Anda di halaman 1dari 25

1

MAKALAH

DISTRIBUSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Ekonomi Islam
Dosen Pengampuh: Kumara Adji Kusuma. S.Fill.I., CIFP, Dr.

Oleh

BAGAS JIHAD HADIAN


NIM 182010300093

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM


JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS BISNIS HUKUM DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas

curahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul “Distribusi dalam

Perspektif Islam” telah dapat kami selesaikan dengan sebaik-baiknya.

Sholawat dan salam semoga tetap terlimpahkan pada Rasulullah Muhammad


SAW yang selalu kita nantikan syafa’atnya di yaumul qiyamah. Amin

Dan tidak lupa, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kumara Adji Kusuma. S.Fill.I., CIFP, Dr. selaku Dosen pengampuh mata

kuliah “Ekonomi Islam” yang telah memberikan petunjuk dan pengarahan

dalam pembuatan makalah ini.

2. Teman-teman yang telah memberikan bantuan berupa informasi, pengarahan

maupun pentunjuk yang sangat bermanfaat bagi penulis sehingga makalah ini

dapat terselesaikan dengan baik..

Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini mempunyai banyak sekali

kekurangan, sehingga masih jauh dari kata sempurna. Kami masih membutuhkan

kritik dan saran yang dapat memperbaiki makalah kami selanjutnya.

Sidoarjo, 19 Juni 2020

Bagas Jihad Hadian

ii
3

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian, Tujuan dan Etika Distribusi dalam Al-Qur’an

2.1.1 Pengertian Distribusi 3

2.1.2 Tujuan Distribusi 7

2.1.3 Etika Distribusi dalam Islam 9

2.2 Konsep Distribusi dalam Al-Qur’an

2.2.1 Mekanisme Ekonomi 10

2.2.2 Mekanisme Non Ekonomi 15

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan 20

3.2 Saran 21

DAFTAR PUSTAKA

iii
4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Al-Qur’an merupakan sumber penggalian dan pengembangan ajaran Islam.

Untuk melakukan penggalian dan pengembangan dipersyaratkan suatu kualifikasi dan

keyakinan kuat untuk menghasilkan pemahaman yang tepat mengenai perilaku

kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Pengembangan ilmu ekonomi

Islam yang bersumber dari al-Qur’an mempunyai peluang yang sama dengan

pengembangan keilmuan lainnya. Sayang, ilmu ini dirasakan tertinggal, walaupun

kebutuhan terhadap suatu sistem ekonomi baru yang lebih menjanjikan kesejahteraan

dan kemaslahatan sudah sangat mendesak. Dengan demikian pengembangan ilmu

ekonomi Islam menjadi sesuatu yang bersifat dharuriyah.

Perbedaan dalam kehidupan manusia merupakan ketetapan Allah, dengan

inilah manusia manusia mempunyai peran lebih diantara makhluk lain dikehidupan

ini. Disamping itu, perbedaan ini membawa pentingnya makna kerja sama antara satu

orang dengan orang lain dalam memenuhi kepentingan-kepentingan hidupnya.

Perbedaan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan, yang

mana karena perbedaan inilah manusia bisa menghormati satu sama lain dan juga

saling menutupi satu sama lain, tetapi dengan adanya perbedaan ini bukan alasan

manusia antara satu dengan yang lain untuk melegitimasi kedudukannya dihadapan

Allah SAW sebagai makhluk mulia dan hina.Produksi, distribusi dan konsumsi

1
5

adalah tiga hal yang tidak dapat dipisahkan di dalam kelangsungan hidup manusia

sejak pertama kali lahir di bumi ini.

Sebagai sebuah metodologi, tafsir ekonomi al-Qur’an memberi peluang bagi

pengembangan ilmu ekonomi Islam. Model ini mempunyai tahapan kerja sebagai

berikut: pertama, menginventarisasi ayat-ayat yang terkait dengan permasalahan

ekonomi yang akan dibahas, baik berdasar pada kata kunci maupun pada kandungan

ayat secara umum maupun khusus. Kedua, menafsirkan ayat-ayat tersebut baik

berdasar urutan ayat dalam mushaf atau berdasar urutan turunnya surat. Ketiga,

model penafsiran yang digunakan adalah maodlui dengan corak adabi al-ijtima’i wal-

iqtishadiyyah. Keempat, melakukan konstektualisasi dalam realitas perekonomian.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Pengertian, tujuan dan etika distribusi dalam al-qur’an?

1.2.2 Bagaimana konsep distribusi dalam al-qur’an?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui pengertian, tujuan dan etika distribusi dalam al-qur’an.

1.3.2 Memahami konsep distribusi dalam al-qur’an.

2
6

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Tujuan Distribusi dalam Al-Qur’an

2.1.1 Pengertian Distribusi

Distribusi adalah suatu proses (sebagian hasil penjualan produk) kepada

faktor-faktor produk yang ikut menentukan pendapatan. Dalam kamus bahasa

Indonesia dijelaskan distribusi adalah penyaluran barang ketempat-tempat. Distribusi

pendapatan dalam islam merupakan penyaluran dari harta yang ada, baik dimilki oleh

peribadi atau umum (publik)kepada pihak yang berhak menerima yang ditujukan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan syariat. 1 Fokus dari

distribusi pendapatan dalam islam adalah pendistribusiannya. Secara sederhana bisa

digambarkan, kewajiban menyisihkan sebagian harta bagi pihak yang bekecukupan

diyakini sebagai kompensasi atas kekayaannya dan disisi lain merupakan instensif

untuk kekayaan pihak yang kekurangan.

Konsep ekonomi islam didasarkan tauhid, keadilan, keseimbangan,

kebebasan, dan pertanggungjawaban. Adapun pertanggung jawaban memiliki arti

bahwa manusia sebagai pemegang amanah memikul tanggungjawab atas segala

putusan-putusan yang ditetapkannya. Ekonomi islam tampaknya masi terus dalam

proses membentuk diri secara mandiri sebagai disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari

gagasan ekonomi islam yang dikembangkan saat ini mempunyai dampak lansung

kepada maysarakat, terutama maysarakat muslim sehingga dapat meningkatkan taraf


1
Rozalinda, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi (Jakarta:
PT.RajaGrafindo Persada. Cet: ke-2, 2015), h. 131

3
4

hidup maysarakat hidupnya dalam menghilangkan persoalan keterbelakangan yang

terjadi kepada maysarakat.ekonomi islam diharapkan dapat menciptakan tata dunia

baru yang adil dan tidak bersifat hegemonistik. Juga dapat membuat sistem distribusi

kekayaan dan pendapatan yang adil dan merata pada asetiap tingkatan.2

Titik berat dalam pemecahan permasalahan ekonomi adalah bagaimana

menciptakan mekanisme distribusi ekonomi yang adil di tengah maysarakat.

Distribusi dalam ekonomi islam mempunyai makna yang lebih luas mencakup

pengaturan kepemilikan, unsur-unsur produksi dan pendapatan, baik antara unsur-

unsur produksi maupun antara individu dan maysarakat serta anggota perserikatan,

maupun distribusi dalam sistem jaminan sosial.

Perbedaan dalam kehidupan manusia merupakan ketetapan Allah, dengan

inilah manusia manusia mempunyai peran lebih diantara makhluk lain dikehidupan

ini. Disamping itu, perbedaan ini membawa pentingnya makna kerja sama antara satu

orang dengan orang lain dalam memenuhi kepentingan-kepentingan hidupnya.

Perbedaan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan, yang

mana karena perbedaan inilah manusia bisa menghormati satu sama lain dan juga

saling menutupi satu sama lain, tetapi dengan adanya perbedaan ini bukan alasan

manusia antara satu dengan yang lain untuk melegitimasi kedudukannya dihadapan
5
Allah SAW sebagai mahkluk mulia dan hina.

Islam memberikan kebebasan kepada manusia untuk memiliki kekayaan.

Tetapi tidak membiarkan manusi begitu saja memiliki semua yang apa dia suka, dan

2
H. Abdul Mannan, Hukum Ekonomi Syariah ; Perspektik Kewenangan Peradilan Agama
(Jakarta: Kencana, 2012), h. 131
8

menggunakan cara apa saja yang mereka kehendaki. Kekayaan adal;ah sesuatu hal

yang penting, tetapi yang lebih penting lagi adalah cara pendistribusiannya, karena

jika pendistribusi kekayaan itu tidak tepat maka sebagian kekayaaan itu akan beredar

diantar orang-orang kaya saja. Akibatnya, banyak maysarakat yang menderita karena

kemiskinan. Oleh karena itu, kesejahteraan rakyat tidak sepenuhnya tergantung pada

hasil produksi , tetapi juga tergantung pada distribusi pendapatan yang tepat. Seperti

yan diumpamakan Afzalur Rahman, jika sesuatu negara mempunyai kelebihan

kekayaan, tetapi distribusinya tetapi tidak berasarkan kepada keadilan dan kebenaran,

maka negara itu belum dianggap berhasil.3 Begitu juga dengan kehidupan masyarakat

moderen yang mempunyai kekayaan yang melimpah namun, disekitarnya masi

banyak maysarakat yang menderita kemiskinan. Hal itu di sebabkan distribusi

kekayaan yang belum merata.

Konsep Islam menjamin sebuah distribusi yang memuat nilai-nilai insani,

yang diantaranya dengan menganjurkan untuk membagikan harta lewat sadaqah,

infaq, Zakat dan lainnya guna menjaga keharmonisan dalam kehidupan social, Allah

berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 261

        


6
         
       

:Terjemahannya

Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah swt. Seperti


sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus
biji. Allah swt. Melipatgandakan bagi siapa yang dia kehendaki, dan Allah
Mahaluas, Maha mengetahui.4

3
Afzalur Rahman, Ekonomik Doktrines of Islami ( Yokyakarta: Darma Bakti Wakaf, 1985),
h.92
9

Dalam ayat diatas Allah SWT menegaskan tentang harta yang digunakan

dalam kepentingan social/kebajikan yang berhubungan dengan Agama Allah SWT

baik yang diperintahkan/diwajibkan oleh Allah SWT seperti nafkah, Zakat dll atau

hanya karena mengharapkan ridha Allah semata dengan menyisihkan sedikit harta

seperti Infaq, waqaf, dll. Dengan itu Allah SWT memberikan perumpamaan, seperti

menanam satu biji tanaman yang mengeluarkan dahan/ bercabang tujuh cabang, yang

mana dalam setiap dahan ada satu tangkai yang kemudian dalam satu tangkai

terkandung didalamnya seratus biji tanaman seperti yang ditanam pertama tadi.

Seperti itulah sebuah pahala atau ganjaran bagi siapapun yang bisa benar-benar ikhlas

karena Allah SWT dengan menyisihkan sebagian hartanya dijalan Allah.

Maka Allah SWT berhak melipatgandakan pahala sesuai keterangan diatas

bahkan lebih dari itu kepada hamba-hambanya, maka oleh karena itu keihklasan

sebuah amal baik sangat menentukan terhadap kualitas pahala yang tinggi (yang

dilipatgandakan).

System ekonomi yang berbasis Islam menghendaki bahwa dalam hal

pendistribusian harus berdasarkan dua sendi, yaitu sendi kebebasan dan keadilan

kepemilikan. Kebebasan disini adalah kebebasan dalam bertindak yang di bingkai


7
oleh nilai-nilai agama dan keadilan tidak seperti pemahaman kaum kapitalis yang

menyatakannya sebagai tindakan membebaskan manusia untuk berbuat dan bertindak

tanpa campur tangan pihak mana pun, tetapi sebagai keseimbangan antara individu

dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya, keseimbangan antara individu

dan masyarakat serta antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.

2.1.2 Tujuan Distribusi

4
Usman el-Qurtuby, Al-qur’an Cordoba (Al-qur’an Tajwid dan Terjemah) ( Bandung:
Cordoba, 2016), h.44
10

Islam memberikan batas-batas tertentu dalam berusaha, memiliki kekayaan

dan mentransaksikannya. Dalam pendistribusian harta kekayaan, Al-Qur’an telah

menetapkan langka-langka tertentu untuk mencapai pemerataan pembagian kekayaan

dalam maysarakat secara objektif, seperti memperkenalkan hukum waris yang

memberikan batas kekuasaan bagi pemilik harta dengan maksud membagi semua
5
harta kekayaan kepada semua kerabat karib apabila seseorang meninggal dunia.

begitu pula dengan hukum zakat, infaq, sadaqah, dan bentuk pemberian lainnya juga

diatur untuk membagi kekayaan kepada maysarakat yang membutuhkan. Distribusi

pendapatan dalam dunia perdagangan juga di syariatkan dalam bentuk akad kerja

sama, misalnya distribusi dalam bentuk mudharaba merupakan bentuk distribusi

kekayaan dengan sesama muslim dalam bentuk investasi yang berorientasi profit

sharing. Pihak pemodal yang mempunyai kelebihan harta membantu orang yang

mempunyai keahlian berusaha, tetapi tidak punya modal.

Semua pribadi dalam masyarakat harus memperoleh jaminan atas kehidupan

yang layak. Atas dasar dapat kita lihat beberapa tujuan ekonomi islam yaitu sebagai

berikut

2.1.2.1 Islam menjamin kehidupan tiap pribadi rakyat serta menjamin masyarakat

agar tetap sebagai sebuah komunitas yang mampu memenuhi kebutuhan

hidupnya.

5
Yusuf Al-Qardhawi, Daur al-Qiyam wa al-Akhlaq fi alIqtishad al-Islami (Kairo: Maktaba
Wabah, 1995), h. 336
11

2.1.2.2 Islam menjamin kemaslahatan pribadi dan melayani urusan jamaah, serta

menjaga eksistensi negara dengan kekuatan yang cukup sehingga mampu

memikul tanggung jawab perekonomian negara.

2.1.2.3 Mendistribusikan harta orang kaya yang menjadi hak fakir miskin, serta

mengawasi pemanfaatan hak milik umum maupun negara.

2.1.2.4 Memberikan bantuan sosial dan sumbangan berdasarkan jalan Allah agar

tercapai maslahah bagi seluruh masyarakat

Al-Qur’an berulang kali mengingatkan agar kaum muslim tidak menyimpan

dan menimbung kekayaan untuk kepentingan mereka sendiri, tetapi mereka harus

memenuhi kewajiban terhadap keluarga, tetangga dan orang-orang yang harus

mendapatkan bantuan. Menurut Yusuf Qardhawi, pada konsekuensi proses produksi

bagi setiap proyek dalam bentuk uang ataupun nilai, lalu hasil tersebut didistribusikan

pada instrumen-instrumen produksi yaitu, sebagai berikut:

a. Upah, yaitu upah bagi para pekerja, dan sering kali dalam hal upah.

b. Bunga, yaitu bunga sebagai imbalan dari uang modal yang diharuskan bagi
9
pemilik barang proyek.

c. Sewa, yaitu ongkos untuk sewa tanah yang dipakai untuk proyek.

d. Keuntungan, yaitu keuntungan bagi pengelola yang menjalankan pengelolaan.6

Akibat dari perbedaan andil dalam produksi oleh masing-masing individu,

berbeda pula pendapatan yang diambil oleh individu-individu tersebut. Dari ke-empat

instrumen tersebut, bunga merupakan instrumen yang ditolak dalam islam. Para

ulama telah sepakat bahwa bunga itu hara. Terhadap ketiga instrumen lainnya, seperti

upah, sewa dan keuntungan dibolehkan selama terpenuhi syarat-syaratnya.

6
Rozalinda, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi (Jakarta:
PT.RajaGrafindo Persada , 2015), h. 133
12

2.1.3 Etika Distribusi dalam Islam

2.1.3.1 Selalu menghiasi amal dengan niat ibadah dan ikhlas.

2.1.3.2 Transparan, dan barangnya halal serta tidak membahayakan.

2.1.3.3 Adil, dan tidak mengerjakan hal-hal yang dilarang di dalam Islam.

2.1.3.4 Tolong menolong, toleransi dan sedekah.

2.1.3.5 Tidak melakukan pameran barang yang menimbulkan persepsi.

2.1.3.6 Tidak pernah lalai ibadah karena kegiatan distribusi.7

2.1.3.7 Larangan Ikhtikar, ikhtikar dilarang karena akan menyebabkan kenaikan

harga.

2.1.3.8 Mencari keuntungan yang wajar. Maksudnya kita dilarang mencari

keuntungan yang semaksimal mugkin yang biasanya hanya mementingkan

pribadi sendiri tanpa memikirkan orang lain.

2.1.3.9 kekayaan yang meluas, Islam mencegah penumpukan kekayaan pada


10
kelompok kecil dan menganjurkan distribusi kekayaan kepada seluruh

lapisan masyarakat.

2.1.3.10 Kesamaan Sosial, maksudnya dalam pendistribusian tidak ada diskriminasi

atau berkasta-kasta, semuanya sama dalam mendapatkan ekonomi.8

2.2 Konsep Distribusi dalam Al-Qur’an

Masalah ekonomi terjadi apabila kebutuhan pokok (al-hajatu al-asasiyah)

untuk semua pribadi manusia tidak tercukupi. Dan masalah pemenuhan kebutuhan

pokok merupakan persoalan distribusi kekayaan. Dalam mengatasi persoalan

7
Sofyan S. Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam (Jakarta: Salemba Empat, 2011),
h.140
8
Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam 2 (Pekanbaru: Mujtahadah Press, 2010), h. 21
13

distribusi tersebut harus ada pengaturan menyeluruh yang dapat menjamin terpenuhi

seluruh kebutuhan pokok pribadi, serta menjamin adanya peluang bagi setiap pribadi

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pelengkapnya.

Dalam persoalan distribusi kekayaan yang muncul, islam melalui sistem

ekonomi islam menetapkan bahwa berbagai mekanisme tertentu yang digunakan

untuk mengatasi persoalan distribusi. Mekanisme distribusi yang ada dalam ekonomi

islam secara garis besar dikelompokan menjadi dua kelompok mekanisme, yaitu:

mekanisme ekonomi dan mekanisme nonekonomi.

2.2.1 Mekanisme Ekonomi

Mekanisme ekonomi adalah mekanisme distribusi dengan mengandalkan

kegiatan ekonomi agar tercapai distribusi kekayaan. Mekanisme ini dijalankan

dengan cara membuat berbagai ketentuan dan mekanisme ekonomi yang berkaitan

dengan distribusi kekayaan. Dalam menjalankan distribusi kekayaan, maka


11
mekanisme ekonomi yang ditempuh pada sistem ekonomi islam diantaranya manusia

yang seadil-adilnya dengan cara berikut:

2.2.1.1 Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-sebab hak

milik (asbabu al-tamalluk ) dalam hak milik pribadi (al-milkiyah al-

fardiyah).

Dalam islam telah ditetapkan sebab-sebab utama seseorang dapat memiliki

harta yang berkaitan dengan hak milik pribadi. Hak milik pribadi adalah

hukum syara’ yang berlaku bagi zat ataupun manfaat (utility) tertentu, yang

memungkinkan siapa saja mendapatkannya untuk memanfaatkan barang

tersebut, serta memperoleh kompensasi – baik karena barangnya diambil

kegunaannya oleh orang lain (seperti disewa) ataupun karena dikonsumsi


14

untuk dihabiskan zatnya seperti dari barang tersebut. Oleh karena itu, setiap

orang bisa memiliki kekayaan yang ada di bumi. Dalam hal ini islam

mengikatkan kemerdekaan seseorang dalam menggunakan hak milik

pribadinya dengan ikatan-ikatan yang menjamin tidak adanya bahaya

terhadap orang lain atau mengganggu kemaslahatan umum. Menimbulkan

bahaya adalah penganiayaan, sedang penganiayaan itu dilarang oleh nash

Al-Qur’an salah-satu upaya yang lazim dilakukan manusia untuk

memperoleh harta kekayaan adalah dengan bekerja.

2.2.1.2 Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya

pengembangan hak milik melalui kegiatan investasi. Pengembangan hak

milik (tanmiyatu al-milkiyah) adalah mekanisme yang digunakan seseorang

untuk mendapatkan tambahan hak milik tersebut. Karena islam

mengemukakan dan mengatur serta menjelaskan satu mekanisme untuk

mengembalikan hak milik. Maka pengembangan hak milik tersebut harus

terikat dengan hukum-hukum tertentu yang telah dibuat syara’ dan tidak

boleh dilanggar ketentuan-ketentuan syara’ tersebut. Kalau kita amati

berbagai macam bentuk harta kekayaan yang ada dalam kehidupan, maka

dapat kita kelompokkan menjadi tiga macam, yaitu: 1) Harta berupa tanah;

2) Harta yang diperoleh melalui pertukaran dengan barang (jual-beli); 3)

Harta yang diperoleh dengan cara mengubah bentuk dari satu bentuk

kebentuk yang berbeda. Salah satu upaya yang lazim dilakuakan manusia

untuk memperoleh harta kekayaan adalah dengan bekerja. Islam menetapkan

adanya “bekerja” bagi seluruh masyarakat. Dalam hal transaksi jual beli

maupun produksi ada beberapa saluran distribusi yang ada didalamnya yaitu:
15

1. Produsen ------------------------------------------------------ konsumen

2. Produsen ----------------------------- pedagang eceran ---- konsumen

3. Produsen ---------------- grosir ----- pedagang eceran ---- konsumen

4. Produsen ---- Agen ---- grosir ----- pedagang eceran ---- konsumen

Darisinilah kita ketahui teknik yang digunakan oleh orang-orang untuk

mengembangkan harta kekayaan

2.2.1.3 Laranagn menimbun harta benda walaupun telah dikeluarkan zakatnya.

2.2.1.4 Membuat kebijakan agar harta beredar secara luas serta menggalakkan

berbagai kegiatan syirkah dan mendorong pusat-pusat pertumbuhan Islam.

menganjurkan agar harta benda beredar diseluruh anggota masyarakat, dan

tidak beredar dikalangan tertentu, sementara kelompok lain tidak mendapat

kesempatan. Caranya adalah dengan menggalakkan kegiatan investasi dan

pembangunan infrasturktur. Untuk merealisasikan hal ini maka negara

menjadi fasilisator antara orang kaya yang tidak mempunyai waktu dan

berkesempatan untuk mengerjakan dan mengembangkan hartanya dengan

pengelola yang professional yang modalnya kecil atau tidak ada. Mereka

dipertemukan dalam perseroan. Selain itu, negara dapat juga memberikan

pinjaman modal usaha dan pinjaman tidak dikenakan bunga riba. Bahkan

kepada orang-orang tertentu dapat juga diberikan modal usaha secara cuma-

cuma sebagai hadiah agar tidak terbebani oleh pengembalian pinjaman

tersebut. Cara lain yang dilakukan adalah dengan menyediakan berbagai

fasilitas seperti jalan raya , pelabuhan, pasar dan lain sebagainya.


16

2.2.1.5 Larangan kegiatan monopoli, serta berbagi penipuan yang dapat

mendistorasi pasar. Islam melarang terjadinya monopoli terhadap produk-

produk yang merupakan jenis hak milik pribadi (private property). Sebab

dengan adanya monopoli, maka seseorang dapat menentukan harga jual

produk tidak sesuai dengan pasarnya, sehingga dapat merugikan kebanyakan

orang dimuka umum. Bahkan negara tidak diperbolehkan turut terlibat

dalam penetapan harga jual suatu produk yang ada dipasar, sebab hal ini

akan menyebabkan terjadinya perubahan harga pasar. Islam mengharamkan

penetapan harga secara mutlak.

Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a yang mengatakan:

“Bahwa ada seseorang laki-laki datang lalu berkata: ‘Wahai Rasulullah

tetapkan harga ini .’ Beliau menjawab: ‘(Tidak) justru, biar saja.’ Kemudian

beliau didatangi laki-laki yang lain lalu mengatakan : ‘Wahai Rasulullah,

tetapkan harga ini’ Belaiu menjawab . (Tidak) tetapi Allah-lah yang berhak

menurunkan dan menaikkannya.

Pematokan harga secara sepintas tampaknya baik dan bisa memberi

kemaslahatan bagi rakyat secara keseluruhan. Akan tetapi, dengan

pengamatan yang lebih mendalam pematokan harga tersebut akan

berdampak munculnya pasar-pasar gelap. Dalam kondisi paceklik akan

mendorong kaum kaya untuk berlomba-lomba memborong barang kemudian

menjual dipasar gelap dengan harga yang bisa mereka kendalikan sendiri.

Akibatnya harga barang akan semakin membumbung naik tanpa bisa

dikendalikan lagi. Hal itu menyebabkan yang kaya akan semakin kaya dan

yang miskin akan terus tercekik. Akan tetapi, berbeda dengan berbagai
17

produk yang termasuk milik umum islam memperbolehkan adanya monopoli

oleh negara. Namun monopoli oleh negara bukan berarti negara dapat

menerapkan harga sebebas-bebasnya demi mengejar keuntungan semata.

Namun negara justru berkewajiban menyediakan berbagai produk tersebut

dengan harga serendah-rendahnya. Masalah lain yang dilarang oleh islam

adalah adanya upaya memotong jalur pemasaran yang dilakukan oleh

pedagang perantara, sehingga para produsen terpaksa menjual produknya

dengan harga sangat murah, padahal harga yang ada dipasar tidak serendah

yang mereka peroleh dari pedagang perantara.

Abdullah Ibn Umar r.a meriwayatkan berkata: “Kami pernah menyambut

orang-orang yang datang membawa hasil panen dari luar kota lalu kami

membelinya dari mereka. Rasulullah Saw melarang kami membelinya

sampai hasil panen tersebut di bawa ke pasar”.

2.2.1.6 Larangan kegiatan judi, riba, korupsi pemberian suap dan hadiah kepada

penguasa. Judi dan riba merupakan penyebab utama uang hanya akan

bertemu dengan uang (bukan dengan barang dan jasa) dan beredar diantara

orang kaya saja karena islam melarang serta mengharamkan aktivitas

tersebut berkitan dengan riba. Dari penggalan ayat Al-Quran tersebut dapat

dilihat bahwa riba mempunyai arti bahwa: seorang pejabat yang menduduki

suatu jabatan khusus dilarang menerima hadiah dari pihak manapun. Hal

demikian tidak boleh seorang pegawai atau pejabat yang sedang

mengerjakan tugasnya menerima komisi, sementara dia telah mendapatkan

gaji dari pekerjaannya.


18

2.2.1.7 Pemanfaatan secara optimal (dengan harga murah atau cuma-cuma ) hasil

dari barang-barang dari SDA milik umum (al-milkiyah al-amah) yang

dikelola negara seperti hasil hutan, barang tambang, minyak, listrik, air dan

sebagainya demi kesejahteraan rakyat. Dengan disiplinnya pengelolaan dan

pemanfaatan harta-harta yang menjadi milik umum, maka hasilnya dapat

didistribusikan kepada seluruh masyarakat secara cuma-cuma atau dengan

harga yang murah. Dan jika terjadi kenaikan harga harus megikuti kenaikan

pendapatan rata-rata penduduk. Dalam islam adanya tingkat harga yang

wajar atau adil bukan sebuah keringanan melainkan hak fundmental yang

dijamin hukum Negara.

2.2.2 Mekanisme non ekonomi

Didukung oleh sebab-sebab tertentu yang bersifat alamiah, misalnya keadaan

alam yang tandus, badan yang cacat, akal yang lemah atau terjadi musibah bencana

alam, dimungkinkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan terhambatnya distribusi

kekayaan kepada orang-orang yang memilki faktor-faktor tersebut. Dengan ekonomi

biasa, maka distribusi kekayaan tidak akan berjalan dengan baik karena orang-orang
16
yang memiliki hambatan yang bersifat alamiah tadi tidak dapat mengikuti aturan

kegiatan ekonomi secara normal sebagimana orang lain. Bila dibiarkan maka orang-

orang itu tergolong tertimpa musibah (kecelakaan, bencana alam dan sebagainya)

makin terpuruk secara ekonomi.

2.2.2.1 Pemberian negara kepada rakyat yang membutuhkan.

Pemberian harta negara tersebut dengan maksud agar dalam rangka

memenuhi kebutuhan hidup rakyat atau agar rakyat dapat memanfaatkan

pemilikan secara merata. Pemenuhan kebutuhan tersebut dapat diberikan


19

secara langsung ataupun tidak langsung dengan jalan memberi berbagai

sarana fasilitas sehingga pribadi dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Mengenai berbagai pemenuhan kebutuhan hidup contohnya, negara memberi

sesuatu kepada pribadi atau masyarakat yang mampu mngerjakan lahan,

maka negara akan memberikan lahan yang menjadi milik negara kepada

pribadi yang tidak mempunyai lahan tersebut atau negara memberikan harta

kepada pribadi yang mempunyai lahan tetapi tidak mempunyai modal untuk

mengelolanya.

2.2.2.2 Zakat

Pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada mustahik

adalah bentuk lain dari mekanisme nonekonomi dalam hal distribusi zakat.

Zakat adalah ibadah yang dapat dilaksanakan oleh para muzakki. Dalam hal

ini, negara wajib memaksa siapapun yang termasuk muzakki untuk

membayar zakatnya. Kemudian dari itu, Allah SWT telah menjadikan zakat
17
sebagai salah-satu asas agamanya. Lalu dijelaskan olehnya bawa dengan

berzakat seorang hamba dapat mencapai penyucian dirinya dari sifat kikir.9

2.2.2.3 Warisan

Ketika mati orang itu tidak lagi memiliki hak apa-apa atas badan dan

hartanya. Sekalipun harta tersebut milik si mayit, tetapi ketika mati ia tidak

berhak memberikan kepada siapa saja sesuka dia. Wasiat menyangkut harta

kepada selain ahli waris hanya diperbolehkan paling banyak sepertiga bagian

saja. Dengan cara ini, akan berlangsung peredaran harta milik mayit kepada

ahli warisnya. Dan ahli waris bisa mendapatkan harta tanpa melalui ekonomi

9
Al Ghazali, Rahasia Puasa dan Zakat (Bandung : Karisma,2003), h. 47.
20

biasa. Pribadi ahli waris dapat memperoleh harta dengan mendapatkan

warisan. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah nash al-quran yang

penunjukannya secara qathiy. Waris mempunyai hukum-hukum tertentu

yang sifatnya tauqify yakni suatu ketentuan hukum yang bersifat dari Allah

Swt.

2.2.2.4 Shadaqah

Dalam distribusi non ekonomi kita juga mengenal distribusi pendapatan

yang berada dalam konteks rumah tangga. Distribusi pendapatan dalam

konteks rumah tangga tidak lepas dari terminologi shadaqah. Pengertian

shadaqah disini bukan berarti sedekah dalam pengertian bahasa Indonesia.

Karena shadaqah dalam kontek terminologi Alquran dapat dipahami dalam

dua aspek, yaitu shadaqah wajibah yang berarti bentuk-bentuk pengeluaran

rumah tangga yang berkaitan dengan instrument distribusi pendapat berbasis

kewajiban. Untuk kategori ini bisa berarti kewajiban personal seseorang

sebagai muslim, seperti warisan dan bisa juga berarti kewajiban seorang
18
muslim dengan muslim yang lain. Kedua: shadaqah nafilah (sunnah) yang

berarti bentuk-bentuk pengeluaran rumah tangga yang berkaitan dengan

instrument distribusi pendapatan berbasis amal karikatif, sedekah. Zakat

dinamai shadaqah, karena zakat adalah sebuah ibadah yang bersifat

shadaqah.10

Sebagaimana dalam surah al-Tawbah ayat 103 yang berbunyi:


       
          
Terjemahannya:

10
Nasri Hamang, Ekonomi Islam (Parepare: LBH PRESS, 2013), h. 55
21

Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan dan


menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu
(menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha mendengar,
Maha mengetahui.11
2.2.2.5 Ganti rugi terhadap kejahatan yang dilakukan seseorang kepada orang lain.

Distribusi harta dapat juga terjadi karena adanya ganti rugi (kompensasi)

dari kemudharatan yang menimpa seseorang. Seseorang bisa mendapatkan

harta tanpa harus mengeluarkan curahan harta tenaga karena dia mendapat

ganti rugi sebagai akibat kemudaharatan yang dilakukan orang lain

kepadanya.

2.2.2.6 Barang Temuan.

Salah satu bentuk distribusi harta secara nonekonomi adalah penguasaan

seseorang atas harta temuan sehingga apabila ada seseorang telah


19
menemukan suatu barang dijalan atau disuatu tempat umum, maka harus

diteliti terlebih dahulu. Apabila barang tersebut memungkinkan untuk

disimpan dan diumumkan. Misalnya emas, perak, permata dan pakaian,

maka barang tersebut harus disimpan dan diumumkan untuk dicari siapa

pemiliknya. Jika selama dalam pengumuman ada pemiliknya yang datang

maka harta tersebut harus diserahkan. Akan tetapi jika tidak ada yang datang

atau tidak ada yang dapat membuktikan bahwa harta tersebut memang

miliknya maka harta tersebut menjadi milik orang yang menemukan dan

harus dikeluarkan khums (1/5) dari harta tersebut sebagai zakatnya.

11
Usman el-Qurtuby, Al-qur’an Cordoba (Al-qur’an Tajwid dan Terjemah) ( Bandung:
Cordoba, 2016), h.203
22

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Distribusi dalam KBBI diartikan sebagai penyaluran (pembagian, pengiriman)

kepada beberapa orang atau ke beberapa tempat. Dalam ekonomi Islam, distribusi

dibagi menjadi dua, yaitu distribusi pendapatan dan distribusi kekayaan. Distribusi

pendapatan bersumber dari tanah dan sejenisnya disebut dengan sewa, sedangkan

yang bersumber dari tenaga kerja disebut dengan upah. Adapun distribusi kekayaan
23

bersumber dari dana zakat, infaq, shadaqah, warisan, hibah, wasiat, wakaf, qurban,

dan lain-lain.

Beberapa dampak yang ditimbulkan dari distribusi pendapatan yang didasarkan

atas konsep islam, diantaranya yaitu: (1) dalam konsep islam perilaku distribusi

pendapatan masyarakat merupakan bagian dari bentuk proses kesadaran masyarakat

dalam mendekatkan diri kepada Allah, (2) seorang muslim akan menghindari praktek

distribusi yang menanggung barang-barang yang merusak masyarakat misalnya,

minuman keras, obat terlarang, (3) Negara bertanggung jawab terhadap mekanisme

distribusi dengan mengedepankan kepentingan umum daripada kepentingan

kelompok, (4) Negara mempunyai tanngung jawab untuk menyediakan fasilitas

public yang berhubungan dengan masalah optimalisasi distribusi pendapatan, seperti

sekolah, rumah sakit.

Jadi inti dari teori distribusi islami itu adalah untuk memberikan kemaslahatan
21
kepada umat, dimana semuanya itu diterapkan berdasarkan sumbernya yaitu al-qur’an

dan hadits.

3.2 Saran
20
Dengan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak

kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari

pembaca sangat dibutuhkan, guna perbaikan makalah berikutnya. Dan semoga

makalah ini berguna untuk kita semua. Amin


24

DAFTAR PUSTAKA

Hamang, Nasri. 2013. Ekonomi Islam. Parepare: LBH PRESS.

Harahap, Sofyan S. 2011. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Jakarta: Salemba
Empat.

Mannan, H. Abdul. 2012. Hukum Ekonomi Syariah ; Perspektik Kewenangan


Peradilan Agama . Jakarta: Kencana.

Mujahidin, Akhmad. 2010. Ekonomi Islam 2. Pekanbaru: Mujtahadah Press.

Rahman, Afzalur. 1985. Ekonomik Doktrines of Islami. Yokyakarta: Darma Bakti


Wakaf.
1
Rozalinda. 2015. Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi.
Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.
25

Usman el-Qurtuby. 2016. Al-qur’an Cordoba (Al-qur’an Tajwid dan Terjemah).


Bandung: Cordoba.

Al Ghazali. 2003. Rahasia Puasa dan Zakat. Bandung : Karisma.

Al-Qardhawi, Yusuf. 1995. Daur al-Qiyam wa al-Akhlaq fi alIqtishad al-Islami.


Kairo: Maktaba Wabah.

Anda mungkin juga menyukai