Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Konsumsi Dalam Bisnis Islam


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Bisnis Islam
Dosen Pengampu :
Ibu Hj. Khusnul Khotimah, S.Pd., M.Pd.
NIP: 197706042014112001

Disusun oleh:
Kelompok 10

RINI SETIYOWATI 222105020088


ZEIN ARIF HADHORI 223105020001
DHORIF KHULUQIN ADHIM 223105020002
M.TAQWA CHOIRUZZADY 223105020003

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH. ACHMAD SIDDIQ JEMBER
TAHUN AJARAN : 2022-2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Konsumsi
Dalam Bisnis Islam” dengan lancar dan baik. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah
limpahkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW, sebagaimana kita dalam keadaan sehat
walafiat. Keberhasilan yang didapatkan oleh penulis dalam menyelesaikan makalah ini tak
lepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyadari dan menyampaikan
terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Babun Suharto, S.E., MM. selaku Rektor UniversitasIslam Negeri Kiai
Haji Achmad Siddiq Jember.
2. Bapak Dr. Khamdan Rifa‟I, S.E., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam.
3. Ibu Dr. Nikmatul Masruroh, S.H.I, M.E.I. selaku Ketua Jurusan EkonomiIslam Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam.
4. Bapak M.F Hidayatullah, S.H.I., M.S.I selaku Ketua Program Studi Ekonomi Syariah.
5. Ibu Hj. Khusnul Khotimah, S.Pd., M.Pd.selaku Dosen Pengampu mata kuliah Pengantar
Bisnis Islam.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal sehingga dapat memperlancar
pembautan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami
meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat perbaiki makalah ini.

Penulis

Kelompok 10

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan ..................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3

A. Konsumsi dalam islam ............................................................................................ 3


B. Urgensi dan tujuan konsumsi dalam islam ............................................................. 4
C. Prinsip konsumsi islam ........................................................................................... 6
D. Etika dalam konsumsi islam ................................................................................... 7
E. Pengaplikasian konsumsi daslam islam .................................................................. 9

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 11

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 11
B. Saran ....................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara bijaksana al-Qur'an telah menginformasikan suatu larangan berdimensi


sosial untuk kesejahteraan manusia agar harta tidak hanya dimiliki oleh segelintir orang
saja. Larangan dalam pembelanjaan harta melingkupi dua macam, antara lain: Pertama,
larangan bersikap kikir/bakhil dan menumpuk harta. Kesadaran untuk membantu
penderitaan yang dialami orang-orang yang kekurangan sangat mendapatkan porsi
yang besar di dalam Islam. Keseimbangan yang diciptakan Allah dalam bentuk
aturan aturan yang bersifat komprehensif dan universal yaitu al-Qur'an dalam konteks
hubungan sosial, apabila diimplementasikan dengan mengambil suri teladan para Nabi
dan Rasul dan orang-orang beriman masa lalu(As salaf sholeh) membawa dampak
terhadap distribusi pemerataan tingkat kesejahteraan. Sikap kikir sebagai salah satu
sifat buruk manusia harus dikikis dengan menumbuhkan kesadaran bahwa harta adalah
amanah Allah swt yang harus dibelanjakan sebahagian dari harta tersebut kepada orang-
orang yang berhak mendapatkannya. sebagaimana firman Allah : Larangan kikir
terhadap harta membuktikan dalam sifat ini menunjukkan kurangnya nilai kepekaan
sosial, padahal manusia sebagai makhluk sosial (homo homini lupus) tidak hanya hidup
sendiri tetapi membutuhkan pertolongan orang lain walaupun tidak secara langsung
terjadi interaksi. Sikap kikir akan mengarahkan manusia pada kategori orang-orang
yang sombong dan membanggakan diri, dengan menganggap harta yang dimiliki hasil
dari jerih payah sendiri tanpa sedikitpun bantuan pihak lain, padahal Allah sebagai
Pemilik semesta alam beserta isinya termasuk harta yang dimiliki manusia. Kedua,
larangan berlebih-lebihan dan bermewah-mewahan. Islam membenarkan pengikutnya
menikmati kebaikan dunia. Prinsip ini bertolak belakang dengan sistem kerahiban,
manuisme parsi, sufuisme brahma dan sistem lainnya yang memandang dunia secara
sinis. Hidup sederhana adalah tradisi Islam yang mulia, baik dalam membeli makanan,
minuman, pakaian, rumah dan segala apapun, bahkan Rasulullah melarang boros
berwudhu dengan air walaupun berada di sungai yang mengalir.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana terkait konsumsi dalam islam?
2. Bagaimana urgensi dan tujuan konsumsi dalam islam?

1
3. Apa saja prinsip konsumsi islam?
4. Apa saja etika dalam konsumsi islam?
5. Bagaimana terkait pengaplikasian konsumsi daslam islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui terkait konsumsi dalam islam.
2. Untuk mengetahui urgensi dan tujuan konsumsi dalam islam.
3. Untuk mengetahui prinsip konsumsi islam.
4. Untuk mengetahui etika dalam konsumsi islam.
5. Untuk mengetahui terkait pengaplikasian konsumsi daslam islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSUMSI DALAM ISLAM


Konsumsi adalah permintaan sedangkan produksi adalah penyediaan /
penawaran. Kebutuhan konsumen, yang kini telah diperhitungkan sebelumnya,
merupakan insentif pokok bagi kegiatan ekonominya sendiri. Mereka tidak hanya
menyerap pendapatannya, tetapi juga memberi insentif untuk meningkatkannya. Hal ini
mengandung arti bahwa pembicaraan mempertunjukan kemampuannya untuk
memahami, dan menjelaskan prinsip produksi maupun komsumsi sajalah, juga
dianggap kompeten untuk mengembangkan hukum-hukum nilai distribusi atau hampir
setiap cabang lain dari dari subjek tersebut. Ada beberapa aspek tentang konsumsi
dalam perspektifIslam seperti beberapa hal berikut
Aturan dan kaidah konsumsi dalam sistem ekonomi Islam menganut paham
keseimbangan dalam berbagai aspek. Konsumsi yang dijalankan oleh seorang muslim
tidak boleh mengorbankan kemaslahatan individu dan masyarakat. Kemudaian, tidak
diperbolehkan mendikotomi antara kenikmatan dunia dan ahirat, bahkan sikap
ekstrimpun harus dijauhkan dalam berkonsumsi. larangan atas sikap tabzir dan israf
bukan berarti mengajak seorang muslim untuk bersikap bakhil dan kikir, akan tetapi
mengajak kepada konsep keseimbangan, karena sebaik-baiknya perkara adalah
pertengahan. (QS. Al-Isra’: 29)
Prinsip Keseimbangan pengeluaran yang jika kita jalankan sepenuhnya dapat
menghapus kerusakan-kerusakan dalam ekonomi yaitu pemborosan dan kekikiran yang
biasa ditemukan dalam sistem kapitalis modern. Setiap orang baik yang mampu baik
kaya maupun miskin dianjurkan untuk mengeuarkan harta sesuai dengan
kemampuannya. Orang kaya dapat mempertahankan standard hidupnya secara layak.
Meskipun dengan kondisi penghasilan yang berdasarkan tanggung jawab ekonomi
masing-masing baik untuk sebuah keluarga kecil atau keluarga besar, sepanjang
pengeluaran tidak boros dan tidak juga terlalu kikir tapi menyesuaikan dengan pendapat
para konsumen, hal tersebut dibolehkan dan halal.
Dalam norma Islam untuk memenuhi kebutuhan manusia secara hirarki
meliputi: keperluan, kesenangan dan kemewahan (Manan, 1997:48). Dalam
pemenuhan kebutuhan manusia , Islam mengajarkan agar manusia dapat bertindak
ditengah-tengah (modernity) dan sederhana (simplicity). Banyak norma-norma yang
3
penting yang berkaitan dengan larangan dalam konsumsi, di antaranya ishraf dan
tabdzir, yang juga berkaitan dengan anjuran berinfak (QS. at-Thalaq:7).
Konsumsi dalam Islam tidak hanya bertujuan mencari kepuasan fisik, tetapi
lebih mempertimbangkan aspek mashlahah yang menjadi tujuan dari syariat Islam.
Perintah Islam mengenai konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip, yaitu 1) Keadilan;
2) Kebersihan; 3) Kesederhanaan; 4) Kemurah hati; 5) moralitas. Islam tidak pernah
melupakan unsur materi dalam memakmurkan dan meningkatkan taraf hidup manusia.
Kehidupan ekonomi yang baik adalah target yang perlu dicapai dalam kehidupan tapi
bukanlah tujuan akhir. kehidupan perekonomian yang mapan adalah sarana mencapai
tujuan yang lebih besar dan berarti. Dalam analisis ekonomi, preferensi seorang
konsumen terhadap sebuah komoditas sangat dipengaruhi oleh kecerdasan orang
tersebut dalam memahami konsep preferensi function dan utility function. Ajaran Islam
memberikan jalan tengah antara dua hidup yang ekstrim dengan membolehkan
berbelanja secara wajar tanpa harus boros dan kikir.1
B. Urgensi dan Tujuan Konsumsi dalam Islam
1. Urgensi Konsumsi
Dalam kehidupan, manusia tidak akan mampu untuk menuanaikan kewajiaban
ruhaniyah (spiritual) dan maliyah (material) tampa terpenuhinya kebutuhan primer
seperti makan, tempat tinggal, maupun keamanan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut
merupakan elemen kehidupan manusia. Akan tetapi, presentase kebutuhan yang
dimiliki manusia sangat beragam. Terkadang muncul tindakan ekstrim dalam
mengakses kebutuhan. Ada sebagian orang yang berlebih-lebihan dalam memenuhi
kebutuhan sehingga timbul sikap berlebih-lebihan (israf). Sebaliknya, kita dapatkan
sifat kikir dalam memenuhinya.
Konsumsi memiliki urgensi sangat besar dalam setiap perekonomian, karena
tidak ada kehidupan bagi manusia tampa konsumsi. Oleh karenanya, kegiatan ekonomi
mengarah kepada pemenuhan tuntutan konsumsi bagi manusia. Mengabaikan konsumsi
berarti mengabaikan kehidupan dan juga penegasan manusia terhadap tugasnya dalam
kehidupan.
2. Tujuan Konsumsi

1
Sitepu, N. I. (2016). Perilaku Konsumsi Islam Di Indonesia. Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam
(Darussalam Journal of Economic Perspec, 2(1), 91-106.

4
(a) Untuk mengharap Ridha Allah SWT Tercapainya kebaikan dan tuntunan
jiwa yang mulia harus direalisasikan untuk mendapatkan pahala dari Allah SWT. Allah
telah memberikan tuntunan kepada para hambanya agar menjadikan alokasi dana
sebagai bagian dari amal shaleh yang dapat mendekatkan seorang muslim kepada
Tuhan-Nya dan untukmendapatkansurgadankenikmatanyangadadidalamnya.
(b) Untuk mewujudkan kerja sama antar anggota dan tersedianya jaminan sosial
Takdir manusia hidup di dunia berbeda-beda, ada yang
ditakdirkanmenjadikayadansebaliknya.Diantaramerekaada yang level pertengahan,
sementara yang lain adalah golongan atas.Ada juga sekelompok masyarakat yang
ditakdirkan untuk memerhatikan kehidupan kaum miskin.
(c) Untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab individu terhadap kemakmuran
diri, keluarga dan masyarakat sebagai bagian dari aktifitas ekonomi Islam telah
memberi kewajiban adanya pemberian nafkah terhadap beberapa kelompok masyarakat
yang termasuk dalam katagori saudara dan yang digolongkan sebagai saudara.
Kewajiban memberi nafkah akan menumbuhkan rasa tanggung jawab. Pribadi yang
dibentuk oleh rasa tanggung jawab akan memenuhi nafkah yang dibebankan itu .Iadi
tuntutun untuk bekerja demi mewujudkan kemakmuran diri dan keluarganya, bahkan
masyarakatsekitar melalui usaha dan pencarian rezeki.
(d) Untuk meminimalisir pemerasan dengan menggali sumbersumabre nafkah
Mediadan sumber nafkah sangatbanyak danberagam.Negara mempunyai kewajiban
untuk menjaganya, baik dengan membuka lapangan pekerjaan, meningkatkan upah,
dan juga dengan memenuhi kebutuhan orang-orang yangmasih kekurangan.
3. Keinginan Manusia dan Pemenuhannya
Maksud kata “keinginan” adalah kebutuhan manusia yang dipuaskan. Dalam
kenyataannya, semua keinginan itu tidaklah terbatas. Jika
danayangadacukupuntukmemuasisatukeinginan,makakeinginan yang lain akan
muncul, dan jika yang terahir itu telah terpuaskan juga maka akan muncul yang lainnya
lagi, dan dengan demikian hidup akan dipenuhi dengan perjuangan memenuhi rantai
keinginan yang tak ada akhirnya itu. Secara umum, keinginan manusia digolongkan
menjdai tiga, yakni: penting, nyaman, dan mewah
(a) Penting (necessaries): penting adalah yang pemuasannya mutlak harus
dilakukan, karena jika tidak, maka manusia tidak akan dapat bertahan hidup. Misalnya:
makanan, pakaian, tempat tinggal,dansebagainya,adalahhal-

5
halyangpentingdalamhidup karena jika tidak dipenuhi maka keberadaan manusia
menjadi tidak mungkin.
(b) Nyaman (conforts): kenyaman, sebagai istilah ekonomi, menunjukkan
keinginan yang memberikan rasa nyaman dan kemudahan kepada manusia dan yang
gunanya secara umum lebih besar dari pada biayanya. Nyaman berada diatas penting
bagi kehidupan, dan pemenuhannya menjadikan hidup lebih mudah dan
menyenangkan. Makanan, pakaian, dan tempat tinggal orang biasa itu adalah
kebutuhan dasar bagikelangsungan hidupnya, tetapi makanan yang baik, pakaian yang
baik dan rumah yang baik adalah kenyamanbaginya.
(c) Mewah (luxuries): pembelanjaan yang besar untukmemenuhi keinginan
yang tak perlu dan berlebihan.

C. Prinsip Konsumsi dalam Islam


Prinsip adalah suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum maupun
individual yang dijadikan oleh seseorang/ kelompok sebagai sebuah pedoman untuk
berpikir atau bertindak. Sebuah prinsip merupakan roh dari sebuah perkembangan
ataupun perubahan, dan merupakan akumulasi dari pengalaman oleh sebuah obyek atau
subyek tertentu.18 Menurut islam, anugrah-anugrah Allah adalah milik semua manusia.
Suasana yang menyebabkan sebagian diantara anugrah itu berada ditangan orang-orang
tertentu tidak berarti bahwa mereka dapat memanfaatkan anugrah-anugrah itu untuk
diri sendiri. Orang lain masih berhak atas anugrah-anugrah tersebut walupun mereka
tidak memperolehnya. Dalam ekonomi islam konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip:
1) Prinsip Keadilan
Syarat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari makanan dan
minuman secara halal dan tidak dilarang hukum. Dalam soal makanan dan minuman,
yang terlarang adalah: darah, daging binatang yang telah mati sendiri,daging
babi,daging binatang yang ketika disembelih diserukan nama selain nama Allah dengan
maksud mempersembahkan sebagai kurban untuk memuja berhala atau tuhan-tuhan
lain.
2) Prinsip Kebersihan
Syarat yang kedua harus baik atau cocok untuk dikonsumsi/makan, tidak kotor
ataupun menjijikkan sehingga merusak selera, karena itu, tidak semua yang
diperkenankan boleh dimakan dan diminum dalamsemua keadaan.Darisemua yang
diperbolehkanmakan dan minumlah yang bersih dan bermanfaat.
6
3) Prinsip Kesederhaan
Prinsip ini mengatur perilaku manusia mengenai makanan dan minuman adalah
sikap tidak berlebih-lebihan, yang berarti jangan makan secara berlebihan.prinsip
tersebut tentu berbeda dengan ideologi kapitalisme dalamberkonsumsi
yangmenganggap konsumsi sebagai suatu mekanisme untuk menggenjot suatu
produksi dan pertumbuhan. Semakin banyak permintaan maka semakin banyak barang
yang diproduksi. Disinilah kemudian timbul pemerasan, penindasan terhadap buruh
agar harus bekerja tampa mengenal batas waktu guna memenuhi permintaan. Dalam
Islam justru berjalan sebaliknya:menganjurkansuatucarakonsumsi yangmoderat, adil
dan proposional. Intinya dalam islam konsumsi harus diarahkan secara benar, agar
keadilan dan kesetaraan untuk semua bisa tercipta.
4) Prinsip kemurahan hati
Dengan mentaati perintah Islam tidak ada bahaya maupun dosa ketika memakan
dan meminum makanan halal yang disediakan oleh Tuhan. Selama maksudnya adalah
untuk kelangsungan hidup dan kesehatan yang lebih baik dengan tujuan menunaikan
perintah Tuhan dengankeimanan yangkuatdalamtuntunan-Nya,danperbuatanadil sesuai
dengan itu, yang menjamin persesuaian bagi semua perintahNya.
5) Prinsip Moralitas
Bukan hanya mengenai makanan dan minuman langsung tetapi dengan tujuan
berakhirnya, yakni untuk meningkatkan atau kemajuan nilai-nilai moral dan spiritual.
Seorang muslim diajarkan untuk mnyebut nama Allah sebelum makan dan seseudah
dan menyatakan terimakasih kepada-Nya setelah makan. Dengan demikiania
akanmerasakankehadiranIlahipadawaktumemenuhi keinginan-keinginana fisiknya.
Hal ini penting artinya karena Islam menghendaki perpaduan nilai-nilai hidup material
dan spiritual yang berbahagia.

D. Etika Konsumsi dalam Islam


a. Tauhid (Uniliy atau kesatuan)
Karekteristik utama dan pokok dalam Islam adalah” Tauhid”. Menurut yusuf
Qardawi yang dikutip oleh Muhamad dibagi menjadi dua kriteria, yaitu: rabbaniyah
ghayah (tujuan) dan wijhah (sudud pandang). Kriteria yang pertama menunjukkan
maksud bahwa tujuan akhir dan sasaran Islamadalah jauh kedepan, yaitu menjaga
hubungan dengan Allah secara baik dan mencapai ridanya. Sehingga pengabdian
kepada Allah merupakan tujuan akhir, sasaran, puncak cita-cita, usaha dan kerja
7
keras manusia dalam kehidupan (fana) ini. Kriteria kedua adalah rabbaniyah masdar
(sumber hukum) dan manhaj (sistem). Kriteria ini mempunyai kaitan dengan
kriteria pertama. Artinya, kriteria ini merupakan suatu sistem yang ditetapkan untuk
mencapaisasaran dan tujuan puncak (kriteria pertama) bersumber pada al-Qur’an
dan Hadis Rasul.
b. ‘Adil (Equilibrium atau Keadilan)
Islam memperbolehkan manusia untuk menikmati berbagai karunia kehidupan
dunia yang telah disediakan Allah swt. pemanfaatan atas karunia Allah tersebut
harus dilakukan secara adil sesuai dengan syariah, sehingga di samping
mendapatkan keuntungan material, ia juga sekaligus merasakan kepuasan spiritual.
Oleh karenanya dalam islam konsumsi tidak hanya barang-barang yang bersifat
duniawi semata, namun juga untuk kepentingan di jalan Allah (fisabilillah).
c. Free Will (Kehendak Bebas)
Manusia merupakan makhluk yang berkehendak bebas, namun kebebasan ini
tidaklah dimengerti bahwa manusia terlepas dari qahda dan qadhar yangmerupakan
hukumsebab akibat yang didasarkan pada pengetahuan dan kehendak Allah.
Dengan kata lain bahwa qadhadanqadarmerupakan bagian dari kehendak bebas
manusia. Sehingga kebebasan dalam melakukan aktifitas haruslah tetap memiliki
batasan agar jangan sampai menzalimi pihak lain. Hal inilah yang tidak tedapat
dalam ekonomi konvensional, sehingga yang terjadi kebebasan yang dapat
mengakibatkan pihak lain menjadi menderita.
d. Amanah (Responsibility atau Pertanggung jawaban)
Manusia adalah khalifah atau pengemban amanat Allah. Manusia diberi
kekuasan untuk melaksanakan tugas kekhalifahan ini dan untuk mengambil
keuntungan dan manfaatsebanyak-banyaknya atasciptaan Allah. Dalam hal
melakukan konsumsi, manusia dapat berkehendak bebas, tetapi akan
mempertanggung jawabkan atas kebebasan tersebut baik terhadap keseimbangan
alam, masyarakat, dirisendirimaupun di akhirat kelak. Pertanggungjawaban sebagai
seorang Muslim bukan hanya kepada Allah swt. namun juga kepada lingkungan.
e. Halal
Dalam kerangka acuan Islam, barang-barang yang dapat dikomsumsi hanyalah
barang-barang yang menunjukkan nilai-nilaikebaikan, kesucian, keindahan serta
akanmenimbulkan kemaslahatan untuk umat baik secara material maupun
spiritual. Sebaliknya benda-benda yang buruk,tidak suci(najis),tidak bernilai,tidak
8
dapat digunakan dan juga tidak dapat dianggap sebagai barang-barang konsumsi
dalam Islam.
f. Sederhana
Kesederhanaan merupakan salah satu etika konsumsi yang penting dalam
ekonomi islam. Sederhana dalam konsumsi mempunyai arti jalan tengah dalam
berkonsumsi. Di antara dua cara hidup yang “ekstrim” antara paham materialistis
dan zuhud. Sifat sederhana, antara lain; adanya rasa malu, tenang (dapat
mengendalikan hawa nafsu/keinginan), dermawan, puas (tidak berlebihan), loyal
(tidak kikir) serta berperilaku mulia. Etika Islam tentang konsumsi ini lebih
diarahkan kepada pihak konsumen bukan pada pihak produsen. Konsumen
hendaknya membelanjakan harta sesuai dengan kebutuhannya tampa
berlebihlebihan dan menghindari pembelanjaan yang dapat mengakibatkan
tabdzir(pemborosan). Selain itu, Islam juga menganjurkan hidup sederhana dan
menajauhi hidup yang mewah.2
E. Aplikasi Teori komsumsi Islami
a. Korelasi Positif Antara Hidup Sederhana dan Tingkat Kesejahteraan Didalam
ekonomi mikro, kita mengenal istilah budget constrain (batas anggaran). Dimana
seseorang mempunyai batas anggaran minimal dalam membelanjakan hartanya. Segala
keinginan pasti ada konstrain yang membatasinya, tentu batasan ini akan sangat
dipengaruhi oleh kemampuan dan usaha yang dikeluarkan untuk mendapatkan
konstrain yang tinggi. Semangat hidup sederhana akan sangat membantu seorang
konsumen muslim untuk mencukupkan diri kepada hal-hal yang tidak berlebihan.
Dengan gaya hidup seperti itu maka seseorang akan merasa puas dengan apa yang ada
bahkan dapat menyisihkan sisa anggarannya untuk di tabung (reserve). Sehingga pola
hidup yang konsumtif dapat diganti dengan pola investasi yang dapat meningkatkan
kesejahteraan dalam hal materi.
b. Konsumsi Halal dan Thoyyib dengan Tingkat Kesehatan Masyarakat Lazim
dipahami dalam teori ekonomi, bahwa peningkatan permintaan suatu produk akan
berpengaruh terhadap peningkatan usaha penyedia (Supply Side) produk tersebut.
Dalam Islam bahwa halal itu jelas begitu juga dengan haram. Setiap yang diharamkan
oleh Allah pasti mengandung mudharat/kerusakan bagi manusia itu sendiri begitu juga

2
Ghafur, A. (2016). Konsumsi dalam Islam. Iqtishodiyah: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, 2(2), 17-
42.

9
sebaliknya. Contoh, sebagian besar ulama mengharamkan rokok disebabkan oleh
banyaknya mudharat yang timbul akibat merokok, minuman keras yang dapat merusak
otak dan jaringan-jaringan fital manusia, berjudi yang dapat menyebabkan
penzoliman/merugikan salah satu pihak, atau lain sebagainya. Oleh sebab itu
pentingnya kesadaran masyarakat untuk menghindari produk-produk yang haram dapat
meningkatkan kesejahteraan kesehatan masyarakat yang jangka panjangnya dapat
melahirkan generasi-generasi yang sehat secara jasmani maupun rohani. Begitu juga
dengan supply produk halal yang akan terus meningkat, disebabkan oleh kesadaran
masyarakat akan konsumsi produk halal dan thoyyib sehingga permintaan akan produk
tersebut pun meningkat.
c. Kedermawanan Akan Melahirkan Produktivitas Ekonomi Islam sangat memuliakan
orang yang dermawan dan melaknat sikap kikir. Prilaku dermawan adalah prilaku mulia
yang sangat didorong oleh Islam. Banyak dalil Al-Qur’an dan Hadits yang memotivasi
manusia untuk menyuburkan prilaku kedermawanan dalam kehidupan. Kedermawanan
juga dapat menggairahkan aktivitas ekonomi, dikarenakan orang yang mempunyai daya
beli (Purchasing Power) akan mensuply orang-orang yang tidak mempunyai daya beli,
dengan itu ekonomipun akan bergerak kearah yang positif.3

3
Habibullah, E. S. (2018). Etika Konsumsi Dalam Islam. Ad-Deenar: Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Islam, 1(01), 90-102.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam sistem perekonomian, konsumsi memiliki peranan penting yaitu
mendorong terjadinya produksi dan distribusi. Perilaku konsumsi dalam ekonomi islam
berdasarkan pada prinsip keadilan, prinsip kebersihan, prinsip kesederhanaan,
kemurahan hati, dan moralitas. Konsumsi meliputi kebutuhan, kesenangan dan
kemewahan. Kesenangan dibolehkan asal jangan berlebihan, tidak melampaui batas
yang dibutuhkan oleh tubuh dan tidak pula melampaui batas-batas makanan yang
dihalalkan sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur'an surah al-A'raf ayat 31. Konsumsi
bagi umat islam sebagai indikasi positif di dalam kehidupan sehari-hari untuk
menjalankan aktivitas ibadah dan mentaati perintah Allah swt. Seorang umat muslim
tidak akan merugikan dirinya didunia dan akhirat, karena melakukan sikap berlebih-
lebihan dalam memenuhi kebutuhan, melakukan kesibukan di dunia sehingga
melalaikan perintah Allah swt.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini semoga bisa menambah wawasan pengetahuan kepada
penulis dan pembacaa dalam memahami setidaknya sedikit tentang ilmu dirayah dan
ilmu riwayah. Dalam membuat makalah yang berjudul “Konsumsi dalam bisnis islam”
ini masih terdapat kekurangan dalam tulisan maupun isi. Sehingga kami mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca agar makalah yang kami buat ini menjadi makalah
yang lebih baik.

11
DAFTAR PUSTAKA
Ghafur, A. (2016). Konsumsi dalam Islam. Iqtishodiyah: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam.
Habibullah, E. S. (2018). Etika Konsumsi Dalam Islam. Ad-Deenar: Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Islam.
Sitepu, N. I. (2016). Perilaku Konsumsi Islam Di Indonesia. Jurnal Perspektif Ekonomi
Darussalam (Darussalam Journal of Economic Perspec.

12

Anda mungkin juga menyukai