MAKALAH
Oleh Kelompok II :
BENGKALIS - RIAU
2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Karunia-Nya kepada kita semua, sehingga saya bisa menyelesaikan tugas matakuliah
“EKONOMI MAKRO ISLAM” yang telah menjadi tanggung jawab saya dalam
materi ini. Shalawat dan salam marilah kita hadiahkan buat junjungan alam yakni
Nabi kita Muhammad SAW. Yang mana beliau telah berhasil membawa umatnya dari
alam kegelapan menuju alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan sebagaimana
yang kita rasakan pada saat sekarang ini.
Dengan ini, kami sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen
yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menulis makalah tentang
‘’Konsumsi Dan Produksi Dalam Ekonomi Islam’’. Serta kami ucapkan terima kasih
kepada teman-teman yang telah memberikan waktunya kepada kami untuk membahas
makalah ini. Mohon maaf seandainya di dalam pembuatan makalah ini terdapat
banyak kesalahan dan kekurangan.
KELOMPOK II
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................2
A. Teori Konsumsi.............................................................................................................2
1. Dasar Hukum Perilaku Konsumsi...............................................................................3
2. Prinsip Konsumsi Dalam Islam...................................................................................4
3. Konsep Kebutuhan Konsumsi dalam Islam................................................................6
4. Maslahah Versus Utility..............................................................................................8
B. Teori Produksi..............................................................................................................9
1. Prinsip-prinsip Produksi Dalam Ekonomi Islam.......................................................11
2. Faktor-faktor Produksi dalam Pandangan Islam.......................................................12
3. Kaidah-kaidah dalam Berproduksi............................................................................15
4. Nilai dan Moral dalam Berproduksi..........................................................................16
5. Produksi dalam Al-Quran..........................................................................................19
BAB III PENUTUP................................................................................................................20
A. Kesimpulan...................................................................................................................20
B. Saran..............................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam kehidupan sehari-hari ini, kebanyakan manusia tidak terlepas dari kegiatan
konsumsi. Sebab manusia memiliki kebutuhan yangperlu dipenuhi, sehingga melakukan
kegiatan konsumsi. Tetapi tidaksemua kebutuhan dapat terpenuhi. Demikianlah keadaan
manusiasebagaimana Allah tetapkan, ada yang dilapangkan rezekinya hinggaberlimpah
ruah dan ada pula yang dipersempit rezekinya, tidak dapatmencukupi kebutuhan pokoknya.
Produksi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menambah nilaiguna suatu
barang dan dapat pula diartikan sebagai upaya untuk mengubah inputmenjadi output.
Produsen adalah mereka yang melakukan produksi.Kegiatan produksi menjamin
kelangsungan hidup masyarakat danperusahaan.oleh karena itu harus dilakukan dalam
keadaan apa pun baik olehpemerintah maupun swasta. Namun produksi tidak mungkin bisa
berjalan bilatidak ada bahan yang memungkinkan untuk dilakukan proses produksi itu
sendiri.Untuk melakukan proses produksi memerlukan tenaga manusia, sumber-sumberdaya
alam, modal , serta keahlian. Yang semuanya itu biasa disebut faktorproduksi
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Konsumsi dalam Islam?
2. Apa Dasar Hukum dan Prinsip pada Konsumsi?
3. Apa itu Produksi dalam Islam dan Kaidah dalam Berproduksi?
4. Apa Prinsip dan Faktor Produksi dalam Islam?
5. Apa Nilai dan Moral dalam Berproduksi?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan dan pembahasan makalah ini adalah:
3. Untuk mengetahui Apa itu Produksi dalam islam dan Kaidah dalam Berproduksi.
PEMBAHASAN
A. Teori Konsumsi
Islam berpandangan bahwa hal terpenting yang harus dicapai dalamaktifitas konsumsi
adalah maslahah. “Maslahah adalah segala bentukkeadaan, baik material maupun non
material, yang mampu meningkatkankedudukan manusia sebagai makhluk yang paling
mulia”. Maslahah memilikidua kandungan, yaitu manfaat dan berkah. Maslahah hanya bisa
didapatkanoleh konsumen saat mengkonsumsi barang yang halal saja. Halal adalahtindakan
yang dibenarkan untuk dilakukan oleh syara.Halal dibagi menjadi tiga yaitu halal menurut
sifat zat, caramemperolehnya, dan cara pengolahannya. Allah SWT berfirman dalam Q.S.Al
Baqarah : 173
1
Zulfikar dan Meri. 2015. Implementasi Pemahaman Konsumsi Islam pada Perilaku Konsumen Muslim. Jurnal JESTT Vol. 1
No.10 Oktober 2014
2
Dalam konteks ekonomi, seorang Muslim diwajibkan untukmengkonsumsi hal-hal
yang baik saja. Yaitu halal baik halal menurut sifat zat,cara pemrosesan, dan cara
mendapatkannya. Mengkonsumsi barang dan jasayang halal saja merupakan bentuk
kepatuhan manusia kepada Allah SWT,sebagai balasannya, manusia akan mendapatkan
pahala sebagai bentuk berkah dari barang dan jasa yang dikonsumsi Teori konsumsi Islam
mengajarkan untuk membuat prioritas dalam pemenuhan kebutuhan. “Urutan prioritas
kebutuhan tersebut adalah: dharuriyat (primer), hajjiyat (sekunder), dan tahsiniyat (tersier)”
Artinya : “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid,
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al A’raf : 31)
2) Sumber yang berasal dari Sunnah Rasul, yang artinya : Abu Said Al-Chodry
r.a berkata : Ketika kami dalam bepergian bersama Nabi SAW, mendadak datang
seseorang berkendaraan, sambil menoleh ke kanan-ke kiri seolah-olah mengharapkan
bantuan makanan, maka bersabda Nabi SAW : “Siapa yang mempunyai kelebihan
kendaraan harus dibantukan pada yang tidak memmpunyai kendaraan. Dan siapa yang
2
Muhammad Muslih. Perilaku Konsumen Dalam Perspektif Ilmu Ekonomi Islami. (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2006)
Hal :19
3
mempunyai kelebihan bekal harus dibantukan pada orang yang tidak berbekal.”
kemudian Rasulullah menyebut berbagai macam jenis kekayaan hingga kita merasa
seseorang tidak berhak memiliki sesuatu yang lebih dari kebutuhan hajatnya. (H.R.
Muslim).3
1) Prinsip Keadilan
Syarat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari rezeki secara
halal dan tidak dilarang hukum. Dalam soal makanan dan minuman, yang terlarang
adalah darh, daging binatang yang telah mati sendiri, daging babi, daging binatang
yang ketika disembelih diserukan nama selain Allah. QS. Al-Baqarah : 173, yang
artinya :
2) Prinsip Kebersihan
Syariat yang kedua ini tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an maupun Sunnah
tentang makanan. Harus baik atau cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun
menjijikkan sehingga merusak selera. Karena itu, tidak semua yang diperkenankan
boleh dimakan dan diminum dalam semua keadaan. Dari semua yang diperbolehkan
makan dan minumlah yang bersih dan bermanfaat.
3) Prinsip Kesederhanaan
3
Muhammad, Ekonomi Mikro (Dalam Perspektif Islam). (Yogyakarta: BPFE, 2005)
4
Mannan, M.A, Teori dan Praktek..., Hal. 45-48
5
Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur'an dan..., Hal.32
4
Prinsip ini mengatur prilaku manusia mengenai makanan dan minuman adalah
sikap tidak berlebih-lebihan, yang berarti janganlah makan secara berlebih.
Arti penting ayat ini adalah kenyataan bahwa kurang makan dapat mempengaruhi
pembangunan jiwa dan tubuh, demikian pula bila perut diisi secara berlebih-lebihan
tentu akan ada pengaruhnya pada perut. Praktik memantangkan jenis makanan tertentu
dengan tegas tidak dibolehkan dalam Islam.
Dengan mentaati perintah Islam tidak ada bahaya maupun dosa ketika kita
memakan dan meminum makanan halal yang disediakan Tuhan karena kemurahan hati-
Nya. Selama maksudnya adalah untuk kelangsungan hidup dan kesehatan yang lebih
baik dengan tujuan menunaikan perintah Tuhan dengan keimanan yang kuat dalam
tuntutan-Nya, dan perbuatan adil sesuai dengan itu, yang menjamin persesuaian bagi
semua perintah-Nya.
Artinya : “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal)
dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam
perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu
6
Ibid,
5
dalam ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan
dikumpulkan.”(QS. Al Maidah : 96)7
5) Prinsip Moralitas.
Bukan hanya mengenai makanan dan minuman langsung tetapi dengan tujuan
terakhirnya, yakni untuk peningkatan atau kemajuan nilai-nilai moral dan spiritual.
Seseorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan
menyatakan terima kasih kepada-Nya setelah makan. Dengan demikian ia akan
merasakan kehadiran Ilahi pada waktu memenuhi keinginan-keinginan fisiknya. Hal ini
penting artinya karena Islam menghendaki perpaduan nilai-nilai hidup material dan
spiritual yang berbahagia.
Dharuriyat (primer) adalah kebutuhan paling utama dan paling penting. Kebutuhan
ini harus terpenuhi agar manusia dapat hidup layak. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi
hidup manusia akan terancam didunia maupun akhirat. Kebutuhan ini meliputi, khifdu
din(menjaga agama), khifdu nafs (menjaga kehidupan), khifdu ‘aql (menjaga akal),
7
Ibid, Hal.164
6
Ibid,
6
khifdu nasl (menjaga keturunan), dan khifdu mal (menjaga harta). Untuk menjaga kelima
unsur tersebut maka syari‟at Islam diturunkan. Sesuai dengan firman Allah SWT, dalam
QS. Al-Baqarah:179 dan 193.
Artinya :” dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai
orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Al-Baqarah (2): 179)9
Artinya :”dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga)
ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu),
Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim”.(Al-
Baqarah (2): 193)10
Oleh sebab itu tujuan yang bersifat dharuri adalah tujuan utama untuk pencapaiaan
kehidupan yang abadi bagi manusia Lima kebutuhan dharuriyah tersebut harus dapat
terpenuhi, apabila salah satu kebutuhan tersebut diabaikan akan terjadi ketimpangan atau
mengancam keselamatan umat manusia baik didunia maupun diakhirat kelak. Manusia
akan hidup bahagia apabila ke lima unsur tersebut dapat dilaksanakan dengan baik.
b. Hajiyat (sekunder)
9
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan…, Hal. 34.
10
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan…, Hal. 37.
7
kesulitan atau menjadikan pemeliharaan yang lebih baik terhadap lima unsur pokok
kehidupan manusia. Apabila kebutuhan tersebut tidak terwujudkan, tidak akan
mengancam keselamatannya, namun akan mengalami kesulitan. Pada dasarnya jenjang
hajiyat ini merupakan pelengkap yang mengokohkan, menguatkan, dan melindungi
jenjang dharuriyat. Atau lebih spesifiknya lagi bertujuan untuk memudahkan atau
menghilangkan kesulitan manusia di dunia.11
c. Tahsiniyat (tersier)
Kebutuhan tahsiniyah adalah kebutuhan yang tidak mengancam kelima hal pokok
yaitu khifdu din (menjaga agama), khifdu nafs (menjaga kehidupan), khifdu aql
(menjaga akal), khifdu nasl (menjaga keturunan), serta khifdu maal (menjaga harta) serta
tidak menimbulkan kesulitan umat manusia.Kebutuhan ini muncul setelah kebutuhan
dharuriyah dan kebutuhan hajiyat terpenuhi, kebutuhan ini merupakan kebutuhan
pelengkap.
Dalam konteks ekonomi, utilitas diartikan sebagai kegunaan barang yang dirasakan
oleh seorang konsumen dalam mengkonsumsi suatu barang. Kegunaan ini bisa dirasakan
sebagai rasa “tertolong” dari kesulitan karena mengkonsumsi suatu barang. Karena rasa
inilah utilitas sering diartikan juga sebagai kepuasan yang dirasakan oleh seorang konsumen.
11
Konsumen Dalam Ekonomi Islam dan Konvensional. diakses pada 15 November 2014.
12
Muhammad mufllih,Perilaku Konsumen Dalam Perfektif Ilmu Ekonomi Islam,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2006),
Hal. 99.
13
Anita Rahmawaty, Ekonomi Mikro Islam, (Kudus: Nora Media Enterprise, 2011), Hal. 69.
8
Perbedaan Maslahah dan Utility:
b) Utility atau kepuasan bersifat individualistis, maslahah tidak hanya bisa dirasakan
oleh individu tetapi bisa dirasakan pula oleh orang lain atau sekelompok orang lain
atau masyarakat.
c) Maslahah relatif lebih obyektif karena didasarkan pada pertimbangan yang obyektif
(kriteria tentang halal atau baik) sehingga suatu benda ekonomi dapat diputuskan
apakah memiliki maslahah atau tidak. Sementara utilitas mendasarkan pada kriteria
yang lebih subyektif, karenanya dapat berbeda antara individu satu dengan lainnya.
e) Jika maslahah dijadikan tujuan dari seluruh pelaku ekonomi (konsumen, produsen,
dan distributor), maka semua aktivitas ekonomi masyarakat baik konsumsi, produksi,
dan distribusi akan mencapai tujuan yang sama, yaitu kesejahteraan. Hal ini berbeda
dengan utility dalam ekonomi monvensional, konsumen mengukurnya dari kepuasan
yang diperoleh konsumen dan keuntungan yang maksimal bagi produsen dan
distributor, sehingga berbeda tujuan yang akan dicapainya.
B. Teori Produksi
Dalam ekonomi Islam, produksi mempunyai motif kemaslatan, kebutuhan dan
kewajiban. Demikian pula, konsumsi. Perilaku produksi merupakan usaha seseorang atau
kelompok untuk melepaskan dirinya dari kefakiran. Menurut Yusuf Qardhawi (1995),
secara eksternal perilaku produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan setiap individu
sehingga dapat membangun kemandirian ummat. Sedangkan motif perilakunya adalah
keutamaan mencari nafkah, menjaga semua sumber daya (flora-fauna dan alam sekitar),
9
dilakukan secara profesional dan berusaha pada sesuatu yang halal. Karena itu dalam
14
sebuah perusahaan misalnya, menurut M.M. Metwally asumsi-asumsi produksi, harus
dilakukan untuk barang halal dengan proses produksi dan pasca produksi yang tidak
menimbulkan ke-madharatan. Semua orang diberikan kebebasan untuk melakukan usaha
produksi.
Produksi dalam ekonomi Islam adalah setiap bentuk aktivitas yang dilakukan manusia
untuk mewujudkan manfaat atau menambahkannya dengan cara mengeksplorasi sumber-
sumber ekonomi yang disediakan Allah SWT sehingga menjadi maslahat, untuk memenuhi
kebutuhan manusia16. Hal ini dapat dijelaskan dalam semua aktifitas produksi barang dan
jasa yang dilakukan seorang muslim untuk memperbaiki apa yang dimilikinya, baik berupa
sumber daya alam dan harta dan dipersiapkan untuk bisa dimanfaatkan oleh pelakunya atau
oleh umat Islam. Firman Allah dalam QS Al-Mulk: 15
"Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada- Nya-lah kamu
(kembali setelah) dibangkitkan.
Pendapat lain yang mejelaskan mengenai tujuan produksi dalam perspektif Islam
adalah menyediakan barang dan jasa yang memberikan mashlahahmaksimum bagi
14
M.M. Metwally, "A Behavioral Model of An Islamic Firm," Readings in Microeconomics: An Islamic Perspektif, Longman
Malaysia (1992), Hal .131-138
15
M.A. Mannan, "The Behavior of The Firm and Objective in an Islamic Framework", Readings in Microeconomics: An
Islamic Perspektif, Longman Malaysia (1992), Hal .120-130
16
Muhammad Abdul Mun'im 'Afar dan Muhammad bin Sa'id bin Naji Al-Ghamidi, Ushul Al-Iqtishad Al-islami, Hal. 59-60
1
konsumen. Secara lebih spesifik, tujuan kegiatan produksi adalah meningkatkan
kemashlahatan yang bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk, diantaranya adalah17 :
Artinya: "Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di
bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir"
Prinsip produksi pada sistem konvensional adalah bagaimana produksi dapat berjalan
sehingga mampu mencapai tingkat yang paling maksimum dan efisiensi dengan18 :
Prinsip-prinsip produksi pada perspektif ekonomi Islam tidak jauh berbeda dengan
sistem konvensional yang membedakannya adalah nilai (value) yang terkandung di
dalamnya. Islam menambahkan beberapa poin nilai berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist
17
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta atas kerjasama
dengan Bank Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, 2008 Hal. 233
18
Karim, Adiwarman. A, Ekonomi Mikro Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, Hal 103
1
Rasulullah SAW dimana Islam memberikan arahan mengenai prinsip-prinsip produksi
sebagai berikut, yaitu19 :
a) Tugas manusia di bumi adalah sebagi khalifah Allah SWT yakni manusia ditugasi
untuk memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalnya.
1) Alam (Tanah)
19
Mustafa Edwin Naution, et all, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2006. Hal
110-111
1
Ekonom klasik menganggap tanah sebagai suatu faktor produksi penting
20
mencakup semua sumber daya alam yang digunakan dalam proses produksi .
Menurut Afzalurrahman, tanah termasuk segala sesuatu yang terdapat di permukaan
bumi, seperti gunung, hutan; di bawah permukaan bumi dalam bentu bahan
galian/tambang dan kekayaan laut; dan di atas permuakaan bumi, seperti hujan, angin,
keadaan iklim, geografi, dan sebagainya21. Selanjutnya afzalurrahman menjelaskan
bahwa tidak diragukan lagi faktor produksi yang paling penting adalah permukaan
tanah yang di atasnya kita dapat berjalan, mendirikan rumah, perusahaan, serta
melakukan apa saja menurut kehendak kita22.
2) Tenaga Kerja
Faktor tenaga kerja dalam aktivitas produksi merupakan upaya yang dilakukan
manusia, baik berupa kerja pikiran maupun berupa kerja jasmani atau kerja pikir
sekaligus jasmani dalam rangka menghasilkan barang dan jasa ekonomi yang
dibutuhkan masyarakat.
Islam mengangkat nilai tenaga kerja dan menyuruh orang bekerja untuk
mencapai penghidupan yang layak dan menghasilkan barang dan jasa yang menjadi
kebutuhan manusia, maupun amal yang bersifat ibadah semata-mata karena Allah.
Tenaga kerja dalam Islam, tidak pernah terpisahkan dari kehidupan moral dan sosial,
karena kode dan tingkah laku pekerja dan majikan berakar pada syariat.
20
M.A. Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1997, Hal 55
21
Afzalurrahman. Doktrin Ekonomi Islam Jilid 1. Terjemahan Soeroyo, Nastangin. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa.
1995. Hal 241
22
Ibid. Hal 226
1
3) Modal
Dalam Islam, modal (sebagai hak milik) adalah amanah dari Allah yang wajib
dikelola secara baik. Manusia hanya diamanahi Allah untuk mengelola harta (modal)
sehingga berkembang. Islam memiliki terapi terhadap perlakuan modal sebagai salah
satu faktor produksi, yaitu23 :
a) Islam mengijinkan hak milik atas modal, dan mengajarkan untuk berusaha
dengan cara-cara lain agar modal tidak berpusat hanya pada beberapa tangan
saja.
c) Islam mewajibkan zakat atas harta simpanan atau harta produktif dalam
bentuk dagang tiap tahunnya.
4) Manajemen (Organisasi)
merupakan naungan segala unsur produksi dalam suatu usaha produksi, baik
industri, pertanian, perdagangan, dengan tujuan agar mendapatkan laba secara terus-
menerus dengan memfungsikan dan menyususn unsur-unsur tersebut serta
menentukan ukuran seperlunya dari tiap unsur itu dalam perusahaan.
23
Muhammad, Ibid. Hal 227
1
Islam menyuruh melakukan manajemen dan mengharuskan manajer mengikuti
jalan keadilan dan menjauhi jalan yang membahayakan mayarakat. Maka dari itu
dilarang memproduksi barang dan jasa yang haram.
Secara lebih ringkas faktor-faktor produksi dapat dikategorikan dalam dua faktor,
yaitu alam dan kerja. Qardhawi selanjutnya menjelaskan bahwa alam adalah kekayaan
yang telah diciptakan Allah untuk kepentingan manusia. Kerja adalah segala kemampuan
dan kesungguhan yang dikerahkan manusia baik jasmani maupun akal pikiran, untuk
mengolah kekayaan alam ini bagi kepentingannya. Mengapa Qardhawi tidak
memasukkan faktor modal. la menjelaskan, bahwa modal dalam bentuk alat dan
prasarana adalah hasil dari kerja. Modal adalah kerja yang disimpan. Atas dasar itu maka
unsur yang paling penting dan rukun yang paling besar dalam proses produksi adalah
amal (kerja) usaha, dengannya bumi diolah dan dikeluarkan segala kebaikan dan
kemanfaatannya sehingga menghasilkan produksi yang baik. Nilai dan moral Islam yang
melekat dalam aktivitas produksi, akan menjadikan aktivitas produksi yang efisien24.
a) Memproduksikan barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
d) Produksi dalam islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat. Untuk
itu hendaknya umat memiliki berbagai kemampuan, keahlian dan prasarana yang
memungkinkan terpenuhinya kebutuhan spiritual dant material. Juga terpenuhinya
24
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, Hal.
1
kebutuhan pengembangan peradaban, di mana dalam kaitan tersebut para ahli fiqh
memandang bahwa pengembangan di bidang ilmu, industri, perdagangan, keuangan
merupakan fardhu kifayah, yang dengannya manusia biasa melaksanakan urusan
agama dan dunianya.
Nilai-nilai Islam yang relevan dengan produksi dikembangkan dari tiga nilai utama
dalm ekonomi islam, yaitu: khilafah, adil, dan takaful. Secara lebih rinci nilai-nilai islam
dalam produksi meliputi:
25
Mustafa Edwin, dkk, Pengenalan Eklusif Ekonomi Islam, Hal. 110.
24
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, Hal.
1
b) Menepati janji dan kontrak, baik dalam lingkup intemal atau eksternal.
Penerapan nilai-nilai diatas dalam produksi tidak saja akan mendatangkan keuntungan
bagi produsen, tetapi sekaligus mendatangkan berkah. Kombinasi keuntungan dan berkah
yang diproleh oleh produsen merupakan satu mashlahah yang akan member kontribusi bagi
tercapinya falah. Dengan cara ini, maka produsen akan memperoleh kebahagiaan hakiki,
yaitu kemuliaan tidak saja di dunia tetapi juga diakhirat.
Prinsip etika dalam produksi yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim,
baik individu maupun kelompok adalah berpegang pada semua yang dihalalkan
Allah dan tidak melewati batas. Benar bahwa daerah halal itu luas, tetapi mayoritas
jiwa manusia yang ambisius merasa kurang puas dengan hal yang halal. Maka akan
banyak kita temukan jiwa manusia yang tergiur kepadasesuatu yang haram dengan
melanggar hukum-hukum Allah.
27
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, Hal. 252.
1
b) Memberi perlindungan pada kekayaan alam
Etika yang terpenting adalah menjaga sumber daya alam karena alam
merupakan nikmat dari Allah kepada hambaNya. Setiap hamba wajib
mensyukurinya dengan menjaga sumber daya alam dari polusi, kehancuran atau
kerusakan. Kerusakan dibumi terdiri dari dua bentuk, yaitu kerusakan materi dan
kerusakan spiritual. Bentuk kerusakan materi misalnya sakitnya manusia,
pencemaran alam, binasanya makhluk, terlantamya kekayaan, dan terbuangnya
manfaat. Adapun kerusakan bentuk spiritual adalah tersebarnya kezaliman,
meluasnya kebatilan, kuatnya kejahatan, rusaknya hati kecil dan gelapnya otak.
Kedua kerusakan ini adalah tindakan kriminal yang tidak diridhai Allah.
Kedua, aspek sosial produksi ditekankan dan secara ketat dikaitkan dengan proses
produksi. Sebenarnya distribusi keuntungan dari produksi diantara sebagaian besar orang
dan dengan cara seadil-adilnya adalah tujuan utama ekonomi pada umumnya. Sedangkan
sistem ekonomi Islam lebih terkait dengan kesejahteraan masyarakat dibandingkan dengan
sistem yang ada atau dengan berbagai tipe kapitalisme tradisional.
Ketiga, Masalah ekonomi hadir bukan karena banyak berkaitan dengan kebutuhan
hidup, tetapi timbul karena kemalasan dan kealpaan manusia dalam usahanya untuk
mengambil manfaat sebesar-besamya dari annugerah Allah baik dalam bentuk sumber-
sumber manusiawi maupun sumber-sumber alami.
Pembahasan tentang faktor produksi dalam ekonomi Islam, menurut A.H.M Sadeq,
belum ada kesepakatan diantara penulis-penulis muslim. Sebagian mereka menyebutkan
empat faktor produksi: sumber daya alam, sumber daya manusia, modal dan manajemen.
1
Dan yang lain berpendapat bahwa faktor produksi hanya tiga: sumber daya alam, sumber
daya manusia dan modal28.
1) Allah-lah yang Telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari
langit, Kemudian dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan
menjadi rezki untukmu; dan dia Telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera
itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan dia Telah menundukkan(pula)
bagimu sungai-sungai.
2) Dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus
beredar (dalam orbitnya); dan Telah menundukkan bagimu malam dan siang.
3) Dan dia Telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu
mohonkan kepadanya, dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu
menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari
(nikmat Allah).
28
Rustam Effendi, Produksi dalam Islam (Yogyakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2003), Hal. 6-9.
1
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam tulisan ini, sekiranya dapat diambil pelajaran bahwa setelah kita sebagai
pelaku ekonomi mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada di sekitar kita (dalam ayat
ayat yang diterangkan dalam isi tulisan ; binatang ternak, pegunungan; tanah perkebunan
lautan dengan kekayaan ingat lagi pandangan Alquran tentang harta benda yang disebut
sebagai waddaluminallah sebagai media untuk kehidupan di dunia ini lalu kita diarahkan
untuk melakukan kebaikan-kebaikan pada saudara kita kaum miskin kaum kerabat dengan
cara yang baik tanpa kikir dan boros.
Dalam konteks produksi tentu saja produsen muslim sama sekali sebaiknya tidak
tergoda oleh kebiasaan dan perilaku ekonomi yang bersifat menjalankan dosa memakan harta
terlarang menyebarkan permusuhan berlawanan dengan sunnatullah dan menimbulkan
kerusakan di muka bumi oleh bagaimanapun secanggih ada untuk menghitung nikmat Allah
pasti tidak menghitungnya di lain pihak dalam faktor lainnya yaitu konsumsi tentunya ini
berkaitan dengan pengguna harta hal ini diterangkan bahwasanya harta pokok kehidupan
yang merupakan karunia Allah Islam memandang segala yang ada di atas bumi dan seisinya
adalah milik Allah subhanahu wa ta'ala sehingga apa yang dimiliki manusia hanyalah amanah
dalam konseptual konsumsi yang tercermin dari ayat-ayat yang ditampilkan dalam isi tulisan
ini ada beberapa prinsip yang harus dipatuhi oleh konsumen muslim dengan prinsip-prinsip
demikian maka pola konsumsi seseorang juga masyarakat, diarahkan kepada kebutuhan dan
kewajiban yang sepadan dengan pola kehidupan yang sederhana mungkin. Sebenarnya,
dalam ekonomi Islam parameter kepuasan bukan hanya terbatas pada benda-benda konkrit
dalam ( materi ) tapi juga tergantung pada sesuatu yang bersifat abstrak, seperti amal saleh
yang manusia perbuat, kepuasan dapat timbul dan dirasakan oleh seorang manusia muslim
ketika harapan mendapat kredit point dari Allah subhanahu wa ta'ala melalui amal salehnya
semakin besar.
B. Saran
Kami pihak pemakalah menginginkan bahwa pembaca untuk bisa memberikan
komentar, nasehat dan pandangan untuk menjadikan kedepannya agar kami membuat
makalah ini dengan baik lagi.
2
DAFTAR PUSTAKA
Anita Rahmawaty, Ekonomi Mikro Islam, (Kudus: Nora Media Enterprise, 2011)
Karim, Adiwarman. A, Ekonomi Mikro Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007
Konsumen Dalam Ekonomi Islam dan Konvensional. diakses pada 15 November 2014.
M.A. Mannan, "The Behavior of The Firm and Objective in an Islamic Framework",
Readings in Microeconomics: An Islamic Perspektif, Longman
Malaysia (1992)
M.A. Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa,
1997
Muhammad Abdul Mun'im 'Afar dan Muhammad bin Sa'id bin Naji Al-Ghamidi, Ushul Al-
Iqtishad Al-islami
Mustafa Edwin Naution, et all, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana Prenada
Media Grup, Jakarta, 2006.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta atas kerjasama dengan Bank Indonesia, PT Raja Grafindo
Persada, 2008
Rustam Effendi, Produksi dalam Islam (Yogyakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2003)
Zulfikar dan Meri. 2015. Implementasi Pemahaman Konsumsi Islam pada Perilaku
Konsumen Muslim. Jurnal JESTT Vol. 1 No.10 Oktober 2014