Anda di halaman 1dari 23

KARAKTERISTIK EKONOMI ISLAM

DISUSUN OLEH :

1. ADE SAHRRUL FAHMI HARAHAP 2240400040


2. MEDYTA ELMANDA SIMAMORA 2240400031
3. NURMALA NAULI 2240400032

DOSEN PENGAMPU :

RIZKI AMELIA ZAHRA, S.E.I., M.Si.

PRODI MANAJEMEN BISNIS SYARI’AH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS SYEKH ALI HASAN AHMAD ADDARY
PADANGSIDIMPUAN
T.A. 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji hanya layak kita panjatkan


kehadirat Allah Swt. Tuhan sekalian alam atas segala berkat,rahmat,dan karunianya yang
tiada terkira besarnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Analisis, Kritik, Terhadap Ekonomi Islam ” .

Pada kesempatan kali ini kami mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen
mata kuliah “Ekonomi Islam” yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami juga
mengucapkan banyak terimakasih kepada rekan rekan yang telah turut ikut membantu
dalam penyelesaian makalah ini.

Kami jauh dari kata sempurna.Dan ini merupakan langkah yang baik dalam
pembelajaran yang sesungguhnya.Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan
kami, kami mengharap kritik dan saran yang membangun, sehingga makalah kami ini
dapat berguna bagi kami sebagai penulis khususnya dan pihak lain.

Padangsidimpuan, Oktober 2023

Tertanda,

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................2

A. Pengertian Ekonomi Islam..............................................................................................2


B. Karakteristik Ekonomi Islam..........................................................................................2
C. Masalah Pokok Ekonimi Islam.......................................................................................3
D. Tujuan Ekonomi Islam....................................................................................................7
E. Nilai – Nilai Ekonomi Islam...........................................................................................8
F. Prinsip – Prinsip Ekonomi Islam....................................................................................9
G. Kebijakan Dasar............................................................................................................11
H. Konsep Kepemilihan.....................................................................................................16

BAB III PENUTUP..................................................................................................................19

A. Kesimpulan...................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ditengah pertarungan antara sistem ekonomi kapitalis dan sosialisme dalam mempertegas
eksistensinya sebagai system yang mampu memecahkan segenap permasalahan ekonomi, islam
hadir dengan system yang baru yang mencoba memberikan alternatif solusi atas kebutuhan yang
dihadapi oleh system sosialis dan kapitalis.
Dengan pola yang konperehensif yakni memadukan antara nilai nilai agama kedalam
interaksi sosial-ekonomi, ekonomi Islam nampak jauh lebih akomodatif dalam merespon
dinamika perkembangan masyarakat. Ketidakberdayaan kalangan mikro dalam mekanisme pasar
yang didaulat oleh sistem kapitalise melahirkan ketimpangan sosial. Minimnya peran serta
negara sebagi regulator, menambah kian jauh jarak antara apa yang seharusnya terjadi dan apa
yang terjadi, dalam hal ini adalah tema tentang kesejahteraan rakyat kecil.
Berbeda dengan ekonomi Islam yang senantiasa mendorong pemberdayaan ekonomi mikro.
Instrumen yang lazim digunakan oleh sistem ekonomi Islam adalah melalui distribusi harta yang
adil dan mekanisme pengelolaan dana ZIS yang terintegratif. Liberalisme yang diusung
konvensional pada ujungnya hanya berpihak pada kalangan pemodal. Fenomena liberalisme ini
ditandai oleh adanya interdependensi, integrasi dan interaksi dari berbagai negara di dunia,
melalau azas minimnya peran serta negara dalam interaksi ekonomi liberalisme ini menancapkan
akarnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana analisis terhadap ekonomi islam?
2. Apa karakteristik terhadap ekonomi islam?
3. Apa prinsip ekonomi islam?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ekonomi Islam

Ekonomi menurut etimologi berasal dari bahasa bahasa Yunani yaitu oikonomia.
Oikonomia berasal dari dua kata yaitu “oikos” yang berarti “rumah tangga”, dan “nomos”
yang berarti “peraturan”. Dapat disimpulkan, ekonomi adalah ilmu yang mempelajari
cara memenuhi kebutuhan hidup manusia dengan sumber daya yang tersedia.
Menurut epistimologi ekonomi islam, berarti akan berbicara tentang hakikat ekonomi islam
dan dasar-dasarnya. Ekonomi islam mengkaji proses kegiatan manusia yang berkaitan dengan
produksi, distribusi dan konsumsi Dalam masyarakat yang menerapkan akad dalam fiqih.1

B. Karakteristik Ekonomi Islam

Sementara mengenai karakteristiknya, system ini berlandaskan pada islam dan kebersamaan,
dan memiliki kebersamaan. Ekonomi islam menciptakan keseimbangan antara kepentingan
individu dan masyarakat. Dengan demikian, karakteristik tersendiri jika diandingkan dengan
ekonomi konvensional. Beberapa diantaranya yaitu ditegakkan prinsip ekonomi keutuhan yang
menekankan bahwa segala bentuk materi bersumber dari Allah Swt.2

Terdapat 4 (empat) karakteristik ekonomi Islam, yaitu adil, tumbuh sepadan,


bermoral, dan beradab.

1. Adil
Menurut Alquran dan hadis, adil bukan semata merupakan hasil kesepakatan sosial.
Secara ringkas, adil dimaknai sebagai suatu keadaan bahwa terdapat keseimbangan atau
proporsional di antara semua penyusun sistem perekonomian, perlakuan terhadap
individu secara setara (nondiskriminatif) baik dalam kompensasi, hak hidup layak dan
hak menikmati pembangunan, serta pengalokasian hak, penghargaan, dan keringanan
berdasarkan kontribusi yang diberikan.
2. Tumbuh Sepadan
Ekonomi tumbuh sepadan mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang setara dengan
fundamental ekonomi negara, yaitu pertumbuhan yang seimbang antara sektor keuangan
dan sektor riil, sesuai dengan kemampuan produksi dan daya beli masyarakat.

1
Muh. Yunus Shamad, Epistimologi Ekonomi Islam Dan Dikotonomi Ilmu Ekonomi Islam, 2017.
2
Mohammad Yan Yusuf, Karakteristik Ekonomi Islam, 2022..

2
Pertumbuhan ekonomi tidak harus tinggi atau cepat, namun stabil dan
berkesinambungan. Eksploitasi sumber daya secara berlebihan dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi tinggi dalam jangka pendek, namun tidak berkesinambungan.
Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi harus memperhatikan keseimbangan alam dan
lingkungan serta keberlanjutan pembangunan antargenerasi.
3. Bermoral
Bermoral atau berakhlak mulia ditunjukkan dengan adanya kesadaran dan pemahaman
setiap anggota masyarakat terhadap kepentingan bersama dan kepentingan jangka
panjang yang lebih penting daripada kepentingan individu. Moral Ekonomi Islam
didasarkan pada kesadaran yang bersumber dari ajaran agama Islam, bahwa kerelaan
untuk mengikuti petunjuk Allah SWT, kerelaan mengorbankan kepentingan diri,
mengedepankan kepentingan pihak lain pada hakikatnya justru akan membawa diri
sendiri kepada kesuksesan yang hakiki yaitu kesuksesan dunia dan akhirat.
4. Beradab
Perekonomian Islam merupakan perekonomian yang beradab, yaitu perekonomian yang
menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa seperti tradisi dan budaya yang diwariskan
oleh nenek moyang selama tidak bertentangan dengan moralitas Islam.

C. Masalah Pokok Ekonomi Islam

Ilmu ekonomi dalam pandangan konvensional merupakan kajian tentang pemanfaatan


sumber daya yang langka atau terbatas (scarcity) untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak
terbatas.3 Pengertian ini memberikan implikasi bahwa ada kesenjangan antara ketersediaan
jumlah sumber daya yang terbatas (limited resources) dengan kebutuhan manusia yang tidak
terbatas (unlimited needs). Dari konsep ini terlihat bahwa permasalahan pokok ekonomi dalam
pandangan ekonomi konvensional adalah kelangkaan (scarcity) dari sumber daya untuk
mencukupi kebutuhan manusia. Akibat kesenjangan ini memberikan implikasi pada kemiskinan
individu secara parsial dan kemiskinan negara secara komunal.4

Konsep ini kemudian berkembang sedemikian rupa sehingga persoalan keinginan


manusia yang tidak terbatas ini dianggap menjadi hal biasa, alami, wajar, dan diajarkan di
sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tinggi, sehingga seakan tidak perlu
dipermasalahkan. 5

Secara terperinci, masalah-masalah pokok dalam ekonomi disebabkan oleh tiga


faktor yang saling berkaitan, yaitu:

3
Sadono Sukirno, Mikro Ekonomi Teori Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008); N. Gregory Mankiw,
Principles of Economics, 8th ed. (Boston: Cengage Learning, 2017); Paul A. Samuelson and William D. Nordhaus,
Economics, 19th ed. (New York: McGraw-Hill/Irwin, 2009).
4
Taqyuddin An-Nabhani, Membangun Sitem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, trans. Maghfur Wachid
(Surabaya: Risalah Gusti, 2009).
5
Hendrie Anto, Pengantar Ekonomi Mikro Islam (Yogyakarta: EONISIA, 2001).

3
1. Kelangkaan sumber daya
Kelangkaan merupakan akibat dari ketidakseimbangan atau kesenjangan antara
ketersediaan faktor-faktor produksi yang terbatas dengan tingkat kebutuhan yang tidak
terbatas
2. Kebutuhan yang tidak terbatas
Kebutuhan merupakan cerminan dari keperluan manusia akan hal-hal mendasar yang
digunakan untuk melangsungkan kehidupan. Di dalam ekonomi konvensional, manusia
digambarkan sebagai makhluk yang mempunyai keinginan yang tidak terbatas sehingga
tidak sesuai jumlah sumber daya yang tersedia.
3. Terbatasnya faktor-faktor produksi
Faktor-faktor produksi merupakan sesuatu yang telah ada (disediakan oleh alam) atau
diciptakan oleh manusia yang dapat digunakan untuk memproduksi barang dan jasa,
seperti tanah dan sumber alam, tenaga kerja, modal, dan skill. Faktor-faktor produksi ini
tidak selalu tersedia dalam jumlah yang berlimpah sehingga manusia harus memikirkan
cara untuk melakukan produksi secara efisien.

Menurut Samuelson,6 ketiga faktor sebagaimana dijelaskan di atas dapat dijabarkan


dalam tiga persoalan pokok, yaitu:

1. What to produce? (Apa yang diproduksi?)


Masalah utama ekonomi yang pertama adalah memutuskan jenis barang dan jasa apa
yang perlu diproduksi yang diikuti dengan keputusan tentang berapa yang harus
diproduksi. Keputusan ini didasarkan pada preferensi dan prioritas masyarakat.
2. How to produce? (Bagaimana memproduksi?)
Masalah utama kedua dari ekonomi adalah memutuskan bagaimana memproduksi
barang-barang ini. Masyarakat harus memutuskan kombinasi faktor terbaik untuk
menciptakan output barang dan jasa yang diinginkan.
3. For whom to produce? (Untuk siapa diproduksi?)
Masalah utama ketiga dari ekonomi adalah memutuskan untuk siapa memproduksi
barang-barang ini. Dengan kata lain, dapat dikatakan itu adalah keputusan alokasi barang
di antara anggota masyarakat.

Pertanyaan-pertanyaan itu muncul karena adanya keyakinan bahwa keinginan


manusia itu tidak terbatas, sedangkan sumber daya yang tersedia itu terbatas. Namun
demikian teori-teori dalam ekonomi konvensional tidak mampu untuk memberi jawaban
yang tepat untuk pertanyaan di atas. Akibatnya, teori-teori tersebut tidak dapat secara
spesifik menjelaskan problem ekonomi manusia. Selama ini teori ekonomi konvensional
mendefinisikan bahwa problem ekonomi sebagai how to maximize the satisfaction of
wants from the available resources which are relatives to wants. Definisi ini mengandung
inkonsistensi, karena meskipun variabel kelangkaan sumber daya (scarcity of resources)

6
Samuelson, Paul A., and William D. Nordhaus. Economics. 19th ed. New York: McGraw-Hill/Irwin, 2009.

4
itu dihilangkan, apakah problem ekonomi yang dihadapi oleh manusia juga akan hilang
dengan sendirinya. Jawabannya tentu ‘tidak’, karena ketidakmampuan materi (sumber
daya) untuk memuaskan keinginan manusia.

Galbraith7 mempertanyakan: Bagaimana mungkin proses produksi dapat


memuaskan keinginan jika proses produksi itu sendiri justru menciptakan keinginan. Hal
ini berkaitan dengan hukum Say (Say’s law, or the law of markets) dalam magnum
opusnya “A Treatise on Political Economy” yang menyatakan bahwa “the supply creates
its own demand”.8 Tidak mengherankan jika kemudian Scitovsky9 menyatakan bahwa
negara-negara kapitalis yang kaya menjadi masyarakat konsumeris yang banyak
melakukan pemborosan.

Permasalahan pokok ekonomi konvensional sebagaimana dijelaskan di atas berbeda


dengan pandangan ekonomi Islam. Islam memandang bahwa persoalan kelangkaan
sumber daya dan tidak terbatasnya kebutuhan manusia tidak sepenuhnya bisa
dijustifikasi. Ajaran Islam menyebutkan bahwa Allah SWT menyediakan sumber daya
yang melimpah bagi manusia untuk diolah dan dimanfaatkan bagi kelangsungan hidup
manusia di muka bumi.10

Chapra11 berpendapat bahwa masalah ekonomi umat manusia yang diakui secara
umum adalah menemukan cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia di
seluruh dunia terlepas dari kelangkaan sumber daya yang ada. Ketika hal ini tidak terjadi,
Chapra kemudian beranggapan bahwa masalah utama terletak pada cara pandang sekuler
yang telah melemahkan fondasi sosial dan etika kehidupan manusia dan menempatkan
ketergantungan utama pada mekanisme pasar untuk memastikan efisiensi serta keadilan
dalam penggunaan sumber daya. Hal ini, dengan sendirinya mengarahkan dukungan pada
prinsip-prinsip sosial darwinis tentang ‘struggle for existence’ dan ‘survival of the fittest’.

Akan tetapi, jika dicermati berbagai fenomena yang ada di sekeliling kita,
kekurangan sumber daya (resource) yang tersedia dibandingkan dengan kebutuhan dan
keinginan manusia dalam rangka mencapai falah. Kenyataan inilah yang digunakan
sebagai dasar oleh mazhab mainstream untuk menyebutkan bahwa ‘kelangkaan’ itu
nyata. Jika dicermati lebih saksama, kelangkaan yang dimaksudkan di sini bukanlah
persoalan yang terjadi secara terus menerus, tetapi hanya bersifat temporer sampai
ditemukannya barang pengganti. Kelangkaan relatif disebabkan oleh tiga faktor:

7
John Kenneth Galbraith et al., “Economics and the Public Purpose,” Journal of Economic Issues 9, No. 1 (1975)
8
Jean Baptiste Say, A Treatise on Political Economy (Lippincott, Grambo & Company, 1851).
9
Tibor Scitovsky, “The Joyless Economy: An Inquiry into Human Satisfaction and Consumer Dissatisfaction,” (1976).
10
Lihat Q.S. al-Baqarah 2: 22, 29; Q.S. ali Imran: 27; Q.S. Yunus: 31; Q.S. Hud: 6; Q.S. Ibrahim14: 32-34; al-Hijr:
20; An-Naml: 64; dan masih banyak lagi
11
Muhammed Umer Chapra, “The Economic Problem: Can Islam Play an Effective Role in Solving It Efficiently
as Well as Equitably?” in Working Papers 2011-1, The Islamic Research and Teaching Institute (IRTI) (Jeddah,
2015).

5
1. Ketidakmerataan distribusi sumber daya
Secara sunatullah, Allah SWT menjamin ketersediaan rezeki bagi setiap makhluk
ciptaannya, tetapi Allah SWT juga menciptakan dunia dan segala isinya dengan berbagai
keragaman. Masing-masing daerah dan wilayah memiliki kelebihan dan kekurangannya
tersendiri. Ada daerah yang kaya dengan sumber daya alam, tetapi miskin sumber daya
manusia. Ada daerah yang kaya akan minyak, tetapi miskin akan air, dan lain sebagainya.
Ketidakmerataan seperti sifatnya relatif dan bersifat jangka pendek. Seiring dengan
perubahan manusia kemudian akan belajar untuk menutupi kekurangannya dengan
berbagai cara. Misalnya, kelangkaan bahan bakar minyak telah melahirkan berbagai
inovasi energi dengan memanfaatkan panas bumi dan energi listrik.
2. Keterbatasan manusia
Di dalam Alquran, Allah SWT menyebutkan bahwa manusia merupakan makhluk yang
diciptakan paling baik, baik dari sisi bentuk maupun sifatnya yang kompleks. Akan
tetapi, dengan penggabungan nafsu, naluri, akal, dan hati, manusia seringkali tidak bisa
memanfaatkan kemampuan yang dimiliki untuk mengolah sumber daya yang ada secara
optimal. Hal ini
menyebabkan terjadinya kelangkaan relatif. Selain itu, perilaku buruk manusia seperti
keserakahan juga mengakibatkan terjadinya kelangkaan tersebut. Naluri manusia yang
tidak pernah menyebabkan ia menggunakan segala cara untuk menguasai sumber daya
yang ada sehingga orang lain terhalangi dalam menggunakannya.
3. Konflik antara berbagai tujuan hidup
Tujuan hidup di antara manusia sangat memungkinkan terjadinya perbedaan. Hal ini bisa
disebabkan oleh adanya perbedaan prioritas dan pemahaman terhadap makna hidup yang
terlalu sempit. Misalnya, seseorang yang memprioritaskan tujuan jangka pendek
(kebahagiaan duniawi) cenderung tidak menyeimbangkan dengan tujuan jangka panjang
(kebahagiaan akhirat). Dalam konteks seperti ini, agar tujuan jangka pendeknya tercapai,
pengambilan harta orang lain secara tidak sah dianggap menjadi hal biasa. Akibatnya,
akan terjadinya kelangkaan sumber daya bagi kelompok masyarakat tertentu.

Di sinilah ilmu ekonomi berperan dalam mengatasi kelangkaan relatif ini sehingga
tujuan utamanya untuk mencapai falah dapat tercapai. Peran ekonomi dalam pencapaian
tujuan tersebut dapat dilakukan dengan mengatur tiga aspek dasar ekonomi, yaitu
konsumsi, produksi, dan distribusi. Aspek konsumsi mengatur tentang jenis-jenis
komoditas yang dibutuhkan manusia dalam mencapai falah. Aspek produksi mengatur
tentang tata cara komoditas tersebut dihasilkan agar maslahat dapat terwujud. Sementara
itu, aspek distribusi memastikan sumber daya dankomoditas terdistribusi dengan merata.

Dari paparan di atas terlihat bahwa terdapat perbedaan mendasar dalam cara
pandang terhadap masalah pokok ekonomi antara pandangan ekonomi konvensional
dengan ekonomi Islam. Ekonomi konvensional lebih menitikberatkan pada objek produk
sehingga fokus permasalahannya terpusat pada keterbatasan dan kelangkaan produk

6
dalam rangka memenuhi kebutuhan fisik manusia saja. Cara pandang ini berbeda dengan
ekonomi Islam yang lebih menekankan pada objek manusianya sehingga fokus
permasalahannya tidak hanya terpusat pada produk semata, tetapi juga
pemberdayaanmanusia untuk dapat menyejahterakan diri, keluarga, masyarakat, dan
negara. Hal ini merupakan salah satu upaya manusia dalam realisasi/penjagaan maqashid
dan pencapaian falah. Islam memandang bahwa martabat kemanusiaan adalah suatu hal
yang esensial, sehingga setiap manusia berperan untuk mendapatkan kebahagiaan
hidupnya. 12

D. Tujuan Ekonomi Islam

Tujuan ekonomi Islam adalah sama dengan tujuan dari syariat Islam (maqashid alsyari’ah),
yaitu mencapai kebahagian di dunia dan akhirat melalui suatu tata kehidupan yang baik dan
terhormat (hayyatan toyyibah). Maqashid al-syari’ah adalah mewujudkan kesejahteraan manusia
yang terletak pada terpeliharanya 5 (lima) kemaslahatan dasar yaitu agama (al-dien), jiwa (al-
nafs), intelektualitas (al-’aql), keturunan (al-nasl) dan harta kekayaan (al-maal). Kelima maslahat
tersebut pada dasarnya merupakan sarana yang sangat dibutuhkan bagi keberlangsungan
kehidupan yang baik dan terhormat, dan jika kelima kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka
manusia tidak akan mencapai kesejahteraan yang sesungguhnya.13

1. Ekonomi Islam merupakan suatu cabang ilmu sosial yang bertujuan membantu manusia
dalam mengelola sumber daya dalam rangka menggapai tujuan syariat (maqasid syariah),
yaitu terwujudnya kesejahteraan umat manusia secara material dan immaterial dunia dan
akhirat (al falah).
2. Islam memiliki pandangan bahwa harta atau kekayaan bukanlah indikator kesuksesan
seseorang. Kepemilikan harta bahkan merupakan bentuk ujian dari Tuhan untuk
membuktikan apakah manusia mampu menjaga amanah atau tidak. Namun demikian,
dengan harta manusia bisa meningkatkan kesuksesan dan kemuliaannya di hadapan Allah
SWT, yaitu ketika menggunakan atau membelanjakan harta yang dimilikinya sesuai
ketentuan Allah SWT.
3. Untuk mencapai falah, maka kehidupan manusia di dunia ini harus dilindungi. Syariah
Islam diturunkan bertujuan untuk menjaga lima kemaslahatan pokok dan inilah yang
menjadi tujuan syariah (maqasid syariah). Tujuan syariah yang masyhur ada 5 (lima) ,
yaitu perlindungan terhadap (1) agama (Al-dien), (2) jiwa (Al-nafs), (3) intelektualitas
(Al-’aql), (4) keturunan (Al-nasl) dan (5) harta kekayaan (Almaal).
4. Wujud konkrit yang diharapkan dari ekonomi Islam adalah lahirnya sistem perekonomian
yang adil tumbuh sepadan, bermoral dan berperadaban Islam. Perekonomian Islam bukan
mengejar pertumbuhan semata atau pemerataan semata, namun mengutamakan adanya

12
Nik Mohamed Affandi bin Nik Yusoff, Islam and Business (Selangor, Malaysia: Pelanduk Publications,
2002).
13
Dadang Muljawan, Dkk, Pengayaan Pembelajaran Ekonomi Sariah, Jakarta, 2020.

7
proporsionalitas sehingga tercapai kesinambungan pertumbuhan ekonomi yang dibangun
atas kegiatan ekonomi yang bermoral dan berperadaban Islami.
E. Nilai - Nilai Ekonomi Islam

Nilai - nilai dasar ekonomi islam terdiri dari:14


a. Nilai Dasar Kepemilikan
Konsep kepemilikan dalam Islam tidak sama konsep kepemilikan dalam faham
liberalisme-kapitalisme maupun sosialisme. Dalam faham liberalismekapitalisme,
seperti yang dikemukakan John Lock “setiap manusia adalah tuan serta penguasa
penuh atas kepribadiannya, atas tubuhnya dan atas tenaga keja yang berasal dari
tubuhnya”. Jadi dengan demikian konsep kepemilikan dalam faham
liberalismekapitalisme adalah konsep bersifat absolut. Di dalam faham sosialisme
adalah sebaliknya, seseorang tidak di perkenankan untuk memiliki kapital atau
modal, sebab yang memiliki kapital dengan sendirinya memiliki juga sarana-sarana
produksi.
b. Nilai Dasar Keadilan
Plato mendefinisikan keadilan sebagai sebuah keutamaan yang paling tinggi di
lihat dari kondisi yang wajar yang meniscayakan terhimpunnya makna-makna
kebijaksanaan ( al-hikmah) , keberanian (alsiyasiyah) , dan keterpeliharaan (aliffah).
Bagi plato menyamakan semua orang itu tidak adil. Karna menurutnya setiap orang
itu tidak memiliki bakat dan kemamam puan serta bawaan yang sama. Aristoteles
mendefinisikan keadilan adalah nilai keutamaan, bukan keutamaan yang mandul dan
bukan pula semata mata bersifat individual keadilan harus mempunyai efek dan
implikasi kepada yang lain . Oleh karna itu keadilan menurutnya adalah berisi suatu
unsur kesamaan dan menuntut bahwa benda - benda yang ada di dunia ini di bagi
secara rata yang pelaksanaannya di kontrol oleh hukum.
c. Nilai Dasar Keseimbangan
Keseimbangan merupakan nilai dasar yang mempengaruhi berbagai aspek tingkah
laku ekonomi seorang Muslim. Keseimbangan adalah tidak berat sebelah, baik itu
usaha-usaha kita sebagai individu yang terkait dengan keduniaan dan keakhiratan,
maupun yang terkait dengan kepentingan diri dan orang lain, tentang hak dan
kewajiban. Sebagaimana Allah menyebutnya dalam QS. Al-Baqarah, ayat 201:
‫ٰا‬
‫َو ِم ْنُهْم َّم ْن َّيُقْو ُل َر َّبَنٓا ِتَنا ِفى الُّد ْنَيا َحَس َنًة َّو ِفى اٰاْل ِخ َر ِة َح َس َنًة َّو ِقَنا َع َذ اَب الَّناِر‬
Terjemahnya: “Dan di antara mereka ada orang yang berdo’a:”Ya Rabb kami,
berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari
siksa neraka”. Dan bila Allah memang berkehendak pada makhluk ciptaannya
berbeda satu sama lainnya, disanalah letak keseimbangannya. Bahwa perbedaan ada
bukan untuk dijadikan kesenjangan (gap), tapi justru untuk mencapai keseimbangan
atau keselarasan.

14
Abdul Latif, Nilai-Nilai Dasar dalam Membangun Ekonomi Islam, Gorontalo, 2007.

8
d. Nilai Dasar Kebebasan
Dalam sistem ekonomi sosial tidak mengenal kebebasan individual, karena segala
sesuatunya di atur dan di tentukan oleh negara secara sentralistis. Sedangkan dalam
sistem ekonomi liberialisme, kapitalisme masalah kebebasan orang per orang sangat
mendapatkan tempat yang terhormat, bahkan negara tidak boleh ikut campur dalam
urusan mereka termasuk dalam bidang ekonominya.
Di dalam sistem ekonomi Islam. Dalam Islam masalah kebebasan ekonomi adalah
tiang pertama dalam dalam strruktur pasar Islam.Kebebasan di dasarkan atas ajaran-
ajaran fundamental Islam atau dengan kata lain nilai dasar kebebasan ini merupakan
konsekuensi logis, dari ajaran tauhid dimana dengan pernyataan tidak ada tuhan
selain Allah, artinya manusia terlepas dari ikatan perbudakan baik oleh alam
maupun oleh manusia sendiri.
e. Nilai Dasar Kebersamaan
Dalam sistem ekonomi liberalismekapitalisme lebih menekankan penghormatan
terhadap individu secara berlebihlebihan.dalam asumsi mereka bila setiap individu
sudah sejahtera maka masyarakatnya otomatis akan sejahtera. Pendapat itu
berdasarkan dari pemikiran “Adam Smith” yang menyatakan :“terdapat hubungan
yang simetris antara kepentingan pribadi dan public.” Dalam sistem ekonomi
sosialisme. Sistem ini lebih mementingkan nilai kebersamaan dan persaudaraan
antara sesama manusia dari nilai–nilai individualisme. Di dalam sistem ini terletak
pada penghormatannya terhadap nilai–nilai kebersamaan ini terlalu berlebih-lebihan
sehingga mengorbankan sisi–sisi individualisme atau pribadi. Dan akibatnya orang
perorang tidak mendapatkan tempat dalam sistem ini. Dalam sistem ekonomi
Islam adalah perinsip tauhid yang di bawa Islam yang mengajarkan tiada tuhan
selain Allah. Memiliki persamaan antara manusia bahwa setiap manusia adalah
bersumber dari satu yaitu : Allah Swt. Dengan kata lain di dalam Islam tidak ada
perbedaan sosial atas warna kulit, dan keadaan fisik, mereka adalah sama semua
milik Allah Swt. Jadi dengan konsep kebersamaan yang di bawa islam telah
menciptakan konsep baru dalam sistem demokrasi, yang tidak sama dengan
demokrasi barat. Bila demokrasi barat hanya mengaitkan konsep persamaan tersebut
hanya di depan hukum. Tetapi di dalam islam manusia sama di depan tuhan. Jadi,
arti demokrasi di dalam islam tidaklah hanya bernuansa insaninyah (kemanusiaan)
tetapi juga bernuansa ilahiyyah (ketuhanan).

F. Prinsip – Prinsip Ekonomi Islam

Prinsip-prinsip ekonomi Islam yang merupakan bangunan ekonomi Islam didasarkan atas
lima nilai universal yakni : tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah
(pemerintah) dan ma’ad (hasil). Kelima nilai ini menjadi dasar inspirasi untuk menyusun teori-

9
teori ekonomi Islam.15Namun teori yang kuat dan baik tanpa diterapkan menjadi sistem, akan
menjadikan ekonomi Islam hanya sebagai kajian ilmu saja tanpa member dampak pada
kehidupan ekonomi. Karena itu, dari kelima nilai-nilai universal tersebut, dibangunlah tiga
prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri dan cikal bakal sistem ekonomi Islami. Ketiga prinsip
derivatif itu adalah multitype ownership, freedom to act, dan social justice.
Di atas semua nilai dan prinsip yang telah diuraikan di atas, dibangunlah konsep yang
memayungi kesemuanya, yakni konsep Akhlak. Akhlak menempati posisi puncak, karena inilah
yang menjadi tujuan Islam dan dakwah para Nabi, yakni untuk menyempurnakan akhlak
manusia. Akhlak inilah yang menjadi panduan para pelaku ekonomi dan bisnis dalam melakukan
aktivitasnya. Nilai- nilai Tauhid (keEsaan Tuhan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian),
khilafah(pemerintah, dan ma’ad (hasil) menjadi inspirasi untuk membangun teori-teori ekonomi
Islam :
1. Prinsip Tauhid
Tauhid merupakan pondasi ajaran Islam. Dengan tauhid, manusia menyaksikan bahwa
“Tiada sesuatupun yang layak disembah selain Allah dan “tidak ada pemilik langit,
bumi dan isinya, selain daripada Allah” karena Allah adalah pencipta alam semesta dan
isinya dan sekaligus pemiliknya, termasuk pemilik manusia dan seluruh sumber daya
yang ada.
2. ‘Adl
Allah adalah pencipta segala sesuatu, dan salah satu sifat-Nya adalah adil. Dia tidak
membeda-bedakan perlakuan terhadap makhluk-Nya secara dzalim. Manusia sebagai
khalifah di muka bumi harus memelihara hukum Allah di bumi dan menjamin bahwa
pemakaian segala sumber daya diarahkan untuk kesejahteraan manusia, supaya semua
mendapat manfaat daripadanya secara adail dan baik. Dalam banyak ayat, Allah
memerintahkan manusia untuk berbuat adil. Islam mendefinisikan adil sebagai tidak
menzalimi dan tidak dizalimi. Implikasi ekonomi dari nilai ini adalah bahwa pelaku
ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal itu merugikan
orang lain atau merusak alam. Tanpa keadilan, manusia akan terkotak-kotak dalam
berbagai golongan. Golongan yang satu akan menzalimi golongan yang lain, sehingga
terjadi eksploitasi manusia atas manusia. Masing-masing beruasaha mendapatkan hasil
yang lebih besar daripada usaha yang dikeluarkannya karena kerakusannya.
3. Nubuwwah
Karena sifat rahim dan kebijaksanaan Allah, manusia tidak dibiarkan begitu saja di
dunia tanpa mendapat bimbingan. Karena itu diutuslah para Nabi dan Rasul untuk
menyampaikan petunjuk dari Allah kepada manusiatentang bagaimana hidup yang baik
dan benar di dunia, dan mengajarkan jalan untuk kembali (taubat) keasal-muasal segala
sesuatu yaitu Allah. Fungsi Rasul adalah untuk menjadi model terbaik yang harus
diteladani manusia agar mendapat keselamatan di dunia dan akhirat. Untuk umat
Muslim,Allah telah mengirimkan manusia model yang terakhir dan sempurna untuk

15
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami (Jakarta: III T, 2002)

10
diteladani sampai akhir zaman, Nabi Muhammad Saw. Sifat-sifat utama sang model
yang harus diteladani oleh manusia pada umumnya dan pelaku ekonomi serta bisnis
pada khususnya adalah Sidiq (benar, jujur), amanah ( tanggung jawab, dapat dipercaya,
kredibilitas), fathonah (kecerdikan, kebijaksanaan, intelektualitas) dan tabligh
(komunikasi keterbukaan dan pemasaran).
4. Khilafah
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah
dibumi artinya untuk menjadi pemimpin dan pemakmur bumi. Karena itu pada dasarnya
setiap manusia adalah pemimpin. Nabi bersabda: “setiap dari kalian adalah pemimpin,
dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya”. Ini berlaku bagi
semua manusia, baik dia sebagai individu, kepala keluarga, pemimpin masyarakat atau
kepala Negara. Nilai ini mendasari prinsip kehidupan kolektif manusia dalam Islam
(siapa memimpin siapa). Fungsi utamanya adalah untuk menjaga keteraturan interaksi
antar kelompok termasuk dalam bidang ekonomi agar kekacauan dan keributan dapat
dihilangkan, atau dikurangi. 4 Dalam Islam pemerintah memainkan peranan yang kecil
tetapi sangat penting dalam perekonomian. Peran utamanya adalah untuk menjamin
perekonomian agar berjalan sesuai dengan syari’ah, dan untuk memastikan tidak terjadi
pelanggaran terhadap hak-hak manusia. Semua ini dalam kerangka mencapai tujuan-
tujuan syari’ah untuk memajukan kesejahteraan manusia. Hal ini dicapai dengan
melindungi keimanan, jiwa, akal, kehormatan, dan kekayaan manusia.

Selain pemaparan di atas, prinsip-prinsip mendasar dalam ekonomi Islam mencakup


antara lain yaitu :

1. Landasan utama yang harus dijadikan pegangan bagi seseorang khusunya dalam dunia
perekonomian adalah Iman, menegakkan akal pada landasan Iman, bukan iman yang
harus didasarkan pada akal/pikiran. Jangan biarkan akal/pikiran terlepas dari landasan
Iman. Dengan demikian prinsip utama ekonomi Islam itu bertolak kepada
kepercayaan/keyakinan bahwa aktifitas ekonomi yang kita lakukan itu bersumber dari
syari’ah Allah dan bertujuan akhir untuk Allah.
2. Prinsip persaudaraan atau kekeluargaan juga menjadi tolak ukur. Tujuan ekonomi Islam
menciptakan manusia yang aman dan sejahtera. Ekonomi Islam mengajarkan manusia
untuk bekerjasama dan saling tolong menolong. Islam menganjurkan kasih saying antar
sesame manusia terutama pada anak yatim, fakir miskin, dan kaum lemah.
3. Ekonomi Islam memerintahkan kita untuk bekerja keras, karena bekerja adalah sebagai
ibadah. Bekerja dan berusaha merupakan fitrah dan watak manusia untuk mewujudkan
kehidupan yang baik, sejahtera dan makmur di bumi ini.
4. Prinsip keadilan sosial dalam distribusi hak milik seseorang, juga merupakan asas tatanan
ekonomi Islam. Penghasilan dan kekayaan yang dimiliki seseorang dalam ekonomi Islam
bukanlah hak milik nutlak, tetapi sebagian hak masyarakat, yaitu antara lain dalam bentuk
zakat, shadaqah, infaq dan sebagainya.

11
G. Kebijakan Dasar
1. Kebijakan Moneter
a. Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan
perekonomian melalui pengaturan jumlah uang yang beredar.16
Kontribusi kebijakan moneter terhadap stabilitas harga sangat penting artinya untuk
menekan tingkat inflasi. Pertumbuhan jumlah uang yang beredar sebaiknya mengikuti
pertumbuhan ekonomi, sehingga secara tidak langsung dapat menekan tingkat
pengangguran. Bank sentral selaku pelaksana kebijakan moneter dapat menjalankan
kebijakan baik yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. 17

b. Tujuan Kebijakan Moneter


Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang
Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan
terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai
tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan
moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting
Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating).
Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem
keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar
untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai
tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan
kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar
atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan
16
Nur Aini Latifah, Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Ekonomi Syariah, Diambil kembali
dari
https://www.researchgate.net/publication/307640642_KEBIJAKAN_MONETER_DALAM_PERS
PEKTIF_EKONOMI_SYARIAH /link/57dbe2a408ae72d72ea6665c/download, (2015), hal. 125,
diakses pada 29 Mei 2020/ 02:10 pm
17
M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam, Bandung: Penerbit Alfabeta, (2010), hal. 130

12
oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaransasaran moneter tersebut
menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang
baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan
wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat
melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah. 18 Instrumen-
instrumen Kebijakan Moneter dalam Konvensional dan Syari’ah.
Ada empat instrument utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang yang
beredar:
a) Operasi pasar terbuka (Open Market Operation)
Adalah pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar dengan
cara menjual atau membeli surat-surat berharga milik pemerintah
(government security). Bank sentral dapat membuat perubahan-
perubahan ke atas jumlah penawaran uang dengan melakukan jual
beli surat-surat berharga. Bentuk tindakan yang akan diambil
tergantung kepada masalah ekonomi yang dihadapi. Pada waktu
perekonomian mengalami masalah resesi, penawaran uang perlu
ditambah. Bank sentral menambah penawaran uang dengan
melakukan pembelian surat-surat berharga. Penawaran uang akan
bertambah karena apabila bank-bank sentral melakukan
pembayaran ke atas pembeliannya itu, maka cadangan yang ada
pada bank perdagangan menjadi lebih besar.
b) Fasilitas Diskonto (Discounto Rate)
Tingkat bunga diskonto adalah tingkat bunga yang ditetapkan
pemerintah atas bank-bak umum yang menjamin ke bank sentral.
Dalam menjalankan tugasnya untuk mengawasi kegiatan bank-
bank perdagangan, bank sentral harus memastikan agar
masyarakat tidak kehilangan kepercayaan kepada sistem bank.
Salah satu cara untuk mewujudkan hal ini adalah dengan berusaha
agar bank-bank perdagangan selalu sanggup membayar semua
cek yang dikeluarkan nasabahnasabahnya. Yang pertama adalah

18
http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan _moneter, diakses pada 29 Mei 2020/02:43 pm.

13
dengan membuat pengarahan-pengarahan atau peraturan-
peraturan tentang corak dan jenis investasi yang dapat dilakukan
oleh bank-bank perdangan. Dan yang kedua adalah dengan
member pinjaman kepada bank-bank yang menghadapi masalah
dalam cadangannya, yaitu cadangannya adalah kurang dari
cadangan minimum yang ditetapkan oleh peraturan.19
c) Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Penetapan rasio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah
uang yang beredar. Jika rasio cadangan wajib diperbesar, maka
kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil dibanding
sebelumnya.Kesuksesan kedua jenis kebijakan moneter yang baru
dibicarakan di atas sangat tergantung kepada apakah kebanyakan
bank perdangan mempunyai kelebihan cadangan atau
tidak.Apabila kelebihan cadangan terdapat dalam kebanyakan
bank perdagangan, kedua-dua tindakan di atas tidak dapat
digunakan untuk membuat perubahan-perubahan dalam
penawaran uang.20

2. Kebijakan Fiskal
a. Pengertian Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk
mengelola perekonomian ke kondisi yang lebih baik dengan cara mengubah
penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Menurut Islam, sistem ekonomi Islam pada
dasarnya dibagi ke dalam tiga sector yang utama, yaitu sector public, sector swasta,
dan juga sector keadilan social. Fungsi daripada sector kebijakan fiscal menurut Islam
adalah pemeliharaan terhadap hukum, keadilan, dan juga pertahanan; perumusan dan
pelaksanaan terhadap kebijakan ekonomi; manajemen kekayaan pemerintah yang ada
di dalam BUMN; intervensi ekonomi oleh pemerintah jika diperlukan.21

19
Ibid. hal. 128
20
Ibid. hal. 129
21
M. Nur Rianto Al Arif. op.cit. hal. 149

14
b. Bentuk Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiscal dapat dibedakan kepada dua golongan, yaitu:
a) Penstabil Otomatik
Penstabil Otomatik adalah bentuk-bentuk sistem fiscal yang
sedang berlaku yang secara otomatik cenderung untuk
menimbulkan kestabilan dalam kegiatan ekonomi. Dalam suatu
perekonomian modern, penstabil otomatik terutama adalah
sistem perpajakan yang progresif dan proporsional, kebijakan
harga minimum, serta sistem asuransi pengangguran.
b) Kebijakan Fiskal Diskresioner
Kebijakan fiscal diskresioner adalah langkah-langkah dalam
bidang pengeluaran pemerintah dan perpajakan yang secara
khusus membuat perubahan ke atas sistem yang ada, yang
bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang
dihadapi.

Secara umum, kebijakan fiscal diskresioner dapat digolongkan dalam dua


bentuk, yaitu kebijakan fiscal ekspansi (expansionary fiscal policy) dan kebijakan
fiscal kontraksi (contractionary fiscal policy).

c. Kebijakan Fiskal Masa Rasulallah

Pada masa-masa awal pemerintahan kota Madinah, pendapatan dan


pengeluaran hampir tidak. Pada masa Rasulullah, hampir seluruh pekerjaan
yang dikerjakan tidak mendapatkan upah, tidak ada tentara formal. Mereka tidak
mendapatkan gaji tetap, tetapi mereka diperbolehkan mendapatkan bagian dari
rampasan perang, seperti senjata, kuda, unta, dan barang-barang bergerak
lainnya.

15
Pada tahun kedua setelah hijriah, sedekah dan fitrah diwajibkan , dimana
dibayarkan setiap bulan Ramadhan. Zakat mulai diwajibkan pembayarannya
pada tahun kesembilan hijriah.

Sumber penerimaan pada masa Rasulullah SAW dapat digolongkan menjadi


tiga golongan besar, yaitu dari kaum muslimin, kaum non-muslim, dan sumber-
sumber lain.

Dari kaum muslim, sumber penerimaan Negara terdiri atas kharaz, zakat,
ushr, zakat fitrah, wakat, infak dan shadaqah, amwal fadhla, nawaib, dan
khumus atas harta karun temuan pada periode sebelum Islam.

Sementara pendapatan kaum non-muslim yakni jizyah, kharaj, dan ushr.


Sedangkan dari sumber penerimaan yang lain yakni ghanimah, fai, kaffarah,
hadiah, dan pinjam .

H. Konsep Kepemilikan

“Kepunyaan Allah lah kerajaan di langit dan di bumi dan apa yang ada di dalamnya,
dan Dia maha kuasa atas segala sesuatu” (Qs. al-Ma’idah: 120).Ayat di atas merupakan
landasan dasar

tentang kepemilikan dalam Islam. Ayat diatas menunjukkan bahwa Allah adalah
pemilik tunggal apa-apa yang ada di langit dan di bumi dan tidak ada sekutu bagi Nya.
Lantas Allah memberikan atau menitipkan kekuasaan bumi pada manusia, agar manusia
mengelola dan memakmurkannya.

Di dalam ayat al-Qur'an banyak kita temukan bahwa harta disandarkan kepemi-likan
hakikinya kepada Allah swt. Kemudian Allah swt telah memberikan wewenang-Nya
kepada manusia untuk menguasai harta tersebut dengan cara yang telah ditetapkan. Jika
manusia mendapatkan maupun mengu-asai hartanya dengan mengabaikan keten-tuan dari
Allah swt maka la tidak berhak memilikinya. Bisa jadi harta tersebut merupakan
rezekinya tetapi bukan miliknya karena didapatkan dengan cara yang tidak sah secara
agama.

Hal inilah yang membedakan konsep kepemilikan dalam Islam dengan konsep
kepemilikan aturan lain. Islam menyalakan bahwa substansi dan cara mendapatkan harta
harus sesuai yang ditentukan oleh Sang Pemilik Hakiki harta. Misalnya dalam Islam

16
seseorang dilarang untuk memiliki minuman keras meskipun dibelinya dengan uang
sendiri. Islam juga tidak mengakui harta yang didapat dengan korupsi.22

1. Sebab – Sebab Kepemilikan


a. Memperoleh dan Menguasai Yang Mubah.
Sesuatu yang mubah adalah harta yang tidak masuk pada kepemilikan yang
dihormati dan tidak ada halangan syariat untuk memilikinya, seperti air pada sumber
mata air, rumput pada tempat tumbuhnya, pohon di padang pasir yang tidak dimiliki,
hewan buruan baik laut maupun darat dan lain sebagainya. Setiap orang berhak
menguasai dari yang mubah ini sesuai dengan kemampuannya dan apa yang telah
dikuasainya dengan niat memiliki maka ia telah memilikinya.
b. Bekerja
Bekerja merupakan salah satu jalan untuk mendapatkan/memiliki harta. Banyak
macam pekerjaan, sebagai seorang guru, dokter, pegawai, buruh, arsitek, dan lainnya,
apapun peker-jaannya selama diatas jalan yang disyariatkan maka hasil dari peker-
jaannya menjadi miliknya.

c. Waris
Ketika seseorang meninggal tidak akan membawa harta benda yang dimiliki selama
hidupnya, harta tersebut akan diwariskan kepada ahli warisnya. Hal itu merupakan salah
satu jalan adanya kepemilikan.

Hal ini juga menegaskan bahwa kepemilikan harta yang di miliki oleh manusia ada
terbatas, kepemilikan tersebut hanya ketika dia masih hidup di dunia.

d. Berkembang Biak
Dalam kaidah:

‫إن ما يتولد أو ما ينشأ من المملوك مملوك‬

“Apa yang dilahirkan dari sesuatu atau yang berkembang dari sesuatu dari yang dimiliki maka
itu juga adalah yang dimiliki”Pemilik asal lebih utama dengan cabang-cabangnya dari pada yang
lainnya, baik itu yang dihasilkan dengan sebab kepemilikan maupun kerjanya atau dihasilkan
secara alami tanpa bekerja.

Buah dari pohon, anak binatang, bulu domba dan susunya dan lain sebagainya
semuanya dimiliki oleh pemilik asal. Apabila sesuatu itu dilahirkan dari sesuatu yang
berserikat maka yang dilahirkan itu menjadi berserikat antara dua pemilik dengan nisbah
bagian mereka pada asalnya. Demikian pula ternak yang dihasilkan dari yang dighasab

22
Didin Hafidhuddin, Agar Harta Berkah dan Bertambah, (Jakarta: Gema Insani, 2008) Cet. 1, hal. 20

17
menempati asas ini, anak binatang yang dighasab dan buah kurma yang dighasab adalah
milik yang dighasab bukan yang menggashab.

e. Akad

Akad-akad adalah penyebab terbesar kepemilikan dan yang paling banyak terjadi dan
yang paling penting kondisinya baik dalam pandangan sipil maupun timbangan hukum
karena dengannya tampak pencapaiannya dan aktivitas manusia dalam dua bidang:
ekonomi dan hukum.23

2. Batas Kepemilikan

Kepemilikan harta kekayaan pada manusia terbatas pada kepemilikan


kemanfaatannya selama masih hidup di dunia, dan bukan kepemilikan secara mutlak.
Saat seseorang meninggal, kepemilikan tersebut berakhir dan harus didistribusikan
kepada ahli warisnya, sesuai ketentuan syariah.24

23
Atep Hendang Waluya, http://koneksi-indonesia.org/2014/fiqih-kepemilikan-harta/, diakses pada Selasa 22
Agustus 2017
24
Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba, n.d.) Hal. 67

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimplan
karakteristik ekonomi Islam mencerminkan pendekatan yang berpusat pada keadilan,
keberlanjutan, dan kebersamaan. Prinsip-prinsip seperti distribusi kekayaan yang merata,
larangan riba, dan tanggung jawab sosial membangun fondasi untuk sistem ekonomi yang lebih
inklusif dan berkelanjutan. Kesimpulan ini menegaskan bahwa penerapan nilai-nilai moral dan
etika dalam aktivitas ekonomi dapat membentuk masyarakat yang adil dan berkeadilan, sesuai
dengan ajaran Islam.

karakteristik utama ekonomi Islam yang menekankan prinsip-prinsip keseimbangan,


keadilan, dan keberlanjutan. Salah satu elemen sentral dari sistem ekonomi ini adalah
distribusi kekayaan yang merata, yang diakomodasi melalui mekanisme zakat dan infaq.
Larangan terhadap riba juga menjadi pijakan penting, mempromosikan transaksi ekonomi
yang adil dan etis.

Dalam konteks ini, tanggung jawab sosial juga menjadi elemen kunci,
menggarisbawahi kewajiban individu dan lembaga untuk berkontribusi pada
kesejahteraan masyarakat. Dengan menegaskan kepentingan kebersamaan, ekonomi
Islam menciptakan fondasi bagi kolaborasi dan solidaritas dalam mencapai tujuan
ekonomi dan sosial.

Kesimpulan makalah ini menyiratkan bahwa prinsip-prinsip ekonomi Islam dapat


memberikan landasan untuk mengatasi tantangan ekonomi kontemporer, seperti ketidaksetaraan
dan ketidakstabilan finansial. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai moral dan etika dalam
kegiatan ekonomi, masyarakat dapat membangun sistem yang tidak hanya efisien secara
ekonomi tetapi juga adil dan berkelanjutan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, implementasi
prinsip-prinsip ekonomi Islam menjadi relevan untuk membangun masyarakat yang inklusif dan
harmonis.

19
DAFTAR PUSTAKA

Muljawan, Dadang, Dkk, Buku Pengayaan Pembelajaran Ekonomi Syariah, Jakarta, 2020.

Nurhayati, Sri, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba, n.d.)

Latif, Abdul, Nilai-Nilai Dasar dalam Membangun Ekonomi Islam, Gorontalo,


2007.

An-Nabhani ,Taqyuddin, Membangun Sitem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, trans.


Maghfur Wachid (Surabaya: Risalah Gusti, 2009).

Shamad, Muh. Yunus, Epistimologi Ekonomi Islam Dan Dikotonomi Ilmu Ekonomi Islam,
2017.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan _moneter,

20

Anda mungkin juga menyukai