Anda di halaman 1dari 25

OVERVIEW EKONOMI ISLAM

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Syarat Dalam Mata Kuliah

EKONOMI ISLAM

Oleh : Pasca ES-1B

KELOMPOK 1

Riska Dewi : 30121020

Gion Ramadhan : 30121024

Ori Pratama : 30121028

Dosen Pengampu

Aidil Alfin, M.Ag, Ph.D

PROGRAM STUDI PASCASARJANA EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (FEBI)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

TAHUN 1443 H/2021

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur yang sedalam-dalamnya pemakalah ucapkan kepada Allah swt


yang telah memberikan taufik dan hidayah-NYA kepada pemakalah sehingga
dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Overview Eonomi Islam”. Shalawat
dan salam tak lupa kita ucapkan kepada nabi kita Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari zaman kebodohan hingga zaman yang terang benderang
seperti saat sekarang ini.

Pemakalah ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang


telah membantu pemakalah dalam pembuatan makalah. pemakalah berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca makalah. pemakalah ,mengakui
bahwa manusia mempunyai kekurangan dalam berbagai hal. dalam pembuatan
makalah ini mungkin terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu pemakalah
memohon agar dosen pembimbing memakluminya. pemakalah mengharapkan
kritik dan saran dari hasil makalah ini. demikian makalah ini pemakalah
buat,pemakalah mengucapkan terima kasih.

Bukittinggi, 14 September 2021

Penulis

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ II

DAFTAR ISI............................................................................................... III

PENDAHULUAN BAB I

A. Latar Belakang................................................................................. IV
B. Rumusan Masalah............................................................................ IV

PEMBAHASAN BAB II

A. Konsep Ekonomi Islam.............................................................. 1


B. Konsep Ekonomi Islam.............................................................. 4
C. Tujuan Ekonomi Islam............................................................... 16
D. Prinsip Ekonomi Islam............................................................... 17
E. Karakteristik Ekonomi Islam..................................................... 17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................... 19
B. Saran................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

III
Ekonomi islam adalah ekonomi yang berdasarkan ketuhanan. Ekonomi
islam bertitik tolak dari allah, bertujuan akhir pada allah, dan menggunakan
sarana yang tidak lepas dari syariat allah. Menurut agama islam kegiatan
ekonomi merupakan bagian dari kehidupan yang menyeluruh, di landasi oleh
nilai-nilai yang bersumber dari al-qur’an dan hadist yang di aplikasikan pada
hubungan kepada allah dan kepada manusia secara bersamaan. Nilai-nilai
inilah yang menjadi sumber ekonomi islam sehingga kegiatan ekonomi terikat
oleh nilai-nilai keislaman, termasuk dalam memenuhi kebutuhan.
Pada hakikatnya, manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari,
bertujuan untuk memenuhi kelangsungan hidupnya. Dalam al-Qur’an perintah
adil sering dikaitkan dengan taqwa. Karena keduanya mempunyai keterkaitan
yang erat, sehingga tidak bisa dipisahkan. Seseorang tidak bisa dikatakan
taqwa jika ia tidak adil, begitu juga ia tidak bisa adil jika tidak taqwa. Karena
sikap adil tidak sekedar membagi sesuatu secara kuantitatif dan kualitatif.
Pemikiran ekonomi sebenarnya dimulai dari masa praklasik yaitu
pemikiran ekonomi zaman Yunani Kuno, skolastik, merkantilisme dan
fisiokrat. Namun secara garis besar, perkembangan aliran pemikiran dalam
ilmu ekonomi diawali oleh apa yang disebut sebagai aliran klasik. Aliran yang
terutama dipelopori oleh Adam Smith ini

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja yang menjadi peranan penting bagi majunya perekonomian islam ?
2. Bagaimana seharusnya generasi muda dalam mengembangkan ekonomi
islam ?
3. Apa yang akan terjadi jika perekonomian islam tidak di dorong
kemajuannya ?
4. Siapakah yang mempunyai peran penting dalam kemajuan ekonomian islam
tersebut ?

IV
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ekonomi Islam
1. Pengertian
Ekonomi islam adalah sebuah system ilmu pengetahuan yang
mempelajari mayoriti umat islam. sama seperti konsep ajaran ekonomi
konvensional lainya. Hanya dalam system ekonomi ini yang menanam
nilai-nilai islam menjadi landasan dalam setiap aktivitasnya.
Beberapa Ahli Mendefinisikan ekonomi islam yang mempelajari
prilaku manusia dalam usaha memenuhi dan memanfaatkan sumber
daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) dalam mencapai
kemaslahatan umat islam uapaya mendapatkan kebutuhan sehari-hari.1
semuanya tetap merujuk kepada al-Qur’an dan al-hadits sebgai sumber
rujukan pertama dan utama, Guna memperdalam pemahaman ada
beberapa definisi di bawah ini sebagai berikut:
a. Umer Chapra.
Islami economics was defined as that branch which helps realize
human well-being through and allocation and distribution of
scarce resources that is inconfinnity with Islamic teaching without
unduly curbing Individual fredom or creating continued
macroeconomic and ecological imbalances. Jadi menurut Chapra
ekonomi islama adalah sebuah ilmu pengetahuan yang membantu
dalam upaya merelisasi kebahagiaan manusia melalui
pengalokasian dan pendisrtibusikan sumber daya yang terbatas
dalam koridor ajaran islam tanpa memberi kebebasan individu atau
tanpa prilaku ekonomi makro yang berkesinambungan tanpa
memperhatikan keseimbangan lingkungan.2

1
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2011).
2
Mustafa Edwin Nasution dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta: Kencana,
2006).

1
b. Menurut Syed Nawab Haider Naqvi

ekonomi Islam adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang


berupaya untuk memandang, menganalisis, dan akhirnya
menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara-
cara yang Islami.3

c. S.M. Hasanuzzaman

ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi ajaran-ajaran


dan aturan-aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam
pencarian dan eksplorasi berbagai macam sumber daya, untuk
memberikan kepuasan (satisfaction) lahir dan batin bagi manusia
serta memungkinkan mereka melaksanakan seluruh kewajiban
mereka terhadap Sang Kholiq dan masyarakat4

Tauhid teologi menjadi landasan dasar bahwa Allah yang


menciptakan alam dan manusia. Selanjutnya, tauhid kosmologi
merupakan dasar realisasi kegiatan ekonomi karena tidak pernah ada
kegiatan ekonomi yang berada di luar semesta. Terakhir, tauhid
antropologi menjadi dasar aktivitas ekonomi karena tidak ada kegiatan
ekonomi tanpa adanya manusia sebagai pelakunya

2. Nilai-nilai Filosofis

Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup dalam kebersamaan


dengan orang lain. Kehidupan bersama yang digambarkan dengan
ikatan tali persaudaraan dan persahabatan merupa-kan nilai tertinggi.
Bersama dengan yang lain manusia juga menciptakan norma-norma
yang harus ditaatinya demi menjaga persaudaraan dan persahabatan
tersebut. Norma-norma yang ada membuat kehidupan manusia
3
Syed Nawab Haider Naqvi, Naqvi, Menggagas Ilmu Ekonomi Islam, Terj. M. Saiful
Anam Dan Muhammad Ufuqul Mubin (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).
4
Hendri Hermawan Adinugraha, “NORMA DAN NILAI DALAM ILMU EKONOMI
ISLAM,” Media Ekonomi & Teknologi Informasi 21, no. 1 (2013): 49–59.

2
menjadi lebih terarah. Manusia menciptakan norma bersama untuk
menjadi pedoman hidupnya dan norma tersebut membawanya menuju
ke suatu arah yang ingin dicapai bersama. Kehidupan manusia menjadi
semakin beradab berkat adanya norma-norma itu sebab ia tidak bisa
terlepas dari yang lain dan bertindak sebebas-bebasnya.5

Nilai-nilai peradaban itu memili-ki sifat luhur (nilai filsafat) yang


layak diper-tahankan pada zaman kontemporer. Zaman kontemporer
memperlihatkan banyak fenomena kemajuan dalam berbagai bidang
kehidupan yang menimbulkan problem, termasuk dalam kehidupan
moral masyarakat, yakni terjadinya degradasi moral.

Nilai Filsafat ekonomi merupakan dasar dari sebuah sistem


ekonomi yang dibangun. Berdasarkan filsafat ekonomi yang ada dapat
diturunkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai, misalnya tujuan yang
akan di lakukan ekonomi konsumsi, produksi, distribusi, pembangunan
ekonomi, kebijakan moneter, kebijakan fiscal dan lain sebagainya.
Filsafat ekonomi Islam didasarkan pada konsep triangle: yakni filsafat
Tuhan, manusia dan alam. Kunci filsafat ekonomi Islam terletak pada
manusia dengan Tuhan, alam dan manusia lainnya. Dimensi filsafat
ekonomi Islam inilah yang membedakan ekonomi Islam dengan sistem
ekonomi lainnya, seperti kapitalisme dan sosialisme. Filsafat ekonomi
yang Islami, memiliki paradigma yang relevan dengan nilai-nilai logis
Islami yang kemudian difungsionalkan ke tengah tingkah laku
ekonomi manusia. Dari filsafat ekonomi ini diturunkan juga nilai-nilai
instrumental sebagai perangkat peraturan permainan (rule of game)
suatu kegiatan.6

Nilai filosofi ekonomi islam dapat bermula dari prinsip nilai yaitu
prinsip-prinsip moral, lalu prinsip moral ini berfungsi sebagai dasar
5
Ani Faujiah and Zuhda Elfairuza, “FILOSOFI SYUKUR DALAM PERSPETIF
EKONOMI ISLAM” 6, no. 2 (2019): 38–59.
6
Loni Hendri Iiz Izmuddin, NILAI-NILAI FILOSOFIS, 1st ed. (Jawa Timur: Wade,
2019).

3
pembentukan kebijakan-kebijakan moral. Untuk memperjelas
hubungan tersebut dapat dikemukakan uraian dari prinsip-prinsip
tersebut:7

a. Prinsip tawhidiyyahprinsip ini terbagi kepada dua yaitu tawhid


uluhiyyah dan tawhid rububiyyah. Tawhid Uluhiyyah berarti
seseorang meyakini dalam aktifitas kegitan ekonomi diniatkan
hanya beribadah dan mencari pahala dari Allah swt. Sementara
tawhid rububiyyah berarti seseorang meyakini bahwa dia
melakukan segala aktifitas ekonominya sebagai khalifah allah
di muka bumi untuk menolong sesama umatnya.

b. Prinsip Akhlaqiyyah: yaitu prinsip-prinsip nilai sebagai


landasan bagi tindakan Ekonomi seperti adanya keseimbangan
mencari maslahah dunia dan akhirat, adanya tolong-menolong
(ta’awuniyah), adanya keadilan dalam segala aspek kegoatan
ekonomi dan lain-lain.

c. Prinsip syariyyah; seperti tidak bileh adanya riba, tidak boleh


adanya unsur Gharar dan tidak boleh adanya Maysir.

d. prinsip Kebijakan-kebijakan ekonomi sebagai penge- tahuan


atau teori apa yang diperlukan dan bagaimana ia mendasari
kegiatan ekonomi di tengah masyarakat.

B. Konsep Ekonomi Islam

1. Konsep Produksi Dan Konsumsi

Makna ekonomi berdasarkan kamus Routledge bahwa ekonomi


merupakan8

1. Keinginan, usaha dan kepuasan.


7
Iiz Izmuddin.
8
Iiz Izmuddin.

4
2. Studi tentang berbagai metode umum yang digunakan manusia
untuk bekerjasama dalam rangka memenuhi kebutuhan fisik
mereka.

3. Ilmu yang mempelajari perilaku manusia terkait pola relasi antara


tujuan manusia itu sendiri dengan keterbatasan yang melahirkan
melahirkan alternatif-alternatif pemanfaatan sumber daya. Pada
awalnya, kata ekonomi hanya bermakna pengaturan

rumah tangga hanya focus pada konsumsi dan produksi sebagai


berikut:

a. Prilaku konsumsi

perilaku konsumsi adalah perilaku jangka panjang terhadap


alokasi pendapatannya untuk melakukan konsumsi yang meliputi
proses membuat keputusan terhadap produk atau jasa yang akan
dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan hidup sekaligus mencapai
kepuasan.

kegiatan konsumsi yang dilakukan, dalam praktiknya sering


tidak sejalan dengan tujuan-tujuan kesejahteraan sosial. Banyak
kegiatan konsumsi yang menimbulkan ketidakadilan dan perilaku-
perilaku yang merugikan antar sesama. karena perilaku konsumsi
sering mengedepankan kepentingan diri sendiri (self interest) untuk
mendapatkan kepuasan yang maksimal (utilitarianisme). Konsep
self interest tersebut mengandung konsekuensi terhadap perilaku
konsumsi yang lebih longgar (mengabaikan kepentingan orang
lain) karena ukuran rasionalnya adalah memenuhi self interest.9

9
Dalam Perspektif, Ekonomi Islam, and D A N Konvensional, “LANDASAN
FILOSOFIS PERILAKU KONSUMEN DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM DAN
KONVENSIONAL Oleh: Akhmad Nur Zaroni ” 18, no. 2 (2006): 55–68.

5
Dalam al-Qur’an perintah adil sering dikaitkan dengan
taqwa. Karena keduanya mempunyai keterkaitan yang erat,
sehingga tidak bisa dipisahkan. Seseorang tidak bisa dikatakan
taqwa jika ia tidak adil, begitu juga ia tidak bisa adil jika tidak
taqwa. Karena sikap adil tidak sekedar membagi sesuatu secara
kuantitatif dan kualitatif.

Maka seorang konsumen Muslim yang adil tidak akan


memakan harta-harta yang tidak diperkenankan (ghairu
mutaqawwim) untuk dikonsumsi, seperti bangkai, babi, khamr dan
barang haram lainnya. Dalam cara peroleh juga melarang seperti
mengambil yang bukan haknya, riba, korupsi, mencuri, menipu
serta praktek-praktek bisnis yang mengandung gharar (penipuan)
yang dilarang dalam Islam10. (QS. Al-baqarah (2) : (168).

        


        

Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi


baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.

Berdasarkan ayat di atas adalah bahwa Allah memberikan


aturan kepada manusia berupa perintah dan larangan dalam
mengkonsumsi sesuatu. Aturan tersebut harus dilaksanakan agar
manusia mendapatkan keselamatan dan terhindar dari tipu daya
syetan yang membawah kepada kerusakan (madharat) baik secara
fisik maupun ruhani. Karena setiap yang dilarang pasti
mengandung madharat (bahaya) bagi manusia itu sendiri.

10
Iiz Izmuddin, NILAI-NILAI FILOSOFIS.

6
b. Prilaku Produksi
Produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan
menambah kegunaan (utility) sesuatu barang atau jasa, untuk
kegiatan mana dibutuhkan faktor-faktor produksi dalam ilmu
ekonomi berupa tanah, tenaga kerja, dan skill (organization,
managerial, dan skills).
Produksi adalah mengolah alam sehingga tercipta bentuk
terbaik yang mampu memenuhi kemaslahatan manusia
(muhammad Baqir Asshadr, Iqtishaduna), dari teori tersebut sangat
diharamkan memproduksi sesuatu yang merusak akidah yang sahih
dan akhlak yang utama, segala sesuatu yang melucuti identitas
ummat, menggoncangkan nilai-nilai agama dan akhlak,
menyibukkan pada hal-hal yang sia-sia dan menjauhkannya dari
keseriusan, mendekatkan pada kebathilan, menjauhkan dari
kebenaran, mendekatkan dunia dan menjauhkan akhirat,
mengingginkan kekayaan, uang dan keuntungan semata.11 Sebagai
mana perintah produksi akan barang dan jasa terdapat pada (QS.
Yasin (36) : 33-35).
      
        
       
       

Artinya: Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi


mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu
dan Kami keluarkan dari padanya biji-bijian, Maka
daripadanya mereka makan. 34. Dan Kami jadikan
padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami
pancarkan padanya beberapa mata air, 35. Supaya mereka
dapat Makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan

Jurnal Akuntabel, “TEORI KONSUMSI DAN PRODUKSI DALAM PERSPEKTIF


11

EKONOMI ISLAM Sri Wahyuni Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman” 10, no. 1 (2013):
74–79.

7
oleh tangan mereka. Maka Mengapakah mereka tidak
bersyukur?

dalam ekonomi Islam tujuan utamannya adalah


memaksimalkan mashlahah, memperoleh laba tidaklah dilarang
selama berada dalam bingkai tujuan dan hukum Islam. Secara lebih
spesifik, tujuan kegiatan produksi adalah meningkatkan
kemashlahatan yang bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk di
antaranya:12.

a. Pemenuhan kebutuhan manusai pada tingkat moderat.


b. Menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya.
c. Menyiapkan persediaan barang dan jasa di masa depan.
d. Pemenuhan sarana bagi kegaitan sosial dan ibadah kepada
Allah

2. Konsep Kepemilikan Harta


ekonomi yang berdasarkan Islam menganjurkan manusia mengabdi
kepada Allah SWTdengan memakai landasan iman dan takwa.
Pembahasan Islam mengenai tingkah laku manusia dengan sesama
manusia terletak pada perilaku muamalah, sehingga dengan ukhuwah
ekonomi Islam diharapkan dapat berperan dalam mendorong
kehidupan manusia pada persaingan berprestasi (fastabiqu al-
khairati).13

Kepemilikan sebenarnya berasal dari bahasa Arab dari akar


kata "malaka" yang artinya memiliki. Memiliki bisa diartikan dengan
menguasai, memiliki suatu benda berarti mempunyai hak mengatur
dan memanfaatkan selama tidak terdapat larangan dalam syariah.

12
Misbahul Ali, “PRINSIP DASAR PRODUKSI DALAM EKONOMI ISLAM” 7, no. 1
(2013): 19–35.
13
Iiz Izmuddin, NILAI-NILAI FILOSOFIS.

8
Dengan kepemilikan, pihak yang tidak memiliki tidak berhak
menggunakan suatu benda tanpa izin dari pemiliknya. Keterkaitan
antara manusia dan hartanya berbeda dengan keterkaitan manusia
dengan kepemilikan. Sebab kepemilikan bukanlah hal yang bersifat
materi. Dalam Islam kepemilikan membutuhkan legalisasi dari syariah.
Menurut syariah, kepemilikan adalah sebentuk ikatan antara individu
terkait dengan harta, yang pada tahapan proses kepemilikan
disyaratkan berbagai hal yang disebut asal usul kepemilikan (asbab al-
milkiyyah). Selanjutnya syariah mengharuskan beberapa aturan dalam
pengoperasian harta dan dalam mengembangkannya.14 Dalam fiman
Allah SWT. (Q.S. Al-baqarah (2) : 284)

           
         
         

Artinya: Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan


apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang
ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya
Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang
perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang
dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-
Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

a. Konsep Kepemilikan
1. Pengertian
Kepemilikan dalam Islam "Kepemilikan" sebenarnya berasal
dari bahasa Arab dari akar kata "malaka" yang artinya memiliki.
Dalam bahasa Arab "milk" berarti kepenguasaan orang terhadap
sesuatu (barang atau harta) dan barang tersebut dalam
14
M. Faruq An Nabahan, Sistem Ekonomi Islam : Pilihan Setelah Kegagalan Kapitalis
Dan Sosialis, Alih Bahas: Muhamad Zainudin, UII Press (Yogyakarta: UII Press, 2000).

9
genggamannya baik secara riil maupun secara hukum. Dimensi
kepenguasaan ini direfleksikan dalam bentuk bahwa orang yang
memiliki sesuatu barang berarti mempunyai kekuasaan terhadap
barang tersebut sehingga ia dapat mempergunakannya menurut
kehendaknya dan tidak ada orang lain, baik itu secara individual
maupun kelembagaan, yang dapat menghalang-halanginya dari
memanfaatkan barang yang dimilikinya itu. Contohnya Ahmad
memiliki sepeda motor. Ini berarti bahwa sepeda motor itu dalam
kekuasaan dan genggaman Ahmad. Dia bebas untuk
memanfaatkannya dan orang lain tidak boleh menghalanginya dan
merintanginya dalam menikmati sepeda motornya.

Umar Chapra dalam buku “Islam dan Tantangan Ekonomi


Islamisasi Ekonomi Kontemporer” menjelaskan mengenai
pandangan dasar dunia kapitalisme yang dipengaruhi oleh gerakan
Enlightenment (pencerahan) istilah yang digunakan secara
bergantian dengan the age of reason (era akal), merupakan adalah
sebuah bentuk ekstrim “suatu penolakan, dan dalam beberapa hal
suatu antitesis, terhadap nilai-nilai kayakinan beragama.15

Ahmad Wardi Muslich dalam buku “Fiqh Muamalat”


membahas mengenai perosoalan-persoalan ekonomi Islam, dalam
buku tersbut diuraikan mengenai kepemilikan yang mngacu pada
sumber-sumber hukum syarariat, yang menyebabkan manusia,
berhak melakukan berbagai macam tasarruf terhadap harta yang
dimiliknya, selama tidak ada hal-hal yang menghalanginya.16

Taqyuddin an-Nabhani dalam kitab “Nizhomul Iqtisodi fil


Islam” memuat argementasi bahwa syariat Islam telah menjelaskan
mengenai kepemilikan yaitu kepemilikan seseorang atas harta,

15
Umar Chapra, Islam Dan Tantangan Ekonomi Islamisasi Ekonomi Kontemporer,
Risalah Gusti, 1st ed. (Surabaya: Risalah Gusti, 1999).
16
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, Cet, 1 (akarta: Amzah, n.d.).

10
kondisi-kondisi tertentu menentukan kepemilkan umat, juga
kepemilikan negara atas harta

Demikian juga pemahaman tentang pengetahuan ekonomi


umum mutakhir diperlukan untuk memahami sistem ekonomi
Islam, agar falsafah, tujuan, dan strategi sistem ekonomi Islam
dapat diterapkan secara praktis dalam konteks dunia modern.Telah
kita ketahui bersama model dan bentuk transaksi ekonomi
berkembang pesat dibandingkan dengan beberapa abad yang lalu.

Perbedaan lainnya antara sistem ekonomi Islam dengan


sistem ekonomi lainnya adalah dalam hal konsep distribusi
kekayaan di tengah masyarakat. Menurut sistem ekonomi sosialis,
distribusi kekayaan di tengah masyarakat dilakukan oleh negara
secara mutlak. Negara akan membagikan harta kekayaan kepada
individu rakyat dengan sama rata, tanpa memperhatikan lagi
kedudukan dan status sosial mereka.

Akibatnya adalah meskipun seluruh anggota masyarakat


memperoleh harta yang sama, namun penghargaan yang adil
terhadap jerih payah setiap orang menjadi tidak ada. Sebab
berapapun usaha dan produktivitas yang mereka hasilkan, tetap
saja mereka memperoleh pembagian harta (distribusi) yang sama
dengan orang lain, meskipun orang tersebut memberikan jerih
payah yang kecil atau bahkan sama sekali tidak bekerja. Karena
itulah sistem ekonomi sosialis menolak mekanisme pasar (harga)
dalam distribusi kekayaan.17

Mekanisme distribusi yang ada dalam sistem ekonomi


Islam secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok mekanisme.
17
Nanang Sobarna, “Konsep Kepemilikan Dalam Ekonomi Islam Menurut Taqiyuddin
An-Nabhan,” Jurnal Ekonomi Syariah Indonesiamurnal Ilmiah Ekonomi Dan Keuangan Syariah
2, no. 2 (2021): 107–18.

11
a. apa yang disebut mekanisme Mekanisme ekonomi
adalah mekanisme utama yang ditempuh oleh Sistem
Ekonomi Islam untuk mengatasi persoalan distribusi
kekayaan. Mekanisme dijalankan dengan jalan
membuat berbagai ketentuan yang menyangkut
kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan distribusi
kekayaan
b. mekanisme non-ekonomi adalah di lakukan dengan
tidak melalui aktivitas ekonomi produktif melainkan
bersumber dari pemberian atau kewajiban umat muslim
seperti memberi sedekah, zakat, warisan dan
semacamnya.

Makna Kepemilikan Kepemilikan (property), dari segi


kepemilikan itu sendiri, pada hakikatnya merupakan milik Allah
SWT, dimana Allah SWT adalah Pemilik kepemilikan tersebut
sekaligus juga Allahlah sebagai Dzat Yang memiliki kekayaan.
Dalam firman Allah SWT.18 (Q.S. An-nur (24): 33)

        


       
         
        
       
        

Artinya: Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah


menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan
mereka dengan karunia-Nya. dan budak-budak yang kamu
miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu
buat Perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada
kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka
18
An-Nabhani Taqiyuddin, Sistem Ekonomi Islam (Terjemahan) (Bogor: Al-Azhar Press,
2009).

12
sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya
kepadamu. dan janganlah kamu paksa budak-budak
wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka
sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari
Keuntungan duniawi. dan Barangsiapa yang memaksa
mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka)
sesudah mereka dipaksa itu.

2. Sebab-Sebab Kepemilikan
sebab-sebab pemilikan harta disini adalah sebab yang
menjadikan seseorang memiliki harta tersebut, yang
sebelumnya tidak menjadi hak miliknya. Sebab pemilikan harta
itu telah dibatasi dengan batasan yang telah dijelaskan oleh
syara’. Menurut syari’at Islam setidaknya ada lima sebab
kepemilikan (asbab al-tamalluk) yang dijadikan sebagai sumber
daya ekonomi:19

1. Bekerja (al’amal)
Kata “bekerja” wujudnya sangat luas, bermacam-macam
jenisnya, bentuknya pun beragam, serta hasilnya pun
berbeda-beda, maka Allah swt. tidak membiarkan “bekerja”
tersebut secara mutlak. Bentuk-bentuk kerja yang
disyariatkan, sekaligus bisa dijadikan sebagai sebab
pemilikan harta, antara lainya:
a. Menghidupkan Tanah Mati (ihya’ almawaat)
Tanah mati adalah tanah yang tidak ada pemiliknya,
dan tidak dimanfaatkan oleh seorang pun. Sedangkan
yang dimaksud dengan menghidupkannya adalah
mengolahnya dengan menanaminya, baik dengan
19
Ali Akbar, “Konsep Kepemilikan Dalam Islam,” USHULUDDIN XVIII, no. 2 (2012):
124–30.

13
tanaman maupun pepohonan, atau dengan mendirikan
bangunan di atasnya.
b. Menggali Kandungan Bumi
menggali apa terkandung di dalam perut bumi, yang
bukan merupakan harta yang dibutuhkan oleh suatu
komunitas (publik), atau disebut rikaz.
c. Berburu
Misalnya berburu ikan, mutiara, batu pemata, bunga
karang serta harta yang dipeloleh dari hasil buruan laut
lainnya, maka harta tersebut adalah hak milik orang
yang memburunya, sebagaimana yang berlaku dalam
perburuan burung dan hewan-hewan yang lain.\
d. Makelar (samsarah)
Simsar (broker/pialang) adalah sebutan bagi orang yang
bekerja untuk orang lain dengan upah, baik untuk
keperluan menjual maupun membelikan. Sebutan ini
juga layak dipakai untuk orang yang mencarikan
(menunjukkan) orang lain.
e. Mudlarabah (bagi hasil)
Mudlarabah adalah perseroan (kerjasama) antara dua
orang dalam suatu perdagangan. Dimana, modal
(investasi) finansial dari satu pihak, sedangkan pihak
lain memberikan tenaga (‘amal).
f. Musaqat (paroan kebun)
Musaqat adalah seseorang menyerahkan pepohonan
(kebun) nya kepada orang lain agar ia mengurus dan
merawatnya dengan mendapatkan konpensasi berupa
bagian dari hasil panennya.
g. Ijarah (kontrak kerja)

14
Islam memperbolehkan seseorang untuk mengontrak
tenaga para pekerja atau buruh, agar mereka bekerja
untuk orang tersebut.
2. Pewarisan (al-irts)
Yang termasuk dalam kategori sebab-sebab pemilikan harta
adalah pewarisan, yaitu pemindahan hak kepemilikan dari
orang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya,
sehingga ahli warisnya menjadi sah untuk memiliki harta
warisan tersebut. Dalam firman Allah Swt. (QS. an-Nisaa’
(4): 11).

       


       
         
       
         
       
         
      
          
 

Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian


pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian
seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua
orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya
perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua
pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak
perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh
separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi
masing-masingnya seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai

15
anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai
anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka
ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya
mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian
tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia
buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.
(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu
tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih
dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah
ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana.

3. Pemberian harta negara kepada rakyat


Yang juga termasuk dalam kategori sebab kepemilikan
adalah pemberian negara kepada rakyat yang diambilkan
dari harta baitul maal, dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidup, atau memanfaatkan kepemilikan.
4. Harta yang diperoleh tanpa kompensasi
sebagian mereka dari sebagian yang lain, atas sejumlah
harta tertentu tanpa kompensasi harta atau tenaga apa pun.
Dalam hal ini mencakup lima hal:
a. Hubungan pribadi
b. Pemilikan harta sebagai ganti rugi (kompensasi)
c. Mendapatkan mahar berikut hal-hal yang diperoleh
melalui akad nikah
d. Luqathah ( barang temuan)
e. Santunan yang diberiakan kepada
a. termasuk kompensasi kerja mereka
C. Tujuan Ekonomi Islam

16
Membantu manusia mencapai kemenangan dunia dan akhirat.
Seorang fuqasah asala mesir bernama Prof. Muhammad Abu Zahrah
mengatakan ada 3 sasaran hukum islam yang menunjukkan bahwa islam di
turunkan sebagai rahmatan lil’alamin, yaitu :

1. Mensucikan jiwa, agar manusia menjadi sumber kebaikan.


2. Menegakkan keadilan dalam masyarakat.
3. Mewujudkan kemaslahatan/kesejahteraan manusia, yang merupakan
tujuan dari hukum islam atau maqashidus syariah meliputi
pemeliharaan terhadap agama, jiwa, harta, akal, dan keturunan.
D. Prinsip Ekonomi Islam

1. Berbagai sumber daya di pandang sebagai pemberian atau anugerah dari


allah SWT kepada manusia.

2. Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.

3. Kekuatan penggerak utama ekonomi islam adalah kerjasama.

4. Ekonomi islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang di kuasai


oleh segelintiir orang saja.

5. Ekonomi islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaanya.

6. Seorang muslim harus takut kepada allah Swt dan hari penentuan di
akhirat nanti.

7. Zakat harus di bayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas


(nisab).

8. Islam melarang riba dalam segala bentuk.

E. Karakteristik Ekonomi Islam

Tidak banyak yang di kemukakan dalam al-qur’an dan banyak


prinsip-prinsip yang mendasar, karena dasar-dasar yang sangat tepat, al-

17
qur’an dan sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana
seharusnya kaum muslimin berprilaku sebagai konsumen, produsen dan
pemilik modal, tetapi hanya sedikit sistem ekonomi. Ekonomi syariah
menekankan kepada 4 sifat antara lain20 :

a. Kesatuan (unity)

b. Keseimbangan (equilibrum)

c. Kebebasan (free will)

d. Tanggung jawab (responsibility)

BAB III

PENUTUP

20
Hendri Hermawan Adinugraha, “Norma Dan Nilai Dalam Ilmu Ekonomi Islam,” 2001,
49–59.

18
A. Kesimpulan
Ekonomi islam adalah sebuah system ilmu pengetahuan yang
mempelajari mayoriti umat islam. sama seperti konsep ajaran ekonomi
konvensional lainya. Hanya dalam system ekonomi ini yang menanam
nilai-nilai islam menjadi landasan dalam setiap aktivitasnya.
Nilai Filsafat ekonomi merupakan dasar dari sebuah sistem
ekonomi yang dibangun. Berdasarkan filsafat ekonomi yang ada dapat
diturunkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai, misalnya tujuan yang
akan di lakukan ekonomi konsumsi, produksi, distribusi, pembangunan
ekonomi, kebijakan moneter, kebijakan fiscal dan lain sebagainya.
Filsafat ekonomi Islam didasarkan pada konsep triangle: yakni filsafat
Tuhan, manusia dan alam. Kunci filsafat ekonomi Islam terletak pada
manusia dengan Tuhan, alam dan manusia lainnya. Dimensi filsafat
ekonomi Islam inilah yang membedakan ekonomi Islam dengan sistem
ekonomi lainnya, seperti kapitalisme dan sosialisme. Filsafat ekonomi
yang Islami, memiliki paradigma yang relevan dengan nilai-nilai logis
Islami yang kemudian difungsionalkan ke tengah tingkah laku
ekonomi manusia.
B. Saran
Semoga apa yang kami tulis dalam makalah ini, isinya dapat
membantu teman-teman sekalian dan dapat bermanfaat bagi kita semua
Adapun kami juga mengharapkan saran dan juga kritik dari teman-teman
karena kami menyadari makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata
sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

Adinugraha, Hendri Hermawan. “Norma Dan Nilai Dalam Ilmu Ekonomi Islam,”

19
2001, 49–59.

. “NORMA DAN NILAI DALAM ILMU EKONOMI ISLAM.” Media Ekonomi


& Teknologi Informasi 21, no. 1 (2013): 49–59.

Akbar, Ali. “Konsep Kepemilikan Dalam Islam.” USHULUDDIN XVIII, no. 2


(2012): 124–30.

Akuntabel, Jurnal. “TEORI KONSUMSI DAN PRODUKSI DALAM


PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Sri Wahyuni Fakultas Ekonomi
Universitas Mulawarman” 10, no. 1 (2013): 74–79.

Ali, Misbahul. “PRINSIP DASAR PRODUKSI DALAM EKONOMI ISLAM” 7,


no. 1 (2013): 19–35.

Chapra, Umar. Islam Dan Tantangan Ekonomi Islamisasi Ekonomi Kontemporer.


Risalah Gusti. 1st ed. Surabaya: Risalah Gusti, 1999.

Faujiah, Ani, and Zuhda Elfairuza. “FILOSOFI SYUKUR DALAM PERSPETIF


EKONOMI ISLAM” 6, no. 2 (2019): 38–59.

Iiz Izmuddin, Loni Hendri. NILAI-NILAI FILOSOFIS. 1st ed. Jawa Timur: Wade,
2019.

M. Faruq An Nabahan. Sistem Ekonomi Islam : Pilihan Setelah Kegagalan


Kapitalis Dan Sosialis, Alih Bahas: Muhamad Zainudin. UII Press.
Yogyakarta: UII Press, 2000.

Muslich, Ahmad Wardi. Fiqh Muamalah. Cet, 1. akarta: Amzah, n.d.

Mustafa Edwin Nasution dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta:


Kencana, 2006.

Nanang Sobarna. “Konsep Kepemilikan Dalam Ekonomi Islam Menurut


Taqiyuddin An-Nabhan.” Jurnal Ekonomi Syariah Indonesiamurnal Ilmiah
Ekonomi Dan Keuangan Syariah 2, no. 2 (2021): 107–18.

20
Perspektif, Dalam, Ekonomi Islam, and D A N Konvensional. “LANDASAN
FILOSOFIS PERILAKU KONSUMEN DALAM PERSPEKTIF EKONOMI
ISLAM DAN KONVENSIONAL Oleh: Akhmad Nur Zaroni ” 18, no. 2
(2006): 55–68.

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI). Ekonomi Islam.


Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.

Syed Nawab Haider Naqvi. Naqvi, Menggagas Ilmu Ekonomi Islam, Terj. M.
Saiful Anam Dan Muhammad Ufuqul Mubin. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2009.

Taqiyuddin, An-Nabhani. Sistem Ekonomi Islam (Terjemahan). Bogor: Al-Azhar


Press, 2009.

21

Anda mungkin juga menyukai