Anda di halaman 1dari 18

“TEORI KONSUMSI ISLAM”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah :


EKONOMI MIKRO ISLAM

Disusun Oleh:
HADJAR GESENG M
AHMAD NUR HIDAYAT
M ZAKI MANSYUR
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAHUL `ULA
NGLAWAK KERTOSONO NGANJUK
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


kita kesehatan dan kesempatan dalam rangka menyelesaikan kewajiban kami
sebagai mahasiswa, yakni dalam bentuk tugas yang diberikan oleh Bapak
Dosen dalam rangka menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kami.
Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi besar
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju ke
alam yang terang benderang.
Ucapan terima kasih kepada Bapak selaku dosen pengampu pada mata
kuliah Ekonomi Mikro Islam ini yang telah memberikan bimbingan serta
arahan sehingga makalah yang berjudul “Teori Konsumsi Islam” ini selesai
tepat waktu.
Adapun dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dalam rangka perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin Ya Robbal „Alamin.

Nganjuk, 11 April 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATAPENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Konsumsi........................................................................................2
B. Tujuan Konsumsi Dalam Islam…....................................................................2
C. Aturan Konsumsi Dalam..................................................................................5
D. Keseimbangan Konsumsi Dalam Islam…........................................................7
E. Perbedaan Konsumsi Islam, Kapitalis, Dan Sosialis......................................11
BAB II PENUTUP

A. Kesimpulan….................................................................................................14
B. Saran…...........................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Islam adalah agama yang mengatur segenap perilaku manusia. Sebagai
khalifah bagi dirinya sendiri manusia mempunyai peranan yang sangat
penting dalam pemenuhan kebutuhan untuk mengarungi kehidupan didunia.
Demikian pula dalam masalah konsumsi, Islam mengatur bagaimana manusia
dapat melakukan kegiatan-kegiatan konsumsi yang membawa manusia
berguna bagi kemashlahatan hidupnya. Seluruh aturan Islam mengenai
aktivitas konsumsi terdapat dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah. Perilaku
konsumsi yang sesuai dengan ketentuan al-Qur‟an dan as-Sunnah ini akan
membawa pelakunya mencapai keberkahan dan kesejahteraan hidupnya.
Dalam Islam, konsumsi tidak dapat dipisahkan dari peranan keimanan.
Peranan keimanan menjadi tolak ukur penting karena keimanan memberikan
cara pandang dunia yang cenderung mempengaruhi kepribadian manusia.
Keimanan sangat mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi baik dalam
bentuk kepuasan material maupun spiritual. Namun dari itu semua, seorang
muslim yang baik haruslah mengerti tentang teori-teori konsumsi menurut
Islam demi kebahagian dunia dan akhirat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu konsumsi?
2. Apa tujuan konsumsi dalam Islam?
3. Berapakah aturan konsumsi dalam Islam?
4. Bagaimanakah keseimbangan konsumsi dalam Islam?
5. Apa perbedaan konsumsi Islam, Kapitalis, dan Sosialis?
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KONSUMSI
Secara umum konsumsi didefinisikan sebagai penggunaan barang dan
jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi islam konsumsi
juga memiliki pengertian yang hampir sama, tapi ada perbedaan yang
melingkupinya. Perbedaan yang mendasar adalah tujuan pencapaian dari
konsumsi dan cara pencapaiannya yang harus memenuhi Kaidah Syariah
Islam.

B. TUJUAN KONSUMSI DALAM ISLAM


Tujuan utama konsumsi bagi seorang muslim adalah sebagai sarana
penolong untuk beribadah kepada Allah. Sesungguhnya konsumsi selalu
didasari niat untuk meningkatkan stamina dalam ketaatan pengabdian kepada
Allah, sehingga menjadikan konsumsi juga bernilai ibadah. Sebab hal-hal
yang mubah bisa menjadi ibadah jika disertai niat pendekatan
diri (taqarrub) kepada Allah, dalam hal ini dimaksudkan untuk menambah
potensi mengabdi kepada-Nya. Dalam ekonomi Islam, konsumsi dinilai
sebagai sarana wajib yang tidak bisa diabaikan oleh seorang muslim untuk
merealisasikan tujuan dalam penciptaan manusia, yaitu mengabdi sepenuhnya
hanya kepada Allah untuk mencapai falah.
Falah adalah kehidupan yang mulia dan sejahtera di dunia dan akhirat.
Falah dapat terwujud apabila kebutuhan-kebutuhan hidup manusia terpenuhi
secara seimbang. Tercukupinya kebutuhan masyarakat akan memberikan
dampak yang disebut mashlahah. Mashlahah adalah segela bentuk keadaan,
baik material maupun non material yang mampu meningkatkan kedudukan
manusia sebagai makhluk yang paling mulia.
Kandungan mashlahah terdiri atas manfaat dan berkah. Dalam
konsumsi, seorang konsumen akan mempertimbangkan manfaat dan berkah
yang dihasilkan dari kegiatan konsumsinya. Konsumen akan merasakan
adanya manfaat dalam konsumsi ketika kebutuhannya terpenuhi. Berkah akan
diperoleh ketika ia mengkonsumsi barang dan jasa yang dihalalkan oleh
syariat islam.1
Mashlahah yang diterima oleh seorang konsumen ketika
mengkonsumsi barang dapat berbentuk salah satu diantara hal-hal sebagai
berikut :
a. Manfaat material, yaitu diperolehnya tambahan harta bagi konsumen
berupa harga yang murah, diskon, kecilnya biaya, dsb.
b. Manfaat fisik dan psikis, yaitu terpenuhinya kebutuhan baik fisik maupun
psikis terpenuhinya kebutuhan akal manusia
c. Manfaat intelektual, yaitu terpenuhinya kebutuhan informasi,
pengetahuan, ketrampilan, dll .
d. Manfaat lingkungan, yaitu manfaat yang bisa dirasakan selain pembeli
misalnya, mobil mini bus akan dirasakan manfaatnya oleh lebih banyak orang
jika dibandingkan dengan mobil sedan.
e. Manfaat jangka panjang, yaitu terpeliharanya manfaat untuk generasi
yang akan datang, misalnya hutan tidak dirusak habis untuk kepentingan
generasi penerus.
Disamping itu kegiatan konsumsi akan membawa berkah bagi konsumen jika
a. Barang yang dikonsumsi bukan merupakan barang haram
b. Barang yang dikonsumsi tidak secara berlebihan
c. Barang yang dikonsumsi didasari oleh niat untuk mendapatkan ridho
Allah

1
Adiwarman A.Karim. Ekonomi Mikro Islam. (Jakarta. 2007) hal. 64
Konsep maslahah. Memiliki makna yang lebih luas dari sekedar utility
atau kepuasan dalam terminolgi ekonomi konvensional. Maslahah merupakan
tujuan hukum syara' yang paling utama. Menurut Imam Ghazali, maslahah
adalah sifat atau kemampuan barang dan jasa yang mendukung elemen-
elemen dan tujuan dasar dari kehidupan manusia di muka bumi ini. Ada lima
elemen dasar maslahah, yakni: kehidupan atau jiwa (al-nafs), properti atau
harta benda (al mal), keyakinan(al-din), intelektual (al-aql), dan keluarga atau
keturunan (al-nasl). Semua barang dan jasa yang mendukung tercapainya dan
terpeliharanya kelima elemen tersebut di atas pada setiap individu, itulah yang
disebut maslahah.
Maslahah bersifat subyektif dalam arti bahwa setiap individu menjadi
hakim dalam menentukan apakah suatu perbuatan merupakan maslahah atau
bukan bagi dirinya. Berbeda dengan konsep utility, kriteria maslahah telah
ditetapkan oleh syariah dan sifatnya mengikat bagi semua individu. Misalnya,
bila seseorang mempertimbangkan bunga bank memberi maslahah bagi diri
dan usahanya, namun syariah telah menetapkan keharaman bunga bank, maka
penilaian individu tersebut menjadi gugur. Maslahah orang per orang akan
konsisten dengan maslahah orang banyak. Konsep ini sangat berbeda dengan
konsep Pareto Optimum, yaitu keadaan optimal di mana seseorang tidak dapat
meningkatkan tingkat kepuasan atau kesejahteraannya tanpa menyebabkan
penurunan kepuasan atau kesejahteraan orang lain.
C. ATURAN KONSUMSI DALAM ISLAM
Ada beberapa aturan yang dijadikan sebagi pegangan untuk mewujudkan
rasionalitas dalam berkonsumsi.2
1. Tidak boleh hidup bermewah-mewahan.
2. Pelarangan israf (kikir), tabdzir (boros), dan safih (menuruti hawa nafsu).
3. Keseimbangan dalam berkosumsi.
4. Larangan berkosumsi atas barang dan jasa yang membahayakan/ haram.
Ada beberapa prinsip-prinsip berkosumsi di dalam ekonomi islam,
diantaranya3:
1. Prinsip Halal:
seorang muslim diperintahkan oleh musllim untuk mengesumsi
makan-makanan yng halal ( sah menurut hukum dan diizinkan) dan tidak
mengambil makanan yang haram (tidak sah menurut hukum dan terlarang).
2. Prinsip Kebersihan dan menyehatkan:
Sebagaimana firman Allah di dalam Al-Qur‟an Al-Baqarah [2]: 168)

‫ض َح ٰلاًل َط ِّيبًا ۖوَّ اَل‬ ِ ْ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها ال َّناسُ ُكلُ ْوا ِممَّا فِى ااْل َر‬
ٌ‫ت ال َّشي ْٰط ۗ ِن ِا َّن ٗه َل ُك ْم َع ُدوٌّ م ُِّبيْن‬ ُ ‫َت َّت ِبع ُْوا ُخ‬
ِ ‫ط ٰو‬

168. Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu
adalah musuh yang nyata bagimu.

2
Karim A. Adiwarman,” Ekonomi Mikro Islam “, Jakarta: Rajawali Pers, Hal:61

Chaudhry Sharif Muhammad, “Sistem Ekonomi Islam Prinsip Dasar”, Jakarta:Kencana


3

Prenada Media Group, hal:139


3. Prinsip kesederhanaan:
Prinsip ini mengandung arti dalam melakukan konsumsi tidak boleh
berlebih-lebihan sebagaimana Firman Allah dalam Al-qur‟an yang artinya
“makan dan minumlah dan jangan engkau berlebih-lebihan sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melukai batas” selanjutnya Firman
Allah dalam QS.Al-Maidah: 87

‫ت َمٓا اَ َح َّل هّٰللا ُ َل ُك ْم َواَل‬


ِ ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْوا اَل ُت َحرِّ م ُْوا َطي ِّٰب‬
‫َتعْ َت ُد ْوا ۗاِنَّ هّٰللا َ اَل ُيحِبُّ ْالمُعْ َت ِدي َْن‬

87. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah
Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas.

arti penting dari ayat ini adalah menjaga keseimbangan dan kesederhanaan
(hidup sesuai dengan kemampuan) dalam konsumsi.
4. Prinsip kemurahan hati:
Dalam hal ini islam memerintahkan agar senantiasa memerhatikan
saudara dan tetangga kita dengan senantiasa berbagi rasa kebersamaan.
5. Prinsip moralitas:
Selain hal teknis diatas islam juga memperhatikan pembangunan
moralitas spiritual bagi manusia hal tersebut dapat digambarkan dengan
perintah agama yang mengajarkan senantiasa menyebut nama Allah bersyukur
atas karunianya, maka hal tersebut secara tidak langsung akan membawa
dampak psikologis bagi pelakunya seperti anti makanan haram baik zatnya
maupun cara mendapatkannya maupun ketenangan jiwa.
D. KESEIMBANGAN KONSUMSI DALAM ISLAM
Keseimbangan konsumsi dalam ekonomi Islam didasarkan pada
keadilan distribusi. Keadilan konsumsi adalah di mana seorang konsumen
membelanjakan penghasilannya untuk kebutuhan materi dan kebutuhan sosial.
Kebutuhan materi dipergunakan untuk kehidupan duniawi individu dan
keluarga. Konsumsi sosial dipergunakan untuk kepentingan akhirat nanti yang
berupa zakat, infaq, dan shadaqah.
Dengan kata lain konsumen muslim akan membelanjakan
pendapatannya untuk duniawi dan ukhrawi. Di sinilah keunikan konsumen
muslim yang mengalokasikan pendapatannya yang halal untuk zakat sebesar
2,5 % , kemudian baru mengalokasikan dana lainnya pada tempat konsumsi
yang lainnya. Baik berupa konsumsi individu maupun konsumsi sosial yang
lainnya.
Hal tersebut terjadi karena keseimbangan konsumsi dalam Islam
maka di antara pendapatan konsumen merupakan hak-hak Allah SWT,
terhadap para hamba-Nya yang kaya dalam harta mereka. Yakni dalam bentuk
zakat-zakat wajib, diikuti sedekah dan infak. Semua konsumsi itu dapat
membersihkan harta dari segala noda syubhat4 dan dapat mensucikan hati dari
berbagai penyakit yang menyelimutinya seperti rasa kikir, tak mau mengalah
dan egois. Perlu kita ketahui bahwa harta kita tidak akan berkurang karena
sedekah. Harta tidak akan hilang karena membayar zakat baik di darat
maupun lautan. Sebaliknya, setiap kali satu kaum menolak membayar zakat,
pasti hujan akan bertahan dari langit. Kalau bukan karena binatang, hujan
pasti tidak akan turun.

4
Karim A. Adiwarman,” Ekonomi Mikro Islam “, Jakarta: Rajawali Pers, Hal:63
Semua itu dapat di lihat dalam Al- Qur‟an surat Al-Ma‟arij ayat 24-25

‫ق َّم ْعلُ ْو ۖ ٌم لِّلس َّۤا ِٕى ِل َو ْال َمحْ ر ُْوِ\م‬


ٌّ ‫َوالَّ ِذي َْن فِ ْٓي اَ ْم َوالِ ِه ْ\م َح‬

Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,


Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak
mau meminta),

Dengan adanya konsumsi sosial akan membawa berkah dan manfaat,


yaitu munculnya ketentraman, kestabilan, dan keamanan sosial, karena segala
rasa dengki akibat ketimpangan sosial dan ekonomi dapat dihilangkan dari
masyarakat. Rahmat dan sikap menolong juga mengalir deras ke dalam jiwa
orang kaya yang memiliki kelapangan harta. Sehingga masyarakat seluruhnya
mendapatkan karunia dengan adanya sikap saling menyayangi, saling bahu
membahu sehingga muncul kesejahteraan social yang diinginkan.6 Di sinilah,
ekonomi Islam menaruh perhatian padamaslahah sebagai tahapan dalam
mencapai tujuan ekonominya, yaitu falah(kemenangan).
Konsumen muslim selalu menggunakan kandungan berkah dalam
setiap barang sebagai indikator apakah barang yang dikonsumsi tersebut akan
menghadirkan berkah atau tidak. Dengan kata lain konsumen akan jenuh
apabila mengkonsumsi suatu barang atau jasa apabila tidak terdapat berkah di
dalamnya. Konsumen merasakan maslahah dan menyukainya dan tetap rela
melakukan suatu kegiatan meskipun manfaat kegiatan tersebut bagi dirinya
sudah tidak ada.

5
Q.S Al-Ma‟ajrij ayat 24-25

Chaudhry Sharif Muhammad, “Sistem Ekonomi Islam Prinsip Dasar”, Jakarta:Kencana


6

Prenada Media Group, hal:140


Keseimbanga konsumsi dalam Islam terlihat dari:
a. Zakat dan Perilaku Sosial
Pengaruh zakat terhadap perilaku sosial yaitu terlihat pada hubungan
antara si kaya dan si miskin. Zakat dengan sebuah institusi amil zakat, tidak
akan terjadi pengorbanan harga diri golongan miskin, disebabkan mekanisme
distribusi zakat yang melalui baitul maal. Kerelaan dan keikhlasan golongan
kaya dalam menyisihkan hartanya bagi para mustahik, memberikan suasana
pergaulan sosial yang hangat. Begitu juga efek negatif dari kessenjangan yang
amat dalam antara si kaya dan miskin seperti kriminalitas, maksiat dan
sebagainya dapat terkurangi.
b. Pemerataan Pendapatan.
Pengelolaan zakat yang baik, dan alokasi yang tepat sasaran akan
mengakibatkan pemerataan pendapatan. Hal inilah yang dapat memecahkan
permasalahan utama bangsa Indonesia (kemiskinan). Kemiskinan di Indonesia
tidak terjadi karena sumber pangan yang kurang, tetapi distribusi bahan
makanan itu yang tidak merata, sehingga banyak orang yang tidak memiliki
kemudahan akses yang sama terhadap bahan pangan tersebut. Dengan zakat,
distribusi pendapatan itu akan lebih merata dan tiap orang akan memiliki
akses lebih terhadap distribusi pendapatan.
c. Sumber Dana Pembangunan
Banyak kaum dhuafa yang sangat sulit mendapatkan fasilitas
kesehatan, pendidikan, maupun sosial ekonomi. Lemahnya fasilitas ini akan
sangat berpengaruh dalam kehidupan kaum termarjinal.7 Kesehatan dan
pendidikan merupakan modal dasar agar SDM yang dimiliki oleh suatu
negara berkualitas tinggi. Peran dana zakat sebagai sumber dana
pembangunan fasilitas kaum dhuafa akan mendorong pembangunan ekonomi

7
Utama, Mufraeni, Huda dan Setyanto Edwin Mustafa, “Pengenalan Eksklusif Ekonomi
Islam”, Jakarta:Kencana Prenada Media Group, hal:64
jangka panjang. Dengan peningkatan kesehatan dan pendidikan diharapkan
akan memutus siklus kemiskinan antar generasi.

d. Kesejahteraan Masyarakat
Sekarang ini negara-negara Islam hanya mampu menerapkan sebagian
(terpisah-pisah) dari sistem ekonomi Islam seperti perbankan, pembiayaan dan
asuransi syariah. Kenyataan bahwa paradigma yang sudah tersurat dan tersirat
dalam ajaran Islam ini memang masih belum dioptimalkan oleh umat Islam
itu sendiri karena kuatnya pengaruh ekonomi konvensional. Salah satu
instrumen untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat dalam pandangan
ekonomi Islam adalah zakat. Konsep zakat semestinya dapat diberdayakan
untuk menjembatani kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin
sehingga akan mampu mewujudkan keadilan sosial yang pada gilirannya
kondusif bagi perkembangan iklim usaha.
Zakat belum dijadikan mainstream pengambilan kebijakan ekonomi
pemerintah dalam mengantasi kemiskinan secara menyeluruh. Padahal potensi
itu terbuka lebar dan hasil analisis menunjukkan bahwa persoalan kesenjangan
kaya dan miskin tidak akan melebar bahkan mengecil asalkan kebijakan dan
manajemen zakat secara komprehensif dibenahi dan diberdayakan oleh
pemerintah.
Konsep zakat yang berfungsi untuk pemerataan kesejahteraan umat ini
adalah bagian dari ekonomi Islam. Namun sayangnya masyarakat Muslim
termasuk pemerintah tampak lebih sibuk dengan perbankan dan keuangan
syariah semata, sementara zakat belum terperhatikan dengan baik dan
sistematik.
E. PERBEDAAN KONSUMSI ISLAM, KAPITALIS, DAN SOSIALIS
Saat ini kita membagi sistem ekonomi konvensional menjadi 2 jenis
yaitu kapitalisme dan sosialisme. Kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi
yang secara jelas ditandai oleh berkuasanya uang atau modal yang dimiliki
seseorang sedangkan sosialisme adalah suatu sistem ekonomi yang secara
jelas ditandai dengan berkuasanya pemerintah dalam kegiatan ekonomi yang
menghapus penguasaan faktor-faktor produksi milik pribadi. Adapun
perbedaan antara sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme dengan sistem
ekonomi islam dapat diterangkan dengan tabel dibawah ini :
Ekonomi Islam
 Bersumber dari Al-qur‟an, As-sunnah, dan ijtihad
 Berpandangan dunia akhirat
 Kepemilikan individu terhadap uang/modal bersifat nisbi
 Mekanisme pasar bekerja menurut mashlahat
 Kompetisi usaha dikontrol oleh syariat
 Kesejahteraan bersifat jasmani, rohani, dan akal
 Motif mencari keuntungan diakui lewat cara-cara yang halal
 Pemerintah aktif sebagai pengawas, pengontrol, dan
 wasit yang adil dalam kegiatan ekonomi
 Pemberlakuan distribusi pendapatan
 Bersumber dari Al-qur‟an, As-sunnah, dan ijtihad
 Berpandangan dunia akhirat
 Kepemilikan individu terhadap uang/modal bersifat nisbi
 Mekanisme pasar bekerja menurut maslahat
 Kompetisi usaha dikontrol oleh syariat
 Kesejahteraan bersifat jasmani, rohani, dan akal
 Motif mencari keuntungan diakui lewat cara-cara yang halal
 Pemerintah aktif sebagai pengawas, pengontrol, dan wasit yang adil
dalam kegiatan ekonomi
 Pemberlakuan distribusi pendapatan
Ekonomi Kapitalis
 Bersumber dari pikiran dan pengalaman manusia
 Berpandangan dunia sekuler
 Kepemilikan individu terhadap modal/uang bersifat mutlak
 Mekanisme pasar dibiarkan bekerja sendiri
 Kompetisi usaha bersifat bebas dan melahirkan monopoli
 Kesejahteraan bersifat jasadiah
 Motif mencari keuntungan diakui tanpa ada batasan yang berlaku
 Pemerintah sebagai penonton pasif yang netral dalam kegiatan
 Ekonomi
 Tidak dikenal distribusi pendapatan secara merata
Ekonomi Sosialis
 Bersumber dari hasil pikiran manusia filsafat dan pengalaman
 Berpandangan dunia sekuler ekstrim atau atheis
 Membatasi bahkan menghapuskan kepemilikan individu atas modal
 Perekonomian dijalankan lewat perencanaan pusat oleh negara
 Tidak berlaku mekanisme harga melainkan disesuaikan dengan
kegunaan barang bagi masyarakat
 Negara berperan sebagai pemilik, pengawas, dan penguasa utama
perekonomian
 Tidak mengakui motif mencari keuntungan
 Pemerintah mengambil alih semua kegiatan ekonomi
 Menyamakan penghasilan dan pendapatan individu
Berdasarkan pernyataan diatas, kita dapat melihat perbedaan yang jelas antara
ekonomi konvensional adalah sbb.
1. Ekonomi Islam mempunyai pedoman/acuan dalam kegiatan ekonomi yang
bersumber dari wahyu ilahi maupun pemikiran para mujtahid sedangkan
ekonomi konvensional didasarkan kepada pemikir yang didasarkan kepada
paradigma pribadi mereka masing-masing sesuai dengan keinginannya.
2. Dalam ekonomi Islam negara berperan sebagai wasit yang adil, maksudnya
pada saat tertentu negara dapat melakukan intervensi dalam perekonomian
dan adakalanya pun tidak diperbolehkan untuk ikut campur, contohnya pada
saat harga-harga naik, apabila harga naik disebabkan karena ada oknum yang
melakukan rekayasa pasar maka pemerintah wajib melakukan intervensi
sedangkan apabila harga naik karena alamiah maka pemerintah tidak boleh
ikut campur dalam menetapkan harga, seperti yang diriwayatkan dalam hadits
Nabi terkait kenaikan harga. Dalam ekonomi konvensional, kapitalis tidak
mengakui peran pemerintah dalam perekonomian, dalam sosialis negara
berperan absolut dalam ekonomi sehingga tidak terdapat keseimbangan antara
kedua sistem tersebut.
3. Dalam ekonomi Islam mengakui motif mencari keuntungan tetapi dengan
cara-cara yang halal, dalam ekonomi kapitalis mengakui motif mencari
keuntungan tetapi tidak ada batasan tertentu sehingga sangat bebas sesuai
yang dilandasi dengan syahwat spekulasi dan spirit rakus para pelaku
ekonomi.
4. Dalam ekonomi konvensional tidak mengenal sistem zakatnya
didalamnya sehingga cenderung terjadi ketimpangan sosial dalam masyarakat
antara orang miskin dan orang kaya. Sedangkan telah kita ketahui bahwa
sudah sejak lama islam menetapkan kepada umatnya untuk membayar zakat
sehingga distribusi pendapatan merata sedikit demi sedikit dapat diwujudkan.
Kita pun dapat membuktikan keseimbangan pasar apabila sistem zakat
diberlakukan, yaitu apabila sistem zakat diberlakukan, orang kaya pasti akan
menyisihkan pendapatannya untuk membayar zakat sehingga permintaan
barang orang kaya semakin berkurang sehingga kurva permintaan (demand)
bergeser ke sisi kiri.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
 Secara umum konsumsi didefinisikan sebagai penggunaan barang dan
jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia
 Tujuan utama konsumsi bagi seorang muslim adalah sebagai sarana
penolong untuk beribadah kepada Allah
 Ada beberapa aturan yang dijadikan sebagi pegangan untuk
mewujudkan rasionalitas dalam berkonsumsi.
1. Tidak boleh hidup bermewah-mewahan.
2. Pelarangan israf (kikir), tabdzir (boros), dan safih (menuruti hawa
nafsu).
3. Keseimbangan dalam berkosumsi.
 Keseimbangan konsumsi dalam ekonomi Islam didasarkan pada
keadilan distribusi.
Ekonomi Islam
 Bersumber dari Al-qur‟an, As-sunnah, dan
ijtihad Ekonomi Kapitalis
 Bersumber dari pikiran dan pengalaman manusia
Ekonomi Sosialis
 Bersumber dari hasil pikiran manusia filsafat dan pengalaman
B. SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah yang disusun ini masih terdapat
banyak kekurangan, oleh karena itu keritik, saran, dan masukan yang sifatnya
membangun sangatlah kami harapkan untuk baiknya makalah ini ke
depannya.
DAFTAR PUSTAKA

A.Karim ,Adiwarman. Ekonomi Mikro Islam. (Jakarta: RajaGrafindo, 2007 )


Suprayitno, “Ekonomi Mikro Perspektif Islam”, (yoyakarta:SUKSES Offset, 2008)
Chaudhry Sharif Muhammad, “Sistem Ekonomi Islam Prinsip Dasar”,
Jakarta:Kencana Prenada Media Group 2001

Mufraeni, Huda, Setyanto, Nasution Edwin Mustafa, “Pengenalan Eksklusif


Ekonomi Islam”, (Jakarta:Kencana, 2010)

Anda mungkin juga menyukai