JPU Kejari Aceh Besar Ardiansyah mengatakan, putusan hakim MS Aceh yang
membebaskan terdakwa pemerkosa dinilai keliru. Bahkan, kata dia, dalam persidangan hasil
visum yang diajukan pihaknya sebagai alat bukti tidak dianggap oleh majelis hakim.
"Ada alat bukti keterangan korban yang tidak menjadi perhatian Mahkamah Syar'iyah
Aceh dan visum aperal aprertum tidak dijadikan alat bukti, hasil visumnya tidak dianggap
sebagai alat bukti," kata Ardiansyah saat dikonfirmasi, Selasa (12/10).
Pihaknya juga sudah menyiapkan memori kasasi untuk melawan putusan kontroversial
majelis hakim Mahkamah Syar'iyah Aceh yang memvonis bebas terdakwa pemerkosa yang
berinisial SU (45).
"Tinggal kami akan mengirimkan memori kasasinya dalam minggu ini," katanya.
Dikutip dari surat putusan majelis hakim Mahkamah Syar'iyah Aceh yang bernomor
22/JN/2021/MS-Aceh, pertimbangan hakim untuk membebaskan terdakwa ialah bahwa
keterangan saksi korban tidak dijadikan sebagai alat bukti yang sah karena masih di bawah
umur.
Kemudian adanya cairan yang keluar dari alat kelamin korban, disebut hakim karena
korban mengidap penyakit keputihan. Sedangkan luka lecet di area kemaluan korban disebut
hakim hanya pernyataan sebagai dugaan tanpa adanya pemeriksaan berdasarkan medis.
Sementara itu, JPU sudah menyodorkan berbagai alat bukti hasil visum yang
dikeluarkan Rumah sakit Bhayangkara di Banda Aceh. Namun alat bukti itu dikesampingkan
oleh majelis hakim."Hasil visum itu yang tidak dianggap," ujar Ardiansyah. Sebelumnya, SU
divonis oleh Mahkama Syar’iyah Jantho dengan hukuman penjara 180 bulan terkait perkara
tersebut.
Tidak terima dengan putusan itu, SU yang berprofesi sebagai ASN di Banda Aceh ini
kemudian mengajukan banding ke Mahkamah Syar'iyah Aceh. Di sana dia divonis bebas oleh
hakim, karena alat bukti tidak kuat.
Majelis hakim juga membebaskan SU dari segala tuntutan hukum dan dikeluarkan dari
tahanan seketika itu juga.