Anda di halaman 1dari 19

DISTRIBUSI DALAM ISLAM

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar-Dasar Ekonomi Islam

Dosen Pengampu: Lailatul Qadariyah SHI., MEI

Disusun Oleh: Kelompok 7

1. Ratih Herawati (190721100043)


2. Rizqyka Candra Dewi (190721100106)
3. Arie Firmansyah (190721100182)
4. Mega Indah Novitasari (190721100221)

EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS ILMU KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas karunia, hidayah, dan


nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang
diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Dasar-dasar
Ekonomi Islam.
Makalah ini ditulis oleh penulis yang bersumber dari Buku dan Jurnal
sebagai referensi. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan
mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat
bagi kita semua. Makalah ini secara fisik dan substansinya diusahakan relevan
dengan pengangkatan judul makalah yang ada, Keterbatasan waktu dan
kesempatan sehingga makalah ini masih memiliki banyak kekurangan yang
tentunya masih perlu perbaikan dan penyempurnaan maka penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju ke arah yang lebih baik.
Demikian makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan yang
membacanya, sehingga menambah wawasan dan pengetahuan tentang bab ini.
Amin.

Bangkalan, 9 September 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan Masalah..............................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1 Pengertian Distribusi......................................................................................3
2.2 Prinsip – prinsip Distribusi.............................................................................4

2.2.1 Prinsip Keadilan dan Pemerataan...................................................................4

2.2.2 Prinsip Persaudaraan dan Kasih Sayang........................................................5

2.2.3 Prinsip Solidaritas Sosial................................................................................5

2.3 Model Distribusi dalam Ekonomi Islam……………………………..……..6

2.3.1 Zakat..............................................................................................................6

2.3.2 Sedekah..........................................................................................................7

2.3.3 Pajak...............................................................................................................8

2.3.4 Upah...............................................................................................................9

2.3.5 Pinjaman.................................................................................................................9
2.4 Model Pemasaan
Islam…………………………………………………...10

ii
2.4.1 Teitis
(Rabbaniyah)..................................................................................1
1

2.4.2 Etis
(Akhlaqiyah)....................................................................................
.11

2.4.3 Humainis (al-


insaniyah)...........................................................................12
BAB III..................................................................................................................13
PENUTUP..............................................................................................................13
3.1 Kesimpulan...................................................................................................13
3.2
Saran………………………………………………………………
……….13

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dalam ekonomi islam, distribusi adalah bagian penting dalam


rangka membentuk kesejahteraaan bagi seluruh umat-Nya. Perekonomian
islam menuntut untuk mencegah timbulnya sifat-sifat egoisme dan kikir
agar tidak terjadi adanya kesenjangan sosial antara orang-orang yang
mempunyai ilmu atau materi berlebih maupun dengan orang-orang yang
ilmu atau materinya kekurangan.
Islam menuntut agar manusia berupaya menjalani hidup secara
seimbang, memperhatikan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat.
Sebagai prasyarat kesejahteraan hidup di dunia adalah bagaimana sumber-
sumber daya ekonoi dapat dimanfaarkan secara maksimal dan benar dalam
kerangka Islam.
Setiap kegiatan ekonomi islam dilakukan oleh individu untuk
menyejahterahkan dirinya, tidak boleh dilakukan dengan mengabaikan dan
mengorbankan kepentingan orang lain dan masyarakat secara umum. Oleh
karena itu, sumber-sumber maupun cara-cara pendistribusian
pendapatannya membutuhkan konsep moral ekonomi yang berkaitan
dengan kebendaan (materi), kepemilikan dan kekayaan (property and
wealth concept) harus dipahami untuk tujuan menjaga persamaan1.

1
Mustafa Edwin Nasution, Budi Setyanto, Nurul Huda, Muhammad Arief Mufraeni, Bey Sapta
Utama, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 119

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Distribusi dalam Islam?
2. Apa saja Prinsip-Prinsip Distribusi?
3. Apa saja Model Distribusi dalam Ekonomi Islam?
4. Apa saja Model Pemasaran Islam?
1.3 Tujuan Masalah
1. Supaya mampu memahami pengertian Distribusi dalam Islam.
2. Supaya mampu memahami Prinsip-Prinsip Distribusi.
3. Supaya mampu memahami Model Distribusi dalam Ekonomi Islam.
4. Supaya mampu memahami Model Pemasaran Islam.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Distribusi

Distribusi adalah suatu proses (sebagian hasil penjualan produk)


kepada faktor-faktor produk yang ikut menentukan pendapatan. Secara
umum distribusi dapat diartikan sebagai penyaluran barang ke tempat-
tempat. Menurut Anas Zarqa distribusi adalah suatu transfer dari
pendapatan kekayaan antara individu dengan cara pertukaran (melalui
pasar) atau dengan cara lain, seperti warisan, shodaqoh, wakaf dan zakat.2
Kajian mengenai distribusi senantiasa menjadi dikursus hangat
dalam ilmu ekonomi Islam karena pembahasan dalam distribusi ini tidak
berkaitan dengan aspek ekonomi belaka, tetapi juga aspek sosial dan
politik sehingga menarik perhatian bagi aliran pemikir ekonomi Islam dan
konvesional sampai saat ini (Sudarsono, 2002: 216)
Dorongan al-qur’an pada sektor distribusi telah dijelaskan pula
secara eksplisit. Ayat-ayat distribusi seperti QS al-anfal (8): 1, QS. Al-
Hasyr (59): 7, QS. Al-Hadid (57):7 dan QS. At-taubah (9):60
mengandung nilai larangan keras penumpukan harta benda atau barang
kebutuhan pokok pada segelintir orang saja. Penditribusian harta yang
tidak adil dan merata kan membuat orang yang kaya bertambah kaya dan
yang miskin semakin miskin. Dengan demikian, pola distribusi harus
mendahulukan aspek prioritas berdasarkan need assessment.3

2
Taqiyuddin Nabani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, (Surabaya: Rislah Gusti, 1999),
hlm. 54
3
Ita Rahma. Distribusi Dalam Ekonomi Islam : Upaya Pemerataan Kesejahteraan Melalui Keadilan
Distributif. Vol. I, Halaman 2

3
2.2 Prinsip-Prinsip Distribusi

Agar distribusi memberikan signifikansi yang memadai, maka


perlu diperhatikan prinsip-prinsip distribusi sebagai berikut :4

1. Prinsip Keadilan dan Pemerataan


Keadilan dalam Islam merupakan primsip pokok dalam
setiap aspek kehidupan termasuk juga dalam aspek ekonomi.
Keadilan distribusi merupakan tujuan pembangunan yang
menuntut komitmen umat Islam untuk merealisasikannya
Walaupun tidak bisa lepas dari tingkat rata-rata pertumbuhan
riil. Keadilan distribusi tercermin pada adanya keinginan untuk
memenuhi batas minimal pendapatan riil, yaitu had al-kifayah
bagi setiap orang. Islam tidak bertujuan pada terjadinya
pendistribusian yang berimbang, boleh saja terjadi selisih
kekayaan dari pendapatan setelah terpenuhinya had al-kifayah.
Akan tetapi, kebutuhan memenuhi ukuran kebutuhan yang dapat
menggerakkan orang untuk bekerja.5
Prinsip keadilan dan pemerataan dalam distribusi
mengandung maksud. Pertama, kekayaan tidak boleh
dipusatkan pada sekelompok orang saja, tetapi harus menyebar
pada seluruh masyarakat. Islam menginginkan persamaan
kesempatan dalam meraih harta kekayaan, terlepas dari
tingkatan sosial, kepercayaan, dan warna kulit. Kedua, hasil-
hasil produksi yang bersumber dari kekayaan nasional harus
dibagi secara adil. Ketiga, Islam tidak mengizinkan tumbuhnya
harta kekayan yang melampaui batas-batas yang wajar apalagi
jika diperoleh dengan cara yang tidak benar.

4
Prof. Dr. H. Idri, M.Ag., Hadis Ekonomi : Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi, (Jakarta : PT.
Kharisma Putra Utama, 2017), cet.3. hlm.150.
5
Muhammad Syawqi al-Fanjari, al-Islam wa al-Musyikillah al-Iqtishadiyyah (Mesir : Maktabah al-
Anglo al-Mishriyyah, 2008 M.) hlm. 82

4
2. Prinsip Persaudaraan dan Kasih Sayang
Konsep persaudaraan (ukhuwah) dalam Islam
menggabarkan solidaritas individu dan sosial dalam masyarakat
Islam yang tercermin dalam pola hubungan sesama Muslim.
Distribusi harta kekayaan dalam Islam, sesungguhnya sangat
memperhatikan prinsip ini. Zakat, wakaf, sedekah, infak,
nafkah, waris, dan sebagainya diberikan kepada umat Islam agar
ekonomi mereka semakin baik. Prinsip persaudaraan dan kasih
sayang ini digambarkan dalam firman Allah:

َ‫ون‬--‫وا هَّللا َ لَ َعلَّ ُك ْم ت ُْر َح ُم‬--ُ‫ َو ْي ُك ْم ۚ َواتَّق‬-‫لِ ُحوا بَيْنَ أَ َخ‬- ‫ص‬
ْ َ ‫ َوةٌ فَأ‬-‫إِنَّ َما ا ْل ُمؤْ ِمنُونَ إِ ْخ‬
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu
itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat
rahmat."(QS.49/a-Hujurat:10)

3. Prinsip Solidaritas Sosial


Menggambarkan adanya solidaritas individu dan sosial
dalam masyarakat slam,bentuk nyata ini tercermin pada pola
hubungan sesama muslim. Rasa persaudaraan sejati yang tidak
akan terpecah-pecah oleh kekuatan-kekuatan duniawi inilah yang
mempersatukan individu kedalam masyarakat.

Peradaban manusia mencapai tingkat univerversalitas


yang sesungguhnya, yaitu adanya saling bersandar , saling
membutuhkan yang dihayati oleh seoarang muslim maupun
masyarakat Islam yang akan memperkokoh solidaritas seluruh
anggota masyarakat dalam aspek kehidupan yang termasuk juga
aspek ekonomi. 6

6
Zefry, “Distribusi Pendapatan” (Binjai, 2015), Hal. 8

5
6
2.3. Model Distribusi dalam Ekonomi Islam

1. Zakat
Kata zakat berasal dari kata zaka yang merupakan isim
masdar, yang secara etimologi mempunyai beberapa arti, yaitu suci,
tumbuh, berkah, terpuji dan berkembang. Sedangkan secara
etimologis zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan
Allah diserahkan kepada orang – orang yang berhak.7
Menurut Undang – Undang No.38 tahun 1998 tentang
Pengelolaan Zakat, pengertian zakat adalah harta yang wajib
disisihkan oleh orang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang
muslim sesuai ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya.8 Dalam Islam memperkenalkan zakat tujuannya hanya
untuk menyadarkan umat muslim supaya menyisihkan sebagian
hartanya dan diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan.
Dalam zakat juga terdapat enam prinsip zakat, yaitu
diantaranya prinsip keyakinan yang artinya yakin dalam Islam, yang
mana membayar zakat merupakan ibadah dengan demikian
seseorang yang membayar zakat tersebut benar – benar beriman
kepada Allah SWT.9 Prinsip yang kedua yaitu keadilan yang
menyatakan bahwa makin berkurang jumlah pekerjaan dan modal,
mkin berkurang pula tingkat pungutannya.10 Prinsip ketiga adalah
prinsip produktivitas yang mana terdapat dalam hadist Nabi
Muhammad SAW “Barang siapa memperoleh kekayaan setelah
satu tahun, maka wajib ia membayar zakat”. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa seorang muslim yang wajib membayar
zakat apabila nishabnya telah mencapai yang ditentukan.

2. Sedekah

7
DR. Mardani, Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia, (Bandung : PT Refika Aditama,2011)
8
Ibid
9
Ibid, hlm.36
10
Ibid, hlm.37

7
Istilah infak dan sedekah sering digunakan secara bersamaan
dalam beberapa pembahasan, seperti pembahasan mengenai
pengelolaan dana Zakat, Infak, dan Sedekah sehingga muncul istilah
Badan Amil Zakat, Infak, dan Sedekah. Padahal pada dasarnya amil
digunakan hanya untuk konsep pengelolaan dana zakat. 11 Dalam
buku Akuntansi Keuangan Syariah : Teori dan Praktik menjelaskan
tentang definisi sedekah yang berarti harta nonmeteriil yang
disunnahkan untuk dikerjakan. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa dalam Islam mengajarkan bahwa bersedekah tidak hanya
menggunakan harta atau yang lain sebagainya, sedekah juga dapat
berbuat baik kepada orang lain, memberi senyuman kepada orang
lain dan lain sebagainya, itulah yang namakan sedekah nonmateriil.
Terdapat beberapa hadist yang menjelaskan tentang sedekah,
seperti yang terdapat dalam buku Akuntansi Keuangan Syariah :
Teori dan Praktik surat Al-Baqarah :195 “Dan infakkanlah
(hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (dirimu
sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat
baiklah. Sungguh, Allah meyukai orang – orang yang berbuat
baik.”12 Dari ayat tersebut kita sebagai umat Islam diajarkan untuk
berinfak dan bersedekah dengan berbuat baik kepada sesama
muslim.

11
Sarip Muslim, S.Ag., M.A., Akuntansi Keuangan Syariah: Teori dan Praktik, (Bandung : CV
Pustaka Setia, 2015), cet.I, hlm.345
12
Ibid, hlm.345

8
3. Pajak
Pajak didefinikan sebagai iuran tidak mendapat jasa timbal
(kontemporer) yang langsung dapat dituntut dan digunakan untuk
membayar pengeluaran – pengeluaran umum.13 Maksudnya pajak
yang merupakan pendapatan negara berasal dari masyarakat yang
mempunyai wajib pajak. Pajak yang dibayarkan kepada pemerintah
balas jasnya tidak langsung diberikan kepada masyarakat,
pemerintah menyalurkannya melalui pembaangunan jalan dan lain
sebagainya, karena pajak yang diterima masyarakat juga untuk
memenuhi segala kebutuhan rumah tangga pemerintahan.
Dalam pemungutannya, pajak juga didasarkan atas beberapa
teori, yang pertama yaitu teori asuransi, yang mana setiap peserta
asuransi wajib membayar premi asuransinya agar terdapat
perlindungan bagi yang bersangkutan. Yang kedua terdapat teori
kepentingan yang mana dalam teori ini didasarkan besarnya
kepentingan masyarakat dalam perlindungan atas jiwa dan harta
yang diselenggarakan pemerintah. Yang selanjutnya terdapat teori
daya pikul yang berati perlindungan oleh negara kepada
masyarakatnya dalam hal membayar pajak. Setiap warga memiliki
penghasilan yang berbeda jadi pembayaran wajib pajak juga
berbeda. Kemudian terdapat juga teori bakti yang mana dalam teori
ini menjelaskan bahwa masyarakat dianggap memiliki kewajiban
mutlak dalam berbakti kepada negara. Berbakti untuk negara dapat
dilakukan dengan kesadaran diri untuk membayar pajak. Dan yang
terakhir terdapat teori asa daya beli yang mana pemerintah
memungut pajak untuk mengurangi pengahasilan masyarakat, akan
tetapi pemerintah akan menyalurkan kembali daya beli masyarakat.14

13
Prof. Supramono,SE., MBA., DBA & Theresia Woro Damayanti SE, Perpajakan Indonesia,
(Yogyakarta : CV Andi Offset, 2010), hlm.2
14
Ibid, hlm.2-3

9
4. Upah
Pandangan mengenai mekanisme pasar bebas dalam
pemikiran ekonomi Islam klasik tampaknya juga mempengaruhi
pendapat para sarjana Muslim kontemporer dalam hal penentuan
upah tenaga kerja.15 Ibn Khaldun mendiskusikan diferensiasi upah
yang disebabkan oleh perbedaan kemampuan tenaga kerja. Padahal
konsep yang ada hanya melihat bahwa dalam keadaan ekuilibrium,
pasar akan menentukan tingkat upah nominal tanpa menyebut
adanya diferensiasi upah.16

5. Pinjaman
Dalam Islam mengajarkan kepada umatnya bahwasanya
harus tolong menolong kepada sesama umat. Islam pun juga
mengajarkan untuk saling tolong menolong dengan meminjamkan
sebagian harta kepada orang yang membutuhkan. Terdapat beberapa
hukum dalam dalam pinjaman.
Hukum asal dari pinjam meminjam adalh tolong menolong
anatar orang yang mampu dengan orang yang tidak mampu, ataupun
sesama orang yang mampu pun ada kemungkinan salong pinjam
meminjam atau hutang menghutang. Memberi hutang merupakan
perbuatan kebajikan, karena pada prinsipnya untuk memberkan
pertolongan kepada sesama. Bagi orang yang berhutang sebetulnya
bersifat mubah. Islam tidak menganggap hutang sebagai perbuatan
makruh sehingga jangan sampai orang yang sedang dalam keadaan
butuh merasa keberatan karena menjaga harga diri. Dasar hukum
disyari’atkanyapinjam meminjam, penulis merujuk pada karya
Sayyid sabiq alam fiqh Sunnahnya, yang mana dalam memberikan
dasar hukum disyari’atkannya pinjam memnjam beliau mengambil
pada dua sumber yaitu al-Qu’an dan hadist, seperti yanag telah
15
Arif Hoetoro, Ekonomi Islam, ( Malang : Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Brawijaya, 2007), cet VII, hlm.138
16
Ibid, hlm.138.

10
dijealaskan pada surah al-Baqarah/2:245 yang artinya “Siapakah
yan mau memberi pinjaman kepada Allah SWT, pinjaman yang baik
(menafkahi hartanya di jalan Allah SWT), maka Allah SWT akan
melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang
bnayak dan Allah SWT menyempitkan dan melapangkan (rezeki)
dan kepada-Nya kaum dikembalikan.”17

2.4 Model Pemasaran Islam

Dalam dunia bisnis, pemasaran merupakan strategi bisnis yang


mengarahkan proses penciptaan, penawaran, dan perubahan nilai dari seorang
inisiator kepada pelanggannya. Menurut ajaran Islam, kegiatan pemasaran
harus dilandasi dengan nilai – nila islami yang dijiwai oleh semangat ibadah
kepada Allah SWT dan berusaha semaksimal mungkin mensejahterakan
bersama.18 Dalam Islam pemasaran atau perdagangan dijadikan alat untuk
berkomunikasi serta bersilaturahmi. Seperti yang terdapat dalam hadist Nabi
dari Anas ibn Malik yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim
bahwasanya “Barangsiapa ingin agar rejekinya dilapangkan dan
pengaruhnya diluaskan maka hendaknya ia menyambug tali silaturahmi.”
19
berikut merupakan penjelasan mengenai berbagai model atau karakteristik
pemasaran dalam Islam.

17
Sarina, Analisis Hukum Islam terhadap Praktek Pinjam Meminjam di Kelurahan Tadokong Kab.
Pinrang, 2018, Pare- Pare.
18
Nurul Mubarok, Eriza Yolanda Maldina, Strategi Pemasaran Islami dalam Meningkatkan
Penjualan Pada Butik Calista. Vol III. Hlm.79
19
Ibid, hlm.79

11
1. Teistis (Rabbaniyah)
Salah satu ciri khas syariah marketing yang tidak dimiliki
dalam pemasaran konvensional yang dikenal selama ini adalah
sifatnya yang religius (diniyah). Kondisi ini tercipta dari kesadaran
akan nilai – nilai religius, yang dipandang penting dan mewarnai
aktivitas pemasaran agar tidak terperosok ke dalam perbuatan yang
dapat merugikan orang lain. Jiwa seorang syariah marketer meyakini
bahwa hukum – hukum syariat yang teistis atau bersifat ketuhanan
ini adalah hukum yang paling adil, paling sempurna, paling selaras
dengan segala bentuk kebaikan, paling dapat mencegah segala
bentuk kerusakan, paling mampu mewujudkan kebenaran,
memusnahkan kebatilan, dan menyebarluaskan kemaslahatan.

2. Etis (Akhlaqiyyah)
Keistimewaan yang lain dari syariah marketing selain karena
teistis (rabbaniyah) juga karena syariah marketing sangat
mengedepakan masalah akhlak (moral dan etika) dalam seluruh
aspek kegiatannya. Sifat etis ini sebenarnya merupakan turunan dari
sifat teitis (rabbaniyah). Dengan demikian, syariah marketing adalah
konsep pemasaran yang sangat mengedepankan nilai – nilai moral
dan etika, tidak peduli apa pun agamanya. Karena nilai – nilai moral
dan etika adalah nilai yang bersifat universal, yang diajarkan oleh
semua agama.

3. Realistis (al-waqi’yyah)
Syariah marketing bukanlah konsep yang ekslusif, fanatis,
anti modernitas, dan kaku. Syariah marketing merupakan konsep
pemasaran yang fleksibel, sebagaimana keluasan dan keluwesan
syariah Islamiyyah yang melandasinya. Syariah marketer bukalah
berarti para pemasar itu harus berpenampilan ala bangsa Arab dan
mengharamkan dasi karena dianggap merupakan simbol masyarakat

12
barat. Syariah marketer adalah para pemasar profesional dengan
penampilan bersih, rapi, dan bersahaja, apa pun model atau gaya
berpakaian yang dikenakannya. Mereka bekerja dengan profesioal
dan mengedepankan nilai- nilai religius, kesalehan, aspek moral, da
kejujuran dalam segala aktivitas pemasaran.

4. Humanistis (al – insaniyyah)


Keistimewaan marketing syariah yang lain adalah sifatnya
yang humanistis universal. Pengertian humanistis (al – insaniyyah)
adalah bahwa syariah diciptakan untuk manusia agar derajatnya
terangkat, sifat kemanusiaannya terjaga dan terpelihara, serta sifat –
sifat kehewannanya dapat terkekang dengan panduan syariah.
Dengan demikian, memiliki nilai humanistis syariah marketer
menjadi manusia yang terkontrol, dan seimbang (tawazun), bukan
manusia yang serakah, yang menghalalkan segala cara untuk meraih
keuntungan yang sebesar – besarnya. Bukan menjadi manusia yang
bisa bahagia di atas penderitaan orang lain atau manusia yang
hatinya kering dengan kepedulian sosial.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari tulisan ini dapat disimpulkan bahwa pengertian distribusi
secara umum dan dijelaskan pula dalam beberapa surah secara eksplisit
yaitu : seperti QS al-anfal (8): 1, QS. Al-Hasyr (59): 7, QS. Al-Hadid
(57):7 dan QS. At-taubah (9):60.
3.2 Saran
Dengan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik
dan saran dari pembaca sangat dibutuhkan, guna perbaikan makalah
berikutnya. Dan semoga makalah ini berguna untuk kita semua.

14
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Al-Fanjar. Muhammad Syawqi, al-Islam wa al-Musyikillah al-Iqtishadiyyah


(Mesir : Maktabah al-Anglo al-Mishriyyah, 2008 M.)
DR. Mardani, Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia, (Bandung : PT Refika
Aditama,2011)
Hoetono.Arif, Ekonomi Islam, ( Malang : Badan Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Brawijaya, 2007)
Muslim.Sarip, Akuntansi Keuangan Syariah: Teori dan Praktik, (Bandung : CV
Pustaka Setia, 2015),
Nabani. Taqiyuddin, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, Surabaya, Rislah
Gusti, 1999.
Nasution. Mustafa Edwin. dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta,
Kencana, 2010.
Prof. Dr. H. Idri, M.Ag., Hadis Ekonomi : Ekonomi Dalam Perspektif Hadis
Nabi, (Jakarta : PT. Kharisma Putra Utama, 2017)
Prof. Supramono,SE., MBA., DBA & Theresia Woro Damayanti SE, Perpajakan
Indonesia, (Yogyakarta : CV Andi Offset, 2010),

Jurnal

Rahma. Ita, Distribusi Dalam Ekonomi Islam : Upaya Pemerataan Kesejahteraan


Melalui Keadilan Distributif.
Zefry, “Distribusi Pendapatan” (Binjai, 2015),
Mubarok.Nurul, Eriza Yolanda Maldina, Strategi Pemasaran Islami dalam
Meningkatkan Penjualan Pada Butik Calista.

15

Anda mungkin juga menyukai