Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah ekonomi islam ini
mengenai Bab 4 tentang “Teori Konsumsi”. Alhamdulillah kami dapat menyelesaikannya tepat
pada waktunya.
Makalah ini dibuat oleh kelompok 3 Ekonomi Islam kelas H dan sumber yang diperoleh
dari internet dan buku yang telah membantu melancarkan penyelesaian makalah ini tanpa ada
masalah. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih atas bantuannya.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak luput dari segala kekurangan dan
kesempurnaan.Namun kami sudah berusaha membuat makalah dengan sebaik mungkin.Oleh
karena itu kritik dan saran dapat membantu kami menjadi bahan pertimbangan untuk
memperbaiki makalah kami.
Demikian yang dapat sampaikan, kami ucapkan teria kasih kepada semua pihak yang
telah membantu menyesaikan makalah ini dari awal sampai akhir.Semoga Allah Subhanahu
Wata’ala selalu meridhoi usaha kita semua, aamiin.

17 September 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................... i
Kata Pengantar.................................................................................................... ii
Daftar isi............................................................................................................. iii   

BAB I Pendahuluan..............................................................................................1
1.1.   Latar Belakang.............................................................................................1
1.2.   Rumusan Masalah........................................................................................1
1.3.   Tujuan..........................................................................................................1

BAB II Pembahasan.............................................................................................2
2.1.   Maslahah Dalam Konsumsi.........................................................................2
2.2.   Hukum Utilitas dan Maslahah....................................................................10
2.3.   Keseimbangan Konsumen..........................................................................16
2.4.   Hukum Permintaan dan Penurunan Kurva Permintaan............................. 19

BAB III Penutup..................................................................................................21


3.1  Kesimpulan...................................................................................................21

Daftar Pustaka..................................................................................................... iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Mashlahah adalah manfaat, lebih tepatnya mashlahah al-‘ibad, yaitu
kemanfaatan bagi kehidupan mnusia untuk mencapai kehidupan yang baik(hayyah
thayyibah) dan kemuliaan (falah) dalam bingkai nilai-nilai keislaman. Mashlahah al-‘ibad
adalah tujuan utama dari syariah Islam.Mashlahah juga menjadi tujuan dari konsumsi
yang Islami, yang dibadakan dengan utility.
Keputusan seseorang untuk memilih alokasi sumber daya yang menjadikan
adanya fungsi permintaan.Dalam ekonomi konvensional konsumen selalu diasumsikan
sellau bertujuan untuk memperoleh kepuasan (utility) dalam kegiatan
konsumsinya.Utility secara bahsa berarti berguna (usefulness), membantu (helpfulness)
atau menguntungkan (advantage).Dalam konteks ekonomi,utilitas dimaknai sebagai
kegunaan barang yang dirasakan oleh seorang konsumen ketika mengonsumsi sebuah
barang.
Konsumsi yang islami selalu berpedoman pada agama islam. Diajaran ajaran
yang penting berkaitan dengan konsumsi,misalnya perlunya memerhatikan orang lain.
Hal ini adalah tujuan konsumsi itu sendiri,dimana seorang muslim akan lebih
mempertimabngkan mashlahah daripada utilitas. Pencapaian mashlahah merupakan
tujuan dari syariat islam (maqashid syariah) yang tentu saja harus menjadi tujuan dari
kegiatan konsumsi.

1.2.  Rumusan Masalah
A. Apa itu Mashlahah dalam Konsumsi?
B. Bagaimana Hukum Utilitas dan Mashlahah?
C. Bagaimana Keseimbangan Konsumen terjadi?
D. Bagaimana Hukum Permintaan dan Penurunan Kurva Permintaan?

1.3.  Tujuan
1. Agar mengetahui bahwa tujuan konsumen adalah mencari kepuasaan tertinggi.
2. Agar mengetahiu bahwa batasan konsumsi hanyalah kemampuan anggaran.
3. Agar lebih mengetahui mashlahah dalam teori konsumsi dan ekonom islam
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Mashlahah Dalam Konsumsi


Dalam menjelaskan konsumsi, kita mengamsumsikan bahwa konsumen
cenderung untuk memilih barang dan jasa yang memberikan Mashlahah maksimum. Hal
ini sesuai dengan rasionalitas islami bahwa setiap pelaku ekonomi selalu ingin
meningkatkan mashlahah yang diperolehnya. Keyakinan bahwa ada kehidupan dan
pembalasan yang adil di akhirat serta informasi yang berasal dari Allah adalah sempurna
akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kegiatan konsumsi.
1.      Kebutuhan dan Keinginan
Kebutuhan manusia adalah segala sesuatu yang diperlukan agar manusia
berfungsi secara sempurna, berbeda dan lebih mulia dari pada makhluk-makhluk lainnya,
misalnya, baju sebagai penutup aurat, sepatu sebagai pelindung kaki, dan sebagainya.
Sedangkan keinginan adalah terkait dengan hasrat atau harapan seseorang yang jika
dipenuhi belum tentu akan meningkatkan kesempurnaan fungsi manusia ataupun suatu
barang. Misalnya, ketika seseorang membangun suatu rumah ia menginginkan adanya
warna yang nyaman, interior yang rapi dan indah, ruangan yang longgar, dan
sebagainya. 
Secara umum, pemenuhan terhadap kebutuhan akan memberikan tambahan
manfaat fisik, spiritual, intelektual ataupun material, sedangkan pemenuhan keinginan
akan menambah kepuasaan atau manfaat psikis di samping manfaat lainnya. Jika suatu
kebutuhan diinginkan oleh seseorang, maka pemenuhan kebutuhan tersebut akan
melahirkan mashlahah sekaligus kepuasan, namun jika pemenuhan kebetuhan tidak
dilandasi oleh keinginan, maka hanya akan memberikan manfaat semata.
Secara umum, dapat dibedakan antara kebutuhan dan keinginan sebagaimana
dalam table berikut:
Tabel 4.1
Karakteristik Kebutuhan dan Keinginan
Karakteristik Keinginan Kebutuhan
Sumber Hasrat manusia Fitrah manusia
Hasil kepuasan Manfaat dan berkah
Ukuran Preferensi atau selera fungsi
Sifat Subjektif Objektif
Tuntunan islam Dibatasi/dikendalikan Dipenuhi
2.      Mashlahah dan Kepuasan
Jika dilihat kandungan mashlahah dari suatu barang/jasa yang terdiri dari
manfaat dan berkah, maka disini seolah tampak bahwa manfaat dari kepuasan adalah
identic. Sebagai contoh adalah dua orang, Zaid dan Hindun yang dalam keadaan yang
sama (rasa lapar da kesukaan yang sama) sama-sama mengomsumsi daging sapi. Zaid
tidak mempersalahkan kehalalan daging sapi sehingga dia mengonsumsi daging sapi
yang tidak halal.Sementara itu, Hindun adalah orang yang sangat mematuhi perintah
Allah dan oleh karena itu, hanya makan daging sapi yang halal (disembelih dengan cara-
cara yang sesuai syariat). Asumsikan disini bahwa sapi yang dikonsumsi kedua orang
tersebut mempunyai kualitas fisik yang tepat sama. Di sini akan bisa dilihat bahwa
manfaat yang diterima oleh Zaid tetap sama dengan manfaat yang diterima oleh Hindun.
Namun, mashlahah yang diterima Hindun lebih besar dari mashlahah yang diterima oleh
Zaid. Hal ini mengingat bahwa mashlahah tidak saja berisi manfaat dari barang yang
dikonsumsi saja, namun juga terdiri berkah yang terkandung dalam barang tersebut.
Dari contoh di atas dapat di simpulkan bahwa kepuasan adalah merupakan suatu
akibat dari terpenuhinya suatu keinginan, sedangkan maslahah merupakan suatu akibat
atas terpenuhinya suatu keutuhan atau fitrah.
3. Mashlahah dan Nilai-nilai Ekonomi Islam
Sebagaimana dijelaskan pada BAB 2, perekonomian Islam akan terwujud jika
prinsip dan nilai-nilai Islam diterapkan secara bersama-sama. Pengabaian terhadap salah
satunya akan membuat perekonomian pincang. Penerapan prinsip ekonomi yang tanpa
diikuti oleh pelaksanaan nilai-nilai Islam hanya akan memberikan manfaat (mashlahah
duniawi) , seangkan pelaksanaan sekaligus prinsip dan nilai akan melahirkan manfaat dan
berkah atau mashlahah dunia akhirat.
4. Penentuan dan Pengukuran Mashlahah bagi Konsumen
Besarnya berkah yang diperoleh berkaitan langsung dengan frekuensi kegiatan
konsumsi yang dilakukan. Semakin tinggi frekuensi kegiatan yang ber-mashlahah, maka
semakin besar pula berkah yang akan diterima oleh pelaku konsumsi. Dalam Al-Qur’an,
Allah menjelaskan bahwa setiap amal perbuatan (kebaikan maupun keburukan) akan
dibalas dengan imbalan (pahala maupun siksa) yang setimpal meskipun amal perbuatan
itu sangatlah kecil bahkan sebesar biji sawi. Dengan demikian, dapat ditafsirkan bahwa
mashlahah yang diterima akan merupakan perkalian antara pahala dan frekuensi kegiatan
tersebut. Demikian pula dalam hal konsumsi, besarnya berkah yang diterima oleh
konsumen tergantung frekuensi konsumsinya. Semakin banyak barang/jasa halal-thayyib
yang dikonsumsi, maka akan semakin besar pula berkah yang akan diterima.
a.Formulasi Mashlahah
Sebagaimana dipaparkan di depan bahwa dalam mashlahah terkandung unsur
manfaat dan berkah. Hal ini bisa dituliskan sebagai berikut:

Di mana              M = F+B                                                         (4.1)


                             M = mashlahah
                              F   = manfaat
                             B   = berkah

Sementara dalam paparan di muka telah di sebutkan bahwa berkah merupakan


interaksi antara manfaaat vdan pahala sehingga,

                              B = (F) (P)                                                       (4.2)


Dimana P = pahala total
Adapun pahala total, P adalah:
                             P = BiP                                                             (4.3)
Dimana Bi adalah frekuansi kegiatan dan P adalah pahala per unit kegiatan.
            Dengan subsitusi persamaan (4.3) ke persamaan (4.2), maka
                             B = FBip                                                         (4.4)
Selanjutnya melakukan subsitusi persamaan (4.4) kepersamaan (4.1), maka di peroleh;
                             M = F + FBip (4.5)
Expresi di atas di tulis kembali menjadi:
                             M = F(1+Bip)

Dari formulasi di atas dapat di tunjukan bahwa ketika pahala suatu kegiatan
tidak ada (misalnya ketika mengonsumsi barang yang haram atau barang halal namun
dalam jumlah berlebihan) maka maslahah yang akan di peroleh konsumen adalah hanya
sebatas manfaat yang di rasakan di dunia (F). Sebagai misal ketika seorang membeli
lotere atau judi yang di haramkan maka ea tidak akan mendapatkan berkah, melainkan
hanya manfaat duniawi saja seperti kemenangan atau kepuasan piksi.
Demikian pula sebaliknya, jika suatu kegiatan yang sudah tidak memberikan
manfaat (di dunia), maka nilai keberkahanya juga menjadi tidak ada sehingga maslahah
dari kegiatan tersebut juga tidak ada. Misalnya, penggemar rokok yang membeli rokok
hanya akan mendapatkan kepuasan saja. Dengan kata lain, maslahah yang ia dapatkan
adalah semu atau tiadak. Hal ini karena tidak terdapatnya manfaat dari rokok, bahkan
dapat banyak bahayanya.Oleh karena itu nilai pahala dan keberkahan atas pembelian
rokok juga tidak ada, meskipun terdapat banyak perbedaan pendapat dari para ulama
tentang keharoman rokok.
B. Pengukuran maslahah Konsumen
Untuk mengekplorasi  konsep mashlahah konsumen secara detail, maka di sini
konsumsi di bedakan menjadi 2, yaitu konsumsi yang di tunjukan untuk ibadah dan
konsumsi untuk memenuhi kebutuhan manusia semata. Contoh jenis pembelian konsumsi
yang pertama adalah pemberian barang untuk di berikan pada orang miskin, sedekah,
waqaf maupun ibadah lainya. Sedangkan konsumsi jenis kedua adalah konsumsi untuk
memenuhi kebutuhan manusia sebagai mana konsumsi sehari – hari.Kita lihat terlebih
dahulu mashlahah dari konsumsi untuk ibadah.
Konsumsi ibadah pada dasarnya adalah segala konsumsi atau menggunakan
harta di jalan allah. Konsumsi ibadah ini meliputi belanja untuk kepentigan jihat,
menbangun sekolah, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan amal  kebaikan lain.
Sebagai ilustrasi, tabel 4.2 berikut menyajikan mashlahah atas ibadah mahdah
atau amal saleh.Yaitu ibadah yang tidak secara langsung terkait dengan kemanfaatan
dunia bagi pelakunya.

Tabel 4.2
Mashlahah dari belanja di jalan Allah
Frekuensi kegiatan Pahala perunit Mashlahah = Berkah (1X2)
(1) (2)
1 700 700
2 700 1.400
3 700 2.100
4 700 2.800
5 700 3500
6 700 4.200
7 700 4.900
8 700 5.600
‘Belanja di jalan Allah adalah sebagaimana dijelaskan dalam QS.2:261

Dalam tabel 4.2 di tas di tunjukan maslahah dari kegiatan ibadah mahdah yang
sifatnya ibadah murni untuk tidak mendapatkan manfaat di dunia. Pada tabel 4.2 di atas
terlihat bahwa besarnya mashlahah adalah merupakan perkalian antar prekuensi dengamn
pahala.Karena manfaat duniawi ibadah mahdah ini tidak di nikmati secara
langsung.Maka kandungan yang di terima sepenuhnya berupa berkah.dan nilai brkahnya
semakin meningkat dengan meningkatnya ibadah mahdaah yng di lakukan.
Sekarang kita membahas bagaimana mashlahah dari kegiatan konsumsi untuk
kepentingan duniawi. Kertika kegiatan duniawa di niatkan untuk beribadah maka akan
memberikan manfaat juga akan memberikan berkah bagi pelakunya.

Tabel 4.3
Mashlahah dari membeli Surat kabar yang halal dengan niat ibadah
(Data Hipopetik)
Frek. Manfaat Pahala Total Berkah Mashlahah
Kegiatan F Per unit Pahala(p) (5)=(2)x(4) M=F+B
(1) (2) (3) (4)= (6)=(2)+(5)
(1)x(3)
1 10 27 27 270 280
2 18 27 54 972 990
3 24 27 81 1944 1968
4 28 27 108 3024 3052
5 30 27 135 4050 4080
6 32 27 162 5184 5216
7 32 27 189 6048 6080
8 30 27 216 6480 6510
Sebagai misal ketika zaid membeli sebuah surat kabar, maka ia akan mendapatkan
manfaat berupa sejumlah informasi yang berguna, misalnya senilai 10. Ketika ia membeli
dua surat kabar maka ia akan mendapatkan tambahan manfaat senilai 8. Semakin banyak
surat kabar yang zaid beli, maka tambahan manfaatnya akan semakin berkurang.
Demikian seterusnya sehingga besarnya manfaat ini bisa di tuliskan sebagaimana dalam
tabel 4.3 kolom 2.
Berikut ini di gambarkan mashlahah yang di peroleh ketika suatu kegiatan
konsumsi yang halal memberikan manfaat serta memberikan pahala sangat kecil, yaitu
satu unit perkegiatan.Manfaat dalam konsumsi es krim bisa berbentuk gizi yang berguna
bagi kesehatan. Secara keseluruhan hal ini di tunjukan dalam tabel 4.4.di bawah ini.

Tabel 4.4
Mashlahah dari membeoli es krim yang halal dan niat ibadah
Data Hipopetik
Frekuensi Manfaat Pahala Total Berkah Maslhah
Kegiatan (2) perUnit Pahala (5)=(2x4)
(1) (3) (4)=(1x3)
1 40 1 1 40 80
2 75 1 2 150 225
3 105 1 3 315 420
4 130 1 4 520 650
5 148 1 5 740 888
6 163 1 6 978 1.141
7 163 1 7 1.141 1.304
8 150 1 8 1.200 1.350

Dalam kasus ini jelas bahwa pahala yang di terima oleh orang yang
bersangkutan adalah nol. Tabel 4.5 berikut ini menyediakan penggambaran
mengenai hal ini

Tabel 4.5
Maslahah dari membeli es krim yang halal tanpa niat ibadah
Data hipotetik
Frekuensi Manfaat Pahala Total Berkah Mashlahah
kegiatan Per unit pahala
1 40 0 0 0 40
2 75 0 0 0 75
3 105 0 0 0 105
4 130 0 0 0 130
5 148 0 0 0 148
6 163 0 0 0 163
7 163 0 0 0 163
8 150 0 0 0 150

Dalam tabel 4.5 di atas terlihat bahwa maslahah yang muncul dari kegiatan yang
di ganbarkan adalah hanya sebesar manfat yang di rasakan oleh orang yang melakukan
hal itu. Hal ini di sebabkan karena orang yng bersangkutan melakukan kegiatan tesebut
dengan tidak di landasi dengan niat ibadah kepada allah swt. Kondisi ini tidak di inginkan
oleh seorang muslim yang selalu mengejar maslahah.
Sekarang mari kita lihat bagaimana maslahah yang di terima seseorang yang
melakukan kegiatan haram. Perlu di lihat bahwa perbuatan haram menimbulkan
dosa.Hukuman tersebut bisa di anggap sebagai nilai negatif dari pahala. Sebagai
konsekuensi sebagai sifat pemurah allah, perbuatan haram ini hanya di kenakan hukuman
dosa sebesar satu.8 hal ini di ekspresikan sebagai pahala yang besarnya -1. Tabel 4.6
memberi ilustrasi selengkapnya mengenai hal tersebut.
Tabel 4.6.
 Maslahah dari konsumsi barang yang haram
Frek Manfaat Pahala Total Berkah Maslahah
Kegiatan (2) Per unit Pahala (5)=(2x4) (6)=(2+5)
(1) (3) (4)=(1x3)
1 14 -1 -1 -14 0
2 26 -1 -1 -52 -26
3 36 -1 -1 -108 -72
4 44 -1 -1 -176 -132
5 48 -1 -1 -240 -192
6 50 -1 -1 -300 -250
7 50 -1 -1 -350 -300
8 47 -1 -1 -376 -329

e. Karakteristik manfaat dan Berkah dalam konsumsi


Sebagaimana di ungkapkan di muka bahwa ketika konsumen membeli suatu
barang, maka ia maka ia akan mendapatakan kepiasan atau maslahah. Kepuasan akan di
peroleh jika ia memenuhi keinginanya dan keinginan ini bisa terwujud kebutuhan
ataupun sekedar kebutuhab semu. Kebutuhan semua ini muncul karena ketidaktahuan
manusia tentang kebutuhan hidup manusia yang  sesungguhnya, misalnya adalah rasa
nikmat pada makanan karena mengandung penyedap rasa yang sebenarnya cukup
membahayakan bagi tubuh manusia.
Disisi lain mashlahah dalam muncul muncul ketika kebutuhan riil terpenuhi yang
belum tentu dapat di rasakan sesaat setelah melakukan konsumsi.
Gambar 4.1 akan memberikan kerangka secara garis besar mengenai kapan
konsumen akan mendapatkan mashlahah dan berkahdemikian pula kemungkinan lahirnya
madharat krena ada kegiatan konsumsi terhadap hal yang sia sia atau tidak memberikan
manfaat maupun hal hal yang di haramkan.
Gambar 4.1.
Keberadaan maslahah dalam konsumsi.

Mashlahah yang di peroleh konsumen ketika membeli barang dapat berbentuk satu di
antara hal berikut:
1. Manfaat material, yaitu berupa di perolehnya tambahan harga bagi konsumen
akibat pembelian suatu barang/jasa.
2. Manfaat pisik dan psikis, yaitu berupa terpenuhinya kebutuhan fisik atau psikis
manusia, seperti rasa lapar, haus, kedinginan, kesehatan, keamanan, kenyamanan,
hargadiri, dan sebagainya.
3. Manfaat intelektual, yaitu berupa terpenuhinya kebutuhan akal manusia ketika ia
membeli barang/jasa, seperti kebutuhan tentang informasi, pengetahuan,
keterampilan, dan semacamnya.
4. Manfaat terhadaplingkungan (intra gneration), yaitu berupa adanya externalitas
positif dari pembelian barang atau jasa atau manfaat yang bisa di rasakan
selainpembeli pada genersi yang sama.
5. Manfaat jangka panjang, yaiitu terpenuhinya kebutuhan duniawi jangka panjang
atau terjaganya generasi msa datang terhdap kerugian akibat tidak membeli
barang atau jasa.
Disamping itu, kegiatan konsumsi barang/jasa yang halal dan bermanfaaat akan
memberikan berkah bagikonsumen. Berkah ini akan hadir jika seluruh hal berikut ini di
lakukan dalam konsumsi.
1. Barang atau jasa yang di konsumsi bukan barang haram.
2. Tidak berlebih-lebihan dalam jumlah konsumsi.
3. Diniatkan untuk mendapatkan ridha allah.

2.2. Hukum Utilitas dan Mashlahah


Untuk mengetahui bagaimana prilaku konsumen terhadap maslahah akan
dipaparkan terleih dahulu mengenai prilaku konsumen konvensional yang mengejar
utilitas dalam kegiatan konsumsi.
1.    Hukum Penurunan Utilitas Margin
Dalam ilmu ekonomi konvesional dikenal adanya hukum mengenai penurunan
utilitas margin.( law of diminishing margin utility ). Hukum ini mengatakan bahwa jika
seseorang mengonsumsi suatu barang dengan frekuensi yang diulang-ulang, maka nilai
tambahan kepuasan dari konsumsi berikutnya akan semakin menurun. Pengertian
konsumsi di sini bisa dimaknai mengonsumsi apa saja termasuk mengonsumsi waktu
luang ( leisure ). Hal ini berlaaku juga untuk setiap kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang.
Utilitas margin ( MU ) adalah tambahan kepuasan yang diperoleh konsumen
akibat adanya peningkatan jumlah barang atau jasa yang dikonsumsi. Untuk memberikan
penggambaran yang lebih jelas, ilustrasi dibawah ini menyajikan utilitas margin yang
dimaksud.

Tabel 4.7.
Frekuensi konsumsi, Utulitas Total, dan Marginal

Frekuensi Total Kepuasan Utilitas Margin


Konsumsi Total Utility ( TU ) (3)
(1) (2)
1 10 -
2 18 8
3 24 6
4 28 4
5 30 2
6 32 2
7 32 0
8 30 -2

Dari tabel di atas terlihat nilai utilitas margin semakin menurun. Penurunan ini
bisa dirasakan secara intutif, jika seseorang mengonsumsi suatu barang atau jasa secara
terus-menerus secara berturut, maka nilai tambahan kepuasan yang dipperoleh semakin
menurun. Hal ini terjadi karena munculnya masalah kebosenan yang seterusnya, kalau
berlanjut , akan menjadi kejenuhan yang menyebabkan orang yang bersangkutan
bukanya merasa senang dalam mengonsumsi barang tersebut melainkan justru rasa
kurang senang. Hal ini di tunjukan dengan nilai utilitas marginal yang negatif.Sebelum
mencapai nilai negatif, nilai utilitas marginal mencapai kejenuhan terlebih dahulu yang
ditunjukan oleh nilai nol pada variabel tersebut. Pada saat mencapai kejenuhan ini
utilitas total mencapai nilai maksimumnya.

Hal ini juga bisa dilihat dari kacamata hukum kelangkaan: barang. Suatu barang
yang jumlahnya langka, dan oleh karena itu, konsumsinya juga sedikit, maka nilai barang
tinggi, semakin juga sebaliknya. Meskipun hukum mengenai nilai utilitas margin ini
berlaku secara umum dalam teori ekonomi konvesional, namun ada beberapa
pengecualian. Pengecualian yang tidak termasuk dalam katagori ini adalah perilaku
konsumen yang menunjukan adanya kecanduan ( addicted ). Bagi orang yang kecanduan
terhadap sesuatu, maka dia tiak akan mengalami penurunan nilai utilitas. Singkatnya,
orang tidak pernah merasa bosan melakukan kegiatan tersebut meskipun sudah berulang
kali dilakukan.

Gambar 4.2.
Utilitas Total dan Marginal

2. Hukum mengenai Mashlahah


Hukum mengenai pemurunan utilitas marginal tidak selamanya berlaku pada
mashlahah. Mashlahah dalam konsumsi tidak seluruhnya secara langsung dapat
dirasakan, terutama mashlahah akhirat atau berkah. Adapun mashlahah dunia manfaatnya
sudah bisa dirasakan setelah konsumsi. Dalam hal berkah, dengan meningkatnya
frekuensi kegiatan, maka tidak akan ada penurunan berkah karena pahala yang diberikan
atas ibadah mahdhah tidak pernah menurun.
a.    Mashlahah Marginal dari Ibadah Mahdhah
Mashlahah marginal ( MM ) adalah perubahan mashlahah, baik berupa manfaat
ataupun berkah, sebagai akibat berubahnya jumlah barang yang dikonsumsi. Dalam hal
ibadah mahdhah , jika pahala yang dijanjikan Allah adalah konstan, maka perlu ibadah
tidak akan mendapatkan manfaat duniawi, namun hanya berharap adanya pahala.

Tabel 4.8
Maslahah dari ibadah mahdah
Frekuensi
Kegiatan Pahala *) Mashlahah Marginal
              (1) (2) =(1x2) Mashlahah          
*)
1 700 700 700 pahala
2 700 1.400 700
3 700 2.100 700
4 700 2.800 700
5 700 3.500 700
6 700 4.200 700
7 700 4.900 700
8 700 5.600 700
sejumlah 700 ini hanya contoh ilustratif ketika manusia beribadah tanpa
mempertimbangkan manfaat yang akan ia peroleh di dunia. sebagaimana amal jariyah.

Pada tabel 4.8 ditunjukan bahwa nilai mashlaha marginal adalah


konstan.Berdasarkan pemaparan yang disebut di muka pada bagian utilitas, maka dengan
ini bisa dikatakan bahwa seorang konsumen Mukmin tidak mengalami kebosanan dalam
melakukan ibadah mahdhah.Ini terlihat dari nilai mashlahah marginal dari kegiatan ini
yang konstan tidak mengalami penurunan seperti halnya pada kasus utilitas.
Gambar 4.3
Maslahah total dan marginal dari ibadah madhah
b. Mashlah Marginal dari Konsumsi
Manurut Islam, melalukan suatu kegitan konsumsi akan bisa menimbukan dosa
ataupun pahala tergantung niat, proses dan produk yang dikonsumsi. Dengan adanya
aspek ibadah dalam konsumsi, maka kegiatan tersebut akan dirasakan mendatangkan
berkah. Hal ini bisa dideteksi dari adanya pahala yang muncul sebagai akibat dari
kegiatan tersebut. Untuk mempermudah ilustrasi perhitungan, maka dalam tabel-tabel
berikut ini akan digunakan pendekatan formulasi yang disampaikan dalam pemasaran
4.9. Dalam kasus ini di asumsikan bahwa konsumen yang bersangkutan memerhatikan
sepenuhnya kehadiran mashlahah ( mashlahah aware ) sehingga nilai δ adalah sama
dengan 1 ( satu ).

Tabel 4.9
Mashlahah Marginal dari Kegiatan Muamalah Halal

Frekuensi Manfaat Pahala per unit Total  Mashlahah


Kegiatan Fisik (p) Pahala Mashlahah Marginal
(1) (2) ( βip) F* ( 1+βip)ᵟ ( MM )

1 10 27 27 280 -
2 18 27 54 990 710
3 24 27 81 1968 978
4 28 27 108 3052 1084
5 30 27 135 4080 1028
6 32 27 162 5216 1136
7 32 27 189 6080 864
8 30 27 216 6510 430
Pada bagian ini muka telah di paparkan bahwa kegiatan mubah yang di lakukan
tanpa nilai ibadah menghasilkan mashlahah yang jumlahnya hanya  sebesar manfaat dari
kegiatan tersebut. Begitu juga di paparkan di depan bahwa maslahah yang di peroleh oleh
sorang komsumen yang tidak peduli pada mashlahah besarnya hanyta sebatas pada
manfaat . Dengan memutar argumen tersebut, maka kita mengatakan hal ini dengan
hal lain, yaitu manfaat adalah mashlahah yang di peroleh oleh seorang yang melakukan
kegiatan mubah tanpa kegiatan mubah tanpa nilai ibadah , atau maslahah yang di peroleh
oleh seorang yang tidak peduli dengan adanya maslahah.
Seorang kita akan membandingkan manfaat sebagai mashlahah yang di peroleh
orang yang tidak peduli mashlahah atau melakukan kegiatan tanpa nilai ibadah, dengan
maslahah ng di lakukan oleh seorang konsumen yang sepenuhnya menaruh perhatian
pada kehadiran maslahah. Tabel 4.10.Menggambarkan semua hal ini.

Tabel 4.10
Perbandingan Maslahah marginal antara kondisi yng peduli
Dan tidak peduli maslahah
Frekuens Manfaat Marginal Marginal
i Fisik/psikis Maslahah
Kegiatan (2) Malahah Peduli
(1) Tak peduli (4)
(3)
1 10 - -
2 18 8 710
3 24 6 978
4 28 4 1084
5 30 2 1028
6 32 2 1136
7 32 0 864
8 30 -2 430

Tabel 4.10. di atas menunjukkan bahwa manfaat marginal dan Mashlahah


marginal keduanya sama-sama mengalami penurunan .Mashlahah marginal tidak peduli
di peroleh dari tabel 4.7 kolom 3,danMashlahah marginal peduli di peroleh dari tabel 4.9
kolom 6.Keberadaan Berkah dalam kegiatan konsumsi telah mampu mewarnai
mashlahah Yang ada : bahwa meskipn maslahah marginal bagi komnsumen yang peduli
berkah ini mengalami penurunan bagai mana yang terjadi pada komsumen yng tidak
peduli, namun tingkat penurunanya lebih lamban. Hal ini bisa di lihat pada tabel 4.10.
Bahwa pada frekuensi yk ke delapan manfaat marginal telah di rubah menjadi negatif,
sementara tidak demikian halnya dengan mashlahah marginal; padafrekuensi tersebut
mashlahah marginal nilainya masih tinggi (positif).

2.3.  Keseimbangan Konsumen
Sejauh ini kita baru mendiskusikan suatu kegiatan atau konsumsi dalam kaitanya
dengan mashlahah yang terkandung dalam suatu barang atau kegiatan secara
individual.Dalam dunia nyata, setiap pelaku ekonomi selalu harus mengambil keputusan
dalam mengonsumsi sebuah barang atau kegiatan.Akibat dari keputusan tersebut sering
menimbulkan implikasi pada penggunaan barang-barang lain yang terkait.Sekarang kita
akan mengeksplorasi konsep Islam pada area yang lebih luas lagi, yaitu pilihan
konsumen. Untuk itu, dirasa sangat perlu untuk memeriksa keterkaitan antara barang
yang satu dengan barang yang lain.
1.    Keterkaitan Antar Barang
Pilihan ini untuk sangat dipengaruhi oleh keterkaitan antar dua barang dan
preferensi konsumen.Secara umum, keterkaitan ini bisa digolongkan menjadi tiga, yaitu
saling menggantikan (substitusi), saling melengkapi (komplemeter) atau tidak ada
keterkaitan (independen).
a.    Komplomen
Bentuk hubungan antara dua buah barang dalam konteks ini bisa dilihat ketika
seorang konsumen mengonsumsi suatu barang, barang A, maka dia mempunyai
kemungkinan (chance) untuk mengonsumsi barang yang lain, barang B. Maka kata “
kemungkinan” di sini menunjukan derajat komplemenatritas dari kedua barang A dan B
tersebut.
Hubungan yang bersifat komplemen ini mempunyai derajat atau tingkatan yang
berbeda-beda antara pasangan barang yang satu dengan pasangan barang yang lain.
Perbedaan ini disebabkan karena sifat barang yang terkait dengan kegunaan yang
bersangkutan. Adapun tingkatan dari komplementaritas ini adalah sebagai berikut :
1)   Komplementaritas Sempurna
Tingkat komplementaritas sempurna terjadi jika konsumsi dari ssuatu barang
mengharuskan (tidak bisa tidak) konsumenuntuk mengonsumsi barang yang lain sebagai
penyerta dari barang pertama yang dikonsumsi.
2)   Komplementaritas Dekat
Komplementaritas Dekat bisa digambarkan jika seseorang mengonsumsi atau
memakai suatu barang, maka dia mempunyai kemungkinan yang besar untuk
mengonsumsi barang yang lain.
3)   Komplementaritas Jauh
Tingkat Komplementaritas yang jauh disebabkan karena hubungan anatara kedua
barang adalah rendah.
b.    Substitusi
Kalau dalam Komplemen hubungan antara kedua barang adalah positif, tetapi
dalam kasus substitusi hubungan keduanya adalah negatif. Hubungan yang negatif adalah
jika jumlah konsumsi barang yang satu naik, maka jumlah konsumsi barang lainya akan
turun. Hubungan negatif di sini terjadi karena adanya penggantian antara barang yang
satu dengan barang yang lain. Adapun penggantian barang tersebut disebabkan oleh
berbagai macam alasan yaitu alasan ketersediaan barang ataupun alasan harga.
Sebagaimana dalam kasus hubungan Komplemen, dalam kasus ini juga mengenal
adanya tingkat atau derajat substitusi,yaitu:
1) Substitusi Sempurna
Hubungan antara dua buah barang dikatakan substitusi sempurna jika
penggunaan dua buah barang tersebut bisa ditukar satu sama lainya tanpa mengurangi
sedikit pun kepuasan konsumen dalam menggunakan nya.
2) Substitusi Dekat
Dua buah barang bisa dikatakan substitusi dekat jika fungsi kedua barang
tersebut mampu menggantikan satu sama lain. Namun demikian, pergantiaan satu
tehadap yang lainya disini menibulkan perbedaan kepuasan yang mereka peroleh.
3) Substitusi Jauh
Dua buah barang dikatagorikan sebagai substitusi jauh jika dalam penggunaanya
konsumen bisa mengganti satu barang dengan barang lainya hanya dalam keadaan
terpaksa saja. Dalam keadaan normal kosumen yang bersangkutan tidak akan mengganti
barang yang dikonsumsinya dengan barang lainnya.
c.    Domain Konsumsi
Melihat macam-macam hubungan antar dua barang seperti disebut di muka,
maka hubungan yang releven dengan pilihan konsumen disini adalah hubungan yang
kedua, substitusi. Hal ini dikarenakan dua buah barang yang bersifat saling mengganti,
maka akan menimbulkan pilihan, yang kadang menyulitkan bagi konsumen. Sementara
kalau dua buah barang yang sifatnya komplementari, mak tidak akan menimbulkan
pilihan bagi konsumen karena barang penyertanya sudah merupakan konsekuensi
lanjutan dari konsumsi barang utamanya. Untuk itu, dalam konteks pilihan konsumen,
maka jenis hubungan yang akan dieksplorasi di sini adalah hubungan yang sifatnya
substitute, meskipunnhubungan yang komplementari juga akan tetap ditampilkan.
2.    Hubungan Antara Barang Yang dilarang Islam
Meskipun jenis hubungan yang akan dieksplorasi disini adalah hubungan yang
sifatnya saling mengganti (substitute) namun perlu ditentukan dominan dari pembahasan
dari substitusi ini. Sebagaimana diketahui, hukum Islam mengesahkan tidak
dimungkinkan adanya substitusi antara barang haram dan barang halal, kecuali dalam
keadaan darurat.
3.   Hubungan Antara Barang dalam Islami
Berdasarkan pada paparan yang disampaikan di muka, maka dominan dari
konsumsi dalam Islam adalah terbatas pada barang atau kegiatan yang halal saja.
Sehingga hubungan komplemen dan substitusi yang terjadi hanyalah untuk barang atau
kegiatan halal dan barang atau kegiatan halal yang lain.
4.   Permintaan Konsumen
Setelah kita mengeksplorasi hubungan antara dua buah barang beserta
dominannya dalam perspektif Islam, maka saatnya sekarang membahas hubungan dua
buah barang yang sama-sama halal. Secara lebih khusus, disini akan disesuaikan
bagaimana hubungan dua buah barang yang sma-sama halal, tetapi dengan kandungan
berkah yan berbeda. Kandungan berkah menjadi sangat penting dalam pertimbangan
konsumsi konsumrn mukmin.Hal ini mengingat bahwa konsumen menaruh perhatian
pada mashlahah sebagai jalan menuju falah.
Disi lain kenaikan harga suatu barang diikuti oleh perubahan pada mashlahah
lainnya, misalnya kenaikan manfaat fisik atau psikis barang tersebut ataupun keberkahan
atas barang tersebut, maka konsumen belum tentu akan mengurangi jumlah konsumsinya,
melainkan setelah ia mempertimbangkan agar mashlahah total yang ia peroleh tetap
maksimal. Sebagai misal, ketika harga surat kabar meningkat tanpa di ikuti oleh
peningkatan manfaat informasi dan sebagainya, maka akan berdampak penurunan
permintaan konsumen. Namun jika kenaikan harga tersebut diikuti oleh peningkatan
manfaat informasi, misalnya kualitas berita membaik, maka bisa jadi permintaan
konsumen tetap akan meningkat. Hal ini tergantung pada pembandingan antar perubahan
mashlahah atas barang tersebut ( manfaat ataupun berkahnya) dan perubahan harganya.
2.4.  Hukum Permintaan dan Penurunan Kurva Permintaan
Berdasarkan paparan yang disampaikan di depan, maka terlihat bahawa ketika
harga brang A naik, sementara hal-hal lain tetap konstan, maka jumlah barang A yang
dikonsumsi harus turun. Inilah yang dilahirkan hukum permintaan yang berbunyi:

Jika suatu barang meningkat, ceteris paribus, maka jumlah Barang yang di minta
turun; demikian juga sebaliknya.

Pengertian ceteris parimbus disini adalah dengan menganggap hal-hal lain


tetap berbuah atau konstan, baik dalam arti tingkat berkah, tingkat manfaat, tingkat
pendapatan, preferensi, dan sebagainya. Jika satu dai hal-hal lain yang dimksudkan
berubah, maka hukum permintaan di atas tidak lagi berlaku.
Hubungan yang di gambarkan dalam hukum permintaan di atas juga akan
menjadi lebih jelas jika di gambarkan dalam kurfa permintaan berikut.
 

Gambar 4.13
Permintaan konsumen terhadap barang A
Dimana sumbu vertikalnya menujukan harga dan sumbu
horizontanya menunjukan kuantitas yang diminta.
Grafik 4.13 bisa diberi arti ekonomi, yaitu : ketika harga brang A aalah sebesar
16, maka jumlah barang A yang diminta adalah 6 unit,sementara ketika harga barang A
naik menjadi 17, maka jumlah barang tersebut yang diminta oleh konsumen turun
menjadi 4. Hal ini tepat menggambarkan proses yang ditunjukan dalam tabel 4.14, tabel
4.15, dan tabel 4.16. Hal ini tidak sekedar kebetula, namun kurva demand yang terlihat di
atas memang merupakan haril akhir dari proses optimisasi mashlahah.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Preverensi seorang konsumen di bangun atas kebutuhan akan maslahah, baik maslahah yang
di terima di dunia ataupun di ahirat. Maslahah adalah setiap keadaan yang manusia pada derajat
yang lebih tinggi daripada mahluk yang sempurna. Maslahah yamg sempurna dapat berbentuk
manfaat fisik biologis, pisifik, dan material, atau di sebut manfaat saja. Maslahah ahirat berupa
janji kebaikan  (pahala) yang akan di berikan di ahirat sebagai akibat perbuata mengikuti ajaran
islam.
2. Konsumen akan selalu berusaha untuk mendapatkan maslahah di atas aslahah minimum.
Maslahah minimum adalah maslahah yang di peroleh dari mengonsumsi barang atau jasa yang
halal dengan di ikuti niat beribadah
3. Keberadaan maslahah akan memperpanjang rentan (span) dari suatu kegiatan halal. Seorang
yang  merasakan adanya maslahah dan menyukainya, maka dia akan tetap rela melakukan suatu
kegiatan meskipun manfaat dari kegiatan tersebut bagi dirinya sudah tidak ada.
4. Bagi orang yang peduli akan adanya berkah, semakin tinggi barang halal yang di konsumsi
seseorang, tambahan maslahah yang di terimanya akan meningkat hingga titik tertentu dan
ahirnya akan menurun, dengan asumsi jumlahh konsumsi masih dibolehkan oleh islam. Namun,
bagi orang yng tidak di peduli terhadap adanya berkah, peningkatan maslahah adalah identik
dengan peningkatan manfaat dunia semata.
5. Hukum permintaan menyatakan bahwa jika harga suatu barang atau jasa meningkat, maka
jumlah barang atau jasa yang di minta konsumen akan menurun, selama kandungan maslahah
pada barang tersebut, dan faktor lain tidak berubah.
DAFTAR PUSTAKA

Tim penulis pusat pengkajian dan pengembangan ekonimi islam (P3EI) UIIY, 2008, Ekonomi
islam, yogyakarta: PT Raja gravindo persada.

Anda mungkin juga menyukai