Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH TUGAS EKONOMI ISLAM

PERANGKAT DAN INSTRUMENT DISTRIBUSI DALAM


EKONOMI ISLAM
Brenda Dinda Salsabila 2021030100063
Farakhan Muhammad 20210320100057
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, penulispanjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga tim
penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini dalam rangka memenuhi mata kuliah ekonomi Islam dan akan
membahas Perangkat dan Instrument Distribusi dalam Ekonomi Islam. Ekonomi
merupakan unsur yang selalu ada dalam masyarakat dan merupakan unsur penting
karena berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Ekonomi berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan manusia yang tidak pernah terbatas, akan menjadi masalah
apabila kebutuhan manusia itu tidak sebanding dengan alat pemuas. Ekonomi
mengatur semua itu agar sistem itu berjalan lancar. Akan tetapi, sistem ekonomi
yang ada biasanya cenderung sekuler dan menyebabkan ketimpangan. Bagaimana
solusi dari itu semua, apakah sistem ekonomi Islam biasa mengatasi hal itu.
Tim penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Oleh karena itu, tim penulis menerima saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan terutama bagi tim penulis dan memberi
inspirasi kepada pembaca.

Jakarta, 21 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah............................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................3

C. Tujuan Penelitian.......................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4

A. Pengertian Perangkat dan Instrument Distribusi dalam Islam..................4

B. Sektor Distribusi Pendapatan dalam Islam..............................................13

C. Tujuan Distribusi Pendapatan.................................................................15

BAB III KESIMPULAN........................................................................................17

A. Kesimpulan..............................................................................................17

B. Saran........................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ekonomi merupakan sektor yang penting dalam kehidupan manusia
karena mengatur cara ia memenuhi kebutuhan hidupnya. Islam menawarkan
solusi atas permasalahan itu dengan Islamisasi ilmu pengetahuan yaitu
memasukan nilai Islam dalam ekonomi. Sebenarnya Islam sudah mengatur
permasalahan ekonomi sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw
dan al-Quran. Kandungan ajaran yang diterangkan sangat jelas dan nyata
bahwa Islam bukan hanya sekedar keyakinan tapi juga merupakan sumber
ajaran tatanan ekonomi (Dahlan, 2019: 34). Akan tetapi pada saat ini
penerapan secara mutlak akan sulit sehingga harus ada penyesuaian ulang.
Sistem ekonomi Islam membutuhkan fondasi dan dukungan agar hal tersebut
dapat diterapkan.

Dalam Islam diajarkan untuk selalu seimbang dalam artian tidak


berlebih lebihan baik secara konsumsi ataupun dalam menjalani urusan dunia
dan akhirat. Kita dituntut untuk mampu memanfaatkan sumber daya ekonomi
secara maksimal dan sesuai dengan Islam tentu dengan memperhatikan
keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Dalam ekonomi dikenal kegiatan
produksi, distribusi, dan konsumsi, hal tersebut merupakan kegiatan yang
sudah dikenal dan baku dalam sistem ekonomi serta dapat ditemukan pada
pasar. Makalah ini akan lebih memfokuskan pada kegiatan ekonomi distribusi
dan bagaimana Islam memandang hal tersebut.

Al-Quran menjelaskan secara eksplisit ayat distribusi. Setidaknya ada


beberapa ayat seperti QS. al-Anfal (8): 1, QS. al-Hasyr (59): 7, QS. al-Hadid
(57): 7 dan QS. at-Taubah (9): 60. Semua ayat tersebut mengandung nilai
larangan keras untuk menumpuk harta benda atau barang kebutuhan pokok
pada orang tertentu. Pendistribusian harta yang tidak merata akan membuat

1
ketimpangan sosial atau orang kaya akan bertambah kaya dan orang miskin
akan semakin miskin (Rahmawaty, 2013:2).

Hal tersebut merupakan hal yang lazim kita temukan pada sistem
ekonomi pasar atau kapitalis yang marak pada era globalisasi saat ini. Banyak
dari negara di dunia mengadopsi sistem ekonomi tersebut dimana pemilik
modal dan alat produksi yang akan lebih berperan dan menikmati surplus
akan harta. Sistem kapitalis berperan besar dalam menciptakan kemiskinan
akibat ketidakadilan dan ketimpangan pendistribusian kekayaan. Pada negara
maju terutama negara berkembang yang mempergunakan sistem kapitalis,
realitas tersebut sangat jelas terjadi dan menciptakan kemiskinan. (Sidiq,
2007:1)

Tentu jika kita lihat, Islam tidak hanya memandang distribusi sebagai
kegiatan penyaluran barang dan jasa kepada konsumen. Akan tetapi Islam
memandang hal tersebut lebih dari itu, jika hanya barang dan jasa dapat kita
lihat bahwa konsep tersebut menitik beratkan pada bagaimana permintaan
pasar dan penawaran dimana kegiatan distribusi yang dilakukan distributor
hanya berperan sebagai penyalur dari produsen ke konsumen. Kegiatan ini
dilakukan sesuai bagaimana keadaan pasar dan permintaan konsumen atau
berdasarkan keuntungan dan uang.

Islam memandangkan distribusi sebagai kegiatan menyalurkan


produk, barang, atau harta dari satu pihak ke pihak lainnya. penyaluran harta
yang ada, baik dimiliki oleh pribadi atau umum (publik) ditujukan kepada
pihak yang berhak menerima yang untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan syariat (Dahlan, 2019:148). Distribusi dalam Islam
mempunyai makna lebih luas dan mencakup pengaturan kepemilikan, unsur-
unsur produksi, dan sumber-sumber kekayaan. Islam memberikan batas
tertentu dalam berusaha, memiliki kekayaan dan mentransaksikannya, hal ini
juga berkaitan dengan pemerataan distribusi harta. (Rozalinda, 2017:131)

Ekonomi Islam mengatur kaidah pendapatan, baik antara unsur


produksi maupun individu, masyarakat dan anggota perserikatan maupun

2
distribusi sistem jaminan sosial. (Karim, 2011:155) Ekonomi Islam bebas dari
tindak kapitalis dan sosialis. (Ihwanudin & Rahayu, 2020:126) Islam
memperhatikan etika, norma, kaidah, dan adil berdasarkan maqasith syariah
untuk kesejahteraan ekonomi di kalangan umat. Terdapat beberapa cara dan
kaidah dalam pemenuhan unsur distribusi ini yang setidaknya terbagi atas
perangkat dan instrument.

Kajian mengenai distribusi kekayaan dan pendapatan merupakan satu


isu yang paling kontroversial dalam ilmu ekonomi. Hal tersebut muncul
akibat pada umumnya dalam ilmu ekonomi kajian utama adalah masalah
produksi, bukan permasalahan distribusi. Hal tersebut diakibatkan cara
pandang subjektif para ahli ekonomi dan positivisme. Ilmu ekonomi islam
mempunyai pendekatan yang berbeda dari ekonomi konvensial. Ekonomi
Islam mengandung nilai-nilai yaitu nilai religius dan moral.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat kita rumuskan permasalahan
dalam makalah ini adalah:

1. Bagaimana pengertian distribusi dalam Islam


2. Apa perangkat dan instrument distribusi dalam Islam
3. Bagaimana sektor pembagian distribusi dalam Islam
4. Apa tujuan distribusi dalam Islam

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat kita ketahui tujuan
penelitian dalam makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengertian distribusi dalam Islam


2. Untuk mengetahui apa perangkat dan instrument distribusi dalam Islam
3. Untuk mengetahui bagaimana sektor pembagian distribusi dalam Islam
4. Untuk mengetahui apa tujuan distribusi dalam Islam

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perangkat dan Instrument Distribusi dalam Islam


Sebelum kita membahas tentang perangkat dan instrument sebaiknya
kita harus mengetahui apa itu distribusi. Distribusi secara umum adalah
proses penyampaian barang atau jasa dari pihak produsen ke pihak konsumen
atau para pemakai dalam hal ini yang merupakan pihak yang mengkonsumsi
atau menggunakan nilai guna atas barang atau jasa tersebut, hal tersebut
terjadi sewaktu dimana barang atau jasa tersebut diperlukan. Proses distribusi
pada dasarnya menciptakan faedah (utility) waktu, tempat, dan pengalihan
hak milik. (Kotler, 2002:558) Sedangkan Collins berpendapat bahwa
distribusi adalah proses penyimpanan dan penyaluran produk kepada
pelanggan melalui perantara. (dalam Madnasir, 2011:59)
Akan tetapi distribusi dalam ekonomi Islam tidak hanya sekedar hal
tersebut yang sifatnya individual. Anas Zarqa mengemukakan bahwa definisi
distribusi itu sendiri sebagai suatu transfer dari pendapatan kekayaan antara
individu dengan cara pertukaran (melalui pasar) atau dengan cara lain, seperti
warisan, shadaqoh, wakaf dan zakat (Zarqa, 1988:181). Jadi dapat dipahami
distribusi dalam pandangan islam adalah peningkatan atau pembagian bagi
hasil kekayaan agar sirkulasi kekayaan dapat ditingkatkan, sehingga
kekayaan yang ada dapat melimpah dengan merata dan tidak hanya beredar
diantara golongan atau kelompok tertentu saja serta dapat memberikan
kontribusi kearah kehidupan umat manusia yang lebih baik sesuai dengan
tuntunan agama dan syariat. (Rahman, 1995:93)
Konsep distribusi juga tercantum dalam beberapa surat di al-Quran,
setidaknya ada beberapa yang diantaranya:

4
ِ ِ‫ول ولِ ِذي الْ ُق رىَب ٰ والْيَتَ َام ٰى والْمس اك‬
ِ ِ ِِ ِ ِِ
‫ني‬ ََ َ َ ْ َ ‫َم ا َأفَ اءَ اللَّهُ َعلَ ٰى َر ُس وله م ْن َْأه ِل الْ ُق َر ٰى فَللَّه َول َّلر ُس‬
‫ول فَ ُخ ُذوهُ َو َم ا َن َه ا ُك ْم‬ َّ ‫السبِ ِيل َك ْي اَل يَ ُكو َن ُدولَةً َبنْي َ اَأْل ْغنِيَ ِاء ِمْن ُك ْم ۚ َو َم ا آتَا ُك ُم‬
ُ ‫الر ُس‬ َّ ‫َوابْ ِن‬

ُ ‫َعْنهُ فَا ْنَت ُهوا ۚ َو َّات ُقوا اللَّهَ ۖ ِإ َّن اللَّهَ َش ِد‬
ِ ‫يد الْعِ َق‬
‫اب‬

Artinya: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada
Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka
adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-
orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang
diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah amat keras hukumannya. (QS. Al Hasyr 7)

ۖ ‫ات َبْينِ ُك ْم‬ ِ ‫ول ۖ فَ َّات ُقوا اللَّه و‬


ِ ‫الرس‬ ِ ِ ُ ‫ك ع ِن اَأْلْن َف ِال ۖ قُ ِل اَأْلْن َف‬
َ ‫َأص ل ُحوا َذ‬
ْ ََ ُ َّ ‫ال للَّه َو‬ َ َ َ‫يَ ْس َألُون‬
ِِ ِ
َ ‫َوَأطيعُوا اللَّهَ َو َر ُسولَهُ ِإ ْن ُكْنتُ ْم ُمْؤ من‬
‫ني‬
Artinya: Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta
rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang kepunyaan Allah
dan Rasul, oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah
perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya
jika kamu adalah orang-orang yang beriman". (QS. Al Anfal 1)
Ayat tersebut terutama QS. Al Hasyr ayat 7 mengandung larangan
tegas untuk tidak menimbun kekayaan hanya pada satu orang atau kelompok
saja. Hal ini jelas agar supaya harta kekayaan tidak hanya beredar di antara
orang-orang kaya saja dan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat yang
sifatnya merata atau keseluruhan. Menurut Quraish Shihab Kata afa’ah
terambil dari kata fa’a dan fa’i yang pada mulanya berarti kembali bayangan
ketempat semula. Harta pada dasarnya adalah milik Allah. Yang maha kuasa
itu menghendaki agar harta diperoleh dan digunakan sesuai tuntunannya.

5
(Quraish Shihab, 2003:10) Selain dua ayat di atas, masih ada ayat yang
membahas tentang distribusi menekankan pada sedekah yaitu:
ِ ِ َّ ِ ِ ‫ِآمنوا بِاللَّ ِه ورسولِِه وَأنِْف ُقوا مِم َّا جعلَ ُكم مستخلَ ِف‬
ْ ‫ين َآمنُوا مْن ُك ْم َوَأْن َف ُق وا هَلُ ْم‬
‫َأج ٌر‬ َ ‫ني فيه ۖ فَالذ‬
َ ْ َْ ُ ْ َ َ َ ُ ََ ُ

ٌ‫َكبِري‬
Artinya: Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah
sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya.
Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan
(sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar. (QS. al-Hadid 7)

ِ ِّ ‫ني َعلَْي َه ا َوالْ ُمَؤ لََّف ِة ُقلُوبُ ُه ْم َويِف‬


ِ َ‫الرق‬
َ ‫اب َوالْغَ ا ِرم‬
‫ني‬ ِِ ِ ِ‫ات لِْل ُف َق ر ِاء والْمس اك‬
َ ‫ني َوالْ َع امل‬ َّ ‫ِإمَّنَا‬
َ َ َ َ ُ َ‫الص َدق‬
ِ ِ ِ ِ ‫السبِ ِيل ۖ فَ ِر‬ َّ ‫َويِف َسبِ ِيل اللَّ ِه َوابْ ِن‬
‫يم‬
ٌ ‫يم َحك‬ ٌ ‫يضةً م َن اللَّه ۗ َواللَّهُ َعل‬
َ
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana. (QS. At-Taubah 60)

Melalui ayat tersebut dapat kita ketahui bahwa penyaluran atau


distribusi harta atau kekayaan dalam Islam harus bersifat adil dan sesuai
dengan tuntunan. Setidaknya terdapat prinsip dan etika atau nilai yang harus
diperhatikan dalam kegiatan distribusi menurut ekonomi Islam diantaranya:

1. Prinsip distribusi ekonomi Islam (Noor, 2013:78) meliputi


a. Larangan riba dan gharar, yaitu meliputi kelebihan nominal bayar
hutang pokok yang dibebankan kepada peminjam dan ketidak
jelasan objek ataupun harga. Hal tersebut akan merugikan atau
mendzolimi salah satu pihak dan tidak sesuai dengan prinsip
ekonomi Islam yaitu adil dan saling menguntungkan.

6
b. Keadilan dalam penyaluran atau distribusi, yaitu harus adil tidak
memihak dalam distribusi ekonomi. Dapat diartikan juga sebagai
suatu distribusi pendapataan dan kekayaan secara adil sesuai norma
yang dapat diterima universal.
c. Konsep kepemilikan dalam ekonomi Islam, Islam mengakui adanya
hak milik terhadap benda dan menganggap sebuah kepemilikan yang
diperoleh dengan cara yang halal.
2. Kebijakan distribusi dalam ekonomi Islam. Kebijakan ekonomi haruslah
kepada kebijakan yang berpihak pada kemaslahatan dan menciptakan
keadilan dalam ekonomi umat. Dan terlebih, konsep keadilan bertujuan
agar harta tidak terkumpul pada satu kelompok.

Sementara menurut Yusuf al-Qaradhawi (dalam Rozalinda,


2017:135) terdapat nilai-nilai yang didasarkan pada kemanusiaan yang
sangat mendasar dan penting yaitu kebebasan dan keadilan. Hal tersebut agar
ekonomi Islam terbebas dari praktik kedzaliman sistem ekonomi kapitalisme
dan sosialisme yaitu mengarah pada sistem ekonomi Islam yang berbasis
akhlaq al-karimah, secara lenih rinci nilai tersebut ialah:

1. Keadilan, hal ini merupakan unsur penting dan merupakan pondasi


kokoh yang meliputi seluruh ajaran dan hukum Islam. Persoalan utama
dalam hal ini adalah pelarangan berbuat dzolim yaitu
ketidakseimbangan distribusi kekayaan. Hal tersebut merupakan sumber
dari semua konflik individu dan sosial.
2. Kebebasan, al-Qaradhawi berpendapat bahwa Islam memperbolehkan
kepemilikan pribadi dan hal tersebut merupakan bukti dari kebebasan
dalam ekonomi Islam. Akan tetapi legitimasi hak milik sangat terkait
dengan pesan moral menjamin keseimbangan. Hak milik itu harus
berfungsi sebagai nafkah bagi diri dan keluarga, berproduksi, dan
berinvestasi serta mewujudkan kepedulian sosial dan jihad fi sabilillah

Pendapat dua ahli diatas dapat kita simpulkan bahwa ekonomi Islam
menghendaki distribusi melalui cara dan harus berdasarkan ketentuan syariat.

7
Setidaknya dapat kita golongkan hal tersebut sebagai perangkat dan
instrument dalam distribusi. Sebelum kita membahas apa itu perangkat dan
instrument distribusi ekonomi Islam alangkah baiknya mencari tau
pengertian dari dua istilah tersebut. Secara bahasa dalam KKBI perangkat
adalah alat pelengkap sedangkan instrument adalah alat yang dipergunakan
untuk mengerjakan sesuatu (Surayin, 2017:384).

Perangkat dalam ekonomi Islam masih belum terlalu dikaji oleh para
ahli seperti apa bentuknya. Bentuk perangkat distribusi ekonomi Islam
menurut Shadr terbagi atas 3 (tiga) elemen perangkat dasar, yaitu; kerja,
kebutuhan, dan properti (Mallat, 2001: 181). Secara lebih rinci:
1. Kerja
Melalui kerja manusia menyatakan eksistensi dirinya dalam
kehidupan bermasyarakat. Kerja juga merupakan sebab atau sarana
syar’i untuk memiliki harta secara individual. Komitmen Islam sangat
menekankan keharusan bekerja bagi manusia di bumi dalam rangka
mencari rezeki yang diberikan Allah supaya manusia dalam konteks
melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi beribadah
kepada Allah (Walian, 2013:67).
Dengan bekerja seseorang mendapatkan upah, Upah dapat
didefinisikan dengan sejumlah uang yang dibayarkan oleh yang
memberi pekerjaan kepada seorang pekerja atas jasanya sesuai
perjanjian. Hal tersebut karena terjadinya ijarah yang bermakna juga
suatu akad yang berisi penukaran manfaat sesuatu dengan jalan
memberikan ‘imbalan’ dalam jumlah tertentu (Sabiq, 1983:198)
Berikut ini beberapa ayat dalam al-Quran yang memerintahkan
seorang muslim untuk bekerja mencari rejeki:

‫ض ذَلُواًل فَ ْام ُش وا يِف َمنَاكِبِ َه ا َو ُكلُوا ِم ْن ِر ْزقِ ِه ۖ َوِإلَْي ِه‬ ِ


ْ ‫ُه َو الَّذي َج َع َل لَ ُك ُم‬
َ ‫اَأْلر‬
‫ور‬
ُ ‫ُّش‬
ُ ‫الن‬

8
Artinya: Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka
berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari
rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah)
dibangkitkan. (QS. Al-Mulk 15)

‫ض ِل اللَّ ِه َواذْ ُك ُروا اللَّهَ َكثِ ًريا‬


ْ َ‫ض َو ْابَتغُ وا ِم ْن ف‬ ِ
ْ ‫الص اَل ةُ فَا ْنتَش ُروا يِف‬
ِ ‫اَأْلر‬ َّ ‫ت‬ِ ‫ضي‬
ِ ‫ِإ‬
َ ُ‫فَ ذَا ق‬
‫لَ َعلَّ ُك ْم ُت ْفلِ ُحو َن‬
Artinya: Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di
muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-
banyak supaya kamu beruntung. (QS. Al-Jumu’ah 10).

2. Kebutuhan

Dalam Islam, kebutuhan dasar manusia diatur oleh konsep-


konsep seperti "fitrah" atau naluri manusia yang bawaan, "maqasid al-
shariah" atau tujuan-tujuan hukum Islam, dan "haq al-ibad" atau hak-
hak sesama manusia. Secara general kebutuhan ekonomi dalam Islam
meliputi:

a. Kebutuhan Makanan: Dalam Islam, manusia dianjurkan untuk


bekerja dan berusaha secara halal untuk memenuhi kebutuhan
makanannya. Kekayaan dan sumber daya alam harus dikelola secara
adil dan merata, sehingga setiap orang dapat memenuhi kebutuhan
dasar seperti makanan dan minuman.
b. Kebutuhan Sandang: Islam juga menekankan pentingnya memenuhi
kebutuhan sandang dan pakaian yang layak. Hal ini mencakup
kebutuhan untuk memiliki pakaian yang sesuai dengan iklim dan
budaya lokal, serta memperhatikan kualitas dan kebersihan pakaian
tersebut.
c. Kebutuhan Perumahan: Dalam Islam, memiliki tempat tinggal yang
layak dan aman merupakan hak dasar setiap individu. Masyarakat
dan pemerintah harus bekerja sama untuk memastikan bahwa setiap

9
orang memiliki akses terhadap perumahan yang memadai dan
terjangkau.
d. Kebutuhan Pendidikan: Dalam Islam, mempelajari pengetahuan dan
keterampilan merupakan hak setiap individu. Pendidikan harus
tersedia untuk semua orang, dan tidak boleh ada diskriminasi
terhadap suku, agama, dan ras.
e. Kebutuhan Kesehatan: Dalam Islam, kesehatan juga dianggap
sebagai hak setiap individu. Masyarakat dan pemerintah harus
bekerja sama untuk memastikan bahwa setiap orang memiliki akses
terhadap layanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau.
Al-Syathibi, merumuskan kebutuhan manusia dalam Islam
terdiri dari tiga macam: (Rozalinda, 2017:138)
a. Dharuriyat (primer), merupakan kebutuhan yang paling penting dan
jika tidak terpenuhi akan mengancam kehidupan manusia di dunia
maupun akhirat. Kebutuhan ini meliputi khifdu din (menjaga agama),
khifdu nafs (menjaga kehidupan), khifdu ‘aql (menjaga akal), Khifdu
nasl (menjaga keturunan), dan khifdu mal (menjaga harta).
b. Hajiyat (sekunder), merupakan kebutuhan setelah kebutuhan
dharuriyat terpenuhi. Kebutuhan ini sifatnya tidak mengancam
keselamatan hidup manusia jika tidak terpenuhi dan lebih bersifat
penguat dari kebutuhan dharuriyat. Sifat dari kebutuhan ini
memudahkan atau menghilangkan kesulitan.
c. Tahsiniyat (tersier), merupakan kebutuhan yang sifatnya mengancam
kelima hal pokok dalam kebutuhan dharuriyat. Kebutuhan ini
muncul setelah kebutuhan dharuriyat dan hajiyat terpenuhi.
Kebutuhan ini dapat dikatakan sebagai kebutuhan atas barang
mewah.
3. Properti
Properti menurut SK Menteri Perumahan Rakyat
no.05/KPTS/BKP4N/1995, Ps 1.a:4 properti adalah tanah hak dan atau
bangunan permanen yang menjadi objek pemilik dan pembangunan.

10
Kepemilikan dari property dibuktikan oleh surat kepemilikan. Menurut
Baqir al-Sadr, ekonomi Islam memiliki konsep Properti disebut sebagai
properti multi-tipe. Desain sifat tersebut dirumuskan dalam 2 golongan,
yaitu berupa milik pribadi dan milik Bersama menjadi dua bentuk
kepemilikan yaitu kepemilikan publik dan kepemilikan publik milik
negara. properti pribadi dalam pandangan Baqir al-Sadr hanya sebatas
hak pakai dan adanya prioritas untuk menggunakan dan hak untuk
melarang orang lain melakukannya menggunakan sesuatu yang sudah
dia milik (dalam Adriansyah, 2022:8)
Sedangkan untuk Instrument distribusi ekonomi Islam meliputi zakat,
wakaf, waris, infak dan sedekah (Ihwanudin & Rahayu, 2020:123).
1. Zakat
Zakat merupakan hal yang wajib bagi umat Islam dan
merupakan rukun Islam ketiga. Secara bahasa yaitu tumbuh dan
tambah. Kata zakat juga di gunakan untuk ungkapan pujian, suci,
keshalehan, dan berkah (Abdurrahman, 2006:308). Anjuran zakat
terdapat pada surat berikut:
‫هِب‬ ِ‫هِل‬ ِ
ۗ ‫ك َس َك ٌن هَلُ ْم‬ َ ‫ص ِّل َعلَْي ِه ْم ۖ ِإ َّن‬
َ َ‫ص اَل ت‬ َ ‫ص َدقَةً تُطَ ِّهُر ُه ْم َو ُت َز ِّكي ِه ْم َ ا َو‬
َ ‫ُخ ْذ م ْن َْأم َوا ْم‬
‫يم‬ِ ِ‫واللَّه مَس‬
ٌ ‫يع َعل‬
ٌ ُ َ
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At
Taubah 103)
Seseorang yang mengeluarkan zakat akan dapat membersihkan
dirinya dari sifat kikir dan dosa, dia akan mendapat berkah dalam
hartanya, keluarga dan peninggalannya. Dia akan membersihkan
dirinya dari dosa dan dari harta yang haram (Inayah, 2003:23).
2. Wakaf

11
Menurut istilah wakaf diartikan sebagai suatu pemberian yang
dilakukan dengan cara menahan (kepemilikan) untuk dimanfaatkan
guna kepentingan umum (Ihwanudin & Rahayu, 2020:139). Dalam al-
Quran tidak secara jelas menyebutkan istilah wakaf, akan tetapi wakaf
sudah sering dilakukan pada masa Rasulullah Saw dan termasuk infaq
fi sabillah atau amal jariah. Salah satu ayat yang menyiratkan hal
tersebut:

ِ ‫اَأْلر‬ ِ ‫مِم‬ ِ ِ ِ ِ َّ
‫ض ۖ َواَل‬ ْ ‫ين َآمنُ وا َأنْف ُق وا م ْن طَيِّبَ ات َم ا َك َس ْبتُ ْم َو َّا‬
ْ ‫َأخَر ْجنَ ا لَ ُك ْم م َن‬ َ ‫يَ ا َأيُّ َه ا الذ‬
ِ ِ‫يه ِإاَّل َأ ْن ُت ْغ ِمض وا ف‬
ِ ‫آخ ِذ‬
ِ ِ‫يث ِمْن ه ُتْن ِف ُق و َن ولَس تُم ب‬
ٌّ ‫َأن اللَّهَ َغيِن‬
َّ ‫يه ۚ َو ْاعلَ ُم وا‬ ُ ْ ْ َ ُ َ ِ‫َتيَ َّم ُم وا اخْلَب‬
‫مَحِ ي ٌد‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah)


sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu
memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya,
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha
Kaya lagi Maha Terpuji. (QS. Al-Baqarah 267).

3. Infak dan Sedekah

Infak dan sedekah merupakan suatu istilah yang sering


disamakan. Akan tetapi pada prakteknya terdapat perbedaan di antara
dua amalan tersebut. Infaq berarti mengeluarkan sebagian harta atau
pendapatan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan agama. Setiap
kali seorang muslim menerima rezeki dari Allah maka ia dapat
menginfaqkan sebagian hartanya. Infak dan sedekah berbeda dengan
zakat, infak tidak mengenal nisab dan jumlah harta yang ditentukan
secara hukum (Hafihuddin, 2002:14). Anjuran infak dan sedekah
terdapat pada al-Quran yang salah satunya adalah:

12
ِ ‫لساِئ ِل والْمحر‬
‫وم‬ ِ ِ‫هِل‬ ‫يِف‬
ُ ْ َ َ َّ ‫َو َْأم َوا ْم َح ٌّق ل‬
Artinya: Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin
yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (Az-
Zariyat 19)
Kaitannya dengan infak dan sedekah, Infak dan sedekah
memiliki hukum sunah berbeda dengan zakat yang wajib. Perbedaan
antara infak dan sedekah dijelaskan pada Undang-Undang Republik
Indonesia No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, infak
merupakan harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di
luar zakat untuk kemaslahatan umum, sedangkan sedekah ialah harta
atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar
zakat untuk kemaslahatan umum. Dapat disimpulkan bahwa infak
hanya terbatas pada menyisihkan harta sedangkan sedekah dapat berupa
non harta.

B. Sektor Distribusi Pendapatan dalam Islam

Sektor distribusi pendapatan dalam ekonomi Islam terbagi atas tiga


bentuk (Rozalinda, 2017:136). Hal tersebut didasarkan pada sektor rumah
tangga, negara dan industri. Secara lebih rinci yaitu:

1. Distribusi Pendapatan Sektor Rumah Tangga

Dalam rumah tangga, distribusi pendapatan tidak terlepas dari


shadaqah. Dalam terminology al-Quran dapat dipahami secara dua
aspek, yaitu shadaqah wajibah dan shadaqah nafilah (Rahman,
1995:94). Secara lebih rinci yaitu:
Pertama, shadaqah wajibah yaitu bentuk pengeluaran rumah
tanga yang berkaitan dengan instrument distribusi berbasis kewajiban.
Dalam hal ini berkaitan dengan kewajiban seorang muslim dengan
muslim lainnya, contohnya:

a. Nafkah: merupakan kewajiban untuk menyediakan kebutuhan untuk


anggota yang menjadi tanggungan.

13
b. Zakat: yaitu kewajiban seorang muslim untuk menyisihkan sebagian
dari hartanya untuk diberikan kepada pihak yang berhak.
c. Warisan: yaitu pembagian harta yang ditinggalkan oleh orang
meninggal kepada para ahli waris.

Kedua, shadaqah nafilah (sunnah) yang berarti bentuk


pengeluaran rumah tangga yang berkaitan dengan amalan instrument
sunnah seperti:

a. Infak: yaitu sedekah yang diberikan kepada orang lain jika kondisi
keuangan rumah tangga dalam keadaan lebih.
b. Aqidah: yaitu kegiatan pemotongan kambing untuk anak yang
dilahirkan, dua ekor untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak
perempuan.
c. Wakaf: yaitu menahan harta milik guna untuk diambil manfaatnya
untuk kepentingan umum.

Ketiga, hudud (hukuman) merupakan instrument yang sifatnya


aksidental atas tindakan yang dilakukan. contohnya:

a. Kafarat: yaitu tembusan terhadap dosa yang dilakukan oleh seorang


muslim. Misalnya berhubungan suami istri di siang hari pada bulan
Ramadhan yang salah satu pilihannya memberi makan fakir miskin
sebanyak 60 orang.
b. Dam/diyat: yaitu tembusan akibat tidak dilaksanakannya suatu syarat
dalam pelaksanaan ibadah seperti tidak melaksanakan puasa tiga hari
pada saat melakukan ibadah haji.
c. Nazar: yaitu perbuatan untuk menafkahkan atau mengorbankan
sebagian harta yang dimiliki untuk mendapatkan ridha Allah Swt
atas keberhasilan mencapai sesuatu.
2. Distribusi Pendapatan Sektor Negara
Dalam hal ini negara bertanggung jawab atas manajemen
kepemilikan publik dan pemanfaatannya bagi seluruh anggota

14
masyarakat. Negara harus mampu mendistribusikan sumber daya dengan
baik sesuai dengan ketentuan yaitu adil dan merata.
Islam memberikan otoritas kepada pemerintah sebagai umara
untuk mengatur pendapatan dan pengeluaran negara serta melakukan
kebijakan ekonomi seperti menarik pajak, pemberian subsidi, dan lain
sebagainya diarahkan untuk kepentingan bangsa dan negara.
3. Distribusi Pendapatan Sektor Negara

Distribusi pendapatan pada sektor industri terdiri dari


mudharabah, musyarakah, upah maupun sewa. Mudharabah merupakan
bentuk Kerjasama antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib
(pengusaha) dengan sistem bagi hasil. Musyarakah adalah kerja sama
beberapa pemodal untuk mengelola suatu usaha dengan sistem bagi hasil.
Dengan banyaknya pemodal yang mendirikan usaha pasti akan
membutuhkan tenaga kerja. Hal tersebut menjadi peluang untuk
masyarakat untuk mendapatkan pendapatan berupa upah/gaji hasil dari
bekerja. Selain itu, orang atau rumah tangga yang memiliki lahan
ataupun bangunan dapat digunakan oleh perusahaan dan akan
mendapatkan pendapatan dalam bentuk sewa.

C. Tujuan Distribusi Pendapatan

Tujuan distribusi ekonomi Islam dapat dikelompokkan pada


(Rozalinda, 2017:146):

1. Tujuan Dakwah
Tujuan dakwah dapat terlihat dari penyaluran zakat. Misalnya
penyaluran zakat kepada muallaf. Hal ini dilakukan agar meneguhkan
jiwa mereka kepada iman dan ibadah.
2. Tujuan Pendidikan
Yaitu sebagai pendidikan akhlak al karimah seperti suka
memberi, berderma, dan peduli akan sesame serta mensucikan diri dari
akhlaq al-mazmunah seperti pelit, dan egois
3. Tujuan Sosial

15
Tujuan terpenting distribusi pendapatan dalam ekonomi Islam
adalah:
a. Memenuhi kebutuhan kelompok yang membutuhkan
b. Mengutamakan ikatan cinta dan kasih sayang di antara individu dan
masyarakat
c. Mengikis sebab kebencian dalam masyarakat sehingga keamanan
dan ketentraman masyarakat dapat direalisasikan
d. Mewujudkan keadilan di tengah masyarakat
4. Tujuan Ekonomi
Distribusi dalam ekonomi Islam memiliki tujuan ekonomi yaitu:
a. Pengembangan dan pembersihan harta, baik dalam bentuk infak
sunnah maupun wajib.
b. Memberdayakan sumber daya manusia yang menganggur dengan
terpenuhi kebutuhan modal mereka.
c. Memberikan andil dalam merealisasikan kesejahteraan ekonomi
d. Penggunaan terbaik dari sumber-sumber ekonomi

16
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Distribusi dalam Islam mempunyai makna lebih luas dan mencakup
pengaturan kepemilikan, unsur-unsur produksi, dan sumber-sumber kekayaan.
Distribusi dalam ekonomi Islam memiliki pendekatan berbeda dengan ekonomi
konvensional. Ekonomi Islam mengandung nilai-nilai yaitu nilai-nilai religius dan
moral. Hasil kekayaan didistribusikan agar sirkulasi kekayaan dapat ditingkatkan,
sehingga kekayaan yang ada dapat melimpah dengan merata dan tidak hanya
beredar diantara golongan atau kelompok tertentu saja. distribusi memiliki peran
penting dalam menciptakan keadilan sosial dan mengurangi kesenjangan ekonomi
antara individu dan kelompok dalam masyarakat.

Distribusi dalam ekonomi Islam harus didasarkan pada kemanusiaan serta


memperhatikan kebebasan dan keadilan. Hal tersebut agar ekonomi Islam
terbebas dari praktik kedzaliman sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme yaitu
mengarah pada sistem ekonomi Islam yang berbasis akhlaq al-karimah. Distribusi
dalam ekonomi Islam dapat melalui perangkat dan instrument. Perangkat meliputi
kerja, kebutuhan, dan property sedangkan instrument meliputi zakat, wakaf, waris,
infak dan sedekah. Sektor distribusi pendapatan dalam ekonomi Islam terbagi atas
tiga bentuk yang didasarkan pada sektor rumah tangga, negara dan industri.
Distribusi ekonomi dalam Islam memiliki beberapa tujuan diantaranya untuk
tujuan dakwah, pendidikan, sosial, dan ekonomi.

Dalam rangka menciptakan distribusi yang adil dan merata dalam ekonomi
Islam, diperlukan peran aktif dari negara dan masyarakat dalam pelaksanaan
instrumen distribusi seperti zakat, infaq, sedekah, dan wakaf. Selain itu,
diperlukan juga pemahaman yang mendalam tentang konsep-konsep ekonomi
Islam agar dapat diterapkan secara tepat dalam kehidupan sosial dan ekonomi
masyarakat.

17
B. Saran
Ekonomi Islam memberikan solusi atas ketimpangan yang terjadi
pada masyarakat modern saat ini. Ekonomi konvensional seperti kapitalisme
dan sosialisme tidak mampu mengatasi hal tersebut dan sumber daya hanya
berkumpul pada satu pihak saja. Sudah seharusnya hal tersebut dapat diatasi,
walaupun mungkin sulit akan tetapi hal itu dapat diwujudkan secara perlahan
dengan melakukan integrasi konsep ekonomi Islam kepada ekonomi
konvensional sehingga setidaknya konsep tersebut dapat masuk terlebih
dahulu dan kemudian memperbaiki sistem yang sifatnya menguntungkan satu
pihak saja menjadi menguntungkan semua pihak.

Tentu jika bicara tentang hal tersebut seperti hanya sekedar konsep
teori tanpa praktek atau implementasi, maka dari itu diperlukan kesadaran
dan kemauan untuk berubah menjadi lebih baik. Setidaknya dimulai dengan
memperbanyak karya ilmiah baik itu berbentuk jurnal, makalah, skripsi,
thesis, disertasi, dan yang lainnya agar konsep ekonomi Islam setidaknya
dikenal di kalangan akademisi yang selanjutnya dapat menjadi bahan kajian
keilmuan sehingga terbiasa dan dengan sendirinya konsep tersebut terwujud
dalam masyarakat.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, A. b. (2006). Syarah Bulughul Marom, terj Thahirin Suparta dkk.


Jakarta: Pustaka Azzam.

Adriansyah, M. (2022). Pemikiran Ekonomi Islam Muhammad Baqir Ash-Sadr


dan Implementasinya di Zaman Sekarang. Al-Ibar: Artikel Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam Vol 1 No 1.

Dahlan, A. (2019). Pengantar Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana.

Hafihuddin, D. (2002). Panduan Praktis tentang Zakat Infaq dan Sedekah.


Jakarta: Gema.

Ihwanudin, N., & Rahayu, A. E. (2020). Instrument Distribusi dalam Ekonomi


Islam Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Umat. Misykat, 123-146.

Inayah, G. (2003 ). Teori Komprehensip Tentang Zakat dan Pajak. Yogyakarta:


Tiara Wacana, 2003 .

Karim, A. (2011). Ekonomi Makro Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kotler, P. (2002). Manajemen Pemasaran. Jakarta: Prenhallindo.

Madnasir. (2011). Distribusi dalam Sistem Ekonomi Islam. Jurnal Muqtasid.

Mallat, C. (2001). Menyegarkan Islam; kajian Komprehensif Pertama atas Hidup


Karya Muhammad Baqir Al-Shadr. Bandung: Mizan.

Nabani, T. (1999). Membangun Sistem Ekonimi Alternatif. Surabaya: Risalah


Gusti.

Noor, R. A. (2013). Konsep Distribusi Dalam Ekonomi Islam dan Format


Keadilan Ekonomi di Indonesia. Yogyayarta: Pustaka Pelajar.

Quraish Shihab. (2003). Tafsir al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.

Rahman, A. (1995). Economic Doctrines of Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti


Wakaf.

19
Rahmawaty, A. (Volume 1, No.1, Juni 2013). Distribusi dalam Ekonomi Islam.
Equibrilium.

Rozalinda. (2017). Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas


Ekonomi. Depok: Rajawali Press.

Sabiq, S. (1983). Fiqih Sunnah Jilid III. Beirut: Daar al-Fikr.

Sidiq, S. K. (2007). Distribusi dalam Ekonomi Islam (Sebuah Kritik Terhadap


Ekonomi Kapitalis). MSI-UII.Net.

Surayin. (2017). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Bandung: Yrama Widya.

Walian, A. (2013). Konsepsi Islam Tentang Kerja. AN NISA'A, VOL. 8, NO. 1,,
63-80.

Zarqa, M. A. (1988). Islamic distributive schemes. Distributive Justice and Need


Fulfillment in an Islamic Economy, The Islamic Foundation, Leicester,
163-216.

20

Anda mungkin juga menyukai