According to Islamic law, fiscal policy is both a governmental duty and a people's
right. As a result, it focuses more on developing systems for equitable economic
distribution than it does on promoting economic growth and improving people's
welfare. Islamic Fiscal Policy It has existed ever since the Prophet Muhammad's
day. The Islamic state distributes its revenue via the following mechanisms: fai',
ghanimah, kharaj, jizyah, ushur, and khums. In terms of zakat, which is self-
sufficient social aid, it is the wealthy's moral duty to assist the impoverished and
abandoned. From the time of the Prophet, peace be upon him, until
Khulafarashidin's rule, the state's revenue source remained same; the notion of
distribution changed, however.
Abstrak
Menurut hukum Islam, kebijakan fiskal merupakan tugas pemerintah dan hak
masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah lebih fokus pada pengembangan sistem
distribusi ekonomi yang adil dibandingkan mendorong pertumbuhan ekonomi
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan Fiskal Islam Sudah ada
sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Negara Islam mendistribusikan
pendapatannya melalui mekanisme berikut: fai', ghanimah, kharaj, jizyah, ushur,
dan khums. Dalam kaitannya dengan zakat, yang merupakan bantuan sosial
swasembada, adalah kewajiban moral orang kaya untuk membantu orang miskin
dan terlantar. Sejak zaman Nabi SAW hingga masa Khulafarashidin, sumber
pendapatan negara tetap sama; namun gagasan tentang distribusi berubah.
ii
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
COVER .....................................................................................................................i
ABSTRAK ................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR ..............................................................................................iii
DAFTAR ISI .............................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1
A. Latar Belakang ...................................................................................1
B. Permasalahan .....................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................3
A. Kebijakan Fiskal Masa Khulafaur Rasyidin ......................................3
BAB III METODE PENULISAN ........................................................................6
BAB IV PEMBAHASAN ......................................................................................7
A. Kebijakan Fiskal Masa Abu Bakar As-Shiddiq..................................7
B. Kebijakan Fiskal Masa Umar bin Al-Khattab ....................................9
C. Kebijakan Fiskal Masa Utsman ibn Affan .........................................13
D. Kebijakan Fiskal Pada Masa Ali bin Ali Thalib .................................14
BAB V PENUTUP ................................................................................................17
A. Kesimpulan ........................................................................................17
B. Saran ..................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aktivitas ekonomi tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Salah satu
indikasi kesejahteraan masyarakat adalah perekonomian. Dikenal sebagai pemikiran
ekonomi dalam pemerintahan Islam dan didasarkan pada prinsip-prinsip Al-Qur'an,
Sunnah, ijtihad, dan pengetahuan empiris. Islam menampilkan dirinya sebagai agama
untuk seluruh umat manusia, yang mampu menyelesaikan setiap persoalan yang
muncul di masyarakat, bahkan persoalan makroekonomi, dengan menyampaikan
ajaran dan prinsip moral yang luhur. Model ekonomi terbaik adalah yang
dikembangkan Rasulullah SAW untuk kebijakan.
Nabi Muhammad SAW membawa tegaknya keimanan Islam, yang menjadi
landasan bagi tumbuhnya ekonomi Islam. Pada masa hijrah Nabi ke Madinah, praktik
ekonomi Islam ini muncul. Di sanalah ia mengatur struktur politik dan ekonomi negara.
Ketika Rasulullah SAW wafat, Khulafaur Rasyidin—yaitu para khalifah—mengambil
alih jabatan sebagai pemimpin umat Islam dan sebagai penguasa negara setelah
mendapat petunjuk.
Empat sahabat Rasululah SAW—Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khatab,
Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib—menjadi Khulafaur Rasyidin. Masa
pemerintahan Khulafaur Rasyidin yang berlangsung paling lama tiga puluh tahun
dimulai pada tahun 11-41 H/632-661 M. Dengan berbagai cara, keempat khalifah ini
meneruskan peperangan Rasulullah SAW. Khalifah ini juga membuat keputusan
berbeda sehubungan dengan kebijakan ekonomi. Struktur ekonomi yang mapan
berkembang lebih jauh dan mencapai bentuk optimalnya pada masa pemerintahan
Khulafaur Rasyidin. Ini lebih dari sekedar teori; hal ini mempunyai dampak yang
signifikan terhadap perkembangan Islam.
1
Oleh karena itu, esai ini akan membahas bagaimana para khulafaur Rasyidin—
yakni sistem perekonomian Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar Bin Khattab, Utsman Bin
Affan, dan Ali Bin Abi Thalib—menerapkannya pada masa pemerintahan masing-
masing. Kajian ini akan mendeskripsikan bagaimana Khulafaur Rasyidin
mengembangkan sistem perekonomian pada berbagai masa pemerintahannya
berdasarkan informasi di atas.
B. Permasalahan
Dari pembahasan latar belakang di atas, maka penulis bermaksud membahas
materi yang terangkum dalam rumusan pembahasan sebagai berikut:
1. Bagaimana Sistem Fiskal Pada Masa Khulafaur Rasyidin?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
Lilik Rahmawati, ‘Kebijakan Fiskal Dalam Islam’, Al-Qanun, 11.2 (2008), 436–61.
3
Kebijakan fiskal mengacu pada tindakan yang diambil oleh pemerintah untuk
mengubah pengeluaran atau kode pajak dalam upaya menyelesaikan masalah
perekonomian negara. Untuk mempengaruhi pengeluaran agregat (keseluruhan) dalam
perekonomian, kebijakan fiskal melibatkan tindakan yang diambil oleh pemerintah
untuk mengubah pajak dan pola pengeluaran.2
Pengetahuan tentang kebijakan fiskal sudah ada sejak masa Nabi dan
Khulafaurrasyidin. Khulafaurrasyidin telah menerapkan sejumlah langkah pada saat
itu, termasuk:
1. Kebijakan Fiskal Masa Abu Bakar As-Shiddiq
Abu Bakar masih sibuk menentang kaum murtad dan gerakan nabi-nabi palsu,
serta mereka yang menolak membayar zakat setelah wafatnya Nabi. Abu Bakar juga
membagikan tanah-tanah lain yang telah direbutnya, namun negara bertugas
mengalokasikan harta milik Baitul Mal. Karena pendistribusiannya secara instan
kepada seluruh umat Islam, harta Baitul Mal tidak pernah bertambah dalam jangka
waktu yang lama.
2. Kebijakan Fiskal Masa Umar Ibn Al- Khatab
Karena perluasan wilayah Islam yang dilakukan Uma ibn al-Khattap, ia
memutuskan untuk tidak menyia-nyiakan kekayaan Baitul Mal sekaligus,
melainkan menggunakannya secara bertahap sesuai dengan tuntutan saat ini dan
bahkan menyiapkan cadangan. Dalam proklamasinya, Khalifah Umar melarang
pemerintah ikut campur dalam pengelolaan kekayaan Baitul Mal. Untuk
mengalokasikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar membentuk departemen yang
diperlukan.
3. Kebijakan Fiskal Pada Masa Utsman Ibn Affan
2
Putri Jamilah, ‘Kebijakan Fiskal Umar Bin Khattab’, Jurnal Islamika, 4.1 (2021), 25–38
<https://doi.org/10.37859/jsi.v4i1.2506>.
4
Khalifah Ustman dan Umar bin Khatap sama-sama menggunakan gagasan
prioritas dalam pengalokasian aset Baitul Mal. Khalifah Ustman menyumbangkan
sejumlah uang ke berbagai kota dan mempertahankan sistem bantuan dan dukungan.
4. Kebijakan Fiskal Masa Pemerintahan Ali Bin Abi Thalib
Di tingkat federal dan provinsi, Ali bin Thalib melakukan perbaikan signifikan
terhadap struktur administrasi Baitul Mal, sehingga memastikan kelancaran
operasionalnya. Untuk mengalokasikan harta Baitul Mal, Khalifah Ali menetapkan
sistem pemerataan, mengenakan pajak hutan sebesar 4000 diham, dan mengizinkan
Ibnu Abbas, gubernur Kufah, memungut zakat sayuran segar untuk dibagikan setiap
minggu.
5
BAB III
METODE PENULISAN
Informasi yang dikumpulkan untuk penelitian ini berasal dari berbagai publikasi
yang membahas permasalahan yang ada. Selain itu dalam makalah ini juga digunakan
jenis penelitian Puataka (library research). Yaitu penelitian yang menjadikan bahan
Pustaka menjadi bahan utama dalam penulisan makalah ini. Sifat dari penelitiian ini
adalah deskriptif dimana pengumpulan data dilakukan secara detail dan actual. Penulis
juga menggunakan juga mengunakan alat pengumpulan data sebagai berikut yakni
dengan cara menelaah beberapa buku referensi yang berhubungan dengan judul
makalah yang penulis angkat baik dari jurnal, ebook dan buku buku lainnya.
6
BAB IV
PEMBAHASAN
3
Nurul Wahida Apriliya, ‘Kebijakan Ekonomi Pada Masa Khulafaurasyidin’, UIN Alauddin
Makassar, 5.1 (2021).
4
Azis Akbar, ‘Sistem Ekonomi Dan Fiskal Pada Masa Al-Khulafa Ar-Rasyidun’, Sejarah
Keuangan Islam, 2.4 (2022), 43–69.
5
Nurul Wahida Apriliya, ‘Kebijakan Ekonomi Pada Masa Khulafaurasyidin’, UIN Alauddin
Makassar, 5.1 (2021).
6
Riska Ariana, ‘済無No Title No Title No Title’, 6.2000 (2016), 1–23.
7
mengalokasikan harta Baitul Mal.7. Selanjutnya, tidak membeda-bedakan teman yang
baru masuk Islam dan yang belum. Selain itu, untuk menguatkan keimanan dan
menekankan pentingnya keimanan kepada Allah SWT, Abu Bakar menawarkannya
kepada para ibu-ibu, mualaf, orang yang baru merdeka, dan musafir8.
Kebijakan fiskal di bawah pemerintahan Abu Bakar memberi umat Islam,
khususnya masyarakat miskin, lanjut usia, dan mereka yang masuk Islam, dukungan
sosial dalam bentuk pendapatan pajak dan zakat. Anjuran Abu Bakar untuk
memberikan zakat kepada umat Islam dan memberikannya kepada mereka adalah
buktinya. Sebenarnya Abu Bakar telah mensubsidi iuran pajak umat Islam, artinya non-
Muslim harus membayar pajak sedangkan umat Islam dikecualikan. Pada era Islam,
kebijakan fiskal berfungsi sebagai cara untuk menjaga ketidakseimbangan ekonomi
sekaligus merangsang pembangunan ekonomi9.
Akibatnya, harta benda Baitul Mal tidak pernah bertambah di bawah
pemerintahan Abu Bakar karena harta benda tersebut langsung dibagikan kepada setiap
umat Islam. Hanya ada satu dirham di kas negara sepeninggal Abu Bakr ash-Siddiq.
Setiap Muslim memperoleh keuntungan yang sama dari peningkatan pendapatan, dan
tidak ada seorang pun yang tetap miskin. Pendapatan nasional secara keseluruhan akan
meningkat sebagai akibat dari dampak kebijakan ini terhadap peningkatan penawaran
dan permintaan agregat10.
Khalifah Abu Bakar As-Siddiq menggunakan berbagai bentuk ilmu ekonomi
yang diajarkan Nabi Muhammad dalam upayanya untuk mensejahterakan umat
Islam.11.
7
Mike Oktaviana and Samsul Bahry Harahap, ‘Kebijakan Fiskal Zaman Rasulullah Dan
Khulafarasyidin’, Nazharat: Jurnal Kebudayaan, 26.01 (2020), 283–307
<https://doi.org/10.30631/nazharat.v26i01.29>.
8
Hamdani, ‘Penerapan Fiskal Dan Inflasi Pada Masa Bakar As As-Shidiq As’, Al-Mabsut-
Jurnal Studi Islam Dan Sosial, 13.2 (2019), 1–10.
9
Hamdani.
10
Oktaviana and Harahap.
11
Ahmad Musyaddad, ‘Kebijakan Fiskal Di Masa Pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq’, Al-
Infaq: Jurnal Ekonomi Islam, 4.2 (2013), 212–27.
8
1. Perhatian yang besar terhadap keakuratan penghitungan zakat.
2. Melakukan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan.
3. Mengambil alih tanah-tanah dari orang murtad untuk dimanfaatkan demi
kepentingan umat islam.
4. Distribusi harta Baitul Mal menerapkan prinsip kesamarataan12.
12
Azis Akbar.
13
Siti Mudrikah, ‘Relevansi Kebijakan Fiskal Umar Bin Khttab Dengan Konteks Di Indonesia’,
JIEI: Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7.03 (2021), 1518–23.
14
Denil Setiawan, ‘Analisis Zakat Sebagai Instrument Kebijakan Fiskal Pada Masa Khalifah
Umar Bin Khattab r. A’, Al Amwal, 1.2 (2019), 118–31.
9
1. Reorganisasi Baitul Mal
2. Pemerintah bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan makanan dan
pakaian kepada warga negaranya.
3. Diversifikasi terhadap objek zakat, tarif zakat
4. Pengembangan ushr (pajak pertanian)
5. Undang-undang perubahan pemilikan tanah (land reform)15.
Umar Ibn Al-Khattab adalah penerus Abu Bakar. Untuk mewujudkan
masyarakat yang damai, sukses, dan sejahtera, pemerintahan Umar bin Khattab
terkenal bersih dan memiliki sifat pribadi yang kuat dan berwibawa16. Ketika
dihadapkan dengan tantangan, Umar mencari nasihat dari teman -temannya dalam
peran kepemimpinan. Ekonomi tidak mengikuti cara berpikir Umar. Masalah
penggajian adalah salah satu kemajuan dalam subjek kebijakan fiskal. Karena tidak
pernah ada daftar gaji bagi para kepala negara dan tentara selama masa Rasul dan Abu
Bakar, kebijakan yang berkaitan dengan upah mereka adalah baru17.
Selama pemerintahan Umar Ibn al-Khattab, iman Islam berkembang pesat, dan
pendapatan pemerintah juga meningkat secara dramatis. Dia memutuskan untuk tidak
menggunakan semua aset Baitul Mal sekaligus, melainkan untuk mendistribusikannya
secara bertahap sesuai dengan persyaratan saat ini, termasuk uang cadangan18.
Otoritas Baitul Mal dalam bentuk Zakat dan USHR, meskipun bertanggung
jawab dan bertanggung jawab, untuk distribusi aset organisasi. Selain itu, khalifah
Umar ibn al-Khattab menetapkan bahwa eksekutif tidak dapat ikut campur dengan
manajemen properti Baitul Mal19.
15
Nurma Sari, ‘Zakat Sebagai Kebijakan Fiskal Pada Masa Kekhalifah Umar Bin Khattab’,
Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam, 1.2 (2017), 172–84 <https://doi.org/10.24815/jped.v1i2.6552>.
16
Nurul Wahida Apriliya, ‘Kebijakan Ekonomi Pada Masa Khulafaurasyidin’, UIN Alauddin
Makassar, 5.1 (2021).
17
Rusli Siri and M. Wahyuddin Abdullah, ‘Aplikasi Keuangan Fiskal Umar Bin Khattab Di
Indonesia’, Jurnal Manajemen Perbankan Keuangan Nitro, 4.1 (2021), 17–30
<https://doi.org/10.56858/jmpkn.v4i1.36>.
18
Hj. Nihayatul Masykuroh, ‘Persamaan Dan Perbedaan Antara Kebijakan Ekonomi Masa
Khalifah Eempat, Bani Umayyah Dan Abbasiyah Dengan Tradisi Nabi’, Al-Ahkam, 2012, 22.
19
Oktaviana and Harahap.
10
Adapun ketentuan dalam pendistribusian harta di Batul Mal, sebagai berikut:
a. Otoritas Baitul Mal tidak memiliki kekuatan untuk memutuskan aset apa,
seperti Zakat dan 'Usyur, berlokasi di Baitul Mal.
b. Aset Baitul Mal dipandang sebagai milik Muslim; Khalifah dan amil hanya
berfungsi sebagai pemegang mandat.
c. Otoritas provinsi yang mengawasi properti publik secara langsung bertanggung
jawab kepada pemerintah federal dan tidak bergantung pada gubernur untuk
otoritas. Mereka juga diberdayakan untuk melaksanakan kewajiban mereka.
Dinyatakan secara berbeda, partai eksekutif dilarang campur tangan dengan
manajemen properti Baitul Mal.20.
20
Jamilah.
21
Esti Alfiah, ‘Pemikiran Ekonomi Umar Bin Khaththab Tentang Kebijakan Fiskal’, Al-Intaj,
3.1 (2017), 54–70.
11
1) Penghasilan dari Zakat dan 'USHR tersebar secara lokal, dan jika ada
kelebihan, dana sisa disimpan di Central Mal Baitul dan diberikan kepada
delapan Ashnaf.
2) Khums dan pendapatan sedekah: uang yang diberikan kepada yang kurang
mampu atau untuk mendukung kesejahteraan mereka tanpa membuat
perbedaan antara Muslim dan non-Muslim.
3) Pendapatan dari Kharaj, Fai, Jizyah, dan USHR (Pajak Perdagangan)
digunakan untuk mendukung pelabuhan militer, pengeluaran operasi
administratif, dana pensiun dan bantuan, dan tujuan lainnya.
4) Pendapatan tambahan yang digunakan untuk membayar karyawan,
pemeliharaan untuk anak -anak yang ditinggalkan, dan dana sosial
lainnya22.
Pengeluaran pemerintah yang paling signifikan di antara pengeluaran yang
dialokasikan dari aset Baitul Mal adalah dana pensiun. Dana Pertahanan Nasional dan
Dana Pembangunan adalah prioritas tertinggi berikutnya23.
22
Muhammad Fauzan, ‘Kebijakan Fiskal Dalam Perekonomian Islam Di Masa Khalifah Umar
Bin Al-Khathab’, Human Falah, 4.1 (2017), 51–71.
23
Oktaviana and Harahap.
12
terus menjunjung tinggi sistem bantuan dan balasan, serta mencairkan sejumlah besar
uang kepada berbagai individu.
Khlaifah Uthman Ibn Affan memberikan kekuatan untuk memperkirakan
properti yang berkomitmen kepada pemiliknya dalam hal manajemen zakat. Ini untuk
melindungi zakat dari gangguan dan masalah yang berbeda ketika kolektor zakat yang
tidak jujur memeriksa kekayaan yang tidak transparan. Dengan demikian, Khalifah
Uthman IBN Affan menggantikan sejumlah gubernur dan membuat sejumlah
penyesuaian administrasi tingkat atas.24.
Kebijakan fiskal Utsman bin Affan mengatur Jizyah, Kharaj, Zakat, dan Kontrol
Harga.
1) Zakat, di mana utsman mendelegasikan untuk memperkirakan harta yang ditekan
ke setiap muzzaki.
2) Kharaj dan Jizyah, Kharaj adalah sesuatu yang dimiliki oleh hamba tanah dan ada
hak untuk diambil. Sedangkan jizyah memiliki makna yang cukup dan
menghubungkan. Ustman bin Affan memiliki kebijakan perubahan administratif
dan perubahan guru selama kepemimpinannya. Ini mengakibatkan pendapatan
Treasury negara dari Kharaj dan Jizyah berlipat ganda.
3) Usyur, adalah hak Muslim yang diberikan oleh Allah SWT dari aset perdagangan
kafir, yaitu kafir harbi (kafir yang melawan Muslim) dan kafir mu'ahid (kafir yang
terikat oleh perjanjian dengan umat Islam)25.
Khalifah Usman Bin Affan menetapkan aturan baru selama enam tahun di bawah
arahan Umar bin Khattab. Untuk mengeksploitasi sumber daya alam, ia membangun
jalan raya, sungai, organisasi kepolisian permanen, dan armada.26
24
Oktaviana and Harahap.
25
Salman Zakki Syahriel Mubarok and Slamet Santoso, ‘Kebijakan Fiskal Pada Masa Utsman
Bin Affan’, J-CEKI : Jurnal Cendekia Ilmiah, 1.3 (2022), 240–44.
26
Alamat Jl and others, ‘PRAKTIK EKONOMI PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN Rafi Prasojo
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam UIN K . H . Abdurrahman Wahid Pekalongan , Indonesia Dwi Sintia
Rahmawanti Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam UIN K . H . Abdurrahman Wahid Pekalongan , Indonesia
N’, 1.3 (2024), 397–406.
13
D. Kebijakan Masa Pemerintahan Ali Bin Abi Thalib
Sampai semuanya berjalan dengan baik, Ali bin Abi Talib melakukan
penyesuaian pada struktur administrasi Baitul mal di tingkat pusat dan provinsi.
Khalifah Ali Ibn Abi Halib menetapkan metode ekuitas di divisi harta benda Baitul
Mal. Selama pemerintahannya, khalifah Ali Ibn Ali Talib membayar pajak pemilik
hutan 4000dirham dan memberi Ibn Abbas, gubernur Kufa, izin untuk mengumpulkan
Zakat dengan imbalan sayuran segar, yang akan didistribusikan setiap minggu untuk
pertama kalinya. Hari distribusi adalah Kamis.
Semua perhitungan berakhir pada hari itu, dan yang baru dimulai setiap hari
Sabtu. Khalifah Ali Ibn Abi Talib juga mencetak nama Negara Islam tentang koin
selama pemerintahannya, yang merupakan langkah yang signifikan. Ini menunjukkan
bahwa umat Islam telah menyempurnakan seni mencetak koin dan peleburan besi di
seluruh pemerintahan mereka. Namun, pemerintahan Ali Ibn Abi Talib singkat karena
pembunuhan khalifah pada tahun keenam pemerintahannya, oleh karena itu uang yang
diciptakan oleh umat Islam tidak dapat diedarkan secara luas.
Distribusi pengeluaran tetap tidak berubah dari masa pemerintahan Khalifah
Umar. Khalifah Ali berpengalaman dalam masalah administrasi umum, tata kelola, dan
masalah pribadi. Suratnya yang terkenal kepada Malik Ashter Bin Harits menjelaskan
ide ini. Surat yang menguraikan peran, kewajiban, dan tanggung jawab pihak
berwenang dalam menetapkan prioritas untuk administrasi peradilan, memantau
pejabat tinggi dan karyawan mereka, dan27.
Mengenai tentara, pengadilan, dan warga negara, surat ini memberikan panduan.
Ali menekankan kepada Malik bahwa ia harus lebih fokus pada kesejahteraan pasukan
dan keluarga mereka dan bahwa ia harus terlibat dalam dialog terbuka dengan
masyarakat, terutama dengan mereka yang miskin, korban penganiayaan, dan lumpuh.
27
Oktaviana and Harahap.
14
Seiring dengan mengarahkan pasar dan menyingkirkan pelukis, penimbun, dan
pasar ilegal, ada arahan terhadap korupsi dan penganiayaan. Surat itu, secara ringkas,
menunjukkan kebijakan yang ditiru secara luas oleh gubernur yang, di Mesir, berdiri
untuk Muhammad Ibn Abu Bakar dan menentang Islam. Gubernur, bersama dengan
para pendahulunya, terbunuh di medan perang, dan Khalifah kehilangan wilayah Mesir
dan daerah lain, hanya menyisakan dokumen sejarah.
Di antara penyesuaian kebijakan yang dilakukan di bawah Khalifah Ali:
1. Tidak seperti Umar, yang menyisihkan cadangan, Baitul Maal mendistribusikan
semua penghasilan secara berbeda.
2. Tidak ada lagi biaya angkatan laut.
3. Program pengekangan anggaran sudah ada. 28.
Strategi fiskal Ali Bin Abi Talib selama pemerintahannya termasuk menetapkan
undang -undang pasar untuk memfasilitasi transaksi dan melarang pengumpulan
barang -barang pertanian sebelum peningkatan output pertanian.29 Selama
pemerintahan khalifah Ali bin Abi Talib, keadilan digunakan untuk menyeimbangkan
distribusi pendapatan negara. Menggunakan
Gagasan ini menunjukkan keunggulan kebijakan fiskal di bawah khalifah Ali bin
Abi Talib. Ali Ibn Abi Talib mendapat manfaat dari kebijakan fiskal khalifah dalam
distribusi
Dengan bantuan pendapatan negara, yaitu khalifah Ali bin Abi Talib, semua Muslim
dan non-Muslim dapat dijamin akan persyaratan dasar mereka dan tidak kelaparan atau
tidur di jalanan.30
28
Masykuroh.
29
Dadin Solihin Setiadi, Yadi Janwari, Sofyan Al Hakim, ‘Instrumen Kebijakan Fiskal Dalam
Perspektif Kitab Al-Kharaj: Analisis Menurut Pemikiran Abu Yusuf’, Jurnal Pelita Nusa, 3.2 (2023),
89 <http://www.nber.org/papers/w16019>.
30
Penerapan Kebijakan and others, ‘Penerapan Kebijakan Fiskal Khalifah Ali Bin Abi Thalib
Dalam Pendistribusian Pendapatan Negara Di Indonesia’, 3 (2023), 1–10.
15
Prinsip utama era Ali bin Abi Talib adalah alokasi dana publik yang adil. Setiap
skema distribusi, Setelah adopsi minggu pertama. Hari distribusi atau pembayaran
adalah Kamis. Setiap hari Sabtu, perhitungan baru dimulai, dengan semua perhitungan
selesai pada hari itu. Mengingat undang -undang dan fakta bahwa bangsa akan melalui
waktu transisi, pendekatan ini bisa menjadi yang terbaik yang tersedia. Khalifah Ali
berpengalaman dalam administrasi umum, tata kelola, dan masalah terkait.31
31
Azis Akbar.
16
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jelas dari hasil dari debat sebelumnya:
1. Kebijakan fiskal Abu Bakar As-Shiddiq adalah untuk mendistribusikan properti
Baitul Mal sesuai dengan prinsip realitas, memperhatikan keakuratan
perhitungan zakat, menerapkan kebijakan mendistribusikan tanah dari
penaklukan mal, dan menetapkan sebanyak yang merugi seperti halnya dan
sebanyak yang merugi seperti mal, dan menetapkan sebanyak yang merugi
seperti mal mal, dan menetapkan sebanyak itu sebanyak yang merugi seperti
mal mal, dan menetapkan sebanyak mungkin mal, itu dianggap perlu.
2. Kebijakan fiskal Utthman Ibn Affan, yang termasuk Jizyah, Kharaj, Zakat, dan
Kontrol Harga. Prinifikasi kebajikan mirip dengan apa yang Umar Ibn Khattab
lakukan dalam administrasi Uthman Mal Bitul Mal.
3. Tujuan dari pemerintahan Ali Bin Abi Talip adalah untuk meningkatkan
kerangka administrasi pusat dan provinsi di Baitul Mal dalam sistem yang
disamakan, memungut pajak 4000 pada pemilik hutan, dan mengizinkan Ibnasi
abbas untuk didistribusikan seminggu sekali seminggu sekali seminggu pada
hari Kamis. Khalifah Ali berpengalaman dalam administrasi umum, tata kelola,
dan masalah yang berkaitan dengannya.
B. Saran
Rekomendasi penulis sehubungan dengan debat sebelumnya:
1. Para penulis merekomendasikan pembaca untuk menambahkan referensi ke
pembacaan materi mereka untuk memperdalam pemahaman mereka tentang
sistem fiskal selama era Khulafaurarasyidin dengan memahami materi tentang
hal itu.
17
2. Setelah membaca informasi yang disebutkan di atas, para penulis mendorong
pembaca untuk mempertimbangkan bagaimana ia memandang ekonomi suatu
negara setiap hari.
3. Penulis mengakui bahwa masih ada banyak kesalahan dalam dokumen ini,
sehingga mereka bertujuan untuk menambah daftar referensi untuk materi
berikut.
18
DAFTAR PUSTAKA
Alfiah, Esti, ‘Pemikiran Ekonomi Umar Bin Khaththab Tentang Kebijakan Fiskal’, Al-
Intaj, 3.1 (2017), 54–70
Azis Akbar, ‘Sistem Ekonomi Dan Fiskal Pada Masa Al-Khulafa Ar-Rasyidun’,
Sejarah Keuangan Islam, 2.4 (2022), 43–69
Hamdani, ‘Penerapan Fiskal Dan Inflasi Pada Masa Bakar As As-Shidiq As’, Al-
Mabsut-Jurnal Studi Islam Dan Sosial, 13.2 (2019), 1–10
Jamilah, Putri, ‘Kebijakan Fiskal Umar Bin Khattab’, Jurnal Islamika, 4.1 (2021), 25–
38 <https://doi.org/10.37859/jsi.v4i1.2506>
Kebijakan, Penerapan, Fiskal Khalifah, A L I Bin, Khalifah Ali, Bin Abi, Khalifah Ali,
and others, ‘Penerapan Kebijakan Fiskal Khalifah Ali Bin Abi Thalib Dalam
Pendistribusian Pendapatan Negara Di Indonesia’, 3 (2023), 1–10
Mubarok, Salman Zakki Syahriel, and Slamet Santoso, ‘Kebijakan Fiskal Pada Masa
Utsman Bin Affan’, J-CEKI : Jurnal Cendekia Ilmiah, 1.3 (2022), 240–44
Mudrikah, Siti, ‘Relevansi Kebijakan Fiskal Umar Bin Khttab Dengan Konteks Di
Indonesia’, JIEI: Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7.03 (2021), 1518–23
Musyaddad, Ahmad, ‘Kebijakan Fiskal Di Masa Pemerintahan Abu Bakar Ash-
Shiddiq’, Al-Infaq: Jurnal Ekonomi Islam, 4.2 (2013), 212–27
Oktaviana, Mike, and Samsul Bahry Harahap, ‘Kebijakan Fiskal Zaman Rasulullah
Dan Khulafarasyidin’, Nazharat: Jurnal Kebudayaan, 26.01 (2020), 283–307
<https://doi.org/10.30631/nazharat.v26i01.29>
Rahmawati, Lilik, ‘Kebijakan Fiskal Dalam Islam’, Al-Qanun, 11.2 (2008), 436–61
Rusli Siri, and M. Wahyuddin Abdullah, ‘Aplikasi Keuangan Fiskal Umar Bin Khattab
Di Indonesia’, Jurnal Manajemen Perbankan Keuangan Nitro, 4.1 (2021), 17–30
<https://doi.org/10.56858/jmpkn.v4i1.36>
Sari, Nurma, ‘Zakat Sebagai Kebijakan Fiskal Pada Masa Kekhalifah Umar Bin
Khattab’, Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam, 1.2 (2017), 172–84
<https://doi.org/10.24815/jped.v1i2.6552>
Setiadi, Yadi Janwari, Sofyan Al Hakim, Dadin Solihin, ‘Instrumen Kebijakan Fiskal
Dalam Perspektif Kitab Al-Kharaj: Analisis Menurut Pemikiran Abu Yusuf’,
Jurnal Pelita Nusa, 3.2 (2023), 89 <http://www.nber.org/papers/w16019>
Setiawan, Denil, ‘Analisis Zakat Sebagai Instrument Kebijakan Fiskal Pada Masa
Khalifah Umar Bin Khattab r. A’, Al Amwal, 1.2 (2019), 118–31