Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Distribusi kekayaan merupakan salah satu proses pembagian harta yang ada, baik
bersifat pribadi atau milik umum (publik) kepada pihak yang berhak menerima. Dalam
pelaksanaannya, distribusi kekayaan memiliki dua tingkatan, yang pertama adalah distribusi
sumber-sumber produksi, sedangkan yang kedua adalah distribusi kekayaan produktif.
Sumber-sumber produksi mencakup tanah, bahan-bahan mentah, alat-alat mesin yang
kesemuanya adalah sarana produksi pertanian dan produksi industri. Sedangkan yang
dimaksud kekayaan produktif adalah komoditas (barang-barang modal dan aset tetap) yang
merupakan hasil daripada proses sumber-sumber produksi yang dilakukan manusia dengan
kerja.1

Tuntutan manusia akan kebutuhannya membuat pengelolaan atas sumber daya alam
harus dilakukan. Ketidakmampuan manusia untuk memenuhi kebutuhannya secara individu,
menjadi motif bahwa keterlibatan manusia yang lain merupakan keniscayaan dalam upaya
pemenuhan kebutuhan itu sendiri. Begitu pun dengan sistem distribusi yang mana
pelaksanaanya merupakan implikasi dari adanya pelibatan kolektif dalam pemenuhan
kebutuhan hidup. Kendatipun demikian, distribusi kekayaan yang tidak merata menjadi
problem dalam perekonomian yang sudah sejak lama dirasakan. Tidak meratanya distribusi
kekayaan secara nyata mempengaruhi kesejahteraan ekonomi rakyat.

Ini merupakan dampak dari adanya sistem ekonomi kapitalisme yang diberlakukan di
berbagai negara sejak paruh kedua abad ke-19. 2 Kapitalisme sendiri merupakan sistem yang
dibuat untuk mendorong ekspansi komersial melewati batas-batas lokal menuju skala
nasional.3 Impikasi dari komersialisasi yang melewati batas sosial ini adalah manipulasi pasar

1
Adna Yunita, Skripsi: “Pemikiran Afzalur Rahman Tentang Konsep Distribusi Kekayaan” (Riau: UIN
Sultan Syarif Qasim, 2009), 19-20.
2
Nihayatul Masykuroh, Sistem Ekonomi Dunia: Islam, Kapitalisme dan Sosialisme dalam Perbandingan,
(Banten: Media Karya Publishing, 2020), 22.
3
Nur Sayyid Santoso K, Sejarah Ideologi Dunia, (Yogyakarta: Lentera Kreasindo, 2015), 15.
yang dilakukan oleh para pemodal dengan mempelajari pola perdagangan internasional untuk
meraup keuntungan bagi mereka.

Kapitalime melakukan pengorganisasian terhadap produksi atau perdagangan di


seluruh dunia dengan basis individualistik, sekuleristik dan materialistik. Sebagai bagian dari
mekanisme dalam sistem ekonomi kapitalis, suatu distribusi akan dipengaruhi oleh pola
kepemilikan atas sumber-sumber ekonomi. Apabila pola kepemilikan hanya menyentuh pada
beberapa kalangan saja, tentu ini akan menghasilakan ketimpangan pendapatan individu yang
hanya memiliki sedikit kepemilikan atau tidak sama sekali atas sumber-sumber ekonomi.
Maka, sangat jelas bahwa kesenjangan akibat distribusi kekayaan dalam sistem ekonomi
kapitalis dalam upaya penghentiannya secara efektif ialah dengan adanya pengawasan atas
kekayaan.4

Segala bentuk perekonomian memiliki tujuan untuk tercapainya tingkat efisiensi,


keadilan serta kesejahteraan bagi pengikutnya. Namun, suatu hal yang pasti terjadi dalam
sistem ekonomi kapitalis ialah adanya kecenderungan di kalangan masyarakat untuk
mengumpulkan kekayaan dengan tidak melakukan penyelarasan kecuali bila mendatangkan
keuntungan besar bagi dirinya. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kaun kapitalis tidak
melarang adanya penimbunan barang. Para kapital akan melakukan cara apapun dalam
perdagangan, terpenting adanya keuntungan sekaligus tidak merugikan bagi mereka.
Penumpukan barang yang dilakukan oleh kapitalis ini bertujuan agar keuntungan yang mereka
peroleh berlipat ganda. Kelipatan ini diperoleh karena adanya kenaikan harga yang
disebabkan sedikitnya produk yang dikeluarkan, sehingga semakin banyak kebutuhan
konsumen atasnya.5

Ketimpangan menjadi masalah universal yang dihadapi oleh semua sistem ekonomi
modern. Ketidakadilan ekonomi dan ketimpangan pendapatan dan kekayaan merupakan awal
munculnya problem kemiskinan. Keadaan demikian tentu membutuhkan konsep pemikiran
tentang keadilan distributif dalam ekonomi Islam. Islam memberikan tuntunan melalui
ajarannya agar manusia berupaya menjalani hidup secara seimbang, memperhatikan
kesejahteraan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat. Sebagai prasyarat
kesejahteraan hidup di dunia adalah bagaimana sumber-sumber daya ekonomi dapat di
4
Komaruddin, Pengantar Kebijaksanaan Ekonomi, Cet. Ke-1, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), 87.
5
Syaki Ahmad Dunya, Sistem Ekonomi Islam Sebuah Alternatif, (Jakarta: PT Pika Hati Aneska, 1994), 16.
manfaatkan secara maksimal dan benar dalam kerangka Islam. Di sini, al-Qur'an turut
memberikan landasan bagi perekonomian umat manusia.

Realitas yang ada di seluruh dunia, terutama Indonesia, tidak menunjukkan adanya
keramahan dalam pemerataan ekonomi. Di Indonesia, nilai keadilan dalam pemerataan
ekonomi tidak sejalan dengan idealisasi kehidupan perekonomian yang digencarkan dalam
Alquran. Sistem ekonomi Indonesia masi didomonasi oleh sistem ekonomi pasar, meskipun
dalam perkemangannya muncul wacana pemikiran tentang Konsep Ekonomi Pasar Terkelola
(KEPT). Ini terjadi karena sistem ekonomi kapitalisme mencengkeram dunia saat ini, di mana
keuntungan ekonomi yang terikat dengan pasar global tidak dibagi sama rata. Globalisasi
menciptakan ketimpangan dikarenakan pasar global menuntut kesempurnaan keuntungan dan
juga terbentuknya kekuatan serta dominasi dari kalangan orang kaya saja.

Sebagai kitab petunjuk, Alquran mengandung sekian banyak nilai ekonomi, salah satu
di antaranya ialah menjadi prinsip utama dalam menjalankan roda perputaran ekonomi, yaitu
nilai keadilan yang terkandung dalam pemerataan ekonomi. 6 Sebagaimana perintah keadilan
dari Allah untuk kehidupan secara umum, tentu dalam aspek ekonomi pun harus menjunjung
tinggi nilai keadilan. Keadilan dalam pemerataan ekonomi akan terealisasi apabila distribusi
sumber ekonomi, kekayaan dan pendapatan dapat dibagikan secara adil dan merata. Hal
demikian mengharuskan adanya upaya pemerataan ekonomi guna tidak menjadikan harta
kekayaan beredar di segelintir orang-orang level atas saja, melainkan beredar secara
menyeluruh ke semua lapisan masyarakat. Pemberlakuan regulasi pemerataan ekonomi seperti
zakat, sedekah dan wasiat menjadi bagian regulasi Islam dalam upaya pemerataan ekonomi.

6
M. Fazar Siddiq, Skripsi: “Keadilan Ekonomi Perspektif A-Qur’an” (Jakarta: IPTA, 2020), 1.

Anda mungkin juga menyukai