Disusun Oleh :
FAKULTAS SYARI’AH
MATARAM
2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas segala rahmat dan
karunia-Nya makalah ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kelurganya, sahabat, dan kita selaku umatnya
hingga akhir zaman. Pada kesempatan kali ini kami mengucapkan terima-kasih yang sebesar-
besarnya kepda Dosen Mata kuliah, PENGANTAR ILMU EKONOMI SYARI’AH, Ibu
Husnul Hidayati S.Ag., M.Ag, yang telah memberi tugas kepada kami. Dengan kemampuan
yang sangat terbatas dan makalah ini sangat jauh dari kata kesempurnaan, baik dalam
pengertian maupun isinya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberi Informasi
yang bermanfaat untuk membangun wawasan dan peningkatan Ilmu pengatahuan bagi kita
semua.
Kelompok I
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................................ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….iii
BAB I PENDAHALUAN…………………………………………………………………..1
A. Latar Belakang……………………………………………………………………..1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………….1
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………..2
A. Pengertian Konsumsi……………………………………………………………...2
A. Kesimpulan………………………………………………………………………...8
B. Saran……………………………………………………………………………….8
DAFTARPUSTAKA………………………………………………………………………9
iii
BAB I
PENDAHALUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada hakikatnya manusia merupakan Homo Ekonomicus, kata ini berasal dari
bahasa latin yang mempunyai arti Manusia Ekonomi. Manusia ekonomi atau Homo
Ekonomicus adalah sosok manusia yang rasional dengan kebebasan-kebebasan dalam
menentukan pilihan yang ada untuk mencapai tujuan tertentu. Sehingga dalam setiap
prilakunya manusia harus lebih bersifat rasional dalam memilih sumber daya yang ada.
Akan tetapi pada kenyataannya, perilaku manusia khususnya perilaku konsumsi lebih
mengarah pada perilaku konsumtif. Bila diperhatikan lebih lanjut, perilaku konsumtif ini
lebih cenderung terjadi di masyarakat yang ada di sekitar kita, khusunya yang akan
beranjak remaja.1
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka dapat ditarik rumusan
masalah sebagai berikut :
1
Aldila Septiana. “Analisis Perilaku Konsumsi Dalam Islam”, Dinar 1, no.2 (2015). Hal, 1-18.
2
Ibid.
3
Rahmat Ilyas. (2015). “Konsep Maslahah Dalam Konsumsi Ditinjau Dari Prespektif Ekonomi Ilsam”. Jurnal
“Prespektif Ekonomi Darussalam”. Volume, 1. Nomor, 1. Maret 2015. Hal, 9.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KONSUMSI
Konsumsi berasal dari bahasa Inggris, yaitu to consume yang berarti memakai atau
menghabiskan. Menurut KBBI, kata konsumsi diartikan sebagai pemakaian barang hasil
produksi. Secara luas konsumsi adalah kegiatan untuk mengurangi atau menghabiskan
nilai guna suatu barang atau jasa, baik secara sekaligus maupun berangsur-angsur untuk
memenuhi kebutuhan.4
konsumsi secara umum diartikan sebagai penggunaan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi syari’ah atau ekonomi Islam juga
memiliki pengertian yang sama, namun memiliki perbedaan dalam setiap yang
melingkupinya. Perbedaan yang mendasar dengan konsumsi ekonomi konvensional adalah
tujuan pencapaian dari konsumsi itu sendiri, cara pencapaiannya harus memenuhi kaidah
pedoman syari’ah Islamiyyah.8
Menurut Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EUII, 2011), yang
mengatakan bahwa konsumsi merupakan pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang
memberikan maslahah atau kebaikan dunia dan akhirat untuk konsumen itu sendiri. Secara
umum pemenuhan kebutuhan akan memberikan tambahan manfaat fisik, spritual,
intlektual, ataupun material. Sedangkan pemenuhan keinginan akan menambah kepuasan
atau mmanfaat psikis disamping manfaat lainnya. Bila suatu kebutuhan diinginkan
4
Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam 2, (Pekanbaru: al-Mujtahadah Press, 2014). Hal. 93.
5
Soeharno, Teori Mikroekonomi. ( Yokyakarta: C.V Andi Offset, 2007). Hal,6.
6
Dr. Muhammad Sharif Chaudry, M.A., LLB., PH.D. “Sistem Ekonomi Islam Prinsip-prinsip Dasar”.
Penerjemah Suherman Rosyidi. (Jakarta: kencana, 2012). Hal, 137.
7
https://www.gramedia.com. “Pengertian Konsumsi: Ciri dan Faktor-faktor”. Kamis, 30 Maret.
8
Walter Benjamin, “Konsumsi Dalam Prespektif Ilmu Ekonomi Islam”. 3 (2019). Hal, 1-9.
2
seseorang maka pemenuhan kebutuhan tersebut tidak dilandasi oleh keinginan, yang hanya
akan mebrikan manfaat semata. Artinya jika yang diinginkan bukan kebutuhan maka
pemenuhan keinginan tersebut hanya akan membrikan kepuasan saja.9
"(Allah) berfirman, "Maka, turunlah kamu darinya (surga); karena kamu tidak
sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya. Keluarlah! Sesungguhnya kamu termasuk
makhluk yang hina”.
Konsumsi bagi seorang Muslim bukan hanya sekedar perantara untuk menambah
kekuatan dalam menta’ati Allah, yang ini memiliki indikasi positif dalam kehidupannya.
Seorang Muslim tidak akan merugikan dirinya di dunia dan di akhirat, karena memberikan
kesempatan pada dirinya untuk mendapatkan dan memenuhi konsumsinya pada tingkat
melampui batas, membuatnya sibuk mengejar dunia dan menikmati kesenangan dunia
sehingga melupakan tugas utama nya dalam kehidupan ini. 11
Konsumsi adalah aktivitas ekonomi yang sangta vital abgi kehidupan manusia.
Konsumsi adalah fitrah manusia untuk mempertahankan hidupnya. Jika manusia berada
dalam fitrah yang suci, maka manusia sadar bahwa konsumsi memiliki keterbatasan baik
dari segi kemampuan harta maupun yang apa yang akan dikonsumsi sesuai dengan
keterbatasannya.13
Dari pernyataan-pernyataan yang sudah kami uraikan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa Konsumsi dalam Islam adalah sebagai bentuk penggunaan terhadap komoditas
yang baik dan jauh dari sesuatu yang diharamkan, serta harus sesuai dengan prinsip-
prinsip dalam ekonomi Syari’ah itu sendiri.
9
Sri Wahyuni, “Teori Konsumsi Dan Produksi Dalam Prespektif Islam”. Jurnal Akuntabel. Vol, 10. No, 1.
(2013).
10
Abdul Rahim, Ekonomi Islam Prespektif Muhammad SAW. (Jember: Stain Jember Press, 2013). Hal, 92-93.
11
Abdul Aziz, “Etika Bisnis Prespektif Islam”: Implementasi Etika Islam Untuk Dunia Usaha. (Bandung: Al-
Beta, 2013). Hal, 160.
12
Amiur Nuruddin, Dari Mana Sumber Hartamu. (renungan Tentang Bisnins Islam Dan Ekonomi syari’ah).
(Sumatra: Erlangga,2022). Hal, 313-315.
13
Abdul Aziz, “Etika Bisnis Prespektif Islam”. Hal, 158.
3
B. MASLAHAH KONSUMSI
mashlahah bagi manusia disebut kebutuhan/needs, dan semua kebutuhan ini harus
dipenuhi, usaha pencapaian tujuan itu adalah salah satu kewajiban dalam beragama.
Seseorang dalam melakukan pemenuhan terhadap keinginan, seorang konsumen sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
14
Prof. Dr. Ahmad Qorib, M.A. dan Dr Isnaini Harahap, M.A, “Penerapan Maslahah Mursalah Dalam
Ekonomi Islam”. Jurnal “Analytica Islamica”. Vol, 5. No, 1. (2016). Hal, 56.
15
Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2006). H, 62.
16
Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen, Perspektif Kontemporer pada Motif, Tujuan dan Keinginan
Konsumsi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 10-14.
17
Mustafa Edwin Nasution, op.cit. hal, 67.
4
ekonomi Syari’ah.18 Ada tiga perilaku konsumsi dalam ekonomi Syari’ah, yaitu sebagai
berikut:
"Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan
(pula) engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah) nanti kamu menjadi tercela
dan menyesal."
2. Membelanjakan harta pada bentuk yang dihalalkan dan dengan cara yang baik
"Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki
yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-
Nya."
18
Dewi Maharani dan Taufik Hidayat, “Rasionalitas Muslim: Perilaku Konsumsi Dalam Prespektif Ekonomi
Islam”. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam. vol, 6. No,3. (2020). Hal, 410.
19
Yusuf al Qardhawi, Daur Al-Qiyam Wa Al-Akhlaq Fi Al-Iqtishad Al-Islami. (Kairo: Maktabah Wahnah, t.t).
hal, 217.
20
Afzalur Rahman, Ekonomic Doktrines Of Islam. ter, Soeroyo dan Nastangin, Doktrin Ekonomi Islam.
(Yokyakarta: Darma Bakti Wakaf, 1985), jilid II, hal. 18-20.
21
Yusuf al Qardhawi, Daur Al-Qiyam Wa Al-Akhlaq Fi Al-Iqtishad Al-Islami. (Kairo: Maktabah Wahnah, t.t).
hal, 227.
5
mewah biasanya diringi oleh sikap hidup yang berlebihan. Dalam Q.S. Al-A’araf
(7): 31. Allah telah memperingatkan akan sikap ini:
َٰيبَنِ ْۤ ْي ٰادَ َم ُخذ ُ ْوا ِز ْينَتَ ُك ْم ِع ْندَ ُك ِل َمس ِْج ٍد َّو ُكلُ ْوا َوا ْش َرب ُْوا َو ََل تُس ِْرفُ ْوا ۚ اِنَّهٗ ََل ي ُِحبُّ ْال ُمس ِْر ِفيْن
"Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap
(memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh,
Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan."
Dalam hal konsumsi, al-Qur‟an memberi petunjuk yang sangat jelas dan mudah
dipahami, al-Qur‟an mendorong untuk menggunakan barang-barang yang baik (halal) dan
bermanfaat serta melarang untuk hidup boros dan melakukan kegiatan konsumsi untuk hal-
hal yang tidak penting, al-Qur‟an juga melarang untuk bermewah-mewahan dalam hal
pakaian ataupun makan, sesuai dengan firman Allah surat al-Baqarah : 168.
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa dalam hal pemanfaatan nikmat dan karunia Allah
SWT harus dilakukan secara adil dan seimbang sesuai dengan prinsip syari’ah, sehingga
selain nantinya akan mendapatkan manfaat dari segi material, juga merasakan kepuasan dari
segi spiritual.
22
Lilik Nurjannah, “Analisis Terhadap Pemikiran Yusuf Qardawi dan Afzalur Rahman tentang Konsep
Konsumsi Dalam Islam” (Skripsi Strata Satu, STAIN Ponorogo, 2011), 19-20
6
Islam mengajarkan kepada kita agar dalam mengeluarkan (membelanjakan) harta,
tidak berlebihan dan juga tidak kikir atau pelit, karena sifat berlebih-lebihan merupakan sifat
yang akan merusak jiwa, harta, dan juga memberikan efek negatif terhadap masyarakat.
Sedangkan kikir atau pelit merupakan sikap yang dapat menahan harta untuk tidak
dikeluarkan meskipun untuk kebutuhan yang penting. Seperti dalam firman Allah surat al-
Furqan ayat 67.
َوا لَّ ِذيْنَ اِذَ ْۤا ا َ ْنفَقُ ْوا لَ ْم يُس ِْرفُ ْوا َولَ ْم َي ْقت ُ ُر ْوا َوكَا نَ َبيْنَ ٰذلِكَ قَ َوا ًما
2. Prinsip kebersihan, mengandung makna yang sempit dan luas. Makna yang sempit
berarti barang yang dikonsumsi harus bersih dan sehat (bebas dari penyakit) yang bisa
diindera secara konkrit. Makna yang luas berarti harus bersih dari larangan syara’.
5. Aspek moralitas, mengandung arti bahwa perilaku konsumen muslim harus tetap
tunduk pada norma-norma yang berlaku dalam Islam.
Dengan demikian, ia akan merasa kehadiran Iilahi pada waktu memenuhi keinginan-
keinginan fisiknya. Hal ini penting karena Islam menghendaki perpaduan nilai-nilai
kebahagian hidup material dan spritual24
23
Ibid. Hal,45.
24
Muhammad Abdul Mannan, Teori Dan Praktek Ekonomi Islam. (Yokyakarta: Bhakti Wakaf,, 1997). Hal, 9.
7
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Konsumsi adalah kegiatan mengurangi atau menghabiskan nilai guna sutau barang
atau jasa, baik secara sekaligus maupun secara berangsur-angsur untuk memenuhi kebutuhan
hidup.
Konsumsi adalah aktivitas ekonomi yang sangat vital bagi kehidupan manusia.
Konsumsi adalah fitrah manusia untuk mempertahankan hidupnya jika manusia berada dalam
fitrah yang suci, maka manusia sadar bahwa konsumsi memiliki keterbatasan.
Mashlahah bagi manusia di sebut kebutuhan, dan semua kebutuhan ini harus
dipenuhi, usaha pencapaian tujuan itu adalah salah-satu kewajiban dalam beragama.
Ada tiga perilaku konsumsi dalam ekonomi syari’ah yaitu: (1). Seimbang dalam
konsumsi, (2). Membelanjakan harta pada bentuk yang dihalalkan, (3). Larangan bersikap
royal dan sia-sia.
Terdapat tiga dasar prinsip dalam ekonomi syari’ah yaitu : (1). Prinsip halal, (2).
Prinsip kebersihan dan menyehatkan, (3). Prinsip kesederhanaan.
B. SARAN
8
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mannan Muhammad, Teori Dan Praktek Ekonomi Islam. (Yokyakarta: Bhakti
Wakaf, 1997).
Aziz Abdul, “Etika Bisnis Prespektif Islam”: Implementasi Etika Islam Untuk Dunia
Usaha. (Bandung: Al-Beta, 2013).
Mannan Muhammad Abdul. Teori Dan Praktek Ekonomi Islam. (Yokyakarta: Bhakti
Wakaf,, 1997).
Nuruddin Amiur, Dari Mana Sumber Hartamu. (renungan Tentang Bisnins Islam
Dan Ekonomi syari’ah). (Sumatra: Erlangga,2022).
Nurjannah Lilik, “Analisis Terhadap Pemikiran Yusuf Qardawi dan Afzalur Rahman
tentang Konsep Konsumsi Dalam Islam” (Skripsi Strata Satu, STAIN Ponorogo, 2011).
Qorib Prof. Dr. Ahmad, M.A, dkk. “Penerapan Maslahah Mursalah Dalam Ekonomi
Islam”. Jurnal “Analytica Islamica”. Vol, 5. No, 1. (2016).
Rahim Abdul. Ekonomi Islam Prespektif Muhammad SAW. (Jember: Stain Jember
Press, 2013).
Rahman Afzalur, dkk. Ekonomic Doktrines Of Islam, dan Doktrin Ekonomi Islam.
(Yokyakarta: Darma Bakti Wakaf, 1985).
9
Setiadi Nugroho J, Perilaku Konsumen, Perspektif Kontemporer pada Motif, Tujuan
dan Keinginan Konsumsi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010).
Septiana Aldila. “Analisis Perilaku Konsumsi Dalam Islam.” Jurnal, Dinar I. No,2.
Eds, (2015).
Wahyuni Sri, “Teori Konsumsi Dan Produksi Dalam Prespektif Islam”. Jurnal
Akuntabel. Vol, 10. No, 1. (2013).
10