TEORI KONSUMSI
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Ekonomi Mikro Syariah
Disusun Oleh:
Habi Arafi Tanjung (2205026033)
Della Aria Nursyifa (2205026053)
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari ibu
Sokhikhatul Mawadah, M.E.I., pada mata kuliah Ekonomi Mikro Syariah dengan judul
“Teori Konsumsi”. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
teori konsumsi bagi para pembaca dan juga penulis. Kami menyadari sepenuhnya bahwa
makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna, serta masih banyak kekurangan
dan kesalahan dalam penulisan ini. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran
untuk kesempurnaan pada makalah kami.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii
BAB I .........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ......................................................................................................................1
A. Latar Belakang .................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan ..........................................................................................................1
BAB II ........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN .........................................................................................................................2
A. Fungsi Kesejahteraan Menurut Imam Al-Ghazali .............................................................2
B. Fungsi Utility ...................................................................................................................3
C. Konsumsi Intertemporal Konvensional .............................................................................4
D. Teori Konsumsi Keynes ...................................................................................................5
E. Konsumsi Konsumen Muslim ...........................................................................................5
F. Besarnya Kemampuan Konsumen dalam Mengonsumsi Suatu Barang .............................6
G. Dampak Teori Konsumsi Terhadap Perekonomian Indonesia ...........................................7
BAB III .......................................................................................................................................8
PENUTUP ..................................................................................................................................8
UNITY OF SCIENCE.................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsumsi merupakan salah satu dari ketiga aktivitas ekonomi selain dari
produksi dan distribusi. Konsumsi didefenisikan sebagai aktivitas manusia dalam
menggunakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan
konsumsi ini dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat dari berbagai tingkatan usia
dimana setiap tingkatan usia mempunyai karakteristik konsumsi yang berbeda-beda.
Dalam Islam perilaku konsumen muslim harus memperhatikan barang dan jasa yang
halal, bermanfaat, baik, tidak berlebih-lebihan dengan cara berhemat atau secukupnya
untuk memaksimalkan maslahah. Sebagai seorang muslim yang bertaqwa maslahah
haruslah dicapai dengan dua cara yaitu mengkonsumsi barang ataupun jasa dengan
memperhatikan manfaat fisik dan Non-Fisik yaitu nilai pahala dan berkahnya. Untuk
lebih jelasnya, kami akan menguraikan dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana fungsi kesejahteraan menurut Imam Al-Ghazali?
2. Apa fungsi utility?
3. Bagaimana konsumsi interntemporal konvensional?
4. Bagaimana teori konsumsi Keynes?
5. Bagaimana konsumsi konsumen muslim?
6. Bagaimana besarnya kemampuan konsumen dalam mengonsumsi suatu barang?
7. Bagaimana dampak teori konsumsi terhadap perekonomian di Indonesia?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui fungsi kesejahteraan menurut Imam Al-Ghazali
2. Mengetahui fungsi utility
3. Mengetahui konsumsi interntemporal konvensional
4. Mengetahui teori konsumsi Keynes
5. Mengetahui konsumsi konsumen muslim
6. Mengetahui besarnya kemampuan konsumen dalam mengonsumsi suatu barang
7. Mengetahui dampak teori konsumsi terhadap perekonomian di Indonesia
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fungsi Kesejahteraan Menurut Imam Al-Ghazali
Seorang ulama besar, Imam Al-Ghazali yang lahir pada tahun 450/1058, telah
memberikan sumbangan yang besar dalam pengembangan dan pemikiran dalam dunia
Islam. Salah satunya yaitu fungsi kesejahteraan sosial Islam begitu juga tentang
pandangannya tentang peran aktivitas ekonomi secara umum. Sebuah tema yang
menjadi pangkal tolak sepanjang karya-karyanya adalah konsep maslahat, atau
kesejahteraan sosial atau utilitas (kebaikan bersama), sebuah konsep yang mencakup
semua urusan manusia, baik urusan ekonomi maupun urusan lainnya, dan yang
membuat kaitan yang erat antara individu dengan masyarakat.
Al-Ghazali telah menemukan "sebuah konsep fungsi kesejahteraan sosial yang
sulit diruntuhkan oleh ekonom-ekonom modern. Dalam meningkatkan kesejahteraan
sosial, Imam Al-Ghazali mengelompokkan dan mengidentifikasi semua masalah baik
yang berupa masalih (utilitas, manfaat) maupun mafasid (disutilitas, kerusakan) dalam
meningkatkan kesejahteraan sosial. Selanjutnya ia mendefinisikan fungsi sosial dalam
kerangka hierarki kebutuhan individu dan sosial.
Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan (maslahah) dari suatu masyarakat
tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar: (1) agama (al-dien),
(2) hidup atau jiwa (nafs). (3) keluarga atau keturunan (nasl); (4) harta atau kekayaan
(maal); dan (5) intelektual atau akal (aql) la menitikberatkan bahwa sesuai tuntunan
wahyu, "kebaikan dunia ini dan akhirat (maslahat al-din wa al-dunya) merupakan
tujuan utamanya.1
la mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam
kerangka sebuah hierarki utilitas individu dan sosial yang tripartit meliputi: kebutuhan
(daruriat), kesenangan atau kenyamanan (hajaat), dan kemewahan (tahsinaat)-sebuah
klasifikasi peninggalan tradisi Aristotelian, yang disebut oleh seorang sarjana sebagai
"kebutuhan ordinal" (kebutuhan dasar, kebutuhan terhadap barang-barang "eksternal,"
dan terhadap barang-barang psikis) Kunci pemeliharaan dari kelima tujuan dasar ini
terletak pada penyediaan tingkatan pertama, yaitu kebutuhan seperti makanan,
pakaian, dan perumahan Namun demikian, Ghazali menyadari bahwa kebutuhan-
kebutuhan dasar demikian cenderung fleksibel mengikuti waktu dan tempat dan dapat
mencakup bahkan kebutuhan-kebutuhan sosiopsikologis.
Walaupun keselamatan merupakan tujuan akhir, Al-Ghazali tidak ingin bila
pencarian keselamatan ini sampai mengabaikan kewajiban-kewajiban duniawi
seseorang. Bahkan pencaharian kegiatan-kegiatan ekonomi bukan saja diinginkan,
tetapi merupakan keharusan bila ingin mencapai keselamatan. la menitikberatkan
"jalan tengah" dan "kebenaran" niat seseorang dalam setiap tindakan. Bila niatnya
1
Adiwarman AK, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2015), hlm. 88.
2
sesuai dengan aturan ilahi, maka aktivitas ekonomi serupa dengan ibadah--bagian dari
panggilan seseorang.
Al-Ghazali memandang perkembangan ekonomi sebagai bagian dari tugas-
tugas kewajiban sosial (fard al-kifayah) yang sudah ditetapkan Allah. Dan ia
bersikeras bahwa pencaharian hal-hal ini harus dilakukan secara efisien, karena
perbuatan demikian merupakan bagian dari pemenuhan tugas keagamaan seseorang
Selanjutnya, ia mengidentifikasi tiga alasan mengapa seseorang harus melakukan
aktivitas-aktivitas ekonomi: (1) mencukupi kebutuhan hidup yang bersangkutan; (2)
mensejahterakan keluarga, dan (3) membantu orang lain yang membutuhkan. Tidak
terpenuhinya ketiga alasan ini dapat "dipersalahkan" menurut agama.
Ghazali mengkritik mereka yang usahanya hanya terbatas untuk memenuhi
tingkatan subsisten dalam hidupnya. Oleh karena itu, seandainya kehidupan subsisten
merupakan suatu norma, usaha produktif manusia akan merugi, dan menambah
kerugian spiritual masyarakat Walaupun Ghazali memandang manusia sebagai
"maximizers" dan selalu ingin lebih, ia tidak melihat kecenderungan tersebut sebagai
sesuatu yang harus dikutuk agama.
Jelaslah bahwa Ghazali tidak hanya menyadari keinginan manusia untuk
mengumpulkan kekayaan, tetapi juga kebutuhannya untuk persiapan di masa depan.
Namun demikian, ia memperingatkan bahwa jika semangat "selalu ingin lebih" ini
menjurus kepada keserakahan dan pengejaran nafsu pribadi, maka hal itu pantas
dikutuk." Dalam pengertian inilah ia memandang kekayaan sebagai "ujian terbesar”.
B. Fungsi Utility
1. Tingkat Substitusi Marginal
Dalam ilmu ekonomi, tingkat substitusi marjinal (MRS) adalah jumlah
suatu barang yang bersedia dikonsumsi konsumen dibandingkan barang lain,
selama barang baru tersebut memberikan kepuasan yang sama.
MRS digunakan dalam teori ketidakpedulian untuk menganalisis perilaku
konsumen. Ketika seseorang acuh tak acuh dalam mengganti satu barang dengan
barang lain, utilitas marjinal mereka untuk substitusi adalah nol karena mereka
tidak memperoleh atau kehilangan kepuasan apa pun dari perdagangan tersebut.
Tingkat substitusi marjinal mempunyai beberapa keterbatasan. Kelemahan
utamanya adalah ia tidak memeriksa kombinasi barang yang lebih atau kurang
disukai konsumen dibandingkan kombinasi lainnya.
2. Barang Halal, dan Haram
Karena tidak semua komoditas mempunyai sifat yang sama, yakni ada yang
haram dan ada yang halal, maka kita tidak dapat memberikan pengertian yang
sama terhadap bentuk dan fungsi dari kurva indifference. Kesejahteraan konsumen
akan meningkat jika ia mengonsumsi lebih banyak barang yang bermanfaat, dan
halal serta mengurangi mengonsumsi barang yang buruk atau haram. 2 Dalam
Islam sudah jelas dan cukup rinci mengklasifikasikan mana barang halal dan mana
2
Adiwarman AK, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2015), hlm. 94.
3
barang buruk Islam juga melarang untuk menghalalkan apa yang sudah ditetapkan
haram dan mengharamkan apa-apa yang sudah menjadi halal.
3. Budget Constraint
Segala keinginan pasti ada konstrain yang membatasinya, tentu batasan ini
akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan usaha yang dikeluarkan untuk
mendapatkan konstrain yang lebih tinggi. Di Islam Rasulullah pernah
menggambarkan hubungan antara cita-cita atau keinginan manusia dan segala
hambatan yang mesti dijumpainya. Untuk menjelaskan bagaimana seorang
mukmin berusaha meraih cita-citanya ia membuat gambar empat persegi panjang.
Di tengah-tengah ditarik satu garis sampai keluar. Kemudian beliau membuat
garis pendek-pendek di sebelah garis yang di tengah-tengah seraya bersabda: "Ini
adalah manusia dan empat persegi panjang yang mengelilinginya adalah ajal.
Garis yang di luar ini adalah cita-citanya, serta garis yang pendek-pendek adalah
hambatan-hambatannya. Apabila ia dapat menghadapi hambatan yang satu, maka
ia akan menghadapi hambatan yang lain. Dan apabila ia dapat mengatasi
hambatan yang lain, maka ia akan menghadapi hambatan lain lagi".
4
dikarenakan masih adanya sisa pendapatan yang tidak dibelanjakan pada periode
sebelumnya.3
3
Arif, M.N.R.A & Euis A, Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi
Konvensional, (Jakarta: Prenamedia Group, 2010), hlm. 134.
4
https://an-nur.ac.id/teori-konsumsi/
5
https://eprints.uny.ac.id/7966/3/BAB%202-08404244006.pdf, hlm 22-23.
6
Jenita dan Rustam, Konsep Konsumsi dan Perilaku Konsumsi Islam, JEBI (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam)
2(1), Januari-Juni 2017, hlm 77.
5
Syariah. Dalam islam kebutuhan manusia dibagi menjadi 3 yaitu: (1) Dharuriyat
(kebutuhan pokok) yang mencankup agama, jiwa, akal, keturunan dan harta, (2)
Hajiya, sebagai pelengkap yang mengokohkan, menguatkan, dan melindungi
dharuriyat, (3) Tahsiniyat, merupakan penambahan bentuk kesenangan dan keindahan
dharuriyat dan hajiyat.7`
Konsumsi konsumen muslim mempertimbangkan kepada kebutuhan dan
manfaat akan yang dikonsumsi. Konsumen muslim melakukan aktivitas konsumsi
yang sesuai dengan prinsip dan etika konsumsi. Dalam kegiatan konsumsi, konsumen
muslim lebih mengutamakan produk-produk yang memiliki label halal sebab
konsumen muslim berasumsi bahwa barang yang halal akan memberikan manfaat
yang dapat membawa kepada kemaslahatan. Pada dasarnya konsumsi konsumen
muslim dibatasi oleh prinsip dan etika konsumsi islam diantaranya mengkonsumsi
barang halal, mengkonsumsi barang suci dan bersih, serta tidak berlebihan. Motivasi
itulah yang membawa konsumen muslim melakukan aktivitas ekonomi sesuai dengan
porsi kebutuhan dan kemampuannya.
7
Ibid, hlm. 79-80.
6
6. Faktor Eksternal
Faktor eksternal seperti kebijakan pemerintah, seperti pajak dan subsidi,
juga dapat memengaruhi kemampuan konsumen.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Imam Al-Ghazali, kesejahteraan (maslahah) dari suatu masyarakat
tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar: (1) agama (al-dien),
(2) hidup atau jiwa (nafs). (3) keluarga atau keturunan (nasl); (4) harta atau kekayaan
(maal); dan (5) intelektual atau akal (aql). la menitikberatkan bahwa sesuai tuntunan
wahyu, "kebaikan dunia ini dan akhirat (maslahat al-din wa al-dunya) merupakan
tujuan utama untuk mencapai kesejahteraan. Selain itu, konsumsi yang akan
dilakukan dimasa yang akan datang sangat bergantung dengan tingkat konsumsi yang
dilakukan saat ini. Karena saat konsumsi yang dilakukan lebih kecil daripada
pendapatan, maka akan ada tabungan di masa nendatang yang dapat di belanjakan.
Dalam konsep konsumsi konsumen muslim, seseorang harus
mempertimbangkan kebutuhan dan manfaat barang atau jasa yang akan dikonsumsi.
Konsumen muslim mengutamakan produk-produk yang bersertifikat halal karena
konsumen muslim berasumsi bahwa barang halal akan memberikan manfaat dan
membawa kemaslahatan. Dari hal tersebut, konsumen akan mengonsumsi barang
yang memberikan manfaat dan kesejahteraan bagi dirinya. Sehingga jika peningkatan
aktivitas konsumsi menjngkat maka akan meningkat pula pertumbuhan ekonomi di
dalam negeri. Karena konsumsi masyarakat/rumah tangga merupakan salah satu
faktor untuk meningkatkan ekonomi negara.
B. Saran
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi, sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Setelah
membaca makalah ini, diharapkan pembaca mampu memanfaatkan barang dan jasa
dalam mencapai kepuasan. Penulis juga mengakui masih banyak kekurangan dalam
pembuatan makalah ini. Adapun nantinya, penulis akan segera memperbaiki
penyusunan makalah menggunakan pedoman dari berbagai sumber yang dapat
menjadi bahan pertimbangan serta kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
8
UNITY OF SCIENCE
Dalam kegiatan konsumsi, pastinya pelanggan membutuhkan pelayanan yang
maksimal dalam membelanjakan hartanya. Maka sebagai penjual perlu menerapkan sistem
pelayanan prima bagi konsumen. Pelayanan prima merupakan terjemahan istilah “service
excellent” yang secarah harfiah berarti pelayanan terbaik atau sangat baik. Disebut sangat
baik atau terbaik karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki instansi
pemberi layanan. (Zaenal Mukarom dan Wijaya Laksana, 2018). Menurut Suwithi dalam
(Frimayasa & Administrasi, 2017) Pelayanan prima adalah pelayanan yang terbaik yang
diberikan kepada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal berdasarkan standard
dan prosedur pelayanan. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam QS. Abasa: 1-14 yang
berbunyi:
ُ﴾فَأ َ ْنتَ لَه٥ ﴿ ﴾أ َ َّما َم ِن ا ْست َ ْغن َٰى٤ ﴿ الذ ْك َر ٰى
ِ ُ﴾أ َ ْو يَذَّ َّك ُر فَت َ ْنفَعَه٣ ﴿ ﴾و َما يُد ِْريكَ لَعَلَّهُ يَ َّز َّك ٰى
َ ٢ ﴿ ﴾أ َ ْن َجا َءهُ ْاْل َ ْع َم ٰى١ ﴿ س َوت ََولَّ ٰى
َ َعب
َ
﴾٩ ﴿ ﴾وه َُو يَخش َٰى ْ ْ
َ ٨ ﴿ ﴾وأ َّما َمن َجا َءكَ يَ ْسعَ ٰى َ َّ َّ َّ
َ ٧ ﴿ عليْكَ أَّل يَزك ٰى َ َ َ ﴾و َما
َ ٦ ﴿ صد َّٰى َ َت
َ َفَأ َ ْنت
﴾١٢ ﴿ ُ﴾فَ َم ْن شَا َء ذَك ََره١١ ﴿ ٌ ﴾ك َََّّل إِنَّ َها تَذْك َِرة١٠ ﴿ ع ْنهُ تَلَ َّه ٰى
َ ع ٍة ُم
﴾١٤ ﴿ ط َّه َر ٍة َ ﴾ َم ْرفُو١٣ ﴿ صحُفٍ ُمك ََّر َم ٍة
ُ فِي
Artinya: “Dia (Nabi Muhammad) berwajah masam dan berpaling (1). karena seorang
tunanetra (Abdullah bin Ummi Maktum) telah datang kepadanya (2). Tahukah engkau (Nabi
Muhammad) boleh jadi dia ingin menyucikan dirinya (dari dosa) (3). atau dia (ingin)
mendapatkan pengajaran sehingga pengajaran itu bermanfaat baginya? (4). Adapun orang
yang merasa dirinya serba cukup (para pembesar Quraisy) (5). engkau (Nabi Muhammad)
memberi perhatian kepadanya (6). Padahal, tidak ada (cela) atasmu kalau dia tidak
menyucikan diri (beriman) (7). Adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera
(untuk mendapatkan pengajaran) (8). sedangkan dia takut (kepada Allah) (9). malah engkau
(Nabi Muhammad) abaikan (10). Sekali-kali jangan (begitu)! Sesungguhnya (ajaran Allah)
itu merupakan peringatan (11). Siapa yang menghendaki tentulah akan memperhatikannya
(12). di dalam suhuf yang dimuliakan (di sisi Allah) (13). yang ditinggikan (kedudukannya)
lagi disucikan (14).
Maksud dari ayat diatas adalah bahwa Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya
untuk tidak boleh mengkhususkan peringatan terhadap seseorang secara tertentu, melainkan
harus menyamakan di antara semuanya. Dalam hal ini tidak dibedakan antara orang yang
mulia dan orang yang lemah, orang yang miskin dan orang yang kaya, orang merdeka dan
budak belian, laki-laki dan wanita, serta anak-anak dan orang dewasa. Kemudian Allah-lah
yang akan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus,
keputusan yang ditetapkan-Nya penuh dengan kebijaksanaan dan mempunyai alasan yang
sangat kuat. Sama halnya ketika pedagang sedang melayani konsumen maka tidak boleh
pandang bulu. Semua pelanggan harus mendapatkan pelayanan yang terbaik, dan
diperlakukan dengan adil sesuai dengan standar pelayanan agar konsumen merasa puas
dengan kegiatan konsumsi yang dilakukannya.
9
DAFTAR PUSTAKA
Arif, M.N.R.A & Euis A. 2010. Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam
dan Ekonomi Konvensional. Jakarta: Prenamedia Group.
Jenita., Rustam. Konsep Konsumsi dan Perilaku Konsumsi Islam. JEBI (Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Islam) 2(1), Januari-Juni 2017.
Karim, Adiwarman A. 2015. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Tim Humas. 2022. Teori Konsumsi. Diakses 7 September 2023 pada https://an-
nur.ac.id/teori-konsumsi/
10