DOSEN PEMBIMBING:
1. Adellia
2. Selly Amanda
EKONOMI SYARIAH
2019/2020
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT karna atas rahmat dan karunia-Nya,
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Teori Konsumsi Islam’’ tepat
pada waktunya. Makalah ini merupakan tugas “ Ekonomi Mikro Islam”.
Wassalammu’alaikum Wr.Wb.
Penulis
DAFTAR ISI
COVER……………………………………………………………....………. i
KATA PENGANTAR……………….………………………...…………..... ii
DAFTAR ISI……………………………………………………...….……... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………….…………...…………………….…...... 1
BAB II PERMASALAHAN
1.1 Rumusan Masalah …………….…………......………......……................ 2
1.2 Tujuan ……………………………………..……...................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Intertemporal Caonsumption ……………...……………....………....... 3
2.2 Konsep Final Spending ………………………………...............……….. 3
2.3 Hubungan Income dengan Final Spending ........................................... 4
2.4 Hubungan Saving dengan Final Spending .............................................
2.5 Hubungan Terbalik Riba dengan Infak
2.6 Hubungan Saving dengan Investment ................................................... 6
BAB IVPENUTUPAN
4.1 Kesimpulan…………………………………………………... ……… ... 7
4.2 Saran………………………………………………… .…….………….. 7
DAFTAR PUSTAKA……………………………………. ..……………….. 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam teori ekonomi mikro, dikenal teori permintaan. Teori
permintaan berusaha menjelaskan sifat permintaan para pembeli terhadap
suatu barang. Konsumen akan melakukan pilihan terhadap semua barang yang
diinginkan berdasarkan rupiah yang dimilikinya. Dengan penghasilan yang
terbatas, rumah tangga sebagai pelaku ekonomi yang rasional akan melakukan
pilihan yang terbaik untuk mengonsumsi barang-barang kebutuhannya
berdasarkan prioritas yang dibutuhkan. Konsumen akan merasa terpenuhi jika
barang yang di butuhkan terpenuhi dengan membeli
barang pengeluaran serendah mungkin. Pandangan ekonomi Islam mengenai
permintaan relatif sama dengan ekonomi konvensional, namun terdapat
batasan-batasan dari individu untuk berperilaku ekonomi yang sesuai dengan
aturan syariah. Dalam ekonomi Islam, norma dan moral Islam merupakan
prinsip dalam melakukan kegiatan ekonomi, yang menentukan suatu individu
maupun masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya sehingga teori
ekonomi yang terjadi berbeda dengan teori ekonomi konvensional.
Aktivitas ekonomi yang paling utama adalah konsumsi. Setelah
adanya konsumsi dan konsumen baru ada kegiatan lainnya seperti
produksi/produsen, distribusi/ditributor dan lain-lain. Konsumsi dalam
ekonomi Islam adalah Upaya memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun
rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai
hamba Allah SWT untuk mendapatkan kesejahteraan atau kebahagiaan di
dunia dan akhirat (falah). Dalam melakukan konsumsi maka prilaku
konsumen terutama Muslim selalu dan harus di dasarkan pada Syariah
Islam. Kajian Islam tentang konsumsi sangat penting, agar seseorang berhati-
hati dalam menggunakan kekayaan atau berbelanja.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu Intertemporal Caonsumption
2. Apa itu Konsep Final Spending
3. Hubungan Income dengan Final Spending
4. Hubungan Saving dengan Final Spending
5. Hubungan Terbalik Riba dengan Infak
6. Hubungan Saving dengan Investment
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui intertemporal Caonsumption
2. Untuk mengetahui konsep final spending
3. Untuk mengetahui hubungan income dengam final spending
4. Untuk mengetahui hubungan saving dengam final spending
5. Untuk mengetahui hubungan terbalik riba dengan infak
6. Untuk mengetahui hubungan saving dengan investment
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Intertemporal Caonsumption
Manusia diberi kebebasan dalam melakukan kegiatan konsumsi sesuai
dengan aturan-aturan yang ada dalam ajaran Islam. Dalam Islam tidak hanya
mengatur tentang ibadah dan cara mendekatkan diri kepada pencipta-Nya, namun
juga kegiatan perekonomian. Perbedaan antara ilmu ekonomi modern dengan
ilmu ekonomi Islam dalam hal konsumsi terletak pada cara pendekatannya dalam
memenuhi kebutuhan setiap orang. Islam tidak mengakui kegemaran materialistis
semata-mata dari pola konsumsi.1
Dalam konsep islam konsumsi intertemporal dimaknai bawasanya
pendapatan yang dimiliki tidak hanya dimiliki tidak hanya di belanjakan untuk
hal-hal yang sifatnya konsumtif namun ada pendapatan yang di belanjakkan untuk
perjuangan di jalan Alloh atau lebih di kenal dengan infak, sehingga persamaan
dapat ditulis sebagai
berikut:
Y= (C + Infak) + S
Namun untuk mempermudah dalam melakukan analisis grafis maka persamaan
dia tas di sederhanakan menjadi:
Y= (C + Infak) + S
Y= FS + S
Dimana FS (final spending) adalah konsumsi yang dibelanjakan untuk
keperluan konsumtif ditambah dengan pembelanjaan untuk infak, sehingga final
spending pembelanjaan ahir seorang konsumen muslim Menurut Monzer Kahf,
teori konsumsi dalam Islam yakni Konsumsi agregat merupakan salah satu
variabel kunci dalam ilmu Ekonomi konvensional. Konsumsi agregat terdiri dari
konsumsi barang Kebutuhan dasar serta konsumsi barang mewah. Barang-barang
Kebutuhan dasar (termasuk untuk keperluan hidup dan kenyamanan)Dapat
1
http://ekonomiislamindonesia.blogspot.co.id/2012/0u8/konsumsi-intertemporal-dalam.html
didefinisikan sebagai barang dan jasa yang mampu memenuhi Suatu kebutuhan
atau mengurangi kesulitan hidup sehingga memberikan2
Perbedaan yang riil dalam kehidupan konsumen. Barang-barang Mewah
sendiri dapat didefinisikan sebagai semua barang dan jasa Yang diinginkan baik
untuk kebanggaan diri maupun untuk sesuatu Yang sebenarnya tidak memberikan
perubahan berarti bagi kehidupan Konsumen.
Semua kegiatan, tindakan serta proses psikologi yang mendorong
Tindakan tersebut sebelum membeli merupakan perilaku konsumsi. Salah satu
faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi yakni Tentang gaya hidup. Gaya
hidup ditunjukkan oleh perilaku tertentu Sekelompok orang atau masyarakat yang
menganut nilai-nilai dan Tata hidup yang hampir sama. Konsumen dari dalam
inner directed Merupakan gaya hidup konsumen yang membeli suatu produk
Untuk memenuhi keinginan dari dalam dirinya untuk memiliki sesuatu
Dan tidak terlalu memikirkan norma-norma budaya yang berkembang. Islam
melihat pada dasarnya perilaku konsumsi dibangun atas dua Hal, yaitu kebutuhan
(hajat) dan kegunaan atau kepuasan (manfaat). Dalam perspektif ekonomi Islam,
dua unsur ini mempunyai kaitan Yang sangat erat (interdependensi) dengan
konsumsi. Ketika
Konsumsi dalam Islam diartikan sebagai penggunaan terhadap Komoditas yang
baik dan jauh dari sesuatu yang diharamkan, maka Sudah barang tentu motivasi
yang mendorong seseorang untuk Melakukan aktifitas juga harus sesuai dengan
prinsip ekonomi Islam.
Islam melihat aktivitas ekonomi adalah salah satu cara untuk Menciptakan
maslahah menuju falah (kebahagiaan dunia dan Akhirat). Motif berkonsumsi
dalam Islam pada dasarnya adalah Maslahah.
Dalam alokasi anggaran konsumsi seseorang akan Mempengaruhi
keputusannya dalam menabung. Seseorang akan Menabung sebagian dari
pendapatannya dengan beragam motif, Diantaranya: untuk berjaga-jaga terhadap
ketidakpastian yang akan Datang, untuk persiapan pembelian suatu barang
konsumsi di masa Akan datang, untuk mengakumulasikan kekayaanya.
2
https://investor.id/opinion/investasi-dan-tabungan
2.2 Konsep Final Spending
Final spending adalah konsumsi dan infak seorang muslim, yaitu
Konsumsi yang berorientasikan duniawi untuk menjaga berbagai macam
Kebutuhan daruriyat. Lebih jauh lagi maksud dari konsumsi itu sendiri adalah
Penjagaan dalam eksistensi agama (al-din), kehidupan (al-nafs), akal (al-aql),
Keturunan (al-nasl), dan juga harta benda (al-mal). Kelima hal ini dikenal Dengan
suatu konsep tentang al-khulliyat al-khamsah. Adapun infak Merupakan
representasi dari kebutuhan seseorang yang berorientasi kepada Akhirat, untuk
menjaga al-khulliyat al khamsah orang lain yang berpendapatan Rendah demi
terciptanya keadilan dan kesejahteraan. Selain itu, infak juga Merupakan tabungan
pahala disisi Allah, yang ketika frekuensi kegiatannya Naik maka akan menaikkan
keberkahan dalam harta seseorang.
-Pemenuhan The Basic Need (Dlaruriyat)
Dalam konsep maqhashid al-syari‟ah, pemenuhan kebutuhan seseorang
haruslah mengutamakan the basic need terlebih dahulu. Jika the basic need tidak
terpenuhi, maka akan membawa kerusakan pada seseorang, karena the basic need
termasuk bagian dlaruriyat yang harus senantiasa dijaga. Setelah the basic need
terpenuhi, seseorang baru bisa memenuhi kebutuhan hajuyat, dan kemudian
tahsiniyat.
Pemenuhan the basic need bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan
terhadap manusia. Allah pernah melukiskan kesejahteraan surgawi dalam
peringatan Allah kepada Adam, yang tertera dalam QS. Thaha: 117-119.32 (117).
Maka Kami berkata: "Hai Adam, Sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh
bagimu dan bagi isterimu, Maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan
kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka.(118).
Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang,
(119). dan Sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan
ditimpa panas matahari di dalamnya".
Dari ayat ini jelas, bahwa pangan,sandang, dan papan yang diistilahkan
dengan tidak lapar, dahaga, telanjang, dan kepanasan semuanya telah terpenuhi di
surga. Terpenuhinya kebutuhan ini merupakan unsur pertama dan utama bagi
kesejahteraan manusia. Untuk saat ini, kita dapat berkata bahwa kesejahteraan
yaitu ketika terhindar dari rasa takut terhadap penindasan, kelaparan, dahaga,
penyakit, kebodohan, masa depan diri, sanak keluarga, bahkan lingkungan.
Pemenuhan the basic need tersebut tetap harus dalam kapasitas yang
seimbang (al-tawazun), tidak boleh berlebih-lebihan (al-israf), dan juga bakhil (al-
bukhl). Karena ajaran-ajaran Islam mengutamakan keseimbangan dan memerangi
segala hal yang berlawanan dengan hal Departemen Agama Republik Indonesia,
Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Semarang: diatas. Ketika seseorang memperoleh
income dengan cara yang dan halal dan sah, kemudian membelanjakannya untuk
memenuhi the basic need, maka hal tersebut sesuai dengan maqashid al-syari‟ah
apabila didalam pembelanjaannya berbeda dalam skala al-tawazun dan diniatkan
untuk beribadah kepada Allah.
2.3 Hubungan Income dengan Final Spending
Untuk melihat hubungan antara Income dengan Final Spending. Dalam hal
final spending (belanja atau pengeluaran akhir) seorang muslim akan tercapai
jika seorang muslim menyisihkan sebagian dari pendapatannya untuk
berinfak atau bersedekah. Seperti itu hakikat konsumsi seorang muslim,
pendapatan (income) yang digunakan untuk makan dan untuk diinfakkan di jalan
Allah SWT. (fi sabilillah).Sehingga, korelasi antara pendapatan seorang
muslim dengan perilaku final spending-nya positif. Semakin besar income
berarti pula semakin besar porsi atau rasio final spendingnya.3
4
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami edisi ketiga, (Jakarta, Rajawali Pers, 2010.)
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
Semoga dengan adanya makalah ini bisa memberikan kemudahan
dalam mempelajari materi ekonomi mikro islami, khususnya dalam pembahasan
teori pembahasan teori konsumsi isalam.
DAFTAR PUSTAKA
https://investor.id/opinion/investasi-dan-tabungan
http://ekonomiislamindonesia.blogspot.co.id/2012/0u8/konsumsi-intertemporal-
dalam.html
http://ejournal.stiesyariahbengkalis.ac.id/index.php/iqtishaduna/article/view/
173/172