EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS ILMU KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2019
KATA PENGANTAR
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan Masalah..............................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1 Pengertian Distribusi......................................................................................3
2.2 Prinsip – prinsip Distribusi.............................................................................4
2.3.1 Zakat..............................................................................................................6
2.3.2 Sedekah..........................................................................................................7
2.3.3 Pajak...............................................................................................................8
2.3.4 Upah...............................................................................................................9
2.3.5 Pinjaman.................................................................................................................9
2.4 Model Pemasaan
Islam…………………………………………………...10
ii
2.4.1 Teitis
(Rabbaniyah)..................................................................................1
1
2.4.2 Etis
(Akhlaqiyah)....................................................................................
.11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Mustafa Edwin Nasution, Budi Setyanto, Nurul Huda, Muhammad Arief Mufraeni, Bey Sapta
Utama, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 119
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Distribusi dalam Islam?
2. Apa saja Prinsip-Prinsip Distribusi?
3. Apa saja Model Distribusi dalam Ekonomi Islam?
4. Apa saja Model Pemasaran Islam?
1.3 Tujuan Masalah
1. Supaya mampu memahami pengertian Distribusi dalam Islam.
2. Supaya mampu memahami Prinsip-Prinsip Distribusi.
3. Supaya mampu memahami Model Distribusi dalam Ekonomi Islam.
4. Supaya mampu memahami Model Pemasaran Islam.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2
Taqiyuddin Nabani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, (Surabaya: Rislah Gusti, 1999),
hlm. 54
3
Ita Rahma. Distribusi Dalam Ekonomi Islam : Upaya Pemerataan Kesejahteraan Melalui Keadilan
Distributif. Vol. I, Halaman 2
3
2.2 Prinsip-Prinsip Distribusi
4
Prof. Dr. H. Idri, M.Ag., Hadis Ekonomi : Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi, (Jakarta : PT.
Kharisma Putra Utama, 2017), cet.3. hlm.150.
5
Muhammad Syawqi al-Fanjari, al-Islam wa al-Musyikillah al-Iqtishadiyyah (Mesir : Maktabah al-
Anglo al-Mishriyyah, 2008 M.) hlm. 82
4
2. Prinsip Persaudaraan dan Kasih Sayang
Konsep persaudaraan (ukhuwah) dalam Islam
menggabarkan solidaritas individu dan sosial dalam masyarakat
Islam yang tercermin dalam pola hubungan sesama Muslim.
Distribusi harta kekayaan dalam Islam, sesungguhnya sangat
memperhatikan prinsip ini. Zakat, wakaf, sedekah, infak,
nafkah, waris, dan sebagainya diberikan kepada umat Islam agar
ekonomi mereka semakin baik. Prinsip persaudaraan dan kasih
sayang ini digambarkan dalam firman Allah:
َون--وا هَّللا َ لَ َعلَّ ُك ْم ت ُْر َح ُم--ُ َو ْي ُك ْم ۚ َواتَّق-لِ ُحوا بَيْنَ أَ َخ- ص
ْ َ َوةٌ فَأ-إِنَّ َما ا ْل ُمؤْ ِمنُونَ إِ ْخ
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu
itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat
rahmat."(QS.49/a-Hujurat:10)
6
Zefry, “Distribusi Pendapatan” (Binjai, 2015), Hal. 8
5
6
2.3. Model Distribusi dalam Ekonomi Islam
1. Zakat
Kata zakat berasal dari kata zaka yang merupakan isim
masdar, yang secara etimologi mempunyai beberapa arti, yaitu suci,
tumbuh, berkah, terpuji dan berkembang. Sedangkan secara
etimologis zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan
Allah diserahkan kepada orang – orang yang berhak.7
Menurut Undang – Undang No.38 tahun 1998 tentang
Pengelolaan Zakat, pengertian zakat adalah harta yang wajib
disisihkan oleh orang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang
muslim sesuai ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya.8 Dalam Islam memperkenalkan zakat tujuannya hanya
untuk menyadarkan umat muslim supaya menyisihkan sebagian
hartanya dan diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan.
Dalam zakat juga terdapat enam prinsip zakat, yaitu
diantaranya prinsip keyakinan yang artinya yakin dalam Islam, yang
mana membayar zakat merupakan ibadah dengan demikian
seseorang yang membayar zakat tersebut benar – benar beriman
kepada Allah SWT.9 Prinsip yang kedua yaitu keadilan yang
menyatakan bahwa makin berkurang jumlah pekerjaan dan modal,
mkin berkurang pula tingkat pungutannya.10 Prinsip ketiga adalah
prinsip produktivitas yang mana terdapat dalam hadist Nabi
Muhammad SAW “Barang siapa memperoleh kekayaan setelah
satu tahun, maka wajib ia membayar zakat”. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa seorang muslim yang wajib membayar
zakat apabila nishabnya telah mencapai yang ditentukan.
2. Sedekah
7
DR. Mardani, Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia, (Bandung : PT Refika Aditama,2011)
8
Ibid
9
Ibid, hlm.36
10
Ibid, hlm.37
7
Istilah infak dan sedekah sering digunakan secara bersamaan
dalam beberapa pembahasan, seperti pembahasan mengenai
pengelolaan dana Zakat, Infak, dan Sedekah sehingga muncul istilah
Badan Amil Zakat, Infak, dan Sedekah. Padahal pada dasarnya amil
digunakan hanya untuk konsep pengelolaan dana zakat. 11 Dalam
buku Akuntansi Keuangan Syariah : Teori dan Praktik menjelaskan
tentang definisi sedekah yang berarti harta nonmeteriil yang
disunnahkan untuk dikerjakan. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa dalam Islam mengajarkan bahwa bersedekah tidak hanya
menggunakan harta atau yang lain sebagainya, sedekah juga dapat
berbuat baik kepada orang lain, memberi senyuman kepada orang
lain dan lain sebagainya, itulah yang namakan sedekah nonmateriil.
Terdapat beberapa hadist yang menjelaskan tentang sedekah,
seperti yang terdapat dalam buku Akuntansi Keuangan Syariah :
Teori dan Praktik surat Al-Baqarah :195 “Dan infakkanlah
(hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (dirimu
sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat
baiklah. Sungguh, Allah meyukai orang – orang yang berbuat
baik.”12 Dari ayat tersebut kita sebagai umat Islam diajarkan untuk
berinfak dan bersedekah dengan berbuat baik kepada sesama
muslim.
11
Sarip Muslim, S.Ag., M.A., Akuntansi Keuangan Syariah: Teori dan Praktik, (Bandung : CV
Pustaka Setia, 2015), cet.I, hlm.345
12
Ibid, hlm.345
8
3. Pajak
Pajak didefinikan sebagai iuran tidak mendapat jasa timbal
(kontemporer) yang langsung dapat dituntut dan digunakan untuk
membayar pengeluaran – pengeluaran umum.13 Maksudnya pajak
yang merupakan pendapatan negara berasal dari masyarakat yang
mempunyai wajib pajak. Pajak yang dibayarkan kepada pemerintah
balas jasnya tidak langsung diberikan kepada masyarakat,
pemerintah menyalurkannya melalui pembaangunan jalan dan lain
sebagainya, karena pajak yang diterima masyarakat juga untuk
memenuhi segala kebutuhan rumah tangga pemerintahan.
Dalam pemungutannya, pajak juga didasarkan atas beberapa
teori, yang pertama yaitu teori asuransi, yang mana setiap peserta
asuransi wajib membayar premi asuransinya agar terdapat
perlindungan bagi yang bersangkutan. Yang kedua terdapat teori
kepentingan yang mana dalam teori ini didasarkan besarnya
kepentingan masyarakat dalam perlindungan atas jiwa dan harta
yang diselenggarakan pemerintah. Yang selanjutnya terdapat teori
daya pikul yang berati perlindungan oleh negara kepada
masyarakatnya dalam hal membayar pajak. Setiap warga memiliki
penghasilan yang berbeda jadi pembayaran wajib pajak juga
berbeda. Kemudian terdapat juga teori bakti yang mana dalam teori
ini menjelaskan bahwa masyarakat dianggap memiliki kewajiban
mutlak dalam berbakti kepada negara. Berbakti untuk negara dapat
dilakukan dengan kesadaran diri untuk membayar pajak. Dan yang
terakhir terdapat teori asa daya beli yang mana pemerintah
memungut pajak untuk mengurangi pengahasilan masyarakat, akan
tetapi pemerintah akan menyalurkan kembali daya beli masyarakat.14
13
Prof. Supramono,SE., MBA., DBA & Theresia Woro Damayanti SE, Perpajakan Indonesia,
(Yogyakarta : CV Andi Offset, 2010), hlm.2
14
Ibid, hlm.2-3
9
4. Upah
Pandangan mengenai mekanisme pasar bebas dalam
pemikiran ekonomi Islam klasik tampaknya juga mempengaruhi
pendapat para sarjana Muslim kontemporer dalam hal penentuan
upah tenaga kerja.15 Ibn Khaldun mendiskusikan diferensiasi upah
yang disebabkan oleh perbedaan kemampuan tenaga kerja. Padahal
konsep yang ada hanya melihat bahwa dalam keadaan ekuilibrium,
pasar akan menentukan tingkat upah nominal tanpa menyebut
adanya diferensiasi upah.16
5. Pinjaman
Dalam Islam mengajarkan kepada umatnya bahwasanya
harus tolong menolong kepada sesama umat. Islam pun juga
mengajarkan untuk saling tolong menolong dengan meminjamkan
sebagian harta kepada orang yang membutuhkan. Terdapat beberapa
hukum dalam dalam pinjaman.
Hukum asal dari pinjam meminjam adalh tolong menolong
anatar orang yang mampu dengan orang yang tidak mampu, ataupun
sesama orang yang mampu pun ada kemungkinan salong pinjam
meminjam atau hutang menghutang. Memberi hutang merupakan
perbuatan kebajikan, karena pada prinsipnya untuk memberkan
pertolongan kepada sesama. Bagi orang yang berhutang sebetulnya
bersifat mubah. Islam tidak menganggap hutang sebagai perbuatan
makruh sehingga jangan sampai orang yang sedang dalam keadaan
butuh merasa keberatan karena menjaga harga diri. Dasar hukum
disyari’atkanyapinjam meminjam, penulis merujuk pada karya
Sayyid sabiq alam fiqh Sunnahnya, yang mana dalam memberikan
dasar hukum disyari’atkannya pinjam memnjam beliau mengambil
pada dua sumber yaitu al-Qu’an dan hadist, seperti yanag telah
15
Arif Hoetoro, Ekonomi Islam, ( Malang : Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Brawijaya, 2007), cet VII, hlm.138
16
Ibid, hlm.138.
10
dijealaskan pada surah al-Baqarah/2:245 yang artinya “Siapakah
yan mau memberi pinjaman kepada Allah SWT, pinjaman yang baik
(menafkahi hartanya di jalan Allah SWT), maka Allah SWT akan
melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang
bnayak dan Allah SWT menyempitkan dan melapangkan (rezeki)
dan kepada-Nya kaum dikembalikan.”17
17
Sarina, Analisis Hukum Islam terhadap Praktek Pinjam Meminjam di Kelurahan Tadokong Kab.
Pinrang, 2018, Pare- Pare.
18
Nurul Mubarok, Eriza Yolanda Maldina, Strategi Pemasaran Islami dalam Meningkatkan
Penjualan Pada Butik Calista. Vol III. Hlm.79
19
Ibid, hlm.79
11
1. Teistis (Rabbaniyah)
Salah satu ciri khas syariah marketing yang tidak dimiliki
dalam pemasaran konvensional yang dikenal selama ini adalah
sifatnya yang religius (diniyah). Kondisi ini tercipta dari kesadaran
akan nilai – nilai religius, yang dipandang penting dan mewarnai
aktivitas pemasaran agar tidak terperosok ke dalam perbuatan yang
dapat merugikan orang lain. Jiwa seorang syariah marketer meyakini
bahwa hukum – hukum syariat yang teistis atau bersifat ketuhanan
ini adalah hukum yang paling adil, paling sempurna, paling selaras
dengan segala bentuk kebaikan, paling dapat mencegah segala
bentuk kerusakan, paling mampu mewujudkan kebenaran,
memusnahkan kebatilan, dan menyebarluaskan kemaslahatan.
2. Etis (Akhlaqiyyah)
Keistimewaan yang lain dari syariah marketing selain karena
teistis (rabbaniyah) juga karena syariah marketing sangat
mengedepakan masalah akhlak (moral dan etika) dalam seluruh
aspek kegiatannya. Sifat etis ini sebenarnya merupakan turunan dari
sifat teitis (rabbaniyah). Dengan demikian, syariah marketing adalah
konsep pemasaran yang sangat mengedepankan nilai – nilai moral
dan etika, tidak peduli apa pun agamanya. Karena nilai – nilai moral
dan etika adalah nilai yang bersifat universal, yang diajarkan oleh
semua agama.
3. Realistis (al-waqi’yyah)
Syariah marketing bukanlah konsep yang ekslusif, fanatis,
anti modernitas, dan kaku. Syariah marketing merupakan konsep
pemasaran yang fleksibel, sebagaimana keluasan dan keluwesan
syariah Islamiyyah yang melandasinya. Syariah marketer bukalah
berarti para pemasar itu harus berpenampilan ala bangsa Arab dan
mengharamkan dasi karena dianggap merupakan simbol masyarakat
12
barat. Syariah marketer adalah para pemasar profesional dengan
penampilan bersih, rapi, dan bersahaja, apa pun model atau gaya
berpakaian yang dikenakannya. Mereka bekerja dengan profesioal
dan mengedepankan nilai- nilai religius, kesalehan, aspek moral, da
kejujuran dalam segala aktivitas pemasaran.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari tulisan ini dapat disimpulkan bahwa pengertian distribusi
secara umum dan dijelaskan pula dalam beberapa surah secara eksplisit
yaitu : seperti QS al-anfal (8): 1, QS. Al-Hasyr (59): 7, QS. Al-Hadid
(57):7 dan QS. At-taubah (9):60.
3.2 Saran
Dengan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik
dan saran dari pembaca sangat dibutuhkan, guna perbaikan makalah
berikutnya. Dan semoga makalah ini berguna untuk kita semua.
14
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Jurnal
15