Anda di halaman 1dari 19

PERILAKU KONSUMSI ISLAM

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Islam

Dosen Pengampu:

Zulaikah, M.E

Disusun Oleh

Kelompok 2 :

1. Dany Syaputra 2251010361


2. Lisa Septina 2251010083
3. Muhammad Dafa’ Zakwan 2251010268
4. Rafiqa Dwi Puspita 2251010294

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah dzat yang menegakkan langit,


membentangkan bumi dan mengurusi seluruh makhluk. Tak lupa shalawat serta
salam selalu tercurahkan kepada sosok yang paling utama diantara seluruh makhluk
yakni Nabi Muhammad Sallahu’alaihimwasallam. Rahmat dan keselamatan Allah
semoga selalu dilimpahkan kepada seluruh Nabi dan Rasul, kepada keluarga, sahabat,
dan para shalihin. Sehingga kami sebagai mahasiswa Jurusan Ekonomi Syariah UIN
Raden Intan Lampung dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekonomi
Islam , yang membahas tentang “Perilaku konsumsi Islam”. Kami selaku penulis
menyimpulkan bahwa tugas makalah ini masih belum sempurna. Akhir kata, kami
berharap semoga makalah ini dapat memberikan motivasi bagi siapa saja yang
membaca dan memanfaatkannya.

Bandar Lampung, 14 Maret 2023

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................................iii
BAB I ......................................................................................................................................iv
PENDAHULUAN.......................................................................................................................iv
A. Latar Belakang...............................................................................................................iv
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................v
C. Tujuan Penulisan............................................................................................................v
BAB II .......................................................................................................................................1
PEMBAHASAN..........................................................................................................................1
A. Perilaku Konsumsi Islam................................................................................................1
1. Norma Dan Etika Dalam Konsumsi..............................................................................3
2. Dampak Konsumsi Yang Haram...................................................................................4
B. Teori Nilai Guna dan Hubungannya dengan Teori Maslahah.........................................5
C. ebutuhan (need) Dan Keinginan (want).........................................................................8
BAB III.....................................................................................................................................12
PENUTUP................................................................................................................................12
A. Kesimpulan..................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam mengatur segenap perilaku manusia dalam memenuhi utuhan hidupnya.
Demikian pula dalam masalah konsumsi, Islam ngatur bagaimana manusia bisa
melakukan kegiatan-kegiatan sumsi yang membawa manusia berguna bagi ke-
maslahatan pnya. Islam telah mengatur jalan hidup manusia lewat al-Quran nal-
Hadits, supaya manusia di jauhkan dari sifat yang hina karena laku konsumsinya.
Perilaku konsumsi yang sesuai dengan entuan Allah dan Rasulullah saw akan
menjamin kehidupan anusia yang lebih sejahtera. Seorang muslim dalam
berkonsumsi didasarkan atas beberapa timbangan:

Manusia tidak kuasa sepenuhnya mengatur detail permasalahan ekonomi


masyarakat atau negara. Terselenggaranya keberlangsungan hidup manusia diatur
oleh Allah. Dalam surat al- Waqqi'ah (68) ayat 68-69, Allah berfirman, "Adakah
kamu lihat air yang kamu minum? Kamukah yang menurunkannya dari awan atau
Kamilah yang menurunkannya?" Ketidakmampuan manusia dalam mengatur gejala-
gejala ekonomi dinyatakan Al-Ghazali sebagai sesuai yang alami, karena manusia
mengkondisikan pemenuhan kebutuhan hidupnya berdasarkan tempat di mana dia
hidup. Manusia tidak bisa memaksakan cara pemenuhan hidup orang lain kepada
dirinya ataupun sebaliknya. Seorang muslim akan yakin bahwa Allah akan memenuhi
segala kebutuhan hidupnya. Sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nahl (10): 11,
“Dia menurunkan air dari langit, di antaranya untuk minuman kamu dan di antaranya
untuk tumbuh-tumbuhan, di sana kamu mengembalakan ternakmu. Dia tumbuhkan
untukmu dengan air itu tanaman, zaitun, kurma, anggur, dan Bermacam macam
buah.”

iv
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perilaku Konsumsi Islam?
2. Apa Norma Dan Etika Konsumsi?
3. Apa Dampak Konsumsi Yang Haram?
4. Jelaskan tentang Kebutuhan (need) dan Kengininan (want)?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Islam di Indonesia.
2. Untuk mengetahui Norma dan Etika Konsumsi.
3. Untuk mengetahui Dampak Konsumsi Yang Haram.
4. Untuk mengetahui apa itu Kebutuhan dan Konsumsi.

v
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perilaku Konsumsi Islam

Konsumsi adalah kegiatan ekonomi yang penting, bahkan terkadang,


dianggap paling penting dalam mata rantai kegiatan ekonomi, yaitu produksi
konsumsi-distribusi. Kegiatan produksi ada karena ada yang mengonsumsi,
kegiatan konsumsi ada karena ada yang memproduksi, dan kegiatan distribusi
muncul karena ada gap atau jarak antara konsumsi dan produksi.
Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia, konsumsi diartikan sebagai
pemakaian barang hasil produksi berupa pakaian, makanan dan lain sebagainya.
Atau barang-barang yang langsung memenuhi kebutuhan hidup manusia. dengan
kata lain, konsumsi adalah suatu kegiatan manusia yang secara langsung
menggunakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya dengan tujuan
untuk memperoleh kepuasan yang berakibat mengurangi ataupun menghabiskan
nilai guna suatu barang/jasa. Contoh dari kegiatan konsumsi berdasarkan
pengertian ini antara lain: makan, minum, naik kendaraan umum, menonton film,
dan lain sebagainya. Pada dasarnya konsumsi dibangun atas dua hal, yaitu,
kebutuhan (need) dan kegunaan atau kepuasan (utility). Dalam ekonomi
konvensional konsumsi diasumsikan selalu bertujuan untuk memperoleh kepuasan
(utility). dalam Islam tidak hanya bertujuan untuk mencari kepuasan fisik, tetapi
lebih mempertimbangkan aspek maslahah yang menjadi tujuan dari syariat islam (
maqashid syari'ah) teori Maslahah mencakup lebih luas dari teori utility.

Maslahah dalam ekonomi Islam diterapkan Sesuai dengan prinsip


rasionalitas Muslim, bahwa setiap pelaku ekonomi selalu ingin meningkatkan
Maslahah yang diperolehnya. seorang konsumen muslim mempunyai keyakinan
bahwasanya kehidupan tidak hanya di dunia tetapi akan ada kehidupan di akhirat
kelak.

1
Imam Asad Habi mengatakan, bahwa kemaslahatan manusia dapat terealisasi
apabila 5 unsur pokok dapat diwujudkan dan dipelihara yaitu agama (ad-din) ,
jiwa (an-nafs), akal (al 'aql), keturunan (an-nashr) dan harta (al mal).

Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan (maslahah) dari suatu masyarakat


tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar: (1) agama (al-
dien), (2) hidup atau jiwa (nafs); (3) keluarga atau keturunan (nasl); (4) harta atau
kekayaan (maal); dan (5) intelek atau akal (aql). Ia menitik beratkan bahwa sesuai
tuntunan wahyu, "kebaikan dunia ini dan akhirat (maslahat al-din wa al-dunya)
merupakan tujuan utamanya. la mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi
kesejahteraan sosialnya dalam kerangka sebuah hierarki utilitas individu dan
sosial yang tripartit meliputi: kebutuhan (daruriat); kesenangan atau kenyamanan
(hajaar); dan kemewahan (taksinaat)-sebuah klasifikasi peninggalan tradisi
Aristotelian, yang disebut oleh seorang sarjana sebagai "kebutuhan ordinal"
(kebutuhan dasar, kebutuhan terhadap barang-barang "eksternal," dan terhadap
barang-barang psikis).

Allah Azza Wa Jalla memerintahkan kepada manusia agar dalam


melakukan aktivitas konsumsi mengambil yang halal dan toyyib, sebagaimana
disebutkan pada surat Al-Baqarah (2): 168,

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
buni, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena
sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.

As-Sa'di dalam tafsirnya menjelaskan bahwa makna "Halalan" atau halal


untuk dikonsumsi pada ayat di atas, adalah yang halal sumber mendapatkannya,
bukan dari rampasan maupun curian, bukan pula diperoleh dari transaksi bisnis
yang diharamkan, atau bentuk-bentuk lainnya yang diharamkan secara syariat
Islam. Sedangkan "Thayyiban" maksudnya adalah baik secara dzut, yaitu barang

2
yang dikonsumsi itu bukan bangkai, darah, daging babi, dan seluruh hal yang
kotor dan jorok lainnya.

1. Norma Dan Etika Dalam Konsumsi


a. Seimbang dalam Konsumsi
Islam mewajibkan kepada pemilik harta agar menafkahkan hartanya untuk
kepentingan diri, keluarga, dan fi sabilillah. Islam sebagian sikap
mengharamkan sikap kikir. Di sisi lain, Islam juga mengharamkan boros
dan menghamburkan harta. Inilah bentuk keseimbangan yang diperintahkan
dalam Al-Qur'an yang mencerminkan sikap keadilan dalam yang konsumsi.
Seperti yang diisyaratkan dalam QS Al-Isra' [17]:
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada pundakmu dan
janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu akan menjadikan kamu
tercela dan menyesal”.

b. Membelanjakan Harta pada Bentuk yang Dihalalkan dan


Dengan Cara yang Baik Islam mendorong dan memberi kebebasan kepada
individu agar membelanjakan hartanya untuk membeli barang-barang yang
baik dan halal dalam memenuhi kebutuhan hidup. Kebebasan itu diberikan
dengan ketentuan tidak melanggar batas-batas yang suci serta tidak
mendatangkan bahaya terhadap keamanan dan kesejahteraan masyarakat
dan negara." Senada dengan hal ini Abu al-A'la al-Maududi menjelaskan,
Islam menutup semua jalan bagi manusia untuk membelanjakan harta yang
mengakibatkan kerusakan akhlak di tengah masyarakat, seperti judi yang
hanya memperturutkan hawa nafsu.

c. Larangan Bersikap Israf (Royal), dan Tabzir (Sia-sia)


Adapun nilai-nilai akhlak yang terdapat dalam konsep konsumsi adalah
pelarangan terhadap sikap hidup mewah." Gaya hidup mewah adalah
perusak individu dan masyarakat, karena menyibukkan manusia dengan
hawa nafsu, melalaikannya dari hal-hal yang mulia dan akhlak yang luhur.

3
Di samping itu, membunuh semangat jihad. Ali Abd ar-Rasul juga menilai
dalam masalah ini bahwa gaya hidup mewah (israf) merupakan faktor
yang memicu terjadinya dekadensi moral masyarakat yang akhirnya
membawa kehancuran masyarakat tersebut." Bagi Afzalur Rahman,
kemewahan (israf) merupakan berlebih-lebihan dalam kepuasan pribadi
atau membelanjakan harta untuk hal-hal yang tidak perlu. Dalam QS Al-
A'raaf [7]: 31, Allah telah memperingatkan akan sikap ini:
“Hai Anak Adam, pakailah pakaian yang indah di setiap (memasuki)
mesjid, makan dan minumlah kamu dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.

2. Dampak Konsumsi Yang Haram


Mengonsumsi sesuatu yang haram mengakibatkan berbagai risiko,
diantaranya:
a. Membahayakan Tubuh
Jika Allah Azza Wa Jalla menghalalkan sesuatu atas manusia, maka
pastilah di belakang itu terdapat kebaikan bagi manusia, sedangkan jika
Allah mengharamkan sesuatu maka pastilah ada sesuatu yang dapat
membahayakan manusia. Secara umum manusia mengetahui bahwa
produk-produk yang diharamkan mengandung hal-hal yang bersifat
racun, nemabukkan, merusak tubuh atau bersifat najis dan menjijikkan.

b. Ibadah dan Doa Tertolak


Disebutkan dalam hadis bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam
bersabda.
"Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik, tidak menerima
kecuali beriman apa yang Dia perintahkan kepada para rasul. Allah
berfirman: (Hai yang baik. Sesungguhnya Allah telah memerintahkan
kepada orang-orang yang para rasul, makanlah dari makanan yang
baik-baik dan kerjakanlah amal saleh. Sesungguhnya Aku Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan). Allah juga berfirman: (Hai

4
orang-orang yang beriman, makanlah dari rezeki yang baik-baik yang
Kami berikan kepadamu). Kemudian beliau menyebutkan tentang
seorang berdebu, ia menengadahkan kedua tangannya ke langit; Ya
Rabbku ya Rabbku, laki-laki a yang telah melakukan perjalanan
panjang dengan rambut kusut dan sementara makanannya haram,
pakaiannya haram, minumannya haram dan Tumbuh dengan makanan
yang haram, maka bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan?" (HR
Muslim)

c. Masuk Neraka
"Dari Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mengatakan: "Wahai Ka'b bin 'Ujrah, sesungguhnya tidak
akan masuk surga daging yang tumbuh dari makanan haram." (HR Ad-
Darimi)

Makanan adalah bahan baku untuk tubuh sehingga jika daging yang
tumbuh pada tubuh seseorang berasal dari makanan yang haram maka
tubuhnya akan enggan untuk beribadah dan taat kepada Allah Azza Wa
Jolla, dirinya akan memiliki kecenderungan untuk bermaksiat kepada
Allah. tubuh Mengonsumsi makanan yang haram tidak hanya
menghalangi untuk beribadah, tertolak doanya, namun juga membuatnya
pantas untuk masuk neraka.

B. Teori Nilai Guna dan Hubungannya dengan Teori Maslahah


Di dalam teori ekonomi, kepuasan seseorang dalam mengonsumsi suatu
barang dinamakan utility atau nilai guna. Kalau kepuasan terhadap suatu benda
semakin tinggi, maka semakin tinggi pula nilai gunanya. Sebaliknya, bila
kepuasan terhadap suatu benda semakin rendah maka semakin rendah pula nilai
gunanya. Kepuasan dalam terminologi konvensional dimaka dengan terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan fisik.

5
Dalam ekonomi Islam, kepuasan dikenal dengan maslahah dengan
pengertian terpenuhi kebutuhan baik bersifat fisik maupun spritual Islam sangat
mementingkan keseimbangan kebutuhan fisik dan nonfisik yang didasarkan atas
nilai-nilai syariah. Seorang Muslim untuk mencapai tingkat kepuasan harus
mempertimbangkan beberapa hal, yaitu barang yang dikonsumsi adalah halal,
baik secara zatnya maupun cara mem tidak bersikap israf (royal) dan tabzir (sia-
sia). Oleh karena itu va seorang Muslim tidak didasarkan banyak sedikitnya
barang yang dikonsums tetapi didasarkan atas berapa besar nilai ibadah yang
didapatkan dari yang dikonsumsinya.

Di dalam teori ekonomi kepuasan seseorang dalam mengkonsumsi suatu


barang dinamakan utility atau nilai guna. Kalau kepuasan semakin tinggi semakin
tinggi pula nilai gunanya. Sebaliknya, bila kepuasan semakin rendah maka
semakin rendah pula nilai gunanya. Seorang muslim untuk mencapai tingkat
kepuasan mempertimbangkan beberapa dikonsumsi tidak haram-termasuk di
dalamnya berspekulasi, hal; barang yang menimbun barang dan melakukan
kegiatan di pasar gelap, tidak mengandung riba, dan memperhitungkan zakat dan
infaq. Oleh karena itu kepuasan seorang muslim tidak didasarkan atas banyak
sedikitnya barang yang bisa dikonsumsi, tetapi didasarkan atas berapa besar nilai
ibadah yang didapatkan dari apa yang di lakukannya.
Tindakan-tindakan yang merugikan, seperti pemborosan, darang Allah
sebagaimana tersebut dalam surat al-Israa (17): 26- 27.

"Berikan hak kaum keluarga, kaum miskin dan yang terlantar alam perjalanan.
Jangan kamu hamburkan hartamu secara boros Sungguh para pemboros betul-
betul saudara setan. Setan itu kufur pada nikmat Tuhannya". Demikian pula
dalam surat al-A'raf (7) ayat 31 Allah menyatakan, "...makan dan minumlah dan
jangan melampaui batas. Allah tidak senang pada orang yang melampaui batas."
Allah menganjurkan hidup dalam keseimbangan sebagaimana tersebut dalam

6
surat al-Furqaan (25) ayat 67 yang berbunyi, "Mereka membelanjakan hartanya
tidak boros dan tidak pula kikir, mereka bersikap seimbang antara keduanya".

Di samping itu itu, dalam perilaku konsumsi Islami seorang Muslim


dituntut untuk bersikap sederhana tidak berlebih-lebihan dan tidak boros.
Menyesuaikan kebutuhan dan keingianan dengan anggaran yang ada. Seperti yang
dinasehatkan dalam pepatah Minang, ukur bayang-bayang sama tinggi

dengan badan. Dalam QS Al-A'raaf [7]: 31 Allah menegaskan:

‫ َو ُك ُلوا َو اْش َرُبوا َو اَل ُتْس ِرُف وا ِإَّنُه ال ُتِحُّب اْل ُمْس ِرِفيَن‬.

Makan dan minumlah kamu dan janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah


tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

Mengurangi konsumsi sebelum mencapai kepuasan maksimal sebagai


upaya untuk menjaga konsistensi kepuasan yang diterima seorang muslim dari
mengkonsumsi suatu barang, karena tambahan al guna yang akan diperoleh akan
menjadi semakin sedikit apabila terus-menerus menambah konsumsinya. Hukum
ini terkenal hukum nilai guna marginal yang semakin menurun (the law minishing
return). Pada akhirnya tambahan nilai guna akan menjadi dengan negatif. Apabila
konsumsi ke atas barang tersebut ditambah terus, maka nilai guna total akan
menjadi semakin sedikit.

Hukum nilai guna marginal semakin menurun ini menjelaskan bahwa


pertambahan yang terus menerus dalam berkonsumsi suatu barang tidak akan
menambah kepuasan dalam berkonsumsi, tetapi ama-kelamaan tingkat kepuasan
atas barang semakin menurun. Misalnya apabila seseorang berbuka puasa dengan
segelas kolak akan mendapat kepuasan, kepuasan akan bertambah bila ditambah
satu gelas yang kedua dan sampai gelas ketiga. Kalau ditawar gelas keempat,
orang itu akan menolak karena sudah merasa puas. Orang tersebut menolak

7
karena sudah merasa lebih puas minum tiga gelas kolak dari pada minum empat
gelas. Hal ini bermakna nilai guna total dari meminum empat gelas adalah lebih
rendah dari nilai guna yang diperoleh dari meminum tiga gelas.

C. Kebutuhan (need) Dan Keinginan (want)


Salah satu perbedaan mendasar antara sistem ekonomi konvensional
dengan Islam adalah menyoroti masalah need (kebutuhan) dengan want
(keinginan). Secara umum dapat dibedakan antara kebutuhan dan keinginan, yakni
kebutuhan itu berasal dari fitrah manusia, bersifat objektif, serta mendatangkan
manfaat dan kemaslahatan di samping kepuasan. Pemenuhan terhadap kebutuhan
akan memberikan manfaat, baik secara fisik, spiritual, intelektual maupun
material. Sementara itu, keinginan berasal dari hasrat manusia yang bersifat
subjektif. Bila keinginan itu terpenuhi, hasil yang diperoleh adalah dalam bentuk
kepuasan atau manfaat psikis di samping manfaat lainnya. Kebutuhan (need)
manusia meliputi kebutuhan fisik dasar akan makanan, pakaian, keamanan,
kebutuhan sosial, serta kebutuhan individu akan pengetahuan, dan suatu keinginan
untuk mengekspresikan diri. Dari sifatnya, dalam pandangan ekonomi, kebutuhan
(need) manusia itu terdiri dari kebutuhan-kebutuhan primer seperti pangan,
sandang, dan papan. kebutuhan sekunder (pelengkap), dan kebutuhan tersier. Pada
dasarnya, aktivitas ekonomi berasal dari kebutuhan fisik manusia agar tetap
survive dalam hidupnya. Adanya kebutuhan untuk mempertahan hidup
memunculkan interaksi antara manusia dengan sesamanya. Dalam interaksi ini
kehendak seseorang untuk membeli atau memiliki sesuatu bisa muncul karena
faktor kebutuhan (need) ataupun keinginan (want).

Kebutuhan (need) biasanya terkait dengan sesuatu yang harus dipenuhi


agar sesuatu berfungsi secara sempurna. Need (kebutuhan) didefenisikan sebagai
segala keperluan dasar manusia untuk kehidupannya. Dalam perspektif ekonomi
Islam, semua barang dan jasa yang membawa pengaruh pada kemaslahatan

8
disebut dengan kebutuhan manusia. Misalnya, makan makanan halal dan bergizi
merupakan kebutuhan manusia agar tetap hidup sehat.
Keinginan (want) adalah sesuatu yang terkait dengan hasrat atau harapan
seseorang, jika dipenuhi belum tentu meningkatkan kesempurnaan fungsi manusia
ataupun sesuatu. Ia terkait dengan suka atau tidak sukanya seseorang terhadap
suatu barang. Keinginan itu biasanya lebih bersifat subjektif, tidak bisa
dibandingkan antarsatu orang dengan yang lainnya. Misalnya, cat, interior
ataupun desain yang baik adalah keinginan manusia dalam membangun rumah.
Semua keinginan ini belum tentu menambah fungsi bangunan rumah, tetapi hanya
memberikan kepuasan pemiliknya. Keinginan (want) merupakan bentuk
kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh budaya dan kepribadian individual.
Manusia mempunyai keinginan yang nyaris tanpa batas, tetapi sumber dayanya
terbatas.
Dalam Islam, pemenuhan kebutuhan hidup manusia sama dengan teori
Moslow yang diawali dari kebutuhan pokok atau dasar. Menurut teor yang
menganut pola ekonomi individualistik-materialistik ini, keperluan hidup itu
berawal dari pemenuhan keperluan hidup yang bersifat dasar (basic need).
Kemudian, pemenuhan keperluan hidup berupa keamanan kenyamanan, dan
aktualisasi."
Dalam perspektif ekonomi Islam, kebutuhan manusia itu terbagi pada:
pertama, kebutuhan dharuri (pokok) yang merupakan kebutuhan yang harus
dipenuhi dan dipelihara jika tidak dapat terpenuhi, justru akan kehidupan manusia.
Kebutuhan dharuri terdiri dari 1) ad-din, yakni pemenuhan kebutuhan agama
seperti ibadah, 2) al-nafs, yakni pemenuhan kebutuhan diri/jiwa seperti makan, 3)
al-aql, yakni pemenuhan kebutuhan akal seperti menuntut ilmu, 4) al-nasl, yakni
pemenuhan kebutuhan akan berumahtangga seperti menikah, 5) al-mal, yakni
pemenuhan kebutuhan akan harta benda. Kelima kebutuhan dharuri ini merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Bila ada satu jenis kebutuhan yang
diabaikan atau tidak terpenuhi, akan menimbulkan kepincangan dalam kehidupan
manusia." mengancam

9
Kedua, kebutuhan yang bersifat al-hajji, yakni kebutuhan yang bersifat
pelengkap yang mengokohkan, menguatkan, dan melindungi kebutuhan yang
bersifat hajji, seperti melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang perguruan tinggi.
Jika kebutuhan haji ini tidak terpenuhi, kehidupan manusia tidak akan terancam
apabila kebutuhan dharuri telah terpenuhi dengan baik. Ketiga, kebutuhan yang
bersifat tahsinî, merupakan kebutuhan yang bersifat memperindah pelaksanaan
kebutuhan dharuri dan hajjî, seperti penggunaan telepon genggam dalam
berkomunikasi. Sama halnya dengan kebutuhan hajji, jika kebutuhan tahsini tidak
terpenuhi maka kehidupan manusia tidak akan terancam karena kebutuhan tahsini
hanya berfungsi menambah keindahan dan kesenangan hidup manusia. Dalam
pemenuhan kebutuhan hidupnya manusia dituntut mendahulukan aspek
daruriyyah (kebutuhan yang yang bersifat primer atau pokok) dari aspek hajjiyyah
(kebutuhan bersifat sekunder), serta mendahulukan hajjiyah dari tahsiniyyah
(kebutuhan yang bersifat tersier/pelengkap).
Dalam ekonomi konvensional tidak dibedakan antara need dan want.
Konsep kapitalis sangat mengedepankan keinginan. Keinginan dijadikan sebuah
standar kepuasan bagaimana manusia mencukupi kebutuhan hidupnya. Keinginan
dijadikannya sebagai sebuah titik kepuasan. Sehingga konsep ini membawa
manusia terjebak dalam perilaku konsumtif, hedonis. Berbeda dengan
konvesional, dalam Islam, dikenal adanya keseimbangan (iqtishadi-yah). Dalam
konsep Islam manusia diciptakan untuk beribadah, dalam masalah pemenuhan
kebutuhan harus mengacu pada keseimbangan.
Islam tidak melarang manusia untuk memenuhi kebutuhan ataupun
keinginannya. Selama hal itu mendatangkan maslahah dan tidak mendatangkan
mafsadah. Konsep keperluan dasar dalam Islam sifatnya tidak statis, artinya
keperluan dasar bagi pelaku ekonomi bersifat dinamis merujuk pada tingkat
ekonomi yang ada pada masyarakat. Dapat saja pada tingkat ekonomi tertentu
sebuah barang dikonsumsi karena motivasi keinginan. Pada tingkat ekonomi yang
lebih baik barang tersebut menjadi kebutuhan. Misalnya laptop, pada tingkat
ekonomi tertentu ia dikonsumsi karena keinginan. Akan tetapi pada kondisi
ekonomi tertentu, atau pekerjaan tertentu, ataupun pendidikan tertentu laptop bisa

10
menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seseorang. Jadi, parameter yang
membedakan want dengan need bisa lebih fleksibel tergantung pada kondisi
ekonomi, pendidikan serta pekerjaan seseorang.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsumsi adalah kegiatan ekonomi yang penting, bahkan terkadang,
dianggap paling penting dalam mata rantai kegiatan ekonomi, yaitu produksi
konsumsi-distribusi. Kegiatan produksi ada karena ada yang mengonsumsi,
kegiatan konsumsi ada karena ada yang memproduksi, dan kegiatan distribusi
muncul karena ada gap atau jarak antara konsumsi dan produksi.
Norma Dan Etika Dalam Konsumsi:
a. Seimbang dalam Konsumsi
b. Membelanjakan Harta pada Bentuk yang Dihalalkan dan
c. Larangan Bersikap Israf (Royal), dan Tabzir (Sia-sia)
Dampak Konsumsi Yang Haram:
a. Membahayakan Tubuh
b. Ibadah dan doa yang tertolak
c. Masuk Neraka
Secara umum dapat dibedakan antara kebutuhan dan keinginan, yakni
kebutuhan itu berasal dari fitrah manusia, bersifat objektif, serta
mendatangkan manfaat dan kemaslahatan di samping kepuasan. Pemenuhan
terhadap kebutuhan akan memberikan manfaat, baik secara fisik, spiritual,
intelektual maupun material. Sementara itu, keinginan berasal dari hasrat
manusia yang bersifat subjektif. Bila keinginan itu terpenuhi, hasil yang
diperoleh adalah dalam bentuk kepuasan atau manfaat psikis di samping
manfaat lainnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Sudarsono,Heri. 2004. Konsep Ekonomi Islam. Jogjakarta: Ekonisia


Ali, Zainuddin, 2008. Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Sinar Grafika
Arifin, Zainul, 2005. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah,Jakarta: Pustaka
Alvabet
Ansori, Abdul Ghofur, 2007. Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Antonio, Muhammad Syafe’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta :
Gema Insani
Asiyah, Binti Nur, 2015 Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta :
Kalimedia
Al Arif, Nur Rianto, 2012. Lembaga Keuangan Syariah Suatu Kajian Teoritis
Praaktis, Bandung : Pustaka Setia

13

Anda mungkin juga menyukai