Anda di halaman 1dari 14

PEMIKIRAN EKONOMI ILMUWAN MUSLIM INDONESIA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

Dosen Pengampu: Devy Arisandi, M.M

Disusun oleh:

Nur Fidianti (4219049)

Ardil Barbarita (4221048)

Aisyah Lutfiyatuzzuhro (4221055)

KELAS B

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI K.H ABDURRAHMAN WAHID

PEKALONGAN

2022
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................3
A. Latar Belakang................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................3
C. Tujuan.............................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................4
A. Pemikiran Ekonomi Islam Menurut AM. Syaifuddin.....................................................4
B. Pemikiran Ekonomi Islam Menurut Muhammad Dawam Raharjo.................................7
C. Pemikiran Ekonomi Islam Menurut Kuntowijoyo........................................................11
BAB III PENUTUP..................................................................................................................13
KESIMPULAN....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah perkembangan Islam di Indonesia yang diperkirakan telah berlangsung
selama tiga belas abad, menunjukkan ragam perubahan pola, gerakan dan pemikiran
keagamaan seiring dengan perubahan sejarah bangsa, Keragaman demikian juga dapat
melahirkan berbagai bentuk studi mengenai Islam di negeri ini yang dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang Islam dan perkembangan sosial, hampir dalam setiap periode
terdapat model-model gerakan umat Islam Sebagaimana terjadi pada zaman atau
periode modern dan kontemporer yang mengalami perkembangan yang cukup pesat.

Perkembangan wacana intelektual Islam kontemporer di Indonesia


disebabkan oleh semakin meluasnya cakupan dari pengertian intelektual Islam,
terutama setelah masa modernisme yang dipercaya dengan berbagai wacana tentang
mondernitas dan reformasi Perkembangan wacana ini, dapat dijadikan sebagai tolak
ukur bagi keberhasilan atau lambatnya proses Islamisasi di Indonesia. Dalam hal in
proses Islamisasi lebih kepada bagaimana Islam terus berproses dan berkembang ke
arah yang lebih baik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep pemikiran ekonomi islam menurut AM. Syaifuddin?
2. Bagaimana konsep pemikiran ekonomi islam menurut Muhammad Dawam
Raharjo?
3. Bagaimana konsep pemikiran ekonomi islam menurut Kuntowijoyo?

C. Tujuan
1. Mengetahui konsep pemikiran ekonomi islam menurut AM. Syaifuddin
2. Mengetahui konsep pemikiran ekonomi islam menurut Muhammad Dawam
Raharjo
3. Mengetahui konsep pemikiran ekonomi islam menurut Kuntowijoyo

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemikiran Ekonomi Islam Menurut AM. Syaifuddin
A.M. Syaifuddin adalah seorang ekonom muslim Indonesia yang mengisi
kesibukannya dengan meningkatkann kualitas hidup beragam, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yakni sebagai dosen, pendiri Pesantren Ulul Albab,
Pesantren Tarbiyatun-Nisa, Pesantren Huffazh Anak-anak Nurul Qur’an, dan
Pesantren Ummul Qur’an.

Pemikiran di bidang sosial-ekonomi-politik dimuat daam media cetak. Buku-


bukunya yang diterbitkan antara lain; Ijtihad Politik Cendekiawan Muslim; NIli-Nili
Sistem Ekonomi Islam; Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam;
Desekularisasi Pemikiran; Landasan Islamisasi; Ekonomi dan masyarakat; Pemasaran
Hasil Perikanan; Pemikiran Ekonomi Islam (penerjamah); Antalogi Sosial Ekonomi;
Islam Disiplin Ilmu (IDI) Ekonomi Islam Disiplin Ilmu Pertanian; IDI-Sosiologi; IDI-
Antropologi, IDI-Manajemen dan Ada Hari Esok untuk Indonesia Emas, Fenomena
Kemasyarakatan.1

1. Nilai-nilai Dasar Sistem Ekonomi Islam


Menurut A.M. Saifuddin, nilai-nilai dasar sistem ekonomi sebagai implikasi
dari asas filsafat ekonomi tauhid dalam Islam ialah sebagai berikut;
a. Nilai dasar Pemilik,
Pemilikan terletak pada memiliki kemanfaatannya dan bukan
menguasai secara mutlak terhadap sumber-sumber ekonomi, Pemilikan
terbatas pada sepanjang umurnya selama hidup di dunia dan bila orang itu
mati harus didistribusikan kepada ahli warisnya menurut ketentuan islam,
Pemilikan perorangan tidak dibolehkan terhadap sumber-sumber yang
menyangkut kepentingan umum atau menjadi hajat hidup orang banyak.
b. Nilai dasar keseimbangan
Nilai keseimbangan menurut A.M. Syaifuddin merupakan nilai dasar
yang pengaruhnya terlihat pada berbagai aspek tingkah laku ekonomi muslim,
misla kesederhanaan (moderation), berheat (parsimony), dan menjauhi
pemborosan (extravagance). Konsep keseimbangan ini tidak hanya timbangan
kebaikan untuk dunia dan akhirat tetapi juga berkaitan dengan kepentinngan
(keberhasilan) perorangan dengan kepentigan umum yang harus dipelihara,

1
AM. Saifuddin, Ijtihad Politik Cendekiawan Muslim,Jakarta: Gema Insani Press, 1996. hlm. 189
“growth with equity” tampil dalam kehidupan ekonomi masyarakat, dan
keseimbangan antara hak dan kewajian. Konsep nilai kesederhanaan berlaku
dalam tingkah laku ekonomi terutama dalam menjauhi konsumerisme.2
c. Nilai dasar keadilan
Menurut A.M. Syaifuddin, kata yang terbanyak disebut dalam Al
Qur'an setelah "Allah", dan "ilmu pengetahuan", ialah "keadilan". Kata
keadilan disebut lebih dari 1000 kali, menunjukkan betapa nilai dasar ini
memiliki bobot yang sangat dimuliakan dalam Islam, baik yang berkait
dengan aspek sosial politik maupun sosial ekonomi.3
a) Keadilan berarti kebebasan yang bersyarat akhlak Islam.
b) Keadilan harus diterapkan di semua fase kegiatan ekonomi. Keadilan
dalam produksi dan konsumsi ialah aransemen, efisiensi dan memberantas
keborosan.

Keadilan berarti kebijaksanaan mengalokasikan sejumlah hasil tertentu dari


kegiatan ekonomi bagi mereka yang tidak mampu memasuki pasar atau tidak
sanggup membelinya menurut kekuatan pasar, yaitu kebijaksanaan melalui zakat
infak, sadakah.

Hadis Nabi Muhammad saw: "Saya bersumpah kepada Allah; bukanlah orang
beriman, bukanlah orang beriman, bukanlah orang beriman yang sepanjang hari
makan kenyang sedang mereka mengetahui tetangganya dalam kelaparan".

Keterangan ayat-ayat menunjukkan bahwa distribusi pendapatan dan kekayaan


harus merata bagi seluruh manusia meski diketahui nyata bahwa terdapat
perbedaan manusia dalam kemampuan fisik, mental, pengetahuan dan ketrampilan
untuk melakukan kegiatan ekonomi.4

2. Nilai-nilai Instrumen Sisstem Ekonomi Islam


Menurut A.M. Saefuddin, bangsa Indonesia telah melakukan instrumentasi
bertingkat, dari filsafat sistem ke perangkat nilai-nilai dasar sistem, dan dari nilai
dasar ke nilai-nilai instrumental. Implementasi sistem ekonomi bergantung kepada

2
Ahmad M. Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, Jakarta: Rajawali Press,
1987, h. 66
3
Ahmad M. Saefuddin, NIlai-nilai Sistem Ekonomi Islam, Jakarta: CV. Samudera, 1984, hlm 24
4
Ahmad M. Saefuddin, Ekoonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, Jakarta: Rajawali Press,
1987, hlm. 68
kerangka kerja yang diturunkan dari perangkat nilai instrumental yang menjamin
fungsionalisasi sistem.
Tiap sistem ekonomi menurut aliran pemikiran dan agama tertentu memiliki
perangkat nilai instrumental sendiri yang berlainan. Dalam sistem ekonomi Islam
dapat kita ungkap dua nilai instrumental yang strategis dan sangat berpengaruh
pada tingkah laku ekonomi manusia dan masyarakat serta pembangunan ekonomi
umumnya, sebagai berikut:
a) Zakat
Menurut A.M. Saefuddin, zakat adalah kewajiban finansial dari harta
kekayaan menurut ketentuan Islam. Zakat bukanlah pajak yang untuk
menjamin penerimaan negara. Distribusi hasil pengumpulan zakat tertentu
yaitu kepada delapan kelompok sasaran. Zakat memainkan peranan penting
dan signifikan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan, dan berpengaruh
nyata pada tingkah laku konsumsi. Zakat berpengaruh pula terhadap pilihan
konsumen dalam hal mengalokasikan pendapatannya untuk tabungan atau
investasi dan konsumsi. Pengaruh-pengaruh baik dari zakat pada aspek sosial
ekonomi memberikan dampak terciptanya keamanan masyarakat dan
menghilangkan pertentangan kelas karena ketajamannya perbedaan
pendapatan. 5

b) Pelarangan Riba
Menurut A.M. Saefuddin, hakikat pelarangan riba dalam Islam ialah
suatu penolakan terhadap risiko finansial tambahan yang ditetapkan dalam
transaksi uang atau modal maupun jual-beli yang dibebankan kepada satu
pihak saja sedangkan pihak lainnya dijamin keuntungannya. Bunga pinjaman
uang, modal dan barang dalam segala bentuk dan macamnya, baik untuk
tujuan produktif atau konsumtif, dengan tingkat bunga tinggi atau rendah, dan
dalam jangka waktu panjang maupun pendek adalah termasuk riba.
Menurut A.M. Saefuddin, para ekonom sekarang justru telah
menyadari secara empirik bahwa riba mengandung kemudharatan, karena
mengambil keuntungan tanpa memikul risiko berakibat bahwa si peminjam
tidak memperoleh keuntungan yang seimbang dengan tingkat bunga yang
harus dibayar, sehingga terjadi berbagai krisis sedangkan hal ini tidak akan
5
Ahmad M. Saefuddin, NIlai-nilai Sistem Ekonomi Islam, Jakarta: CV. Samudera, 1984, hlm 27
terjadi bila si pemilik modal turut mengambil bagian dalam untung-rugi
(profit-loss-sharing). Dan bunga tidak dapat membimbing ke arah
pembentukan dan penanaman modal karena bunga dijadikan mata pencaharian
tanpa memandang kepada produksi yang terkandung di dalamnya.6

B. Pemikiran Ekonomi Islam Menurut Muhammad Dawam Raharjo


M. Dawam Rahardjo adalah seorang ekonom Muslim yang mempunyai
segudang aktifitas dan pernah menduduki jabatan penting dalam organisasi,
diantaranya pernah menjabat Ketua II Dewan Pakar ICMI (Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia), Direktur Utama Pusat Pengembangan Agribisnis, Ketua Dewan
Direktur Lembaga Studi Agama dan Filsafat, Ketua Redaksi Jurnal Ilmu dan
Kebudayaan Ulumul Qur’an dan dosen di Lembaga Pendidikan Pengembangan
Manajemen (LPPM) Jakarta.7

Di Solo merupakan tempat di mana Dawam mendapatkan dasar dasar


pemahaman mengenai Islam, maka di Yogyakarta lah minat terhadap pemikiran
keIslaman berkembang. Setidaknya ada tiga hal penting yang mempengaruhi
perkembangan pemikirannya.

Pertama adalah situasi sosial keagamaan dan politik Indonesia. Indonesia pada
dasawarsa 1960-an masih disibukkan oleh antagonisme ideologis dan politis antara
Islam dan negara. Situasi demikian muncul antara lain karena idealisme dan aktifisme
para pemikir dan praktisi politik Islam generasi pertama. Kecenderungan demikian
telah mendatangkan implikasi sosial politik yang tidak menguntungkan umat Islam.
Hal inilah yang kemudian memunculkan dialektika pemikiran dan aktifisme baru
yang dikembangkan oleh generasi muda untuk menemukan sintesa yang
memungkinkan dalam soal hubungan antara Islam dan negara. Dalam kerangka itu
pula perlu dilakukan kajian ulang atas posisi Islam dalam kehidupan sosial ekonomi
politik bangsa.

Kedua, keterlibatan Dawam Rahardjo dalam organisasi HMI Yogyakarta yang


aktifitasnya memainkan peranan penting dalam memberikan respon terhadap situasi
politik Indonesia, dan berusaha mengaitkan Islam dengan persoalan keseharian yang

6
Ahmad M. Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, Jakarta: Rajawali Press,
1987, h. 75
7
M. Dawam Rahardjo, Intelektual, Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa: Risalah Cendekiawan
Muslim, Bandung: Mizan, Cet. IV, 1999,
lebih empirik sifatnya. Walaupun hal itu tidak menjadi kebijakan resmi organisasi,
tetapi HMI tetap memberikan semacam institutional leverage kepada para kadernya
melalui training yang diselenggarakan secara periodik.

Ketiga, aktivitas Dawam Rahardjo di dalam kelompok diskusi limited Group


yang dipimpin oleh Prof. Dr. Mukti Ali. Kelompok diskusi yang dihadiri secara rutin
oleh, antara lain, Syu’bah Asa, Saifullah Mahyuddin, Djauhari Muhsin, Kuntowijoyo,
Syamsuddin Abdullah, Muin Umar, Djohan Effendi dan Dawam sendiri yang terbiasa
membahas masalah-masalah keagamaan, sosial politik secara terbuka tanpa takut
untuk dicap telah keluar dari kaidah-kaidah religius dan teologis yang lazim. Ketiga
faktor inilah yang menyebabkan Dawam melihat Islam dalam konteks ke Indonesiaan
yang lebih empiris. Oleh karenanya tokoh yang pernah mengaji kepada Ustadz Isa
Bugis dalam dirosat al-Qur’an ini tak tertarik lagi untuk memahami Islam dalam
konteks tektual tetapi dalam konteks persoalan yang berkembang di bumi nusantara.
Al-Qur’an juga tidak harus dilihat dalam prespektif ilmu tajwid saja, tetapi harus
dibaca dan dikaji dalam konteks kebutuhan-kebutuhan yang riil.

1. Pemikir Transformatif M. Dawam Raharjo


Menurut M. Syafi’i Anwar, Dawam Rahardjo termasuk pemikir transformis
yang berorientasi praktis. Pemikiran transformatif M. Dawam Rahardjo dapat
dilihat pada pernyataannya yang menginginkan adanya “pembaharuan teologi”.
Pembaharuan teologi yang dimaksudkan Dawam tidak mendiskusikan aspek
normatif atau literal dari teologi Islam itu sendiri, tetapi bertolak dari dimensi
empiris perkembangan pemikiran Islam.8
Dalam pengamatan tokoh yang pernah mengikuti program pertukaran pelajar
di High School Amerika Serikat selama satu tahun ini, konsep-konsep yang
berhubungan dengan masalah keagamaan selama ini terlalu dikuasai oleh ilmu-
ilmu Islam tradisional. Akibatnya, di tengah perkembangan budaya dan
pembangunan, umat Islam berdiri di atas paradigmanya sendiri. Di mana
pandangan politik umat Islam tradisional pada umumnya bercorak legal-formal,
yakni menghendaki hukum Islam diberlakukan dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat secara keseluruhan. Melihat realitas seperti itu, seorang ekonom
tamatan UGM ini memandang perlunya hukum Islam dikembangkan secara

8
M. Syafi’i Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik Tentang Cendekiawan
Indonesia, Jakarta: Paramadina, 1995, hlm.165
praktis dan empiris agar dapat diterapkan dalam kehidupan nyata dan dalam
lingkup hukum-hukum negara. Demikian pula dalam bidang ekonomi dan politik,
di mana umat Islam tidak tahu persis sistem ekonomi dan politik apa yang
sebenarnya dikehendaki. Sementara itu fiqh di bidang pemerintahan (khalifah) dan
muamalat tidak mungkin atau sangat sulit untuk dikembangkan karena sudah
terlanjur dibakukan. Menanggapi persoalan seperti ini, yang perlu dilakukan oleh
umat Islam adalah melepaskan diri dari paradigma lama yang dikendalikan oleh
nilai nilai tradisional dan harus berfikir dalam kerangka budaya universal.9
Seiring dengan hal itu Dawam Rahardjo memiliki pandangan yang menarik
tentang wahyu Allah (al-Qur’an) bahwa bukan hanya ulama’ yang punya hak
istimewa atas al-Qur’an, tetapi setiap orang, seharusnya setiap muslim punya
akses, jalan masuk yang langsung pada wahyu Allah. Oleh sebab itulah dalam
karya tafsir kontemporer dia maksudkan agar kaum muslim dari berbagai jenis
tingkatan pengetahuan, pendidikan dan tingkat intelektual bisa melakukan
komunikasi langsung dengan al-Qur’an.10
Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi Sosial (LP3S)
merupakan lingkungan kerja yang kondusif bagi Dawam untuk menempatkan
transformasi sosial, ekonomi dan masyarakat sebagai prioritas perhatiannya.
Selain itu, Dawam juga aktif dalam kegiatan lembaga swadaya masyarakat (LSM)
sehingga bisa merasakan secara langsung problematika atau permasalahan riil
yang dihadapi masyarakat, posisi Bapak dua anak ini sebagai eksponen LSM
cukup terkemuka, dan dia telah memungkinkan menjalin kontakkontak personal
dan intelektual dengan para cendekiawan dari Barat.
Tujuan dari agenda transformasi sosial, ekonomi dan kemasyarakatan, selain
untuk menciptakan infrastruktur yang kuat dalam membangun basis politik Islam
yang sesungguhnya pada tingkat bawah yang dapat mendukung sistem yang
terbuka dan partisipasif, juga dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan
dan kesadaran masyarakat luas. Syukur-syukur strategi ini dapat menciptakan
kelas menengah yang otonom -unsur pokok dalam pembentukan masyarakat yang
kuat, dalam hubungannya dengan negara. Dalam kerangka teoritis, keberadaan

9
M. Syafi’i Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik Tentang Cendekiawan
Indonesia, Jakarta: Paramadina, 1995, hlm.166
10
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur’an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci., hlm. 12
kelas menengah yang otonom atau masyarakat madani yang kuat merupakan
faktor penting bagi pengembangan kehidupan politik yang demokratis.11
2. Pandangan M. Dawam Raharjo tentang Riba
Para ulama pada intinya telah sepakat akan keharaman riba, sebab keharaman
riba ini telah termaktub secara gamblang dan jelas dalam al-Qur’an dan al-hadits.
Begitu pun pandangan Dawam Rahardjo tentang hukum riba yaitu haram.
Dengan mengutip surat al-Rum: 39, M. Dawam Rahardjo menyatakan bahwa
yang dimaksud dengan riba adalah nilai atau harga yang ditambahkan kepada
harta atau uang yang dipinjamkan kepada orang lain.12
Namun pengertian tersebut bagi Dawam belum memberikan ketetapan hukum
tentang haramnya riba. Bagi Dawam Rahardjo pengertian riba dalam al-Qur’an
disebutkan sebanyak tujuh kali. Secara kronologis ayat pertama yang turun adalah
yang tercantum dalam al-Qur’an surat al-Rum: 39. Ayat kedua adalah yang
tertuang dalam surat al- Baqarah: 275, 276, 278 dan 280 kemudian disusul ayat
yang tertuang dalam surat Ali-Imran: 130 dan ayat yang tarakhir turun mengenai
riba, tercantum dalam al-Qur’an surat an-Nisa’: 16113
Pengertian riba dalam surat al-Rum: 39, oleh M. Dawam Rahardjo
dipahaminya sebagai ayat yang menilai riba secara ekonomis, yaitu dapat
menambah kekayaan seseorang. Namun dalam penilaian Allah, riba tidak
bertambah apa-apa.14
Menurut Dawam Rahardjo, ayat yang terakhir turun mengenai riba itu menarik
sebab itulah soal riba dikaitkan dengan aktivitas khas orang-orang Yahudi pada
masa Rasulullah SAW, namun kata riba hanya disebut pada ayat 161 dalam surat
An-Nisa’.
Dengan demikian konsep riba dalam pandangan Dawam adalah tambahan atas
utang yang dipungut dalam taraf yang terlalu tinggi dan mengandung unsur
pemaksaan atau pemerasan terhadap orang yang membutuhkan tetapi lemah
kedudukannya.15
11
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur’an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci, hlm. 164
12
Afzalur Rahman, Ekonomic Doctrines of Islam, Terj. Soeroyo dan Nastangin, “Doktrin Ekonomi
Islam”, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1996, hlm. 85
13
Afzalur Rahman, Ekonomic Doctrines of Islam, Terj. Soeroyo dan Nastangin, “Doktrin Ekonomi
Islam”, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1996, hlm. 597
14
M. Dawam Rahardjo, Prespektif Deklarasi Makkah Menuju Ekonomi Islam, Bandung : Mizan, 1989,
hlm. 131
15
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur’an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci., hlm,
615
C. Pemikiran Ekonomi Islam Menurut Kuntowijoyo
Kuntowijoyo adalah seorang pemikir yang komplet. Ia menyandang banyak
identitas dan julukan. Selain seorang guru besar, ia juga sejarawan. Budayawan,
sastrawan, penulis-kolumnis, intelektual muslim, aktivis dan juga seorang khatib.

Kuntowijoyo berpendapat bahwa terdapat ilmu-ilmu yang menyatukan antara


ilmu agama dan ilmu umum seperti ekonomi syariah, keduanya menyatu dalam satu
disiplin ilmu, ini bukti dari integralistik ilmu, dan bila ditelisik ilmu tersebut berasal
dari hasil dediferensiasi, dan dediferensiasi diambil dari teoantroposentrisme dan
teoantroposentrisme berasal dari agama. Sehingga menurut Kuntowijoyo perpaduan
antara ilmu umum dan agama itu muncul dengan istilah integralistik karena memang
kedua ilmu tersebut berasal dari Agama. Oleh karena tidak ada pembagian ilmu
secara dikotomis kecuali ilmu-ilmu itu berasal dari Agama. Jadi pengilmuan Islam
merupakan penelahaan ilmu-ilmu kontemporer, kejiwaan dan agama dengan
bersumber dari ilmu Islam. Sebagaimana tertera pada tabel sebagai berikut

AGAMA TEOANTROPOSENTRISME DEDIFERENSASI Ilmu Integeralistik

Pencapaian disiplin ilmu tertentu itu menunjukan pada taat perintah dari Allah
melalui rasul-Nya, bahwa mencari ilmu itu wajib hukumnya, sesuai dengan Hadits
nabi Muhammad SAW:

NO AYAT-AYAT
KAUNIYAH QAULIYAH NAFSIYAH
1 Alam Semesta Firman Allah Diri
2 Lingkungan Hadits Nabi Humaniora

‫العلم فَريْضةٌ علَى ك ّل ُمسل‬


ِ ُ‫طَلب‬
“Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi seluruh orang islam”

Dalam hadits tersebut tidak menjelaskan secara jelas tentang bentuk disiplin
ilmu, bersifat umum, sehingga orang Islam sepatutnya tidak layak memisahkan antara
ilmu umum dan ilmu agama dengan maksud tertentu, karena ketika seseorang
menuntut ilmu dengan didasari oleh perintah Allah, itu bagian dari sami'na wa
atho'na, mendengar perintah dan tunduk kepada-Nya sehingga menjadi hamba yang
taat akan titah Tuhan. Sejatinya Ilmu yang kita pelajari dengan sepenuh hati disertai
hati yang bersih (qolbun salim) maka sesuai janji Allah akan diangkat derajatnya
beberapa tingkat, bahkan Allah akan melipatgandakan kepada orang yang
dikehendaki.

Perlunya Pengilmuan Islam itu melalui proses dari Teks ke konteks,


pengambilan ilmu dengan cara pegkajian teks menunju observasi ke konteks itu lebih
reaktif melalui dalil-dalil suci yang sudah termaktub dalam al-qur'an. sehingga kita
bisa menelaah secara dalam apa yang tertera dalam al-quran, kemudian membuat
suatu teori yang diambil dari kalamullah dengan membentuk ilmu pengetahuan,
sedangkan Islamisasi Ilmu itu hanya bersifat dari Konteks ke teks yang pada akhirnya
hanya bersifat pro aktif, menganalisa kehidupan dan ilmu menuju ke teks, dalil-dalil
naqliyah, sehingga berusaha menelaah alam menuju ayat-ayat.16

16
Kuntowijoyo. (2004). Islam sebagai Ilmu Epistemologi, Metodologi, dan Etika. Bandung: Mizan
media utama
BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN
Menurut A.M. Saifuddin, nilai-nilai dasar sistem ekonomi sebagai implikasi dari asas
filsafat ekonomi tauhid dalam Islam ialah sebagai berikut; Nilai dasar pemilik, Nilai dasar
keseimbangan, Nilai dasar keadilan.

Menurut M. Syafi’i Anwar, Dawam Rahardjo termasuk pemikir transformis yang


berorientasi praktis. Pemikiran transformatif M. Dawam Rahardjo dapat dilihat pada
pernyataannya yang menginginkan adanya “pembaharuan teologi”. Pembaharuan teologi
yang dimaksudkan Dawam tidak mendiskusikan aspek normatif atau literal dari teologi Islam
itu sendiri, tetapi bertolak dari dimensi empiris perkembangan pemikiran Islam.

Kuntowijoyo banyak memberikan pemikiran-pemikiran yang menarik sebagai


cendekiawan muslim, diantaranya adalah pelopor sejarah profetik yang merupakan cabang
imu sosial, selain itu ia memberikan teori tentang Humanisasi, Emansipasi, Liberasi dan
Transendensi. Sebagai cendekiawan muslim ia selalu menggunakan alqur'an sebagai
kerangka berfikir dalam mencetuskan sebuah pemikiran tak terkecuali konsep pengilmuan
Islam . Kuntowijoyo berpendapat bahkan ada ilmu-ilmu yang menyatukan antara ilmu agama
dan ilmu umum seperti ekonomi syariah, keduanya menyatu dalam satu disiplin ilmu, ini
bukti dari integralistik ilmu, dan bila ditelisik ilmu tersebut berasal dari hasil dediferensiasi,
dan dediferensiasi diambil dari teoantroposentrisme dan teoantroposentrisme berasal dari
agama. Sehingga menurut Kuntowijoyo perpaduan antara ilmu umum dan agama itu muncul
dengan istilah integralistik karena memang kedua ilmu tersebut berasal dari Agama. Oleh
karena tidak ada pembagian ilmu secara dikotomis kecuali ilmu-ilmu itu berasal dari Agama.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, M. S. (1995). Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik Tentang
Cendekiaawan Indonesia. Paramadina, 166.
Anwar, M. S. (1995). Pemkiran dan Aksi Islam Indonesia; Seuah Kajian POlitik
Cendekiawan Indonesia. Paramadina, 165.
Kuntowijoyo. (2004). Islam sebagai ilmu epistemologi, metodologi, dan etika.
Rahardjo, M. D. (1999). Intelektual, Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa; Risalah
Cendekiawan Muslim. Mizan.
Rahardjo, M. D. (t.thn.). Ensiklopedia al-Qur'an Tafsir Berdasarkan Konsep-konsep Kunci.
12.
Raharjo, M. D. (1989). Prespektif Deklarasi Makkah Mebuju Ekonomi Islam. 131.
Raharjo, M. D. (t.thn.). Ensiklopedia al-Qur'an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep
kunci. 615.
Raharjo, M. (t.thn.). Ensiklopedia al-Qur'an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci.
164.
Rahman, A. (1996). Economic Doctrines of Islam, Terj. Soeroyo dan Nastangin, "Doktrin
Ekonomi Islam". Dana Bhakti Wakaf, 597.
Rahman, A. (t.thn.). Ekonomic Doctrines of Islam, Terj. Soeroyo dan Nastangin, "Doktrin
Ekonomi Islam". Dana Bhakti WAkaf, 85.
Saefuddin, A. M. (1984). Nilai-nilai Sistem Ekonomi Islam. 24.
Saefuddin, A. M. (1984). Nilai-nilai Sistem Ekonomi Islam. CV. Samudera, 27.
Saefuddin, A. M. (1987). Ekonomi dan Masyarakat dalam perspektif Islam. Rajawali, 75.
Saefuddin, A. M. (1987). Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam. Rajawali, 66.
SAefuddin, A. M. (1987). Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam. Rajawali, 68.
Saifuddin, A. (1996). Ijtihad Politik Cendekiawan Muslim. Gema Insani, 189.

Anda mungkin juga menyukai