Anda di halaman 1dari 24

REVISI

MAKALAH

Konsumsi dan Produksi Dalam Ekonomi Islam

Mata Kuliah : Ekonomi Makro Islam

Dosen Pengampu : Joni Hendra K, S.Ag., MA

Oleh Kelompok II :

Putri Paradiba [182121336]

Viona Afriyani [182121348]

Lokal : IVC Ekonomi Syariah

JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

BENGKALIS - RIAU

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Karunia-Nya kepada kita semua, sehingga saya bisa menyelesaikan tugas matakuliah
“EKONOMI MAKRO ISLAM” yang telah menjadi tanggung jawab saya dalam
materi ini. Shalawat dan salam marilah kita hadiahkan buat junjungan alam yakni
Nabi kita Muhammad SAW. Yang mana beliau telah berhasil membawa umatnya dari
alam kegelapan menuju alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan sebagaimana
yang kita rasakan pada saat sekarang ini.

Dengan ini, kami sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen
yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menulis makalah tentang
‘’Konsumsi Dan Produksi Dalam Ekonomi Islam’’. Serta kami ucapkan terima kasih
kepada teman-teman yang telah memberikan waktunya kepada kami untuk membahas
makalah ini. Mohon maaf seandainya di dalam pembuatan makalah ini terdapat
banyak kesalahan dan kekurangan.

Bengkalis, Maret 2023

KELOMPOK II

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................2
A. Teori Konsumsi.............................................................................................................2
1. Dasar Hukum Perilaku Konsumsi...............................................................................3
2. Prinsip Konsumsi Dalam Islam...................................................................................4
3. Konsep Kebutuhan Konsumsi dalam Islam................................................................6
4. Maslahah Versus Utility..............................................................................................8
B. Teori Produksi..............................................................................................................9
1. Prinsip-prinsip Produksi Dalam Ekonomi Islam.......................................................11
2. Faktor-faktor Produksi dalam Pandangan Islam.......................................................12
3. Kaidah-kaidah dalam Berproduksi............................................................................15
4. Nilai dan Moral dalam Berproduksi..........................................................................16
5. Produksi dalam Al-Quran..........................................................................................19
BAB III PENUTUP................................................................................................................20
A. Kesimpulan...................................................................................................................20
B. Saran..............................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................21

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam kehidupan sehari-hari ini, kebanyakan manusia tidak terlepas dari kegiatan
konsumsi. Sebab manusia memiliki kebutuhan yangperlu dipenuhi, sehingga melakukan
kegiatan konsumsi. Tetapi tidaksemua kebutuhan dapat terpenuhi. Demikianlah keadaan
manusiasebagaimana Allah tetapkan, ada yang dilapangkan rezekinya hinggaberlimpah
ruah dan ada pula yang dipersempit rezekinya, tidak dapatmencukupi kebutuhan pokoknya.

Produksi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menambah nilaiguna suatu
barang dan dapat pula diartikan sebagai upaya untuk mengubah inputmenjadi output.
Produsen adalah mereka yang melakukan produksi.Kegiatan produksi menjamin
kelangsungan hidup masyarakat danperusahaan.oleh karena itu harus dilakukan dalam
keadaan apa pun baik olehpemerintah maupun swasta. Namun produksi tidak mungkin bisa
berjalan bilatidak ada bahan yang memungkinkan untuk dilakukan proses produksi itu
sendiri.Untuk melakukan proses produksi memerlukan tenaga manusia, sumber-sumberdaya
alam, modal , serta keahlian. Yang semuanya itu biasa disebut faktorproduksi

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Konsumsi dalam Islam?
2. Apa Dasar Hukum dan Prinsip pada Konsumsi?
3. Apa itu Produksi dalam Islam dan Kaidah dalam Berproduksi?
4. Apa Prinsip dan Faktor Produksi dalam Islam?
5. Apa Nilai dan Moral dalam Berproduksi?

C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan dan pembahasan makalah ini adalah:

1. Mengetahui apa itu konsumsi didalam islam.

2. Mengetahui apa Dasar Hukum dan prinsip Pada Konsumsi.

3. Untuk mengetahui Apa itu Produksi dalam islam dan Kaidah dalam Berproduksi.

4. Mengetahui Prinsip dan Faktor Produksi dalam Islam.

5. Untuk Mengetahui apa Nilai dan Moral dalam Berproduksi.


1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Konsumsi
Islam berpandangan bahwa hal terpenting yang harus dicapai dalamaktifitas konsumsi
adalah maslahah. “Maslahah adalah segala bentukkeadaan, baik material maupun non
material, yang mampu meningkatkankedudukan manusia sebagai makhluk yang paling
mulia”. Maslahah memilikidua kandungan, yaitu manfaat dan berkah. Maslahah hanya bisa
didapatkanoleh konsumen saat mengkonsumsi barang yang halal saja. Halal adalahtindakan
yang dibenarkan untuk dilakukan oleh syara.Halal dibagi menjadi tiga yaitu halal menurut
sifat zat, caramemperolehnya, dan cara pengolahannya. Allah SWT berfirman dalam Q.S.Al
Baqarah : 173

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,daging babi, dan


binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selainAllah). Tetapi Barangsiapa dalam
Keadaan terpaksa (memakannya)sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas,Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagiMaha Penyayang”.

Ajaran syariah dalam bentuk konsumsi yaitu mengkonsumsi halal danharam,


pelarangan terhadap ishraf (berlebihan) yaitu bermewah-mewahan danbermegah-megahan,
konsumsi sosial, dan aspek-aspek normatif lainnya.Seorang konsumen Muslim harus
memperhatikan produk-produk yangdikonsumsi agar terhindar dari hal-hal yang diharamkan
oleh Allah serta tidakberlebihan. Keimanan seorang Muslim dapat diukur dengan
bagaimanaseorang Muslim menjalani kehidupannya sehari-hari sesuai dengan tuntunanAl
Qur‟an dan hadits.1

1
Zulfikar dan Meri. 2015. Implementasi Pemahaman Konsumsi Islam pada Perilaku Konsumen Muslim. Jurnal JESTT Vol. 1
No.10 Oktober 2014

2
Dalam konteks ekonomi, seorang Muslim diwajibkan untukmengkonsumsi hal-hal
yang baik saja. Yaitu halal baik halal menurut sifat zat,cara pemrosesan, dan cara
mendapatkannya. Mengkonsumsi barang dan jasayang halal saja merupakan bentuk
kepatuhan manusia kepada Allah SWT,sebagai balasannya, manusia akan mendapatkan
pahala sebagai bentuk berkah dari barang dan jasa yang dikonsumsi Teori konsumsi Islam
mengajarkan untuk membuat prioritas dalam pemenuhan kebutuhan. “Urutan prioritas
kebutuhan tersebut adalah: dharuriyat (primer), hajjiyat (sekunder), dan tahsiniyat (tersier)”

1. Dasar Hukum Perilaku Konsumsi


Islam memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan amanah Allah SWT
kepada sang Khalifah agar dipergunakan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama. Dalam
satu pemanfaatan yang telah diberikan kepada khalifah adalah kegiatan ekonomi (umum) dan
lebih sempit lagi kegiatan konsumsi (khusus). Islam mengajarkan kepada khalifah untuk
memakai dasar yang benar agar mendapatkan keridhaan dari Allah Sang Pencipta.2

a. Sumber yang Berasal dari al-Qur’an dan Sunnah Rasul

1) Sumber yang ada dalam al-Qur’an

Artinya : “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid,
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al A’raf : 31)

2) Sumber yang berasal dari Sunnah Rasul, yang artinya : Abu Said Al-Chodry

r.a berkata : Ketika kami dalam bepergian bersama Nabi SAW, mendadak datang
seseorang berkendaraan, sambil menoleh ke kanan-ke kiri seolah-olah mengharapkan
bantuan makanan, maka bersabda Nabi SAW : “Siapa yang mempunyai kelebihan
kendaraan harus dibantukan pada yang tidak memmpunyai kendaraan. Dan siapa yang
2
Muhammad Muslih. Perilaku Konsumen Dalam Perspektif Ilmu Ekonomi Islami. (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2006)
Hal :19

3
mempunyai kelebihan bekal harus dibantukan pada orang yang tidak berbekal.”
kemudian Rasulullah menyebut berbagai macam jenis kekayaan hingga kita merasa
seseorang tidak berhak memiliki sesuatu yang lebih dari kebutuhan hajatnya. (H.R.
Muslim).3

2. Prinsip Konsumsi Dalam Islam


Dalam ekonomi Islam konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip dasar :4

1) Prinsip Keadilan

Syarat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari rezeki secara
halal dan tidak dilarang hukum. Dalam soal makanan dan minuman, yang terlarang
adalah darh, daging binatang yang telah mati sendiri, daging babi, daging binatang
yang ketika disembelih diserukan nama selain Allah. QS. Al-Baqarah : 173, yang
artinya :

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi,


dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi Barangsiapa
dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak
(pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. Al Baqarah : 173)5

2) Prinsip Kebersihan

Syariat yang kedua ini tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an maupun Sunnah
tentang makanan. Harus baik atau cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun
menjijikkan sehingga merusak selera. Karena itu, tidak semua yang diperkenankan
boleh dimakan dan diminum dalam semua keadaan. Dari semua yang diperbolehkan
makan dan minumlah yang bersih dan bermanfaat.

3) Prinsip Kesederhanaan
3
Muhammad, Ekonomi Mikro (Dalam Perspektif Islam). (Yogyakarta: BPFE, 2005)

4
Mannan, M.A, Teori dan Praktek..., Hal. 45-48

5
Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur'an dan..., Hal.32

4
Prinsip ini mengatur prilaku manusia mengenai makanan dan minuman adalah
sikap tidak berlebih-lebihan, yang berarti janganlah makan secara berlebih.

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa


yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”(QS. Al
Maidah : 87)6

Arti penting ayat ini adalah kenyataan bahwa kurang makan dapat mempengaruhi
pembangunan jiwa dan tubuh, demikian pula bila perut diisi secara berlebih-lebihan
tentu akan ada pengaruhnya pada perut. Praktik memantangkan jenis makanan tertentu
dengan tegas tidak dibolehkan dalam Islam.

4) Prinsip Kemurahan Hati

Dengan mentaati perintah Islam tidak ada bahaya maupun dosa ketika kita
memakan dan meminum makanan halal yang disediakan Tuhan karena kemurahan hati-
Nya. Selama maksudnya adalah untuk kelangsungan hidup dan kesehatan yang lebih
baik dengan tujuan menunaikan perintah Tuhan dengan keimanan yang kuat dalam
tuntutan-Nya, dan perbuatan adil sesuai dengan itu, yang menjamin persesuaian bagi
semua perintah-Nya.

Artinya : “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal)
dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam
perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu

6
Ibid,

5
dalam ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan
dikumpulkan.”(QS. Al Maidah : 96)7

5) Prinsip Moralitas.

Bukan hanya mengenai makanan dan minuman langsung tetapi dengan tujuan
terakhirnya, yakni untuk peningkatan atau kemajuan nilai-nilai moral dan spiritual.
Seseorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan
menyatakan terima kasih kepada-Nya setelah makan. Dengan demikian ia akan
merasakan kehadiran Ilahi pada waktu memenuhi keinginan-keinginan fisiknya. Hal ini
penting artinya karena Islam menghendaki perpaduan nilai-nilai hidup material dan
spiritual yang berbahagia.

Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah:


"Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi
dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,” (QS. Al Baqarah : 219)8

3. Konsep Kebutuhan Konsumsi dalam Islam


a. Dharuriyat (primer)

Dharuriyat (primer) adalah kebutuhan paling utama dan paling penting. Kebutuhan
ini harus terpenuhi agar manusia dapat hidup layak. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi
hidup manusia akan terancam didunia maupun akhirat. Kebutuhan ini meliputi, khifdu
din(menjaga agama), khifdu nafs (menjaga kehidupan), khifdu ‘aql (menjaga akal),

7
Ibid, Hal.164

6
Ibid,

6
khifdu nasl (menjaga keturunan), dan khifdu mal (menjaga harta). Untuk menjaga kelima
unsur tersebut maka syari‟at Islam diturunkan. Sesuai dengan firman Allah SWT, dalam
QS. Al-Baqarah:179 dan 193.

Artinya :” dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai
orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Al-Baqarah (2): 179)9

Artinya :”dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga)
ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu),
Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim”.(Al-
Baqarah (2): 193)10

Oleh sebab itu tujuan yang bersifat dharuri adalah tujuan utama untuk pencapaiaan
kehidupan yang abadi bagi manusia Lima kebutuhan dharuriyah tersebut harus dapat
terpenuhi, apabila salah satu kebutuhan tersebut diabaikan akan terjadi ketimpangan atau
mengancam keselamatan umat manusia baik didunia maupun diakhirat kelak. Manusia
akan hidup bahagia apabila ke lima unsur tersebut dapat dilaksanakan dengan baik.

b. Hajiyat (sekunder)

Kebutuhan hajiyat adalah kebutuhan sekunder atau kebutuhan setelah kebutuhan


dharuriyat. Apabila kebutuhan hajiyat tidak terpenuhi tidak akan mengancam
keselamatan kehidupan umat manusia, namun manusia tersebut akan mengalami
kesulitan dalam melakukan suatu kegiatan. Kebutuhan ini merupakan penguat dari
kebutuhan dharuriyat.Maksudnya untuk memudahkan kehidupan,menghilangkan

9
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan…, Hal. 34.

10
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan…, Hal. 37.

7
kesulitan atau menjadikan pemeliharaan yang lebih baik terhadap lima unsur pokok
kehidupan manusia. Apabila kebutuhan tersebut tidak terwujudkan, tidak akan
mengancam keselamatannya, namun akan mengalami kesulitan. Pada dasarnya jenjang
hajiyat ini merupakan pelengkap yang mengokohkan, menguatkan, dan melindungi
jenjang dharuriyat. Atau lebih spesifiknya lagi bertujuan untuk memudahkan atau
menghilangkan kesulitan manusia di dunia.11

c. Tahsiniyat (tersier)

Kebutuhan tahsiniyah adalah kebutuhan yang tidak mengancam kelima hal pokok
yaitu khifdu din (menjaga agama), khifdu nafs (menjaga kehidupan), khifdu aql
(menjaga akal), khifdu nasl (menjaga keturunan), serta khifdu maal (menjaga harta) serta
tidak menimbulkan kesulitan umat manusia.Kebutuhan ini muncul setelah kebutuhan
dharuriyah dan kebutuhan hajiyat terpenuhi, kebutuhan ini merupakan kebutuhan
pelengkap.

4. Maslahah Versus Utility


Menurut Mufllih, ada dua bentuk konsep berfikir konsumen dalam peranan ilmu
ekonomi yaitu utility atau utilitas dan maslahah 12. Secara bahasa, utility berarti berguna
(usefulness), membantu (helpness) ataumenguntungkan (advantage).

Dalam konteks ekonomi, utilitas diartikan sebagai kegunaan barang yang dirasakan
oleh seorang konsumen dalam mengkonsumsi suatu barang. Kegunaan ini bisa dirasakan
sebagai rasa “tertolong” dari kesulitan karena mengkonsumsi suatu barang. Karena rasa
inilah utilitas sering diartikan juga sebagai kepuasan yang dirasakan oleh seorang konsumen.

Dengan demikian, kepuasan dan utilitas dianggap sama, meskipun sebenarnya


kepuasan adalah akibat yang ditimbulkan oleh utilitas13.

11
Konsumen Dalam Ekonomi Islam dan Konvensional. diakses pada 15 November 2014.

12
Muhammad mufllih,Perilaku Konsumen Dalam Perfektif Ilmu Ekonomi Islam,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2006),
Hal. 99.

13
Anita Rahmawaty, Ekonomi Mikro Islam, (Kudus: Nora Media Enterprise, 2011), Hal. 69.

8
Perbedaan Maslahah dan Utility:

a) Konsep maslahah dikorelasikan dengan kebutuhan (need), sedangkan kepuasan


(utility) dikorelasikan dengan keinginan (want).

b) Utility atau kepuasan bersifat individualistis, maslahah tidak hanya bisa dirasakan
oleh individu tetapi bisa dirasakan pula oleh orang lain atau sekelompok orang lain
atau masyarakat.

c) Maslahah relatif lebih obyektif karena didasarkan pada pertimbangan yang obyektif
(kriteria tentang halal atau baik) sehingga suatu benda ekonomi dapat diputuskan
apakah memiliki maslahah atau tidak. Sementara utilitas mendasarkan pada kriteria
yang lebih subyektif, karenanya dapat berbeda antara individu satu dengan lainnya.

d) Maslahah individu relatif konsisten dengan maslahah sosial. Sebaliknya, utilitas


individu sering berseberangan dengan utilitas sosial.

e) Jika maslahah dijadikan tujuan dari seluruh pelaku ekonomi (konsumen, produsen,
dan distributor), maka semua aktivitas ekonomi masyarakat baik konsumsi, produksi,
dan distribusi akan mencapai tujuan yang sama, yaitu kesejahteraan. Hal ini berbeda
dengan utility dalam ekonomi monvensional, konsumen mengukurnya dari kepuasan
yang diperoleh konsumen dan keuntungan yang maksimal bagi produsen dan
distributor, sehingga berbeda tujuan yang akan dicapainya.

f) Dalam konteks perilaku monsumen, utility diartikan sebagai konsep kepuasan


konsumen dalam mengkonsumsi barang atau jasa, sedangkan maslahah diartikan
sebagai konsep pemetaan perilaku konsumen berdasarkan asas kebutuhan dan
prioritas.

B. Teori Produksi
Dalam ekonomi Islam, produksi mempunyai motif kemaslatan, kebutuhan dan
kewajiban. Demikian pula, konsumsi. Perilaku produksi merupakan usaha seseorang atau
kelompok untuk melepaskan dirinya dari kefakiran. Menurut Yusuf Qardhawi (1995),
secara eksternal perilaku produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan setiap individu
sehingga dapat membangun kemandirian ummat. Sedangkan motif perilakunya adalah
keutamaan mencari nafkah, menjaga semua sumber daya (flora-fauna dan alam sekitar),
9
dilakukan secara profesional dan berusaha pada sesuatu yang halal. Karena itu dalam
14
sebuah perusahaan misalnya, menurut M.M. Metwally asumsi-asumsi produksi, harus
dilakukan untuk barang halal dengan proses produksi dan pasca produksi yang tidak
menimbulkan ke-madharatan. Semua orang diberikan kebebasan untuk melakukan usaha
produksi.

Berdasarkan pertimbangan kemashlahatan itulah, menurut Muhammad Abdul


Mannan15, pertimbangan perilaku produksi tidak semata-mata didasarkan pada permintaan
pasar.

Produksi dalam ekonomi Islam adalah setiap bentuk aktivitas yang dilakukan manusia
untuk mewujudkan manfaat atau menambahkannya dengan cara mengeksplorasi sumber-
sumber ekonomi yang disediakan Allah SWT sehingga menjadi maslahat, untuk memenuhi
kebutuhan manusia16. Hal ini dapat dijelaskan dalam semua aktifitas produksi barang dan
jasa yang dilakukan seorang muslim untuk memperbaiki apa yang dimilikinya, baik berupa
sumber daya alam dan harta dan dipersiapkan untuk bisa dimanfaatkan oleh pelakunya atau
oleh umat Islam. Firman Allah dalam QS Al-Mulk: 15

"Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada- Nya-lah kamu
(kembali setelah) dibangkitkan.

Pendapat lain yang mejelaskan mengenai tujuan produksi dalam perspektif Islam
adalah menyediakan barang dan jasa yang memberikan mashlahahmaksimum bagi

14
M.M. Metwally, "A Behavioral Model of An Islamic Firm," Readings in Microeconomics: An Islamic Perspektif, Longman
Malaysia (1992), Hal .131-138

15
M.A. Mannan, "The Behavior of The Firm and Objective in an Islamic Framework", Readings in Microeconomics: An
Islamic Perspektif, Longman Malaysia (1992), Hal .120-130

16
Muhammad Abdul Mun'im 'Afar dan Muhammad bin Sa'id bin Naji Al-Ghamidi, Ushul Al-Iqtishad Al-islami, Hal. 59-60

1
konsumen. Secara lebih spesifik, tujuan kegiatan produksi adalah meningkatkan
kemashlahatan yang bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk, diantaranya adalah17 :

a) Pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkatan moderat

b) Menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya

c) Menyiapkan persediaan barang dan jasa di masa depan

d) Pemenuhan sarana bagi kegiatan social dan ibadah kepada Allah.

1. Prinsip-prinsip Produksi Dalam Ekonomi Islam


Prinsip dasar ekonomi Islam adalah keyakinan kepada Allah SWT sebagai Rabb dari
alam semesta. Seperti dalam Q.S. Al-Jaatsiyah ayat 13 berikut ini :

Artinya: "Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di
bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir"

Prinsip produksi pada sistem konvensional adalah bagaimana produksi dapat berjalan
sehingga mampu mencapai tingkat yang paling maksimum dan efisiensi dengan18 :

a) Memaksimalkan output dengan menggunakan input tetap

b) Meminimalkan penggunaan input untuk mencapai tingkat output yang sama

Prinsip-prinsip produksi pada perspektif ekonomi Islam tidak jauh berbeda dengan
sistem konvensional yang membedakannya adalah nilai (value) yang terkandung di
dalamnya. Islam menambahkan beberapa poin nilai berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist

17
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta atas kerjasama
dengan Bank Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, 2008 Hal. 233

18
Karim, Adiwarman. A, Ekonomi Mikro Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, Hal 103

1
Rasulullah SAW dimana Islam memberikan arahan mengenai prinsip-prinsip produksi
sebagai berikut, yaitu19 :

a) Tugas manusia di bumi adalah sebagi khalifah Allah SWT yakni manusia ditugasi
untuk memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalnya.

b) Islam selalu mendorong kemajuan di bidang produksi, menurut Yusuf Qordhawi,


Islam membuka lebar penggunaan metode ilmiah yang didasarkan atas penelitian,
eksperimen, dan perhitungan. Akan tetapi Islam tidak membenarkan penuhanan
terhadap hasil karya ilmu pengetahuan dalam arti melepaskan diri dari Al-Qur’an dan
Al hadist.

c) Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia, sesuai


dengan sabda Nabi yaitu: “kalian lebih mengatahui urusan dunia kalian”

d) Dalam berinovasi dan bereksperimen, pada prinsipnya agama Islam menyukai


kemudahan, menghindari kemudharatan dan memaksimalkan manfaat. Dalam Islam
tidak terdapat ajaran yang memerintahkan membiarkan segala urusan berjalan dalam
kesulitannya, karena berdalih dengan ketetapan dan ketentuan Allah, atau karena
tawakal kepada-Nya, sebagaimana keyakinan yang terdapat di dalam agama-agama
selain Islam. Tawakal dan sabar adalah konsep penyerahan hasil kepada Allah SWT,
sebagai pemilik hak prerogative yang menentukan segala sesuatu setelah segala usaha
dan persyaratan dipenuhi dengan optimal.

2. Faktor-faktor Produksi dalam Pandangan Islam


Produksi yang baik dan berhasil adalah produksi yang menggunakan faktor-faktor
produksi guna menghasilkan barang sebanyak-banyaknya dengan kualitas semanfaat
mungkin. Menurut M.A. Mannan dan Afzalurrahman faktor produksi terdiri atas alam,
tenaga kerja, modal dan manajemen (organisasi).

1) Alam (Tanah)

19
Mustafa Edwin Naution, et all, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2006. Hal
110-111

1
Ekonom klasik menganggap tanah sebagai suatu faktor produksi penting
20
mencakup semua sumber daya alam yang digunakan dalam proses produksi .
Menurut Afzalurrahman, tanah termasuk segala sesuatu yang terdapat di permukaan
bumi, seperti gunung, hutan; di bawah permukaan bumi dalam bentu bahan
galian/tambang dan kekayaan laut; dan di atas permuakaan bumi, seperti hujan, angin,
keadaan iklim, geografi, dan sebagainya21. Selanjutnya afzalurrahman menjelaskan
bahwa tidak diragukan lagi faktor produksi yang paling penting adalah permukaan
tanah yang di atasnya kita dapat berjalan, mendirikan rumah, perusahaan, serta
melakukan apa saja menurut kehendak kita22.

2) Tenaga Kerja

Faktor tenaga kerja dalam aktivitas produksi merupakan upaya yang dilakukan
manusia, baik berupa kerja pikiran maupun berupa kerja jasmani atau kerja pikir
sekaligus jasmani dalam rangka menghasilkan barang dan jasa ekonomi yang
dibutuhkan masyarakat.

Adam Smith mengatakan bahwa tenaga kerja adalah satu-satunya faktor


produksi. Secara umum para ahli ekonomi berpendapat kerja adalah produsen satu-
satunya dan tenaga kerjalah pangkal produktifitas dari semua faktor produksi. Alam
tidak bisa menghasilkan apa-apa tanpa tenaga kerja.

Islam mengangkat nilai tenaga kerja dan menyuruh orang bekerja untuk
mencapai penghidupan yang layak dan menghasilkan barang dan jasa yang menjadi
kebutuhan manusia, maupun amal yang bersifat ibadah semata-mata karena Allah.
Tenaga kerja dalam Islam, tidak pernah terpisahkan dari kehidupan moral dan sosial,
karena kode dan tingkah laku pekerja dan majikan berakar pada syariat.

20
M.A. Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1997, Hal 55

21
Afzalurrahman. Doktrin Ekonomi Islam Jilid 1. Terjemahan Soeroyo, Nastangin. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa.
1995. Hal 241

22
Ibid. Hal 226

1
3) Modal

Menurut Ahmad Ibrahim, modal adalah kekayaan yang memberikan


penghasilan kepada pemiliknya, atau kekayaan yang menghasilkan suatu hasil yang
akan digunakan untuk menghasilkan suatu kekayaan lainnya.

Dalam Islam, modal (sebagai hak milik) adalah amanah dari Allah yang wajib
dikelola secara baik. Manusia hanya diamanahi Allah untuk mengelola harta (modal)
sehingga berkembang. Islam memiliki terapi terhadap perlakuan modal sebagai salah
satu faktor produksi, yaitu23 :

Islam melarang penimbunan dan menyuruh membelanjakannya, dan menyuruh


segera memutar harta yang belum produktif, jangan sampai termakan oleh zakat.

a) Islam mengijinkan hak milik atas modal, dan mengajarkan untuk berusaha
dengan cara-cara lain agar modal tidak berpusat hanya pada beberapa tangan
saja.

b) Islam mengharamkan peminjaman modal dengan cara menarik bunga


d. Islam mengharamkan penguasaan dan pemilikan modal selain dengan cara-
cara yang diizinkan secara syariah, seperti: kerja, hasil akad jual-beli, hasil
pemberian, wasiat, dan waris.

c) Islam mewajibkan zakat atas harta simpanan atau harta produktif dalam
bentuk dagang tiap tahunnya.

d) Tidak boleh menggunakan modal dalam produksi secara boros.

4) Manajemen (Organisasi)

merupakan naungan segala unsur produksi dalam suatu usaha produksi, baik
industri, pertanian, perdagangan, dengan tujuan agar mendapatkan laba secara terus-
menerus dengan memfungsikan dan menyususn unsur-unsur tersebut serta
menentukan ukuran seperlunya dari tiap unsur itu dalam perusahaan.

23
Muhammad, Ibid. Hal 227

1
Islam menyuruh melakukan manajemen dan mengharuskan manajer mengikuti
jalan keadilan dan menjauhi jalan yang membahayakan mayarakat. Maka dari itu
dilarang memproduksi barang dan jasa yang haram.

Secara lebih ringkas faktor-faktor produksi dapat dikategorikan dalam dua faktor,
yaitu alam dan kerja. Qardhawi selanjutnya menjelaskan bahwa alam adalah kekayaan
yang telah diciptakan Allah untuk kepentingan manusia. Kerja adalah segala kemampuan
dan kesungguhan yang dikerahkan manusia baik jasmani maupun akal pikiran, untuk
mengolah kekayaan alam ini bagi kepentingannya. Mengapa Qardhawi tidak
memasukkan faktor modal. la menjelaskan, bahwa modal dalam bentuk alat dan
prasarana adalah hasil dari kerja. Modal adalah kerja yang disimpan. Atas dasar itu maka
unsur yang paling penting dan rukun yang paling besar dalam proses produksi adalah
amal (kerja) usaha, dengannya bumi diolah dan dikeluarkan segala kebaikan dan
kemanfaatannya sehingga menghasilkan produksi yang baik. Nilai dan moral Islam yang
melekat dalam aktivitas produksi, akan menjadikan aktivitas produksi yang efisien24.

3. Kaidah-kaidah dalam Berproduksi


Adapun kaidah-kaidah dalam berproduksi antara lain adalah:

a) Memproduksikan barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.

b) Mencegah kerusakan di muka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara


keserasian, dan ketersediaan sumberdaya alam.

c) Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta


mencapai kemakmuran. Kebutuhan yang harus dipenuhi harus berdasarkan prioritas
yang ditetapkan agama, yakni terkait dengan kebutuhan untuk tegaknya
akidah/agama, terpeliharanya nyawa, akal dan keturunan/kehormatan, serta untuk
kemakmuran material.

d) Produksi dalam islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat. Untuk
itu hendaknya umat memiliki berbagai kemampuan, keahlian dan prasarana yang
memungkinkan terpenuhinya kebutuhan spiritual dant material. Juga terpenuhinya

24
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, Hal.

1
kebutuhan pengembangan peradaban, di mana dalam kaitan tersebut para ahli fiqh
memandang bahwa pengembangan di bidang ilmu, industri, perdagangan, keuangan
merupakan fardhu kifayah, yang dengannya manusia biasa melaksanakan urusan
agama dan dunianya.

Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia baik kualitas spiritual maupun mental


dan fisik. Kualitas spiritual terkait dengan kesadaran rohaniahnya, kualitas mental terkait
dengan etos kerja, intelektual, kreatifitasnya, serta fisik mencakup kekuatan fisik,kesehatan,
efisiensi, dan sebagainya. Menurut Islam, kualitas rohiah individu mewarnai kekuatan-
kekuatan lainnya, sehingga membina kekuatan rohaniah menjadi unsur penting dalam
produksi Islami25.

4. Nilai dan Moral dalam Berproduksi


Produksi dipandang oleh para ahli ekonomi sebagai upaya menciptakan kekayaan
melalui eksploitasi manusia terhadap sumber-sumber kekayaan lingkungan. Jika definisi ini
yang digunakan, berarti produksi disini dianggap sebagai cara dan alat serta metode. Jika ini
dikaitkan dengan tujuan, nilai dan aturan berproduksi maka pemahaman ini adalah keliru.
Oleh karena itu perlu dijelaskan atau diluruskan bagaimana sebetulnya pandangan produksi
yang benar menurut nilai dan moral Islam26.

Upaya produsen untuk memperoleh mashlahah yang maksimum dapat terwujud


apabila produsen mengaplikasikan nilai-nilai Islam. Dengan kata lain, seluruh kegiatan
produksi terikat pada tatanan nilai moral dan teknikal yang islami. Metwally mengatakan,
"perbedaan dari perusahan-perusahan non muslim tak hanya pada tujuannya, tetapi juga
pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi pasarnya."

Nilai-nilai Islam yang relevan dengan produksi dikembangkan dari tiga nilai utama
dalm ekonomi islam, yaitu: khilafah, adil, dan takaful. Secara lebih rinci nilai-nilai islam
dalam produksi meliputi:

a) Berwawasan jangka panjang, yaitu berorientasi kepada tujuan akhirat.

25
Mustafa Edwin, dkk, Pengenalan Eklusif Ekonomi Islam, Hal. 110.

24
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, Hal.

1
b) Menepati janji dan kontrak, baik dalam lingkup intemal atau eksternal.

c) Memenuhi takaran, ketepatan, kelugasan dan kebenaran.

d) Berpegang teguh pada kedisiplinan dan dinamis.

e) Memuliakan prestasi atau produktifitas.

f) Mendorong ukhuwah antar sesama pelaku ekonomi.

g) Menghormati hak milik individu.

h) Mengikuti syart sah dan rukun akad/transaksi.

i) Adil dalam bertransaksi.

j) Memiliki wawasan sosial.

k) Pembayaran upah tepat waktu dan layak.

l) Menghindari jenis dan proses produksi yang diharamkan dalam Islam. 27

Penerapan nilai-nilai diatas dalam produksi tidak saja akan mendatangkan keuntungan
bagi produsen, tetapi sekaligus mendatangkan berkah. Kombinasi keuntungan dan berkah
yang diproleh oleh produsen merupakan satu mashlahah yang akan member kontribusi bagi
tercapinya falah. Dengan cara ini, maka produsen akan memperoleh kebahagiaan hakiki,
yaitu kemuliaan tidak saja di dunia tetapi juga diakhirat.

Prinsip produksi juga dikemukakan Yusuf Qardawi diantaranya adalah:

a) Berproduksi dalam lingkaran halal

Prinsip etika dalam produksi yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim,
baik individu maupun kelompok adalah berpegang pada semua yang dihalalkan
Allah dan tidak melewati batas. Benar bahwa daerah halal itu luas, tetapi mayoritas
jiwa manusia yang ambisius merasa kurang puas dengan hal yang halal. Maka akan
banyak kita temukan jiwa manusia yang tergiur kepadasesuatu yang haram dengan
melanggar hukum-hukum Allah.

27
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, Hal. 252.

1
b) Memberi perlindungan pada kekayaan alam

Etika yang terpenting adalah menjaga sumber daya alam karena alam
merupakan nikmat dari Allah kepada hambaNya. Setiap hamba wajib
mensyukurinya dengan menjaga sumber daya alam dari polusi, kehancuran atau
kerusakan. Kerusakan dibumi terdiri dari dua bentuk, yaitu kerusakan materi dan
kerusakan spiritual. Bentuk kerusakan materi misalnya sakitnya manusia,
pencemaran alam, binasanya makhluk, terlantamya kekayaan, dan terbuangnya
manfaat. Adapun kerusakan bentuk spiritual adalah tersebarnya kezaliman,
meluasnya kebatilan, kuatnya kejahatan, rusaknya hati kecil dan gelapnya otak.
Kedua kerusakan ini adalah tindakan kriminal yang tidak diridhai Allah.

Menurut Monazer Khaf, tujuan produksi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan


manusia tidak hanya kondisi materialnya, tetapi juga moral sebagai sarana untuk mencapai
tujuan di hari akhirat. Menurut Monzer ada tiga implikasi penting:

Pertama, produk-produk yang menjauhkan manusia dari nilai-nilai moral dilarang


untuk diproduksi sebagaimana ditetapkan dalam Al-Quran. Begitu juga Allah melarang
semua jenis kegiatan da hubungan industri yang menurunkan martabat manusia, atau yang
menyebabkan dia terperosok ke dalam kejahatan karena keinginan untuk meraih tujuan
ekonomi semata-mata.

Kedua, aspek sosial produksi ditekankan dan secara ketat dikaitkan dengan proses
produksi. Sebenarnya distribusi keuntungan dari produksi diantara sebagaian besar orang
dan dengan cara seadil-adilnya adalah tujuan utama ekonomi pada umumnya. Sedangkan
sistem ekonomi Islam lebih terkait dengan kesejahteraan masyarakat dibandingkan dengan
sistem yang ada atau dengan berbagai tipe kapitalisme tradisional.

Ketiga, Masalah ekonomi hadir bukan karena banyak berkaitan dengan kebutuhan
hidup, tetapi timbul karena kemalasan dan kealpaan manusia dalam usahanya untuk
mengambil manfaat sebesar-besamya dari annugerah Allah baik dalam bentuk sumber-
sumber manusiawi maupun sumber-sumber alami.

Pembahasan tentang faktor produksi dalam ekonomi Islam, menurut A.H.M Sadeq,
belum ada kesepakatan diantara penulis-penulis muslim. Sebagian mereka menyebutkan
empat faktor produksi: sumber daya alam, sumber daya manusia, modal dan manajemen.

1
Dan yang lain berpendapat bahwa faktor produksi hanya tiga: sumber daya alam, sumber
daya manusia dan modal28.

5. Produksi dalam Al-Quran


Al Quran surat Ibrahim ayat 32-34, yang artinya :

1) Allah-lah yang Telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari
langit, Kemudian dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan
menjadi rezki untukmu; dan dia Telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera
itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan dia Telah menundukkan(pula)
bagimu sungai-sungai.

2) Dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus
beredar (dalam orbitnya); dan Telah menundukkan bagimu malam dan siang.

3) Dan dia Telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu
mohonkan kepadanya, dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu
menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari
(nikmat Allah).

28
Rustam Effendi, Produksi dalam Islam (Yogyakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2003), Hal. 6-9.

1
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam tulisan ini, sekiranya dapat diambil pelajaran bahwa setelah kita sebagai
pelaku ekonomi mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada di sekitar kita (dalam ayat
ayat yang diterangkan dalam isi tulisan ; binatang ternak, pegunungan; tanah perkebunan
lautan dengan kekayaan ingat lagi pandangan Alquran tentang harta benda yang disebut
sebagai waddaluminallah sebagai media untuk kehidupan di dunia ini lalu kita diarahkan
untuk melakukan kebaikan-kebaikan pada saudara kita kaum miskin kaum kerabat dengan
cara yang baik tanpa kikir dan boros.

Dalam konteks produksi tentu saja produsen muslim sama sekali sebaiknya tidak
tergoda oleh kebiasaan dan perilaku ekonomi yang bersifat menjalankan dosa memakan harta
terlarang menyebarkan permusuhan berlawanan dengan sunnatullah dan menimbulkan
kerusakan di muka bumi oleh bagaimanapun secanggih ada untuk menghitung nikmat Allah
pasti tidak menghitungnya di lain pihak dalam faktor lainnya yaitu konsumsi tentunya ini
berkaitan dengan pengguna harta hal ini diterangkan bahwasanya harta pokok kehidupan
yang merupakan karunia Allah Islam memandang segala yang ada di atas bumi dan seisinya
adalah milik Allah subhanahu wa ta'ala sehingga apa yang dimiliki manusia hanyalah amanah
dalam konseptual konsumsi yang tercermin dari ayat-ayat yang ditampilkan dalam isi tulisan
ini ada beberapa prinsip yang harus dipatuhi oleh konsumen muslim dengan prinsip-prinsip
demikian maka pola konsumsi seseorang juga masyarakat, diarahkan kepada kebutuhan dan
kewajiban yang sepadan dengan pola kehidupan yang sederhana mungkin. Sebenarnya,
dalam ekonomi Islam parameter kepuasan bukan hanya terbatas pada benda-benda konkrit
dalam ( materi ) tapi juga tergantung pada sesuatu yang bersifat abstrak, seperti amal saleh
yang manusia perbuat, kepuasan dapat timbul dan dirasakan oleh seorang manusia muslim
ketika harapan mendapat kredit point dari Allah subhanahu wa ta'ala melalui amal salehnya
semakin besar.

B. Saran
Kami pihak pemakalah menginginkan bahwa pembaca untuk bisa memberikan
komentar, nasehat dan pandangan untuk menjadikan kedepannya agar kami membuat
makalah ini dengan baik lagi.

2
DAFTAR PUSTAKA

Afzalurrahman. Doktrin Ekonomi Islam Jilid 1. Terjemahan Soeroyo, Nastangin. Yogyakarta:


PT Dana Bhakti Prima Yasa. 1995

Anita Rahmawaty, Ekonomi Mikro Islam, (Kudus: Nora Media Enterprise, 2011)

Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur'an

Karim, Adiwarman. A, Ekonomi Mikro Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007

Konsumen Dalam Ekonomi Islam dan Konvensional. diakses pada 15 November 2014.

M.A. Mannan, "The Behavior of The Firm and Objective in an Islamic Framework",
Readings in Microeconomics: An Islamic Perspektif, Longman
Malaysia (1992)

M.A. Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa,
1997

M.M. Metwally, "A Behavioral Model of An Islamic Firm," Readings in Microeconomics:


An Islamic Perspektif, Longman Malaysia (1992)

Muhammad Abdul Mun'im 'Afar dan Muhammad bin Sa'id bin Naji Al-Ghamidi, Ushul Al-
Iqtishad Al-islami

Muhammad Mufllih,Perilaku Konsumen Dalam Perfektif Ilmu Ekonomi Islam,(Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada,2006)

Muhammad, Ekonomi Mikro (Dalam Perspektif Islam). (Yogyakarta: BPFE, 2005)

Mustafa Edwin Naution, et all, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana Prenada
Media Grup, Jakarta, 2006.

Mustafa Edwin, dkk, Pengenalan Eklusif Ekonomi Islam

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta atas kerjasama dengan Bank Indonesia, PT Raja Grafindo
Persada, 2008

Rustam Effendi, Produksi dalam Islam (Yogyakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2003)

Zulfikar dan Meri. 2015. Implementasi Pemahaman Konsumsi Islam pada Perilaku
Konsumen Muslim. Jurnal JESTT Vol. 1 No.10 Oktober 2014

Anda mungkin juga menyukai