Anda di halaman 1dari 11

DISTRIBUSI PENDAPATAN DALAM PERSFEKTIF ISLAM

A. Pengertian Distribusi

Mustafa Edwin Nasution (2010:17) Distribusi adalah suatu proses penyampaian


barang atau jasa dari produsen ke konsumen dan para pemakai. Saluran distribusi
adalah suatu jalur perantara pemasaran dalam berbagai aspek barang atau jasa dari
tangan produsen dan konsumen. Antara pihak produsen dan konsumen terdapat
perantara pemasaran, yaitu wholesaler (distribusi atau agen) yang melayani pembeli.

Rozalinda (2017:131) Distribusi pendapatan dalam islam merupakan penyaluran


harta yang ada, baik dimiliki oleh pribadi atau oleh umum (publik) kepada pihak yang
berhak menerima yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai
dengan syariat.

B. Konsep umum fikih islam mengenai distribusi dan redistribusi

Pada dasarnya distribusi pendapatan dan kekayaan berdasarkan maslahat dan


batas waktu, sementara distribusi pendapatan dilandasi oleh produksi, barter, dan
pertimbangan-pertimbangan pasar. Sedangkan redistribusi berlandaskan pada
pertimbangan keagamaan, moral, keluarga dan sosial (atau biasanya disebut
transformasi sosial).

Melalui analisis induktif terhadap hukum Islam, Qal'aji memaparkan bahwa


sumber daya alam yang merupakan sumber kekayaan sesungguhnya milik allah. Namun
kepemilikan tuhan ini diamanahkan kepada manusia dengan mekanisme kerja. Sumber
daya alam ini pada kenyataannya ada yang telah dimiliki manusia dan ada yang belum
bertuan.

Secara garis besar, redistribusi kekayaan dan pendapatan dalam islam dikenal
melalui tujuh cara :

1. Zakat : zakat yang diwajibkan hanya atas orang-orang kaya dengan ketentuan
telah mencapai nisab.

1
2. Sedekah  : Sedekah atau kegiatan filantrofi yang dianjurkan lembaga zakat.
Dalam hal ini, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Ma naqasha malunmin
shadaqatin" yang menyiratkan bahwa setidaknya nilai harta tidak akan berkurang
bila disedekahkan, disamping itu fungsi sedekah juga dianggap sebagai tindak
pencegahan terhadap instabilitas atau bala bencana berdasarkan pada sabda beliau
yang lain, "Badiru bi as shadaqati  fa inna al bala la yatakhathaha".
3. Belanja Wajib : belanja halal yang wajib baik dikarenakan perkawinan seperti
belanja untuk istri atau dikarenakan kebutuhan seperti belanja yang dikeluarkan
untuk keluarga atau kerabat faqir yang diwarisi atau untuk orang yang tidak atau
kehabisan bekal dalam perjalanan.
4. Kafarat : kafarat atau denda yang bentuknya bisa pembebasan hamba sahaya
(untuk denda membunuh, zhihar dan membatalkan sumpah); dalam bentuk
memberikan makanan bagi orang fakir (untuk denda membatalkan sumpah, zihar
bila tak mampu puasa dua bulan berturut-turut, dan denda melanggar larangan
ihram); dan dalam bentuk pemberian pakaian yang baik bagi orang fakir (denda
pembatalan sumpah).
5. Nadzar : yaitu dalam kasus seseorang yang mewajibkan dirinya untuk
melakukan perbuatan mubah karena mengagungkan Allah misalnya dengan nadzar
(komitmen) untuk bersedekah, dll.
6. Sembelihan : daging sembelihan pada hari idul adha.
7. Intensif Negara : Intensif Negara yang diberikan oleh pemerintah pada saat
distribusi pendapatan dan kekayaan tidak adil dan adanya disparitas yang sangat
besar antara yang kaya dan yang miskin.

C. Sektor-Sektor Distribusi Pendapatan

Rozalinda (2017:136) Sektor-sektor distribusi pendapatan terbagi pada tiga bentuk,


yaitu

1. Distribusi pendapatan sektor rumah tangga : Distribusi pendapatan dalam


konteks rumah tangga tidak terlepas dari shadaqah. Shadaqah dalam konteks
terminology al-quran dapat dipahami dalam dua aspek, yaitu : shadaqah wajibah
dan shadaqah nafilah.

2
2. Distribusi pendapatan sektor Negara : Prinsip-prinsip ekonomi yang dibangun di
atas nilai moral islam mencanangkan kepentingan distribusi pendapatan secara
adil. Negara wajib bekerja utnuk meningkatkan kesejahteraan materi bagi
lingkungan sosial maupun individu dengan memaksimalkan pemanfaatan atas
sumber daya yang tersedia. Dalam pengelolaan sumber daya, Negara harus
mampu mendistribusikan sumber daya yang ada dengan baik. Artinya,
kesempatan tidak hanya diberikan kepada sekelompok tertentu saja. Kebijakan
distribusi menganut kesamaan dalam kesempatan kerja, pemerataan
kesejahteraan dan pemanfaatan lahan yang menjadi hak publik, pembelaan
kepentingan ekonomi untuk kelompok miskin, menjaga keseimbangan sosial
dan investasi yang adil dan merata.
3. Distribusi pendapatan sektor industry : Distribusi pendapatan sektor industri
terdiri dari mudharabah, musyarakah, upah maupun sewa. Mudharabah
merupakan bentuk kerja sama antara pihak pemodal (shahibul maal) dengan
pengusaha (mudharib) dengan sistem bagi hasil. Musyarakah merupakan kerja
sama beberapa pemodal dalam mengelola suatu usaha dengan sistem bagi hasil

D. Tujuan Distribusi dalam Islam

Mustafa husin al-siba'I (1996:19) Ekonomi islam datang dengan sistem distribusi
yang merealisasikan beragam tujuan yang mencakup berbagai bidang kehidupan, dan
mengikuti politik terbaik dalam merealisasikan tujuan-tujuan tersebut. Tujuan distribusi
dalam ekonomi islam dikelompokkan kepada tujuan dakwah, pendidikan, sosial dan
ekonomi. Berikut ini hal yang terpenting kedalam tujuan tersebut adalah :

1. Tujuan dakwah : Yang dimaksud dakwah disini adalah dakwah kepada islam
dan menyatukan hati kepadanya.
2. Tujuan pendidikan : Di antara tujuan pendidikan dalam distribusi adalah seperti
yang disebutkan dalam firman Allah QS At-taubah : 103 "Ambilah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan ( Maksudnya:
zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta itu yang berlebih-
lebihan kepada harta benda) dan mensucikan (Maksudnya: zakat itu
menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan
harta benda mereka) mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa

3
kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan allah maha mendengar
lagi maha mengetahui.
3. Tujuan sosial : Memenuhi kebutuhan kelompok yang membutuhkan, dan
menghidupkan prinsip solidaritas di dalam masyarakat muslim. Menguatkan
ikatan cinta dan kasih sayang diantara individu dan kelompok di dalam
masyarakat.
4. Tujuan ekonomi: Memberdayakan sumber daya manusia yang menganggur
dengan terpenuhi kebutuhannya tentang harta atau persiapan yang lazim untuk
melaksanakannya dengan melakukan kegiatan ekonomi. Andil dalam
merealisasikan kesejahteraan ekonomi, di mana tingkat kesejahteraan ekonomi
berkaitan dengan tingkat konsumsi.

E. Distribusi dalam islam.


1. Zakat : Salah satu perhatian pokok ilmu ekonomi islam adalah mewujudkan
keadilan distributife. Karena itu, semua keadaan ekonomi yang didasarkan pada
ketidakseimbangan (zulm) harus diganti dengan keadaan-keadaan yang memenuhi
tuntutan keseimbangan. Dengan kata lain, ekonomi islam akan berusaha
memaksimalkan kesejahteraan total. Tindakan sosial harus digerakkan secara
langsung untuk perbaikan kesejahteraan kalangan yang kurang beruntung dalam
masyarakat melalui zakat, infaq serta sodaqoh.
2. Warisan : Hukum waris merupakan suatu aturan yang sangat penting dalam
mengurangi ketidakadilan distribusi kekayaan. Hukum waris merupakan alat
penimbang yang sangat kuat dan efektif untuk mencegah pengumpulan kekayaan
dikalangan tertentu dan pengembangannya dalam kelompok-kelompok besar dalam
masyarakat. Menurut hukum waris islam, harta milik orang lain yang telah
meninggal dibagi pada keluarga terdekar, yaitu anak laki-laki/perempuan, saudara,
ibu/bapak, suami/istri dll.
3. Mustafa Edwin Nasution (2010:23) Larangan Penimbunan : Di dalam islam
melarang penimbunan atau hal-hal yang menghambat pendistribusian barang
sampai ke konsumen. Menimbun adalah membeli barang dalam jumlah yang
banyak kemudian menyimpannya dengan maksud untuk menjualnya dengan harga
tinggi. Penimbunan dilarang dalam islam hal ini dikarenakan agar supaya harta
tidak hanya beredar dikalangan orang-orang tertentu. Seperti dalam sebuah hadits
yang artinya "siapa saja yang melakukan penimbunan untuk mendapatkan harga

4
yang paling tinggi, dengan tujuan mengecoh orang islam ,maka termasuk
perbuatan yang salah" (H.R Ahmad).  Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa
perbuatan yang salah yaitu menyimpang dari peraturan jual-beli atau perdagangan
dalam sistem ekonomi islam yang berdasarkan al-quran dan hadits. Dalam hadits
inintidak ditentukan jenis barang yang dilarang ditimbun.  Adapun hadits lain yang
menyatakan tentang larangan penimbunan, yang mempunyai arti "dari Ma'mar ia
berkata, Rasul SAW bersabda: barang siapa yang menimbun barang, maka ia
bersalah (berdosa)" (HR. Muslim).   Rasulullah melarang umat islam menimbun
barang dan tidak mendistribusikannya kepasar. Penimbunan barang (ihtikar)
biasanya dilakukan dengan tujuan untuk di jual ketika barang tersebut sudah sedikit
atau langka sehingga harganya mahal. Penimbunan termasuk aktivitas ekonomi
yang mengandung kezaliman dan karenanya dosa. Maka dari itu, Rasulullah sangat
menganjurkan supaya memberikan bantuan kepada orang lain yang lebih
membutuhkannya.

F. Mekanisme Distribusi

Masalah ekonomi terjadi apabila kebutuhan pokok (al-hajatu al-asasiyah) untuk


semua pribadi manusia tidak tercukupi. Dan masalah pemenuhan kebutuhan pokok
merupakan persoalan distribusi kekayaan. Dalam mengatasi persoalan distribusi
tersebut harus ada pengaturan menyeluruh yang dapat menjamin terpenuhi seluruh
kebutuhan pokok pribadi, serta menjamin adanya peluang bagi setiap pribadi
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pelengkapnya.
Dalam persoalan distribusi kekayaan yang muncul, islam melalui sistem ekonomi
islam menetapkan bahwa berbagai mekanisme tertentu yang digunakan untuk
mengatasi persoalan distribusi. Mekanisme distribusi yang ada dalam ekonomi islam
secara garis besar dikelompokan menjadi dua kelompok mekanisme, yaitu: mekanisme
ekonomi dan mekanisme nonekonomi.

1. Mekanisme Ekonomi
Mekanisme ekonomi adalah mekanisme distribusi dengan mengandalkan
kegiatan ekonomi agar tercapai distribusi kekayaan. Mekanisme ini dijalankan
dengan cara membuat berbagai ketentuan dan mekanisme ekonomi yang berkaitan
dengan distribusi kekayaan. Dalam menjalankan distribusi kekayaan, maka

5
mekanisme ekonomi yang ditempuh pada sistem ekonomi islam diantaranya
manusia yang seadil-adilnya dengan cara berikut:
a. Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-sebab hak
milik (asbabu al-tamalluk ) dalam hak milik pribadi (al-milkiyah al-fardiyah). 
Dalam islam telah ditetapkan sebab-sebab utama seseorang dapat
memiliki harta yang berkaitan dengan hak milik pribadi. Hak milik pribadi
adalah hukum syara’ yang berlaku bagi zat ataupun manfaat (utility) tertentu,
yang memungkinkan siapa saja mendapatkannya untuk memanfaatkan barang
tersebut, serta memperoleh kompensasi – baik karena barangnya diambil
kegunaannya oleh orang lain (seperti disewa) ataupun karena dikonsumsi
untuk dihabiskan zatnya seperti dari barang tersebut. Oleh karena itu, setiap
orang bisa memiliki kekayaan yang ada di bumi. Dalam hal ini islam
mengikatkan kemerdekaan seseorang dalam menggunakan hak milik
pribadinya dengan ikatan-ikatan yang menjamin tidak adanya bahaya terhadap
orang lain atau mengganggu kemaslahatan umum. Menimbulkan bahaya
adalah penganiayaan, sedang penganiayaan itu dilarang oleh nash Alquran. 
Salah satu upaya yang lazim dilakuakan manusia untuk memperoleh
harta kekayaan adalah dengan bekerja. Islam menetapkan adanya “bekerja”
bagi seluruh masyarakat. Maka dari tiu “ bekerja” menurut islam adalah sebab
pokok yang mendasar untuk memungkinkan manusia dapat memiliki harta
kekayaan. 
Az-Zein mengatakan bahwa dengan memahami hukum-hukum syara’
yang menetapkan bahwa bentuk pekerjaan tersebut tampak jelas, bahwa
bentuk-bentuk pekerjaan yang diisyaratkan, sekaligus dapat dijadikan sebab
hak milik harta adalah pekerjaan-pekerjaan sebagi berikut: 
1) Bekerja disektor jasa (ijarah); 
2) Bekerja sebagai broker/makelar; 
3) Bekerja sebagai pengelola (mudharib) pada perseroan (syarikah)
mudlarabah; 
4) Bekerja mengairi lahan pertanian (musaqat); 
5) Menghidupan tanah mati;
6) Menggali kandungan bumi.

6
b. Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya pengembangan
hak milik (tanmiyatu al-milkiyah) melalui kegiatan investasi.
Pengembangan hak milik (tanmiyatu al-milkiyah) adalah mekanisme
yang digunakan seseorang untuk mendapatkan tambahan hak milik tersebut.
Karena islam mengemukakan dan mengatur serta menjelaskan satu mekanisme
untuk mengembalikan hak milik. Maka pengembangan hak milik tersebut
harus terikat dengan hukum-hukm tertentu yang telah dibuat syara’ dan tidak
boleh dilanggar ketentuan-ketentuan syara’ tersebut.
Kalau kita amati berbagai macam bentuk harta kekayaan yang ada dalam
kehidupan, maka dapat kita kelompokkan menjadi tiga macam, yaitu: 1) Harta
berupa tanah; 2) Harta yang diperoleh melalui pertukaran dengan barang (jual-
beli); 3) Harta yang diperoleh dengan cara mengubah bentuk dari satu bentuk
kebentuk yang berbeda. Dalam hal transaksi jual beli maupun produksi ada
bebrapa saluran distribusi yang ada didalmnya yaitu: 
1. Produsen ------------------------------------------------------ konsumen
2. Produsen ----------------------------- pedagang eceran ---- konsumen
3. Produsen ---------------- grosir ----- pedagang eceran ---- konsumen
4. Produsen ---- Agen ---- grosir ----- pedagang eceran ---- konsumen 
Dari sinilah kita ketahui teknik yang digunakan oleh orang-orang
mengembangkan untuk harta kekayaan yang kesemuanya ditujukan dalam
rangka meningkatkan produktivitasnya. 

c. Laranagn menimbun harta benda walaupun telah dikeluarkan zakatnya. Harta


yang ditimbun tidak akan berfungsi ekonominya. Pada gilirannya akan
menghambat distribusi karena tidak terjadi perputaran harta.
Dijelaskan Al Badri bahwa islam mengharamkan menimbun harta benda
walaupun telah dikeluarkan zakatnya, dan mewajiban pembelanjaan terhadap
harta tersebut, agar ia beredar ditengah-tengah masyarakat sehingga dapat
diambil manfaatnya. Penggunaan harta benda dapat dilakukkan dengan
mengerjakan sendiri ataupun bekerja sama dengan orang lain dalam suatu
pekerjaan yang tidak diharamkan. Ada banyak hal larangan dalam Alquran
diantarnya, yaitu melarang usaha penimbunan harta, baik emas maupun perak
karena keduanya merupakan standar mata uang. Allah berfirman:

7
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka,
(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” 
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa ayat tersebut muncul adanya
penimbunan uang, bukan adanya akibat saving uang. Sebab saving tersebut
tidak akan menghentikan roda perekonomian. Sebaliknya penimbunanlah yang
justru menghentikannya.
Perbedaan antara penimbunan dengan saving adalah, bahwa kalau
penimbunan berarti mengumpulkan uang satu dengan uang yang lain tanpa ada
kebutuhan, dimana penimbunan tersebut akan menarik uang dari pasar.
Sementara saving adalah menyimpan uang karena adanya kebutuhan, semisal
mengumpulkan uang untuk membangun rumah, untuk menikah, memperbaiki
bisnis ataupun untuk keperluan yang lain. 

d. Membuat kebijakan agar harta beredar secara luas serta menggalakkan


berbagai kegiatan syirkah dan mendorong pusat-pusat pertumbuhan.
Islam menganjurkan agar harta benda beredar diseluruh anggota
masyarakat, dan tidak beredar dikalangan tertentu, sementara kelompok lain
tidak mendapat kesempatan. Caranya adalah dengan menggalakkan kegiatan
investasi dan pembangunan infrasturktur. Untuk merealisasikan hal ini maka
negara menjadi fasilisator antara orang kaya yang tidak mempunyai waktu dan
berkesempatan untuk mengerjakan dan mengembangkan hartanya dengan
pengelola yang professional yang modalnya kecil atau tidak ada. Mereka
dipertemukan dalam perseroan.
Selain itu negara dapat juga memberikan pinjaman modal usaha. Dan
pinjaman tidak dikenakan bunga ribawi . Bahkan kepada orang-orang tertentu
dapat juga diberikan modal usaha secara cuma-cuma sebagai hadiah agar tidak
terbebani oleh pengembalian pinjaman tersebut.
Cara lain yang dilakukan adalah dengan menyediakan berbagai fasilitas
seperti jalan raya , pelabuhan, pasar dan lain sebagainya.

e. Larangan kegiatan monopoli, serta berbagi penipuan yang dapat mendistorasi


pasar.

8
Islam melarang terjadinya monopoli terhadap produk-produk yang
merupakan jenis hak milik pribadi (private property). Sebab dengan adanya
monopoli, maka seseorang dapat menentukan harga jual produk tidak sesuai
dengan pasarnya, sehingga dapat merugikan kebanyakan orang dimuka umum.
Bahkan negara tidak diperbolehkan turut terlibat dalam penetapan harga jual
suatu produk yang ada dipasar, sebab hal ini akan menyebabkan terjadinya
perubahan harga pasar. Islam mengharamkan penetapan harga secara mutlak.
Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a yang mengatakan:
“Bahwa ada seseorang laki-laki datang lalu berkata: ‘Wahai Rasulullah
tetapkan harga ini .’ Beliau menjawab: ‘(Tidak) justru, biar saja.’ Kemudian
beliau didatangi laki-laki yang lain lalu mengatakan : ‘Wahai Rasulullah,
tetapkan harga ini’ Belaiu menjawab . (Tidak) tetapi Allah-lah yang berhak
menurunkan dan menaikkannya. Pematokan harga secara sepintas tampaknya
baik dan bisa memberi kemaslahatan bagi rakyat secara keseluruhan. Akan
tetapi, dengan pengamatan yang lebih mendalam pematokan harga tersebut
akan berdampak munculnya pasar-pasar gelap. Dalam kondisi paceklik akan
mendorong kaum kaya untuk berlomba-lomba memborong barang kemudian
menjual dipasar gelap dengan harga yang bisa mereka kendalikan sendiri.
Akibatnya harga barang akan semakin membumbung naik tanpa bisa
dikendalikan lagi. Hal itu menyebabkan yang kaya akan semakin kaya dan
yang miskin akan terus tercekik. 
Akan tetapi berbeda dengan berbagai produk yang termasuk milik umum
islam memperbolehkan adanya monopoli oleh negara. Namun monopoli oleh
negara bukan berarti negara dapat menerapkan harga sebebas-bebasnya demi
mengejar keuntungan semata. Namun negara justru berkewajiban menyediakan
berbagai produk tersebut dengan harga serendah-rendahnya.

2. Mekanisme Non-Ekonomi
Didukung oleh sebab-sebab tertentu yang bersifat alamiah, misalnya keadaan
alam yang tandus, badan yang cacat, akal yang lemah atau terjadi musibah bencana
alam, dimungkinkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan terhambatnya distribusi
kekayaan kepada orang-orang yang memilki faktor-faktor tersebut. Dengan
ekonomi biasa, maka distribusi kekayaan tidak akan berjalan dengan baik karena
orang-orang yang memiliki hambatan yang bersifat alamiah tadi tidak dapat

9
mengikuti aturan kegiatan ekonomi secara normal sebagimana orang lain. Bila
dibiarkan maka orang-orang itu tergolong tertimpa musibah (kecelakaan, bencana
alam dan sebagainya) makin terpuruk secara ekonomi. Oleh karena itu agar
tercapai keseimbangan dan kesetaraan ekonomi maka dapat dilakukan hal-hal
berikut:
a. Pemberian negara kepada rakyat yang membutuhkan
Pemberian harta negara tersebut dengan maksud agar dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidup rakyat atau agar rakyat dapat memanfaatkan
pemilikan secara merata. Pemenuhan kebutuhan tersebut dapat diberikan
secara langsung ataupun tidak langsung dengan jalan memberi berbagai sarana
fasilitas sehingga pribadi dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. 
b. Zakat
Pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada mustahik
adalah bentuk lain dari mekanisme nonekonomi dalam hal distribusi zakat.
Zakat adalah ibadah yang dapat dilaksanakan oleh para muzakki. Dalam hal
ini, negara wajib memaksa siapapun yang termasuk muzakki untuk membayar
zakatnya.
c. Warisan
Ketika mati orang meninggal itu tidak lagi memiliki hak apa-apa atas
badan dan hartanya. Sekalipun harta tersebut milik si mayit, tetapi ketika mati
ia tidak berhak memberikan kepada siapa saja sesuka dia. Wasiat menyangkut
harta kepada selain ahli waris hanya diperbolehkan paling banyak sepertiga
bagian saja. Dengan cara ini akan berlangsung peredaran harta milik mayit
kepada ahli warisnya. Dan ahli waris bisa mendapatkan harta tanpa melalui
ekonomi biasa.
d. Ganti rugi terhadap kejahatan yang dilakukan seseorang kepada orang lain
Distribusi harta dapat juga terjadi karena adanya ganti rugi (kompensasi)
dari kemudharatan yang menimpa seseorang. Seseorang bisa mendapatkan
harta tanpa harus mengeluarkan curahan harta tenaga karena dia mendapat
ganti rugi sebagai akibat kemudaharatan yang dilakukan orang lain kepadanya.
Kegiatan tersebut antara lain:
1) Kafarat: Tebusan terhadap dosa yang dilakukan oleh orang muslim,
semisal melakukan hubungan suami istri pada siang hari di bulan

10
Ramadhan. Salah satu pilihan hukuman adalah memberikan makan fakir
miskin sebanyak 60 orang.
2) Dam/diyat: tebusan atas tidak dilakukannya suatu syarat dalam
pelaksanaan ibadah, seperti tidak melakukan puasa tiga hari pada saat
melaksanakan ibadah haji. Tarifnya setara dengan seekor kambing.
3) Nudzur: perbuatan untuk menafkahkan atau mengorbankan sebagian harta
yang dimilikinya untuk mendapatkan ridha Allah Swt atas keberhasilan
pencapaian sesuatu yang menjadi keinginannya. Sipelaku dapat
menentukan sendiri. 
e. Barang Temuan
Salah satu bentuk distribusi harta secara nonekonomi adalah
penguasaan seseorang atas harta temuan sehingga apabila ada seseorang telah
menemukan suatu barang dijalan atau disuatu tempat umum, maka harus
diteliti terlebih dahulu: apabila barang tersebut memungkinkan untuk disimpan
dan diumumkkan. Misalnya emas, perak, permata dan pakaian, maka barang
tersebut harus disimpan dan diumumkan untuk dicari siapa pemiliknya. Jika
selama dalam pengumuman ada pemiliknya yang datang maka harta tersebut
harus diserahkan. Akan tetapi jika tidak ada yang datang atau tidak ada yang
dapat membuktikan bahwa harta tersebut memang miliknya maka harta
tersebut menjadi milik orang yang menemukan dan harus dikeluarkan khums
(1/5) dari harta tersebut sebagai zakatnya. 

REFERENSI

 Mustafa Edwin Nasution,et.2010  Al, Pengenalan eksklusif ekonomi islam ,


Kencana, Jakarta.
 Rozalinda. 2017. Ekonomi Islam. Depok : Rajawali Pers
 Mustafa Husin al-Siba'i. 1996. Kehidupan sosial menurut islam tuntutan hidup
bermasyarakat. Bandung : Diponegoro

11

Anda mungkin juga menyukai