Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Disusun oleh:
KELAS B
PEKALONGAN
2022
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................3
A. Latar Belakang................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................3
C. Tujuan.............................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................4
A. Pemikiran Ekonomi Islam Menurut AM. Syaifuddin.....................................................4
B. Pemikiran Ekonomi Islam Menurut Muhammad Dawam Raharjo.................................7
C. Pemikiran Ekonomi Islam Menurut Kuntowijoyo........................................................11
BAB III PENUTUP..................................................................................................................13
KESIMPULAN....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah perkembangan Islam di Indonesia yang diperkirakan telah berlangsung
selama tiga belas abad, menunjukkan ragam perubahan pola, gerakan dan pemikiran
keagamaan seiring dengan perubahan sejarah bangsa, Keragaman demikian juga dapat
melahirkan berbagai bentuk studi mengenai Islam di negeri ini yang dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang Islam dan perkembangan sosial, hampir dalam setiap periode
terdapat model-model gerakan umat Islam Sebagaimana terjadi pada zaman atau
periode modern dan kontemporer yang mengalami perkembangan yang cukup pesat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep pemikiran ekonomi islam menurut AM. Syaifuddin?
2. Bagaimana konsep pemikiran ekonomi islam menurut Muhammad Dawam
Raharjo?
3. Bagaimana konsep pemikiran ekonomi islam menurut Kuntowijoyo?
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep pemikiran ekonomi islam menurut AM. Syaifuddin
2. Mengetahui konsep pemikiran ekonomi islam menurut Muhammad Dawam
Raharjo
3. Mengetahui konsep pemikiran ekonomi islam menurut Kuntowijoyo
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemikiran Ekonomi Islam Menurut AM. Syaifuddin
A.M. Syaifuddin adalah seorang ekonom muslim Indonesia yang mengisi
kesibukannya dengan meningkatkann kualitas hidup beragam, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yakni sebagai dosen, pendiri Pesantren Ulul Albab,
Pesantren Tarbiyatun-Nisa, Pesantren Huffazh Anak-anak Nurul Qur’an, dan
Pesantren Ummul Qur’an.
1
AM. Saifuddin, Ijtihad Politik Cendekiawan Muslim,Jakarta: Gema Insani Press, 1996. hlm. 189
“growth with equity” tampil dalam kehidupan ekonomi masyarakat, dan
keseimbangan antara hak dan kewajian. Konsep nilai kesederhanaan berlaku
dalam tingkah laku ekonomi terutama dalam menjauhi konsumerisme.2
c. Nilai dasar keadilan
Menurut A.M. Syaifuddin, kata yang terbanyak disebut dalam Al
Qur'an setelah "Allah", dan "ilmu pengetahuan", ialah "keadilan". Kata
keadilan disebut lebih dari 1000 kali, menunjukkan betapa nilai dasar ini
memiliki bobot yang sangat dimuliakan dalam Islam, baik yang berkait
dengan aspek sosial politik maupun sosial ekonomi.3
a) Keadilan berarti kebebasan yang bersyarat akhlak Islam.
b) Keadilan harus diterapkan di semua fase kegiatan ekonomi. Keadilan
dalam produksi dan konsumsi ialah aransemen, efisiensi dan memberantas
keborosan.
Hadis Nabi Muhammad saw: "Saya bersumpah kepada Allah; bukanlah orang
beriman, bukanlah orang beriman, bukanlah orang beriman yang sepanjang hari
makan kenyang sedang mereka mengetahui tetangganya dalam kelaparan".
2
Ahmad M. Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, Jakarta: Rajawali Press,
1987, h. 66
3
Ahmad M. Saefuddin, NIlai-nilai Sistem Ekonomi Islam, Jakarta: CV. Samudera, 1984, hlm 24
4
Ahmad M. Saefuddin, Ekoonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, Jakarta: Rajawali Press,
1987, hlm. 68
kerangka kerja yang diturunkan dari perangkat nilai instrumental yang menjamin
fungsionalisasi sistem.
Tiap sistem ekonomi menurut aliran pemikiran dan agama tertentu memiliki
perangkat nilai instrumental sendiri yang berlainan. Dalam sistem ekonomi Islam
dapat kita ungkap dua nilai instrumental yang strategis dan sangat berpengaruh
pada tingkah laku ekonomi manusia dan masyarakat serta pembangunan ekonomi
umumnya, sebagai berikut:
a) Zakat
Menurut A.M. Saefuddin, zakat adalah kewajiban finansial dari harta
kekayaan menurut ketentuan Islam. Zakat bukanlah pajak yang untuk
menjamin penerimaan negara. Distribusi hasil pengumpulan zakat tertentu
yaitu kepada delapan kelompok sasaran. Zakat memainkan peranan penting
dan signifikan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan, dan berpengaruh
nyata pada tingkah laku konsumsi. Zakat berpengaruh pula terhadap pilihan
konsumen dalam hal mengalokasikan pendapatannya untuk tabungan atau
investasi dan konsumsi. Pengaruh-pengaruh baik dari zakat pada aspek sosial
ekonomi memberikan dampak terciptanya keamanan masyarakat dan
menghilangkan pertentangan kelas karena ketajamannya perbedaan
pendapatan. 5
b) Pelarangan Riba
Menurut A.M. Saefuddin, hakikat pelarangan riba dalam Islam ialah
suatu penolakan terhadap risiko finansial tambahan yang ditetapkan dalam
transaksi uang atau modal maupun jual-beli yang dibebankan kepada satu
pihak saja sedangkan pihak lainnya dijamin keuntungannya. Bunga pinjaman
uang, modal dan barang dalam segala bentuk dan macamnya, baik untuk
tujuan produktif atau konsumtif, dengan tingkat bunga tinggi atau rendah, dan
dalam jangka waktu panjang maupun pendek adalah termasuk riba.
Menurut A.M. Saefuddin, para ekonom sekarang justru telah
menyadari secara empirik bahwa riba mengandung kemudharatan, karena
mengambil keuntungan tanpa memikul risiko berakibat bahwa si peminjam
tidak memperoleh keuntungan yang seimbang dengan tingkat bunga yang
harus dibayar, sehingga terjadi berbagai krisis sedangkan hal ini tidak akan
5
Ahmad M. Saefuddin, NIlai-nilai Sistem Ekonomi Islam, Jakarta: CV. Samudera, 1984, hlm 27
terjadi bila si pemilik modal turut mengambil bagian dalam untung-rugi
(profit-loss-sharing). Dan bunga tidak dapat membimbing ke arah
pembentukan dan penanaman modal karena bunga dijadikan mata pencaharian
tanpa memandang kepada produksi yang terkandung di dalamnya.6
Pertama adalah situasi sosial keagamaan dan politik Indonesia. Indonesia pada
dasawarsa 1960-an masih disibukkan oleh antagonisme ideologis dan politis antara
Islam dan negara. Situasi demikian muncul antara lain karena idealisme dan aktifisme
para pemikir dan praktisi politik Islam generasi pertama. Kecenderungan demikian
telah mendatangkan implikasi sosial politik yang tidak menguntungkan umat Islam.
Hal inilah yang kemudian memunculkan dialektika pemikiran dan aktifisme baru
yang dikembangkan oleh generasi muda untuk menemukan sintesa yang
memungkinkan dalam soal hubungan antara Islam dan negara. Dalam kerangka itu
pula perlu dilakukan kajian ulang atas posisi Islam dalam kehidupan sosial ekonomi
politik bangsa.
6
Ahmad M. Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, Jakarta: Rajawali Press,
1987, h. 75
7
M. Dawam Rahardjo, Intelektual, Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa: Risalah Cendekiawan
Muslim, Bandung: Mizan, Cet. IV, 1999,
lebih empirik sifatnya. Walaupun hal itu tidak menjadi kebijakan resmi organisasi,
tetapi HMI tetap memberikan semacam institutional leverage kepada para kadernya
melalui training yang diselenggarakan secara periodik.
8
M. Syafi’i Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik Tentang Cendekiawan
Indonesia, Jakarta: Paramadina, 1995, hlm.165
praktis dan empiris agar dapat diterapkan dalam kehidupan nyata dan dalam
lingkup hukum-hukum negara. Demikian pula dalam bidang ekonomi dan politik,
di mana umat Islam tidak tahu persis sistem ekonomi dan politik apa yang
sebenarnya dikehendaki. Sementara itu fiqh di bidang pemerintahan (khalifah) dan
muamalat tidak mungkin atau sangat sulit untuk dikembangkan karena sudah
terlanjur dibakukan. Menanggapi persoalan seperti ini, yang perlu dilakukan oleh
umat Islam adalah melepaskan diri dari paradigma lama yang dikendalikan oleh
nilai nilai tradisional dan harus berfikir dalam kerangka budaya universal.9
Seiring dengan hal itu Dawam Rahardjo memiliki pandangan yang menarik
tentang wahyu Allah (al-Qur’an) bahwa bukan hanya ulama’ yang punya hak
istimewa atas al-Qur’an, tetapi setiap orang, seharusnya setiap muslim punya
akses, jalan masuk yang langsung pada wahyu Allah. Oleh sebab itulah dalam
karya tafsir kontemporer dia maksudkan agar kaum muslim dari berbagai jenis
tingkatan pengetahuan, pendidikan dan tingkat intelektual bisa melakukan
komunikasi langsung dengan al-Qur’an.10
Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi Sosial (LP3S)
merupakan lingkungan kerja yang kondusif bagi Dawam untuk menempatkan
transformasi sosial, ekonomi dan masyarakat sebagai prioritas perhatiannya.
Selain itu, Dawam juga aktif dalam kegiatan lembaga swadaya masyarakat (LSM)
sehingga bisa merasakan secara langsung problematika atau permasalahan riil
yang dihadapi masyarakat, posisi Bapak dua anak ini sebagai eksponen LSM
cukup terkemuka, dan dia telah memungkinkan menjalin kontakkontak personal
dan intelektual dengan para cendekiawan dari Barat.
Tujuan dari agenda transformasi sosial, ekonomi dan kemasyarakatan, selain
untuk menciptakan infrastruktur yang kuat dalam membangun basis politik Islam
yang sesungguhnya pada tingkat bawah yang dapat mendukung sistem yang
terbuka dan partisipasif, juga dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan
dan kesadaran masyarakat luas. Syukur-syukur strategi ini dapat menciptakan
kelas menengah yang otonom -unsur pokok dalam pembentukan masyarakat yang
kuat, dalam hubungannya dengan negara. Dalam kerangka teoritis, keberadaan
9
M. Syafi’i Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik Tentang Cendekiawan
Indonesia, Jakarta: Paramadina, 1995, hlm.166
10
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur’an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci., hlm. 12
kelas menengah yang otonom atau masyarakat madani yang kuat merupakan
faktor penting bagi pengembangan kehidupan politik yang demokratis.11
2. Pandangan M. Dawam Raharjo tentang Riba
Para ulama pada intinya telah sepakat akan keharaman riba, sebab keharaman
riba ini telah termaktub secara gamblang dan jelas dalam al-Qur’an dan al-hadits.
Begitu pun pandangan Dawam Rahardjo tentang hukum riba yaitu haram.
Dengan mengutip surat al-Rum: 39, M. Dawam Rahardjo menyatakan bahwa
yang dimaksud dengan riba adalah nilai atau harga yang ditambahkan kepada
harta atau uang yang dipinjamkan kepada orang lain.12
Namun pengertian tersebut bagi Dawam belum memberikan ketetapan hukum
tentang haramnya riba. Bagi Dawam Rahardjo pengertian riba dalam al-Qur’an
disebutkan sebanyak tujuh kali. Secara kronologis ayat pertama yang turun adalah
yang tercantum dalam al-Qur’an surat al-Rum: 39. Ayat kedua adalah yang
tertuang dalam surat al- Baqarah: 275, 276, 278 dan 280 kemudian disusul ayat
yang tertuang dalam surat Ali-Imran: 130 dan ayat yang tarakhir turun mengenai
riba, tercantum dalam al-Qur’an surat an-Nisa’: 16113
Pengertian riba dalam surat al-Rum: 39, oleh M. Dawam Rahardjo
dipahaminya sebagai ayat yang menilai riba secara ekonomis, yaitu dapat
menambah kekayaan seseorang. Namun dalam penilaian Allah, riba tidak
bertambah apa-apa.14
Menurut Dawam Rahardjo, ayat yang terakhir turun mengenai riba itu menarik
sebab itulah soal riba dikaitkan dengan aktivitas khas orang-orang Yahudi pada
masa Rasulullah SAW, namun kata riba hanya disebut pada ayat 161 dalam surat
An-Nisa’.
Dengan demikian konsep riba dalam pandangan Dawam adalah tambahan atas
utang yang dipungut dalam taraf yang terlalu tinggi dan mengandung unsur
pemaksaan atau pemerasan terhadap orang yang membutuhkan tetapi lemah
kedudukannya.15
11
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur’an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci, hlm. 164
12
Afzalur Rahman, Ekonomic Doctrines of Islam, Terj. Soeroyo dan Nastangin, “Doktrin Ekonomi
Islam”, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1996, hlm. 85
13
Afzalur Rahman, Ekonomic Doctrines of Islam, Terj. Soeroyo dan Nastangin, “Doktrin Ekonomi
Islam”, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1996, hlm. 597
14
M. Dawam Rahardjo, Prespektif Deklarasi Makkah Menuju Ekonomi Islam, Bandung : Mizan, 1989,
hlm. 131
15
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur’an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci., hlm,
615
C. Pemikiran Ekonomi Islam Menurut Kuntowijoyo
Kuntowijoyo adalah seorang pemikir yang komplet. Ia menyandang banyak
identitas dan julukan. Selain seorang guru besar, ia juga sejarawan. Budayawan,
sastrawan, penulis-kolumnis, intelektual muslim, aktivis dan juga seorang khatib.
Pencapaian disiplin ilmu tertentu itu menunjukan pada taat perintah dari Allah
melalui rasul-Nya, bahwa mencari ilmu itu wajib hukumnya, sesuai dengan Hadits
nabi Muhammad SAW:
NO AYAT-AYAT
KAUNIYAH QAULIYAH NAFSIYAH
1 Alam Semesta Firman Allah Diri
2 Lingkungan Hadits Nabi Humaniora
Dalam hadits tersebut tidak menjelaskan secara jelas tentang bentuk disiplin
ilmu, bersifat umum, sehingga orang Islam sepatutnya tidak layak memisahkan antara
ilmu umum dan ilmu agama dengan maksud tertentu, karena ketika seseorang
menuntut ilmu dengan didasari oleh perintah Allah, itu bagian dari sami'na wa
atho'na, mendengar perintah dan tunduk kepada-Nya sehingga menjadi hamba yang
taat akan titah Tuhan. Sejatinya Ilmu yang kita pelajari dengan sepenuh hati disertai
hati yang bersih (qolbun salim) maka sesuai janji Allah akan diangkat derajatnya
beberapa tingkat, bahkan Allah akan melipatgandakan kepada orang yang
dikehendaki.
16
Kuntowijoyo. (2004). Islam sebagai Ilmu Epistemologi, Metodologi, dan Etika. Bandung: Mizan
media utama
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Menurut A.M. Saifuddin, nilai-nilai dasar sistem ekonomi sebagai implikasi dari asas
filsafat ekonomi tauhid dalam Islam ialah sebagai berikut; Nilai dasar pemilik, Nilai dasar
keseimbangan, Nilai dasar keadilan.
Anwar, M. S. (1995). Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik Tentang
Cendekiaawan Indonesia. Paramadina, 166.
Anwar, M. S. (1995). Pemkiran dan Aksi Islam Indonesia; Seuah Kajian POlitik
Cendekiawan Indonesia. Paramadina, 165.
Kuntowijoyo. (2004). Islam sebagai ilmu epistemologi, metodologi, dan etika.
Rahardjo, M. D. (1999). Intelektual, Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa; Risalah
Cendekiawan Muslim. Mizan.
Rahardjo, M. D. (t.thn.). Ensiklopedia al-Qur'an Tafsir Berdasarkan Konsep-konsep Kunci.
12.
Raharjo, M. D. (1989). Prespektif Deklarasi Makkah Mebuju Ekonomi Islam. 131.
Raharjo, M. D. (t.thn.). Ensiklopedia al-Qur'an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep
kunci. 615.
Raharjo, M. (t.thn.). Ensiklopedia al-Qur'an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci.
164.
Rahman, A. (1996). Economic Doctrines of Islam, Terj. Soeroyo dan Nastangin, "Doktrin
Ekonomi Islam". Dana Bhakti Wakaf, 597.
Rahman, A. (t.thn.). Ekonomic Doctrines of Islam, Terj. Soeroyo dan Nastangin, "Doktrin
Ekonomi Islam". Dana Bhakti WAkaf, 85.
Saefuddin, A. M. (1984). Nilai-nilai Sistem Ekonomi Islam. 24.
Saefuddin, A. M. (1984). Nilai-nilai Sistem Ekonomi Islam. CV. Samudera, 27.
Saefuddin, A. M. (1987). Ekonomi dan Masyarakat dalam perspektif Islam. Rajawali, 75.
Saefuddin, A. M. (1987). Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam. Rajawali, 66.
SAefuddin, A. M. (1987). Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam. Rajawali, 68.
Saifuddin, A. (1996). Ijtihad Politik Cendekiawan Muslim. Gema Insani, 189.