata mata kuliah Ilmu Ekonomi
Islam.

Prof. Dr. H. Muslihun, M.Ag.

Oleh:

Jaka Pravita Dona

Sulhan Habibi

EKONOMI SYARIAH

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

2024
Distribusi dalam Perspektif Islam

Pendahuluan

Sebagai salah satu aktivitas perekonomian, distribusi menjadi bidang kajian


terpenting dalam perekonomian. Distribusi menjadi posisi penting dari teori mikro
dan makro Islam sebab pembahasan dalam bidang distribusi ini tidak hanya berkaitan
dengan aspek ekonomi belaka tetapi juga aspek sosial dan politik sehingga menjadi
perhatian bagi aliran pemikir ekonomi Islam dan konvensional sampai saat ini.(1)

Sumber : 1 Heri Sudarsono. Konsep Ekonomi Islam, Suatu Pengantar.


(Yogyakarta: Ekonisia, 2002). Hal. 216

Dalam sistem ekonomi konvensional, salah satu indikator pertumbuhan dan


meratanya distribusi pendapatan adalah Pertambahan Produk Domestik Bruto (PDB)
bagi suatu negara atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) bagi suatu wilayah
daerah. Dengan indikator tersebut maka pertumbuhan ekonomi akan memperbesar
tingkat pendapatan masyarakat sebingga setiap orang akan memperoleh lebih banyak
kesempatan kerja dan pertambahan kekayaan dan kesejahteraan. Oleh karenanya
“pertumbuhan ekonomi” merupakan nilai utama dalam sistem kapitalis karena akan
berpengaruh pada pertambahan nilai ekonomi suatu bangsa atau masyarakat dengan
mengenyampingkan aspek-aspek lain seperti aspek sosial, budaya dan spiritual.
Karena dalam sistem ekonomi pasar persaingan dalam memperebutkan sumber daya
tidak dipengaruhi oleh nilai-nilai diluarnya termasuk nilai agama dan spiritualitas.

Dari sinilah ”pertumbuhan Ekonomi” yang seharusnya memberi makna sosial,


budaya dan agama malah akan memperlebar jurang antara yang kaya dan yang
miskin, dan menggerogoti nilai-nilai dalam hubungan keluarga dan masyarakat.
Semakin terpusatnya kekuasaan yang semakin hebat di tangan korporasi global dan
lembaga-lembaga keuangan telah melucuti pemerintah dan kemampuannya untuk
menempatkan prioritas ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan dalam kerangka
kepentingan umum yang lebih luas termasuk berkurangnya penghargaan terhadap
kerja produktif yang dilakukan untuk diri sendiri, meskipun bermanfaat bagi
kesejahteraan. (2)

Sumber: David C. Korten. The Post Corporate World : Life After Capitalism.
Terj. A. Rahman Zainuddin. (Jakarta : Yayasan Obor 1999). Hal. 95-96.

Kegiatan distribusi menjadi bidang terpenting dalam perekonomian


terutama dalam berbisnis. Islam menuntunkepada manusia untuk
menyebarkan hartanya agar tidak menumpuk pada segolongan kecil
masyarakat sehingga terjadi kesejahteraan masyarakat yang adil dan
merata. Dalam pandangan Islam, distribusi sangat penting dalam teori mikro
dan makro Islam sebab pembahasan dalam bidang distribusi ini tidak hanya
berkaitan dengan aspek ekonomi belaka tetapi juga aspek sosial dan politik
sehingga menjadi perhatian bagialiran pemikir ekonomi Islam dan konvensional
sampai saat ini. (3)

Sumber : Holis, M. (2017). Sistem distribusi dalam perspektif ekonomi


Islam. Jurnal Masharif Al-Syariah: Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syariah,
1(2).

Dalam berbisnis setelah melakukan konsep produksi dan distribusi


pasti akan memumculkan konsep profitabilitas, yang memiliki arti sebagai
kemampuan suatu pelaku usahauntuk mendapatkan laba (keuntungan) dalam suatu
periode tertentu(Michelle, 2005). Profitabilitas dalam Islam merupakan profit yang
dicapai dengan tujuan atau orientasi yang sama, yaitu akhirat. Untuk mencapai
tujuan akhirat tersebut tentu kita membutuhkan jalan yang harus dilalui, yang
dimaksud dengan jalan sesuai yang diperintahkan oleh Allah SWT.

Sistem ekonomi Islam mengajarkan kepada kita untuk memperoleh harta


bendayang halal sekaligus terwujudnya kebahagiaan dunia dan akhirat. Sehingga
memungkinkan kita sebagai pelaku ekonomi berpikir bahwa terdapat makna lain
dari mengejar profitabilitas dalam ber produksi dan distribusi usaha dan
menyampingkan paradigma bahwa keuntungan/profitabilitas suatu perusahaan
hanya berupa angka yang disebut materi. (4)

Sumber : Pratama, P. (2018). Rekonstruksi Konsep Profitabilitas dalam


Perspektif Islam. IKRA-ITH HUMANIORA: Jurnal Sosial Dan Humaniora, 2(1),
101–108.

Distribusi kekayaan dan sumber daya adalah isu sentral dalam pembangunan
sosial dan ekonomi suatu masyarakat. Dalam konteks Islam, distribusi memiliki
makna yang mendalam karena mencerminkan prinsip-prinsip keadilan, solidaritas,
dan kemanusiaan yang diajarkan oleh agama ini. Makalah ini akan mengeksplorasi
konsep distribusi dalam perspektif Islam, meliputi prinsip-prinsipnya, instrumen-
instrumen distribusi, serta relevansinya dalam mengatasi ketimpangan sosial dan
ekonomi.

PEMBAHASAN

Prinsip-prinsip Distribusi dalam Islam

1. Keadilan Sosial.

Keadilan sosial adalah salah satu prinsip utama dalam distribusi dalam Islam. Al-
Quran dan Hadis secara konsisten menekankan pentingnya memberikan hak-hak
secara adil kepada semua individu dalam masyarakat. Berdasarkan ayat 90 surat
An-Nahl :
Artinya : "Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat kebajikan, dan
memberi bantuan kepada kerabat" (An-Nahl: 90) menegaskan pentingnya keadilan
dalam distribusi.

Berdasarkan ayat tersebut dengan kata lain, Islam tidak hanya menuntut agar
kekayaan didistribusikan secara adil, tetapi juga menekankan pentingnya
melakukan perbuatan baik dan memberikan bantuan kepada keluarga dan
masyarakat secara keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa keadilan sosial bukanlah
sekadar konsep, tetapi suatu tindakan yang harus diwujudkan dalam setiap aspek
kehidupan, termasuk dalam pembagian kekayaan dan sumber daya.

2. Zakat dan Infaq.

Pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada mustahik adalah
bentuk lain dari mekanisme nonekonomi dalam hal distribusi zakat. Zakat adalah
ibadah yang dapat dilaksanakan oleh para muzakki. Dalam hal ini, negara wajib
memaksa siapapun yang termasuk muzakki untuk membayar zakat. Dari zakat
tersebut kemudian dibagikan kepada golongan tertentu yakni delapan asnaf seperti
yang telah disebutkan dalam al-Quran. Allah berfirman (QS.At-Taubah[9]:60.

Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-


orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana” (6)
Sumber : Syukur, Musthafa. "Distribusi perspektif etika ekonomi
Islam." PROFIT: Jurnal Kajian Ekonomi Dan Perbankan Syariah 2.2 (2018):
33-51.

Zakat, sebagai salah satu pilar utama dalam ajaran Islam, merupakan
kewajiban bagi umat Muslim yang memiliki kekayaan yang mencapai ambang
batas tertentu untuk memberikan sebagian dari harta mereka kepada yang
membutuhkan. Konsep ini tidak hanya merupakan kewajiban agama, tetapi juga
merupakan bentuk tanggung jawab sosial yang diamanatkan oleh Islam. Selain
zakat, infaq juga dianjurkan sebagai salah satu bentuk sedekah yang dapat
membantu mengurangi ketimpangan sosial dalam masyarakat. Praktik zakat dan
infaq tidak hanya sekadar memberikan bantuan kepada yang membutuhkan, tetapi
juga memainkan peran penting dalam redistribusi kekayaan secara adil. Dengan
memberikan zakat dan infaq, individu yang memiliki kelebihan harta dapat
berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang kurang mampu,
seperti pemberian makanan, pembiayaan pendidikan, dan akses kepada layanan
kesehatan. Dengan demikian, zakat dan infaq tidak hanya berperan dalam
membantu individu yang membutuhkan, tetapi juga sebagai instrumen untuk
menciptakan masyarakat yang lebih berkeadilan sosial.

3. Redistribusi Kekayaan.

Prinsip redistribusi kekayaan secara merata di antara masyarakat merupakan


salah satu nilai utama dalam ajaran Islam. Islam menekankan pentingnya
kesetaraan dalam distribusi kekayaan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan
berkeadilan. Berbagai mekanisme telah dijelaskan dalam ajaran Islam sebagai
sarana untuk mencapai tujuan ini. Salah satunya adalah zakat, di mana individu
yang mampu diwajibkan untuk memberikan sebagian dari harta mereka kepada
yang membutuhkan. Zakat bukan hanya sekadar kewajiban agama, tetapi juga
sebagai instrumen redistribusi kekayaan yang efektif. Selain itu, wakaf atau
sumbangan amal juga menjadi bagian penting dalam upaya redistribusi kekayaan.
Wakaf memungkinkan individu untuk menyumbangkan harta mereka untuk
kepentingan umum, seperti pembangunan infrastruktur sosial dan layanan publik.
Selain itu, sistem pajak yang adil juga menjadi bagian dari mekanisme redistribusi
yang dijelaskan dalam Islam. Melalui sistem pajak yang adil, kekayaan dapat
didistribusikan secara lebih merata untuk memastikan bahwa kebutuhan dasar
semua individu terpenuhi. Prinsip ini bertujuan untuk mencegah akumulasi
kekayaan yang tidak adil dan memastikan bahwa kesempatan dan hak asasi setiap
individu dihargai. Dengan demikian, redistribusi kekayaan dalam Islam bukan
hanya tentang pemberian bantuan kepada yang membutuhkan, tetapi juga tentang
menciptakan struktur sosio-ekonomi yang lebih berkeadilan bagi semua anggota
masyarakat.

4. Pemberdayaan Masyarakat.

Distribusi dalam Islam tidak hanya terbatas pada pembagian kekayaan secara
adil, tetapi juga mencakup upaya pemberdayaan masyarakat secara menyeluruh.
Salah satu aspek utama dari pemberdayaan tersebut adalah melalui pendidikan,
pelatihan keterampilan, dan bantuan yang diberikan kepada individu dan keluarga.
Melalui pendidikan, masyarakat diberikan akses kepada pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam
menghadapi tantangan ekonomi dan sosial. Pendidikan juga membuka peluang
yang lebih luas bagi individu untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan
meningkatkan taraf hidup mereka.

Selain pendidikan, pelatihan keterampilan juga menjadi bagian integral dari


pemberdayaan masyarakat dalam perspektif Islam. Melalui pelatihan
keterampilan, individu diberikan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan
mereka dalam berbagai bidang, seperti keterampilan teknis, kewirausahaan, dan
manajemen. Dengan memiliki keterampilan yang relevan, individu dapat lebih
mandiri secara ekonomi dan memiliki kemampuan untuk menciptakan peluang
usaha yang berkelanjutan.

5. Larangan Riba dan Eksploitasi.

Larangan terhadap praktik riba (bunga) dan eksploitasi dalam transaksi


ekonomi adalah salah satu aspek kunci dalam sistem ekonomi Islam. Prinsip ini
didasarkan pada kepedulian yang mendalam terhadap kesejahteraan umat manusia
dan prinsip keadilan sosial. Dalam Islam, riba dianggap sebagai praktik yang
merugikan dan tidak adil karena menghasilkan keuntungan tanpa melakukan usaha
atau risiko yang sepadan. Riba juga dapat mengakibatkan pemiskinan dan
penindasan terhadap yang lemah dalam masyarakat.

Larangan terhadap eksploitasi dalam transaksi ekonomi juga memiliki tujuan


yang sama, yaitu melindungi individu dari praktik yang merugikan dan tidak adil.
Islam menekankan pentingnya kesepakatan yang adil dan saling menguntungkan
dalam transaksi ekonomi. Eksploitasi dalam bentuk apapun, baik itu penindasan
terhadap pekerja atau penyalahgunaan posisi dominan dalam pasar, bertentangan
dengan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan yang ditegakkan oleh Islam.

Mekanisme Distribusi.

Masalah ekonomi terjadi apabila kebutuhan pokok (al-hajatu al-asasiyah) untuk


semua pribadi manusia tidak tercukupi. Dan masalah pemenuhan kebutuhan pokok
merupakan persoalan distribusi kekayaan. Dalam mengatasi persoalan distribusi
tersebut harus ada pengaturan menyeluruh yang dapat menjamin terpenuhi seluruh
kebutuhan pokok pribadi, serta menjamin adanya peluang bagi setiap pribadi
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pelengkapnya.

Dalam persoalan distribusi kekayaan yang muncul, Islam melalui sistem


ekonomi Islam menetapkan bahwa berbagai mekanisme tertentu yang digunakan
untuk mengatasi persoalan distribusi. Mekanisme distribusi yang ada dalam ekonomi
Islam secara garis besar dikelompokan menjadi dua kelompok mekanisme, yaitu:
mekanisme ekonomi dan mekanisme nonekonomi..

Sistem ekonomi yang berbasis Islam menghandaki bahwa dalam hal


pendistribusian harus berdasarkan dua sendi, yaitu sendi kebebasan dan
keadilan kepemilikan. Kebebasan disini adalah kebebasan dalam bertindak
yang di bingkai oleh nilai-nilai agama dan keadilan. Kebebasan yang
dimaksud disini adalah sebagai keseimbangan antara individu dengan unsur
materi dan spiritual yang dimilikinya, keseimbangan antara individu dan
masyarakat serta antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.
Keberadilan dalam pendistribusian ini tercermin dari larangan dalam al Qur’an
agar supaya harta kekayaan tidak diperbolehkan menjadi barang dagangan
yang hanya beredar diantara orang-orang kaya saja, akan tetapi diharapkan dapat
memberi kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat sebagai suatu keseluruhan (7)

Sumber : Munthe, M. (2014). Konsep Distribusi dalam Islam. Jurnal


Syariah, 2(1), 70–88.

Macam-Macam Distribusi Secara Umum.

Distribusi dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Distribusi langsung (jangka panjang)

Sistem distribusi atau kegiatan menyalurkan barang yang tidak menggunakan saluran

distribusi. Jadi, produsen langsung berhubungan dengan pembeli atau konsumen.


Contohnya:

Penyaluran hasil pertanian oleh petani ke pasar langsung.

2. Distribusi semi langsung


Penyampaian barang dari produsen kepada konsumen melalui perantara tetapi
perantara

masih milik produsen sendiri. Menjual barang hasil produksinya melalui toko milik
produsen

sendiri.

3. Distribusi tidak langsung

Kegiatan menyalurkan barang dan jasa melalui pihak-pihak lain atau badan perantara
seperti agen, makelar, toko atau pedagang eceran.

Berikut adalah cara-cara menyalurkan barang atau jasa:

1 Penyaluran barang atau jasa melalui pedagang.

2 Penyalur barang atau jasa melalui koperasi.

3 Penyaluran barang atau jasa melalui toko milik produsen sendiri.

4 Penyaluran barang atau jasa melalui penjualan dari rumah ke rumah.

5 Penyaluran barang atau jasa melalui penjualan di tempat tertentu yang ditetapkan
pemerintah.

Faktor yang mempengaruhi produsen memilih dan menentukan saluran distribusi,


yakni:

1) Sifat barang dan jasa yang diperjualkan.

2) Daerah penjualan.

3) Modal yang disediakan, yang terkait dengan hak dan kewajiban dalam perjualan

4) Alat komunikasi.
Jenis Distribusi dalam Islam

1. Distribusi pendapatan melalui pola kemitraan usaha : Mudharabah/trust financing,


trust investment dan musyarakah.

Secara konseptual perseroan mudharabah ini disebut juga qiradh, yaitu akad
kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahib al-mal)
menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola. Keuntungan
usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian
tersebut bukan disebabkan oleh kelalaian si pengelola.(7)

Sumber : Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum,


(Jakarta : Tazkia Institute,1999) hlm. 95.

Musyarakah atau syirkah secara bahasa berarti al-ikhtilath (percampuran,


penggabungan). Syirkah atau perseroan adalah suatu bentuk transaksi antara dua
orang atau lebih, yang kedua-duanya sepakat untuk melakukan kerjasama yang
bersifat finansial dengan tujuan mencari keuntungan. (8)

Sumber : Taqiyuddin al-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif


Islam. ( Jakarta : Risalah Gusti, 2002),hlm. 153.

Musyarakah juga merupakan salah satu bentuk kerja sama (joint enterprised) antara
dua orang atau lebih dalam sebuah usaha atau modal dalam bentuk coorporate dengan
bagi hasil keuntungan berdasarkan kesepakatan. Musyarakah berbeda dari
mudharabah, dalam mudharabah pemilik modal tidak diberikan peran dalam
menjalankan manajemen perusahaan, sedangkan dalam musyarakah juga ada bagi
hasil, tapi semua pihak berhak turut serta dalam pengambilan keputusan manajerial.

2. Distribusi pendapatan melalui pola hubungan perburuhan.


Dalam hal hubungannya buruh dengan majikan, maka perlu di perhatikan bahwa
pekerja adalah sebagai mitra, atu prinsip Islam yang sangat penting adalah prinsip
persaudaraan manusia. Prinsip ini menghapus perbedaan antar manusia dan
membawa mereka pada tingkat yang sederajat. Kemudian perlu di perhatikan juga
tentang sistem pengupahan, Upah adalah harga yang dibayarkan kepada pekerja keras
atas jasanya dalam produksi kekayaan seperti faktor produksi lainnya atau sejumlah
uang yang dibayar oleh orang yang memberi pekerjaan kepada seorang pekerja atas
jasanya sesuai perjanjian.( 9)

Sumber : Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam, jilid2, terj. Economics Doctrines


of Islam, ( Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Prima,2002),hlm. 361

Dalam Islam, prinsip kerja disesuaikan dengan produk- tivitas individu itu sendiri.
Keadilannya dilihat dari profesi yang ia lakukan sesuai dengan perjanjian kerja antara
pemberi kerja dan penerima kerja. Upah diberikan harus sesuai dengan apa yang
dilakukan, dilihat dari kategori kerja yang dilakukan (secara profesi, skill).

3. Distribusi pendapatan melalui mekanisme pasar

Dalam hal distribusi melalui mekansme pasar, maka terdapat beberapa aturan
didalamnya, seperti :

a. Penentuan harga, Dalam konsep ekonomi Islam, penentuan harga dilakukan oleh
kekuatan-kekuatan pasar, yaitu kekuatan permintaan dan penawaran. Dalam konsep
Islam pula, pertemuan permintaan dengan penawaran adalah terjadi secara seimbang
dengan rela sama rela atau tidak ada pemaksaan terhadap harga tersebut pada saat
transaksi. (10) Islam mengatur agar persaingan di pasar dilakukan secara adil.

Sumber : Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta : IIIT Indonesia,


2003), hlm. 236
b. Larangan penimbuan, Para ulama fiqih yang melarang tindakan ihtikar
(penimbunan) mengatakan, apabila penimbunan barang telah terjadi di pasar,
pemerintah berhak memaksa memaksa pedagang untuk menjual barang dagangannya
dengan standar yang berlaku dipasar. Bahkan menurut meraka, barang yang ditimbun
oleh pedagang itu dijual dengan harga modalnya dan pedagang itu tidak berhak
mengambil untung sebagai hukuman dari tindakan meraka. Kemudian bila pedagang
enggan untuk menjual barang dagangannya maka hakim/pemerintah berhak menyita
barang tersebut dan membagi-bagikannya kepada masyarakat yang memerlukannya.
(11)

sumber : Nasrun Haroen, Fiqh Muamalat (Jakarta: Logos, 200), hlm. 165.

c. Larangan spekulasi, Spekulasi adalah outcome dari sikap mental ingin cepat kaya.
Jika seseorang telah terjebak pada sikap mental ini, maka ia akan berusaha dengan
menghalalkan segala macam cara tanpa mempedulikan rambu-rambu agama dan
etika. Kegiatan spekulasi ada kemiripannya dengan gambling(al-qimar) dalam
konteks pengambilan keuntungan.

4. Distribusi pendapatan melalui sedekah wajib (zakat) dan sedekah sunah (sedekah,
infak, hibah).

Choudhuri menyebut zakat sebagai wealth tax dalam Islam. Dan zakat merupakan
salah satu ciri dan komponen dalam laporan keuangan (income statement) perusahaan
yang berda dalam perekonomian Islami atau menjalankan prinsip-prinsip Islam.
Model analisis matematis yang ditawarkan juga menunjukkan hubungan zakat,
income, dan employment, karena ide zakat adalah transformasi produktif.hal ini
ditunjukkan dengan pembuktian analitis kuantitatif bahwa zakat medorong multiplier
positif untuk investasi. (12)

Sumber : Iggi H. Ahsien, Investasi Syari’ah di Pasar Modal, (Jakarta : Gramedia


Pustaka Utama, 2003), hlm. 44
Di samping zakat yang merupakan pungutan wajib (sedekah wajib) yang ditetapkan
oleh agama, maka Islam juga melegalisasi suatu bentuk sedekah sunnah yang bersifat
opsional. Sadakah sunnah dalam bentuk sedekah, infak, waqaf dan hibbah merupak
tawaran-tawaran yang dianjurkan oleh Islam kepada seseorang
untukmendistribusikan harta meraka kepada orang lain, sekaligus untuk membuktikan
sejauhmana kepedulian seseorang yang punya kelebihan harta mau mendistribusikan
sebagian harta yang mereka miliki kepada kaum fakir dan miskin. Dalam sedekah
sunnah tidak ada unsur paksaan, tetapi lebih merupakan anjuran semata.

5. Distribusi pendapatan melalui sistem pewarisan dan wasiat.

Hukum waris merupakan suatu aturan yang sangat penting dalam mengurangi
ketidakadilan pembagian warisan dalam masyarakat. Tokoh-tokoh ekonomi, seperti
Keynes, Taussig dan Irvings Fisher menyetujui bahwa pembagian warisan yang tidak
merata merupakan penyebab utama dari ketidakadilan dalam masyarakat Menurut
Taussig, warisan mempunyai dampak-dampak yang sangat besar dalam masyarakat.
Hal tersebut senantiasa memperbesar jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. 83
Hukum waris bagi Muslim merupakan alat penimbang yang sangat kuat dan efektif
dalam rangka mencegah pengumpulan kekayaan di kalangan tertentu dan
pengembangannya dalam kelompok-kelompok yang besar dalam masyarakat. Oleh
karena itu, hukum waris mempunyai pengaruh yang cukup baik dalam pengembangan
sirkulasi harta di kalangan masyarakat banyak.

Mencari Keuntungan yang Wajar.

Merupakan suatu keharusan di dalam proses ekonomi apabila para pelakunya


menginginkan keuntungan. Hanya saja keuntungan yang ingin diperoleh hendaknya
tidak bertendensikan eksploitasi dan ketidakwajaran. Islam tidak membenarkan
praktik di dalam mencari keuntungan seperti apa yang terjadi di dalam sistem
kapitalis. Yaitu, suatu sistem yang membenarkan segala cara untuk mendapatkan
keuntungan yang besar termasuk di dalamnya bentuk monopoli dan penimbunan
barang dagangan yang kesemuanya itu akan menimbulkan kepincangan ekonomi di
dalam masyarakat pada umumnya dan pelaku ekonomi itu sendiri pada khususnya.

Oleh karena itu, pelaku ekonomi hanya diperkenankan mengambil keuntungan


yang baik dan wajar, tidak terlalu tinggi yang akan berakibat kepada kesusahan
masyarakat, dan juga tidak terlalu rendah yang akan berakibat kepada
kebangkrutannya. Dapat dipahami bahwa, untuk menghindari praktik-praktik
ekonomi yang tidak wajar seperti pengerukan keuntungan yang berlebihan maka
diperlukan partisipasi semua pihak dalam ekonomi. Oleh sebab itu, tidak dibenarkan
penguasaan barang dagangan di satu tangan agar hal semacam itu tidak terjadi.

Relevansi Distribusi dalam Mengatasi Ketimpangan Sosial dan Ekonomi.

Dalam konteks global yang penuh dengan ketimpangan sosial dan ekonomi, konsep
distribusi dalam perspektif Islam memiliki relevansi yang besar. Prinsip-prinsip
distribusi yang diajarkan oleh Islam dapat membantu mengatasi ketimpangan tersebut
dengan cara berikut:

1. Pemenuhan Kebutuhan Dasar: Praktik zakat dan infaq membantu


memastikan pemenuhan kebutuhan dasar semua individu dalam masyarakat,
terutama yang kurang mampu.

2. Pemberdayaan Ekonomi: Melalui pendidikan, pelatihan keterampilan, dan


bantuan untuk usaha mandiri, individu dan masyarakat dapat diberdayakan
untuk mencapai kemandirian ekonomi dan mengurangi ketergantungan pada
bantuan sosial.

3. Redistribusi Kekayaan: Prinsip redistribusi kekayaan dalam Islam


membantu mencegah akumulasi kekayaan yang tidak adil dan memastikan
bahwa kekayaan didistribusikan secara merata di antara masyarakat.
4. Pencegahan Eksploitasi: Larangan riba dan eksploitasi dalam Islam
bertujuan untuk melindungi yang lemah dari praktik yang merugikan dan
memastikan bahwa transaksi ekonomi didasarkan pada prinsip keadilan.

Kesimpulan

Distribusi dalam perspektif Islam merupakan suatu konsep yang sangat penting dalam
mengatur ekonomi dan masyarakat secara menyeluruh. Konsep ini melibatkan
prinsip-prinsip keadilan, solidaritas, dan kemanusiaan yang merupakan nilai-nilai inti
dalam ajaran Islam. Beberapa prinsip distribusi dalam Islam meliputi keadilan sosial,
zakat dan infaq, redistribusi kekayaan, pemberdayaan masyarakat, larangan riba dan
eksploitasi.

Prinsip-prinsip distribusi ini diterapkan melalui berbagai mekanisme, termasuk pola


kemitraan usaha seperti mudharabah dan musyarakah, hubungan perburuhan yang
adil, mekanisme pasar yang diatur agar berjalan dengan adil, serta sedekah wajib dan
sedekah sunnah. Melalui berbagai mekanisme ini, Islam tidak hanya mengatur
distribusi kekayaan secara adil, tetapi juga memastikan pemenuhan kebutuhan dasar,
pemberdayaan ekonomi, pencegahan eksploitasi, dan pembagian warisan yang
merata.

Relevansi konsep distribusi dalam Islam sangat besar dalam mengatasi ketimpangan
sosial dan ekonomi di masyarakat. Dengan menerapkan prinsip-prinsip distribusi
Islam, masyarakat dapat memastikan bahwa kekayaan dan sumber daya
didistribusikan secara adil, semua individu memiliki kesempatan yang sama untuk
mencapai kesejahteraan, dan praktik ekonomi yang tidak wajar seperti eksploitasi dan
penimbunan barang dapat dicegah. Dengan demikian, konsep distribusi dalam Islam
tidak hanya memberikan landasan bagi keberlangsungan ekonomi yang
berkelanjutan, tetapi juga menciptakan masyarakat yang lebih adil dan berkeadilan.

Anda mungkin juga menyukai