Anda di halaman 1dari 23

Makalah Etika Bisnis Islam

Etika Bisnis dalam Bidang Produksi,Konsumsi dan Distribusi

Dosen Pengampu : Nur Huri Mustofa, S.Ag., M.Si.

Disusun oleh :

Febrianti Safitri 63010170161

Anis Permatasari 63010170197

Fina Machasinusy S 63010170414

PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum.Wr.Wb.

Dengan menyebut nama Allah Swt yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyanyang. Puja dan puji syukur kami panjatkan atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan nikmat iman, islam, dan ihsan. Sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah yang berjudul “Etika Bisnis dalam Bidang Produksi,Konsumsi,dan
Distribusi dalam Islam ”.

Tak lupa kami sampaikan terima kasih kepada Bapak Nur Huri Mustofa,
S.Ag., M.Si.. selaku dosen pengampu mata kuliah ETIKA BISNIS ISLAM..
Terima kasih juga kami haturkan kepada teman-teman seperjuangan yang telah
memberikan dukungan dan ikut berpartisipasi demi tersusunnya makalah ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Karena minimnya pengetahuan dan juga pengalaman yang saya miliki,


dengan ini kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini. Demi kesempurnaan makalah yang kami buat ini , kami sangat
berharap saran dan kritik yang dapat mengevaluasi dan meningkatakan kualitas
dalam pembuatan makalah selanjutnya.

Wassalamu’alaikum.wr.wb

Salatiga, Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang......................................................................................

Rumusan Masalah.................................................................................

Tujuan penulisan...................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

..............................................................................................................
..............................................................................................................
..............................................................................................................
..............................................................................................................
..............................................................................................................

BAB 111 PENUTUP

Kesimpulan..........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

LAMPIRAN..........................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Islam sebagai system hidup (way of life) dan merupakan agama


yang universal sebab memuat segala aspek kehidupan baik yang terkait
dengan aspek ekonomi,sosial, politik dan budaya. Seiring dengan maju
pesatnya kajian tentang ekonomi Islam dengan menggunakan pendekatan
filsafat dan sebagainya mendorong kepada terbentuknya suatu ilmu
ekonomi berbasis keIslaman yang terfokus untuk mempelajari masalah-
masalah, ekonomi, rakyat, yang dilhami oleh nilai-nilai Islam.
Adapun bidang kajian yang terpenting dalam perekonomian adalah
bidang Produksi, Distribusi dan Konsumsi. Distribusi misalnya, menjadi
posisi penting dari teori ekonomi mikro baik dalam system ekonomi Islam
maupun kapitalis sebab pembahasan dalam bidang distribusi ini tidak
hanya berkaitan dengan aspek ekonomi belaka tetapi juga aspek sosial dan
politik sehingga menjadi perhatian bagi aliran pemikir ekonomi Islam dan
konvensional sampai saat,ini.
Pada saat ini realita yang nampak adalah telah terjadi ketidakadilan
dan ketimpangan dalam pendistribusian pendapatan dan kekayaan baik di
negara maju maupun di negara-negara berkembang yang mempergunakan
system kapitalis sebagai system ekonomi negaranya, sehingga
menciptakan kemiskinan dimana-mana.
Menanggapi kenyataan tersebut Islam sebagai agama yang
universal diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan tersebut dan
sekaligus menjadi sistem perekonomian suatu negara.
Dari permasalahan di atas kami ingin membahas tentang produksi,
distribusi dan konsumsi dengan melihat perspektif Islam dengan melalui
hadits-hadit Rasullulah
.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakan Etika bisnis dalam bidang produksi dalam perspektif
Islam ?
2. Bagaimana Etika bisnis dalam bidang konsumsi dalam perspektif Islam ?
3. Bagaimana Etika bisnis dalam bidang distribusi dalam perspektif Islam ?

C. Tujuan Penulisan
1. Dapat memahami dan mengetahui etika bisnis dalam bidang produksi
dalam perspektif Islam.
2. Dapat memahami dan mengetahui etika bisnis dalam bidang konsumsi
dalam perspektif Islam.
3. Dapat memahami dan mengetahui etika bisnis dalam bidang distribusi
dalam perspektif Islam.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Produksi dalam Perspektif Islam


1. Pengertian Produksi dalam Islam

Berproduksi ( istishna ) adalah apabia ada seseorang memproduksi


bejana , mobil atau apa saa yang termasuk dalam kategori
produksi.Berprodsksi ukumnya mubah dan jelas berdasarkan As-
Sunnah .Sebab ,Rasulullah Saw.Pernah membuat cincin.Diriwayatkan dari
Anas yang mengatakan “ bahwa Nabi Sawtelah membuat sebuah cincin
yang terbuat dari emas.”( HR. Imam Bukhari ).Beliau juga pernah
membuat mimbar.Dari Sahal berkata “ Bahwa Nabi Saw. Berkata :
“Rasulullah Saw.telah mengutus kepada seseorang wanita,(kata
beliau) :’Perintahkanlah anakmu si tukang kayu itu auntuk membuatkan
sandaran tempat dudukku,sehingga aku bisa duduk di atasnya”.(HR.Imam
Bukhari).

Pada masa Rasulullah , oran – orang biasa memproduksi barang


dan beliau pun mendiamkan aktifitas mereka .Sehingga diamnya beliau
menunjukkan adanya pengakuan ( taqrir ) beliau terhadap aktifitas
berproduksi mereka.Status taqrir dan perbuatan Rasul itu sama dengan
sabda beliau,artinya sama –sama merupakan dalil syara’.( Abdul Azizi
2008 : 53 ).

Pada sisi yang sama dinyatakan kegiatan produksi dalam ilmu


ekonomi diartikan sebagai kegiatan yang menciptakan manfaat ( utility )
baik dimasa kini maupun masa yang akan datang.Perusahaan selalu
diasumsikan untuk memaksmumkan keutungan dalam berproduksi .Dalam
Islam, produksi dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk memperbaiki
kondisi fisik material dan moralitas sebagai sarana untuk mencapai tujuan
hidup seuai syariat Islam ,kebahagiaan dunia dan akhirat .( Monzer Khaf )
Mannan ,Siddiqi dan ahli ekonomi Islam lainnya menekankan
pentingnya modif altruisme ,dan penekanan akan maslahah dalam kegiatan
produksi.Perusahaan tidak hanya mementingkan keuntungan masyarakat
dengan tidak mengabaikan lingkungan sosialnya.Hal ini bertentangan
dengan produksi konvensional yang mengutamakan self interest.Kegiatan
produksi pada hakikatnya adalah ibadah.Sehingga tujuan dan prinsipnya
harus dalam kerangka ibadah.

2. Konsep Produksi dalam Al - Qur’an dan As – Sunnah

QS.Ibrahim ayat 32-33

Artinya :

(32) Allahlah yang Telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan
hujan dari langit, Kemudian dia mengeluarkan dengan air hujan itu
berbagai buah – buahan menjadi rezeky untukmu : dan dia Telah
menundukkan bahtera bagimu itu,berlayar di lautan dengan kehendak-
Nya,dan dia Telah menundukkan (pula ) bagimu sungai – sungai.

(33) Dan dia Telah menundukkan ( pula ) bagimu matahari dan bulan yang
terus menerus beredar ( dalam orbitnya ): dan Telah menundukkan bagimu
malam dan siang.

(34) Dan dia Telah memberikan kepadamu ( leperluanmu ) dan segala apa
yang kamu mohonkan kepadanya.dan jika kamu menghitung nikmat Allah
,tidak lah dapat kamu menghinggakannya.Sesungguhnya manusia
1
itu,sangat zalim dan sangat mengingkari ( nikmat Allah ).

3. Prinsip-prinsip Produksi

Prinsip-prinsp produksi secara singkat adalah pedoman yang harus


iperhatikan, ditaati, dan dilakukan ketika akan berproduksi. Prinsip-prinsip
produksi dalam Islam, diantaranya adalah sebagai berikut:
1
Aziz,Abdul.2013.Etika Bisnis Perspektif Islam ‘Implementasi Etika Islami Untuk Dunia Usaha
‘.Bandung : Alfabeta
1. Berproduksi dalam lingkaran halal

Prinsip produksi yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim, baik

individu maupun komunitas adalah berpegang pada semua yang


dihalalkan Allah dan tidak melewati batas. Pada dasarnya, produsen
pada ekonomi konvensional tidak mengenal istilah halal dan haram.
Yang menjadi prioritas kerja mereka adalah memenuhi keinginan
pribadi dengan mengumpulkan laba, harta, dan uang. Ia tidak
mementingkan apakah yang diproduksinya itu bermanfaat atau
berbahaya, baik atau buruk, etis atau tidak etis. Adapun sikap seorang
muslim sangat bertolak belakang. Ia tidak boleh menanam apa-apa
yang diharamkan. Seorang muslim tidak boleh menanam segala jenis

tumbuhan yang membahayakan manusia, seperti tembakau yang


menurut keterangan WHO, sains, dan hasil riset berbahaya bagi
manusia. Selain dilarang menanam tanaman-tanaman yang berbahaya
bagi manusia, sorang muslim juga dilarang memproduksi barang-
barang haram, baik haram dikenakan maupun haram dikoleksi.
Misalnya membuat patung atau cawan dari bahan emas dan perak, dan
membuat gelang emas untuk laki-laki. Syariat juga melarang
memproduksi produk yang merusak akidah, etika, dan moral manusia,
seperti produk yang berhubungan dengan pornografi dan sadisme, baik
dalam opera, film, dan musik.

2. Keadilan dalam berproduksi

Sistem ekonomi Islam telah memberikan keadilan dan persamaan


prinsip produksi sesuai kemampuan masing-masing tanpa menindas
orang lain atau menghancurkan masyarakat. Kitab suci Al-Quran
memperbolehkan kerjasama yang saling menguntungkan dengan jujur,
sederajat, dan memberikan keuntungan bagi kedua pihak dan tidak
membenarkan cara-cara yang hanya menguntungkan seseorang, lebih-
lebih yang dapat mendatangkan kerugian pada orang lain atau
keuntungan yang diperoleh ternyata merugikan kepentingan umum.
Setiap orang dinasihatkan berhubungan secara jujur dan teratur serta
menahan diri dari hubungan yang tidak jujur sebagaimana tersebut
dalam QS An Nisa’: 29

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan


harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.

Ayat di atas melarang cara mendapatkan kekayaan dengan cara yang

tidak adil dan memperingatkan akan akibat buruk yang ditimbulkan


oleh perbuatan-perbuatan yang tidak adil. Jika seseorang mencari dan

mendapatkan kekayaan dengan cara yang tidak benar ia tidak hanya


merusak usaha dirinya, tetapi akan menciptakan kondisi yang tidak
harmonis di pasar yang pada akhirnya akan menghancurkan usaha
orang lain. Selain itu dalam QS Ar Rahman

‘’Dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu

mengurangi neraca itu.”

Ayat di atas menjelaskan bahwa tiap orang Islam hendaknya jujur


dalam setiap tindakan, sebagaimana timbangan yang tepat ketika
berjualan dan dalam semua kegiatan yang berkenaan dengan orang
lain. Orang Islam tidak boleh tertipu daya karena contoh kualitas yang
baik, lalu menjual barang-barang yang rendah mutunya atau
mengurangi timbangan. Karena pada dasarnya perbuatan tidak adil dan
salah akan merusak sistem ekonomi dan akhirnya akan
menghancurkan keseluruhan system sosial. Dengan demikian, Al
Quran menyetujui nilai-nilai yang mulia dalam persamaan hak,
keadilan, kooperasi, dan pengorbanan dalam rangka mereorganisasikan
lingkungan sosio-ekonomi masyarakat Islam.

3. Seluruh kegiatan produksi terikat pada tataran nilai moral dan


teknikal yang Islami.

Sejak dari kegiatan mengorganisisr faktor produksi, proses


produksi hingga pemasaran dan pelayanan kepada konsumen semuanya
harus mengikuti moralitas Islam. Metwally (1992) mengatakan
”perbedaan dari perusahaan-perusahaan non Islami tak hanya pada
tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi
pasarnya”. Produksi barang dan jasa yang dapat merusak moralitas dan
menjauhkan manusia dari nilai-nilai relijius tidak akan diperbolehkan.
Selain itu Islam juga mengajarkan adanya skala prioritas (dharuriyah,
hajjiyah dan tahsiniyah) dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi serta
melarang sikap berlebihan, larangan ini juga berlaku bagi segala mata
rantai dalam produksinya.

4. Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan

Kegiatan produksi harus menjaga nilai-nilai keseimbangan dan


harmoni dengan lingkungan sosial dan lingkungan hidup dalam
masyarakat dalam skala yang lebih luas. Selain itu, masyarakat juga
berhak menikmati hasil produksi secara memadai dan berkualitas. Jadi
produksi bukan hanya menyangkut kepentingan para produsen (staock
holders) saja tapi juga masyarakat secara keseluruhan (stake holders).
Pemerataan manfaat dan euntungan produksi bagi keseluruhan
masyarakat dan dilakukan dengan cara yang paling baik merupakan
tujuan utama kegiatan ekonomi.
5. Permasalahan ekonomi muncul bukan saja karena kelangkaan tetapi
lebih kompleks.

Masalah ekonomi muncul bukan karena adanya kelangkaan


sumber daya ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan manusia saja,
tetapi juga disebabkan oleh kemalasan dan pengabaian optimalisasi
segala anugerah Allah, baik dalam bentuk sumber daya alam
maupunmanusia. Sikap terserbut dalam Al-Qur’an sering disebut
sebagai kezaliman atau pengingkaran terhadap nikmat Allah. Hal ini
akan membawa implikasi bahwa prinsip produksi bukan sekedar
efisiensi, tetapi secara luas adalah bagaimana mengoptimalisasikan
pemanfaatan sumber daya ekonomi dalam kerangka pengabdian
manusia kepada Tuhannya.

Kegiatan produksi dalam perspektif Islam bersifat alturistik


sehingga produsen tidak hanya mengejar keuntungan maksimum saja.
Produsen harus mengejar tujuan yang lebih luas sebagaimana tujuan
ajaran Islam yaitu falah didunia dan akhirat. Kegiatan produksi juga
harus berpedoman kepada nilainilai keadilan dan kebajikan bagi
masyarakat. Prinsip pokok produsen yang Islami yaitu: 1. memiliki
komitmen yang penuh terhadap keadilan, 2. memiliki dorongan untuk
melayani masyarakat sehingga segala keputusan perusahaan harus
mempertimbangkan hal ini, 3.optimasi keuntungan diperkenankan
dengan batasan kedua prinsip di atas.2

4. Etika Produksi Islam

2
Sari,Widya. Jurnal Etika Bisnis (Online) .Produksi,Distribusi,Konsumsi Dalam Islam ,2014, diakses
dari
(http://journal.islamiconomic.or.id/index.php/ijei/article/download/24/25&ved=2ahUKEwjgi6Wd4
qjhAhWL6nMBHcuQCxMQFjADegQIBBAB&usg=AOvVaw13014IDX1nQ0GEHJr9jDPb
diakses pada diakses pada tanggal 30 Maret 2019 , Pukul 06.19 WIB1
Prinsip – prinsip etika produksi yang implementatif terkandung
dalam prinsip tauhid,prinsip keadilan,prinsip kebajukan ,prinsip
kemanusiaan, serta prinsip kebebasan dan tanggung jawab.Implementasi
prinsip etika produksi ini akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan
ekonomi,pemerataan dan keadilan distributif,kelestarian lingkungan
hidup,serta tanggung jawab sosial produsen.Untuk mengupayakan prinsip
etika yang implementatif diperlukan pengujian epistemologi dari aksioma
- aksioma moral dalam Al – Qur’an.

Dalam kegiatan Islami ,perlunya landasan moral kegiatan produksi


dengan alasan kegiatan produksi tidak hanya bergerak pada ranah ekonomi
an sich tapi juga sosial.Adapun pembahasan prinsip etika produksi Islam
dilakukan dengan menjadikan Al – Qur’an sebagai landasn ontologis
kegiatan produksi.

Umumnya industri didirikan dengan modal beberapa orang yang


saling melakukan perseroan untuk mendirikan industri tersebut.Sehingga
pada saat ini ,berlakulah hukum – hukum perseroan secara Islami dalam
pendirian tersebut.Sedangkan dari segi kegiatannya, seperti kegiatan
administrasi,kerja,berproduksi ataupun yang lain,bisa diberlakukan hukum
hukum ijarah atas seorang ajiir.Adapun dari segi pemasaran
produksinya,bisa diberlakukan hukum – hukum jual beli dan
perdagangan luar negeri ,sekaligus tidak boleh melakukan penipuan ,baik
yang berbentuk tadlis maupun ghaban,dan penimbunan ( ihtikar )
,sebagaimana tidak diperbolehkannya untuk mempermainkan harga dan
hukum – hukum jual – beli yang lain.3

5. Etika dalam penggunaan faktor – faktor Produksi


1. Sumber Daya Alam

3
Aziz,Abdul.2013.Etika Bisnis Perspektif Islam ‘Implementasi Etika Islami Untuk Dunia Usaha
‘.Bandung : Alfabeta,hlm.148-150
Sumber daya alam yang disediakan Allah adalah sarana
dalam produksi guna memenuhi kebutuhan dasar manusia yang
sifatnya universal.Sejak manusia kelahiran manusia,Allah sudah
memastikan ketersediaan dan kecukupan sarana – sarana untuk
memuaskan kebutuhan dasar ini.Bumi mengandung sumber daya
yang cukup bagi seluruh umat manusia.

2. Kekayaan dan Modal


a. Al – Rizq yaitu pemberian yang mengalir baik yang sifatnya
duniawi maupun ukhrawi .Pemberian duniawi dapat bermacam
– macam bentuknya antara lain harta ( al-mal ),pangkat dan
ehormatan 9 akl-jah),dan ilmu pengetahuan ( all-
ilm ),sedangkan pemberian ukhrawi adalah surga ( al-jannah ) .
Secara umum ,istilah rezeki dipergunakan untuk merujuk
sesuatu yang baik sifatnya baik yang halal maupun
haram.Rezeki adalah apa yang membuat manusia dapat
survival dan abadi dalam kehidupan dan perkara – perkara
dunia.
b. Al – Fadl: modal kekayaan adalah karunia atau sebutan khusus
yang merujuk kepda kekayaan atau modal produksi yang
diusahakan oleh manusia dalam penggunaan sumber daya alam
yang dari segi substansi dan cara intervensinya baik.
c. Al – Tayyibah: modal bebas korup dan ramah lingkungan
adalah dari segi substansinya sesuatu yang tidak dapat
bercampur antara yang halal dan haram,tidak membahayakan
akal dan niwa,dan banyak manfaatnya.Dari segi
memperolehnya halal.Dari segi dampaknya,ia peduli pada
kelestarian lingkungan,menjamin kelangsungan
keanekaragaman hayati,swasembada pangan,bebas polusi udara
dan air,dan sanitasi lingkungan .
3. Tenaga kerja dan upah
a. Motivasi,etos dan kualitas tenaga kerja ,manusia sebagai faktor
produksi perlu motivasi untuk melakukan segala sesuatu demi
kepentingan berjalannya sistem perekonomian yang layak dan
adil.Motivasi semata juga belum cukup mendorong manusia
dengan sebaik – baiknya.Mereka harus pula mempunyai
kemampuan bersaing dalam pekerjaan dan kualifikasi
kerja.Dengan demikian ada tiga hal yang saling berkait
disini,yaitu etos kerja,kualitas individu dan produktifitas.
b. Mobilitas tenaga kerja,pemenuhan kebutuhan sehari – hari
adalah persyaratan mutlak bagi kelangsungan hidup manusia
di muka bumi.Tugas manusia adalah melakukan usaha dan
kerja untuk mendapatkan kebutuhan dalam rezeky dan karunia
Tuhan.Inilah motivasi utama dalam sistem kerja untuk mencari
laba atau keuntungan duniawi.

B. Konsumsi dalam Perspektif Islami


1. Pengertian konsumsi dalam Islam

Secara bahasa konsumsi berasal dari bahasa Belanda consumptie


yang berrarti suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atay
menghabiskan daya guna suatu benda,barang maupun jasa dalam rangka
memenuhi kebutuhan.Konsumen adalah individu atau kelompok pengguna
barang atau jasa.Jika pembelian ditujukan untuk dijual maka ia disebut
distributor.

Kaitannya dengan konsumsi atau makan terhadap barang atau jasa


yang dibutuhkan atau diinginkan tentu tiak lepas sebagaimana kata tha’am
dalam al-Qur’an .Perhatian al – Qu;an tentang konsumsi ( makanan )
sedemikian besar,sampai – sampai terulang terus menerus dengan
memerintah kan untuk makan ( atau menyebut mengkonsumsi ).(Quraish
Shihab,1997:137 ).4

Dalam konsumsi seorang muslim harus memperhatikan kebaikan


( kehalalan ) sesuatu yang akan dikonsumsinya.Para Fuqaha menjadikan
konsumsi hal – hal yang baik ke dalam empat tgkatan :

1. Wajib mengkonsumsi sesuatu yang dapat menghindarkan diri


dari kebinasaan dan tidak mengkonsumsi kada ini – padahal
mampu – yang berdampak dosa.
2. Sunnah,yakni mengkonsumsi yang lebih besar dari kadar yang
menghindari diri dari kebinasaan dan menjadikan seseorang
muslim mampu shalat dengan berdiri dan mudah berpuasa.
3. Mubah, mengkonsumsi sesuatu yang lebih dari sunnah sampai
batas kenyang.
4. Konsumsi yang melebihi batas kenyang, yang dalam hal ini
terdapat dua pendapat yaitu ada yang mengatakan makruh dan
yang satunya mengatakan haram.

Konsumsi bagi seorang muslim hanya sekedar perantara untuk


menambah kekuatan dalam mentaati Allah,yang ini memiliki indikasi
positif dalam kehidpannyaSeorang muslom tidak akan merugikan dirinya
di dunia dan di akhirat ,karena memberikan kesempatan pada dirinya
untuk mendapatkan dan memenuhi konsumsinya pada tingkat melampaui
batas,membuatnya sibuk mengejar dan menikmati kesenangan dunia
sehingga melalaikan tugas utamanya dalam kehidupan ini.”Kamu telah
menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniawi ( saja ) dan
kamu telah bersenang – senang dengan-nya.( Al – Qur’an ,Surat al-
Ahqaf,20 ) .

Jadi, konsumsi Iakan menjauhkan seseorang dari sifat egois


( ananiyah ),sehingga seorang muslim akan menafkahkan hartanya untuk
4
Aziz,Abdul.2013.Etika Bisnis Perspektif Islam ‘Implementasi Etika Islami Untuk Dunia Usaha
‘.Bandung : Alfabeta,hlm.158-159
kerabat terdekat ( sebaik – baiknya infak ),fakir miskin dan orang – orang
yang membutuhkan dalam rangka mendekatkan diri kepada pencipta-
nya.Pesan – pesan moral dalam Al – Qur’an ini memberikan pelajaran
bahwa pentingnya mengkonsumsi dengan cara yang baik ( halal
thayyiban ) ini sekaligus memberikan pemahaman sebaiknya,yaitu tidak
diperbolehkannya mengkonsumsi dengan cara yang batil.Cara batil ini
jelas – jelas melanggar pesan moral qur’ani.

2. Prinsip dasar konsumsi islami

Konsumsi Islami selalu memperhatikan kaidah – kaidah halal-


haram,komitmen dan konsekuen dengan kaidah-kaidah dan hukum –
hukum syariat yang mengatur konsumsi agar mencapai kemanfaatan
konsumen seoptimal mungkin dan mencegah penyelewengan dari jalan
kebenaran dan dampak mudharat baik dirinya maupun orang lain sangat
penting untuk diketahui.Menurut Arif Pujiyono dalam tulisan berjudul
“Teori Konsumsi Islam”,prinsip dasar konsumsi Islami harus berdasarkan
prinsip – prinsip sebagai berikut :

a. Prinsip Syariah
 Prinsip akidah,yaitu hakikat konsumsi adalah sebagai sarana untuk
ketaatan/beribadah sebagai perwujudan keyakinan manusia sebagai
makhluk yang mendapatkan beban khalifah dan amanah di bumi
yang nantinya diminta pertanggungjawaban oleh penciptanya.
 Prinsip Ilmu,yaitu seorang ketika akan mengkonsumsi sesuatu
harus tahu ilmu tentang barang yang akan dikonsumsi dan huku,m
– hukum yang berkaitan dengannya apakah merupakan sesuatu
yang halal atau haram baik ditinjau dari zat,proses,maupun
tujuannya.
 Prinsip amaliah,sebagai konsekuensi akidah dan ilmu yang telah
diketahui tenytang konsumsi Islami tersebut.Seseorang ketika
sudah berakidah yang lurus dan berilmu, maka dia akan
mengkonsumsi hanya yang halal serta menjauhi yang haram atau
syubhat.
b. Prinsip kuantitas
 Sederhana,yaitu mengkonsumsi yang sifatnya tengah – tengah
antara menghamburkan harta dengan baik,tidak bemewah –
mewah ,tidak mubazir, dan hemat.
 Sesuai antara pemasukan dan pengeluaran,artinya dalam
mengkonsumsi harus disesuaikan dengan kemampuan yang
dimilikinya,bukan besar pasak daripada tiang.
 Menabung dan investasi,artinya tidak semua kekayaan
digunakan untuk konsumsi tapi juga disimpan untuk
kepentingan pengebangan kekayaan itu sendiri.
c. Prinsip prioritas
 Primer,yaitu mengkonsumsi dasar yang harus terpenuhi agar
manusia dapat hidup dan menegakkan kemaslahatan dirinya di
dunia dan agamanya serta orang terdekatnya,seperti makanan
pokok.
 Sekunder, yaitu mengkonsumsi untuk menambah /
meningkatkan tingkat kualitas hidup yang lebih baik,misalnya
mengkonsumsi madu,susu,dsb.
 Tersier, yaitu memenuhi konsumsi manusia yang jauh lebih
membutuhkan.
d. Prinsip sosial,yaitu memperhatikan lingkungan sosial sekitarnya
shingga tercipta keharmonisan hidup dalam masyarakat
 Kepentingan umat, yaitu saling menanggung dan tolong –
menolong sebagai mana bersatunya suatu badan yang apabila
sakit pada salah satu anggotanya,maka anggota yang lain juga
merasakannya.
 Keteladanan,yaitu memberikan contoh yang baik dalam
berkonsumsi apa lagi jika dia adalah seorang tokoh atau pejabat
yang banyak mendapat sorotan di masyarakat.
 Tidak membahayakan orang lain,yaitu alam mengkonsumsi
justru tidak merugikan dan memberikan mudharat ke orang lain
seperti merokok dan sejenisnya.
e. Prinsip lingkungan ,yaitu mengkonsumsi harus sesuai dengan kondisi
potensi sumber daya alam dan keberlanjutan nya atau tidak merusak
lingkungan ( eksploitasi ).
f. Tidak meniru atau mengikuti perbuatan konsumsi yang tidak
mencerminkan etika konsumsi Islami seperti suka menjamu dengan
tujuan bersenang – senang atau memamerkan kemewahan dan
menghambur – hamburkan harta.

3. Etika Konsumsi Islami

Di bidang konsumsi, etika Islam berarti seseorang ketika


mengkonsumsi barang – barang atau rezeky harus dengan cara yang halal
dan baik.Artinya, per buatan yang baik dalam mencari barang – barang
atau rezeki baik untuk dikonsumsi maupun diproduksi adalah bentuk
ketaatan kepada Allah SWT.Salah satu ciri etika Islam adalah bahwa tidak
hanya mengubah nilai – nilai dan kebiasaan – kebiasaan masyarakat tetapi
juga menyajikan kerangka legislatif yang perlu untuk mendukung dan
memperkuat tujuan – tujuan ini dan menghindari penyalahgunaannya.Oleh
karena iu,etika Islami akan mampu membentuk pribadi – pribadi muslimin
– mu’min,yang tidak hanya menghasilkan kepuasan konsumtif melainkan
mampu menciptakan kepuasan kreatif untuk menghasilkan kepuasan
produktif.Pribadi – pribadi muslim demikian,tentu tidak akan menjadi
mubzir,ttapi mampu menciptakan produktifitas yang optimal yang
membawa maslahat dan rahmat lil ‘alamin ,bukan mafsadat.

Etika konsumsi Islami ( Arif Pujiyono,2006:201 ) ,dapat


diklasifikasikan menjadi beberapa aspek :

1. Jenis barang yang dikonsumsi yaitu barang yang baik dan halal
a. Zat,artinya secara materi barang tersebut telah disebutkan
dalam hukum syariah.
 Halal ,dimana asal hukum makanan adalah boleh
kecuali yang dilarang
 Haram ,dimana hanya beberapa jenis makanan yang
dilarang seperti babi,darah.
b. Proses ,artinya dalam prosesnya telah memenuhi kaidah
syariah misalnya
 Sebelum makan membaca doa ,selesai membaca
hamdalah.
 Cara mendapatkannya tidak dilarang
 Riba
 Merampas
 Judi
 Menipu
 Tidak menyebut Allah ketika menyembelih.
2. Kemanfaatan / kegunaan barang yang dikonsumsi,artinya lebih
memberikan manfaat dan jauh dari merugikan baik dirinya
maupun orang lain.
3. Kuantitas barang yang dikonsumsi tidak berlebihan dan tidak
terlalu sedikit atau kikir/bakhil,tapi pertengahan ( Al- Fuqran
67 ),serta ketika memiliki kekayaan berlebih harus mau berbagi
melalui zakat,infak dan sedekah maupun hibah dan
wakaf,ketika kekurangan harus sabar dan merasa cukup dengan
apa yang dimilikinya.

Etika Islam tentang konsumsi ini lebih diarahkan kepada pihak


konsumen dan bukan produsen.Konsumen hendaknya membelanjakan
harta sesuai kbutuhannya tanpa berlebih lebihan dan menghindari
pembelanjaan yang dapat mengakibatkan tabzir ( Pemborosan ).Selain itu
Islam juga menganjurkan hidup sederhana dan menjauhi gaya hidup yang
mewah,sebagaimana alam prinsip dasar etika konsumsi Islami. 5

C. Distribusi dalam Perspektif Islam


1. Pengertian distribusi dalam Islam

Distribusi merupakan kegiatan ekonomi lebih lanjut setelah


produksi dan konsumsi.Hasil produksi yang diperoleh kemudian
disebarkan dan dipindahtangankan dari satu pihak ke pihak lain
.Mekanisme yang digunakan dalam distribusi adalah dengan cara
pertukaran ( mubadalah ) antara hasil produksi dengan hasil produksi
lainnya atau anata hasil produksi dengan alat tukar ( uang ).Di dalam
syariat Islam bentuk distribusi ini dikemukakan dalam pembahasan
tentang ‘aqad ( transaksi ).

Secara distribusi artinya proses yang menunjukkan penyaluran


barang dari produsen sampai ke tangan masyarakat konsumen.Produsen
artinya orang yang melakukan kegiatan produksi.Sedang konsumen
artinya orang yang menggunakan atau memakai barang/jasa dan orang
yang melakukan kegiatan distribusi disebut distributor.

Usaha untuk memperlancar arus barang / jasa dari produsen ke


konsumen ,maka salah satu faktor penting yang tidak boleh diabaikan
adalah pendistribusian .Menurut David A. Revsan dalam Marius
P.Ariponga,distribusi merupakan suatu jalur yang dilalui oleh arus barang
– barang dari produsen ke perantara dan akhirnya sampai pula pada
pemakai.Jadi distribui adalah kegiatan ekonomi yang menjembatani
kegiatan produksi dan konsumsi.Berkat distribusi barang dan jasa dapat
sampai ke tangan konsumen.Dengan demikian kegunaan dari barang dan
jasa akan lebih meningkat setelah dapat di konsumsi .

Adapun prinsip utama dalam konsep distribusi menurut pandangan


Islam ialah peningkatan dan pembagian bagi hasil kekayaan agar sirkulasi
kekayaan dapat ditingkatkan.Dengan demikian ,kekayaan yang ada dapat
melimpah secara merata dan tidak hanya beredar di antara golongan
tertentu saja ( Rahman, 1995: 93 ).

Dilihat secara eksplisit telah dijelaskan Allah SWT dalam Al –


Qur’an :

5
Aziz,Abdul.2013.Etika Bisnis Perspektif Islam ‘Implementasi Etika Islami Untuk Dunia Usaha
‘.Bandung : Alfabeta,hlm.161-171
Surah Al- Hasyr 7

“Apa saja ................................................

2. Distribusi pendapatan

Distribusi pendapatan dalam Islam merupakan openyaluran harta


yang ada, baik dimiliki oleh pribadi atau umum ( publik ) kepada pihak
yang berhak menerima,dan umum meningkatkan kesejahteraan
masyarakat,sesuai dengan peraturan yang ada dalam Islam.

Proses redistribusi dalam Islam mengamini banyak hal yang


berkaitan dengan faktor dari dalam,signifikansi dan batasan – batasan
tertentu diantaranya :

1. Sebagaimana utilitarianisme,mempromosikan “greatest good


for greatest number of people “, dengan good dan utility
diharmonisasikan dengan pengertian halal-haram,peruntungan
manusia dan peningkatan utility manusia adalah tujuan utama
dari tujuan pembangunan ekonomi.
2. Dan liberitarian dan Marxism,pertobatan dan penebus dosa
adalah salah satu hal yang mendasari diterapkannya proses
redistibusi pendapatan.Daam aturan main syariah ditemukan
sejumlah instrumen yang mewajibkan seseorang muslim untuk
mendistribusikan kekayaannya sebagai akibat melakukan
kesalahan ( dosa ) .
3. Sistem redistribusi diarahkan untuk berlaku sebagai faktor
pengurang dari adanya pihak yang merasa dalam keadaan
merugi atau gagal .Kondisi seperti ini bisa dipastikan berlaku
hampir setiap komunitas.
4. Mekanisme redistribusi berlaku secara iistimewa,walaupun pad
realitanya distribusi adalah proses transfer kekayaan
searah,namun pada hakikatnya tidak demikian.

Distribusi pendapatan dalam Islam di jadikan batasan kebutuhan


adalah menjaga agama,diri/personal,akal ,keturunan dan harta.

3. Etika distribusi Islami

Distribusi juga disebut Maketing dalam Islam ,keduanya tidak dapat


dipisahkan.Dalam Firman Allah ( QS.An-Najm [53]:39-41 )
Dalam distribusi barang dan jasa secara umum,para pelaku harus
memperhatikan etika ekonomi,yakni

1. Pemerataan
a. Pemerataan ke berbagai daerah,distribusi harus merata ke berbagai
daerah yang membutuhkan.
b. Pemerataan kesempata usaha, produsen besar harus memberi kan
kesempatan kepada pedagang eceran dan agen untuk berusaha.
2. Keadilan
a. Keadilan terhadap produsen sejenis.Dalam memasarkan
produk,tidak boleh saling menjatuhkan satu sama lain.Boleh
memamerkan keunggulan,tetapi tidak boleh menjelekkan produk
lain.
b. Keadilan terhadap konsumen.Produsen sebaiknya memberikan
informasi yang jelas,sehingga konsumen tidak dirugikan.Contoh :
setiap kemasan dituliskan masa kadaluarsa dan label halal.
3. Ketepatan waktu dan kualitas

Dalam pendistribusian sangat diperlukan ketepatan waktu terutam


yang masa kadaluarsanya singkat.Demikian juga dengan kualitas yang
harus dijaga dalam pendistribusian saat barang disalurkan,diupayakan
tidak ada kerusakan,kerusakan barang berpengaruh pada harga yang
sampai pada konsumen.

Imam Al – Ghazali dalam kitab monumentalnya berjudul Ihya


Ulumuddin menjelaskan beberapa etika yang perlu disikapi para
distributor ataupun marketing yaitu :

1. Sebagai seorang distributor harus amanah.


2. Harus bisa menepati janji.
3. Harus bersikap ikhlas.
4. Harus berlaku adil.
5. Harus bisa menjaga kesabaran dalam menghadapi ujian , cobaan
dan kesulitan di lapangan maupun di tempat kerja.
6. Harus mempunyai sifat kasih dan sayang baik kepada sesama
pelanggan tetap maupun tidak
7. Harus mudah memaafkan.
8. Harus berani mengambil resiko tetapi perhitungan.
9. Harus kuat dan tabah dan mempunyai sifat malu.
10. Memelihara kesucian diri merupakan bagian penting bagi seorang
distributor atau marketing.
Demikian sifat – sifat dasar yang hendaknya menjadi pegangan
bagi para distributor ataupun marketing karena akan terhindar dari
kemaksiatan dan lkebodohan,serta mendapatkan ridha Allah dalam
melaksanakan amanat bagi dirinya sendiri terhadap Allah maupun kepada
sesama,terutama perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai