ISLAM
Putri Hardiyanti
Sistem Keuangan Islam merupakan bagian dari konsep yang lebih luas
tentang ekonomi Islam. Sistem keuangan Islam bukan sekedar transaksi
komersial, tetapi harus sudah sampai kepada lembaga keuangan untuk dapat
mengimbangi tuntutan zaman. Bentuk sistem keuangan atau lembaga keuangan
yang sesuai dengan prinsip Islam ádalah terbebas dari unsur riba. Kontrak
keuangan yang dapat dikembangkan dan dapat menggantikan sistem riba adalah
mekanisme syirkah yaitu : musyarakah dan mudharabah (bagi hasil).
Istilah-istilah fiqh di bidang ini pun muncul dan diduga berpengaruh pada
istilah tehnis perbankan modern, seperti istilah qard yang berarti pinjaman atau
kredit menjadi bahasa Inggris credit dan istilah suq jamaknya suquq yang daam
bahasa Arab harfiah berarti pasar bergeser menjadi alat tukar dan ditransfer ke
dalam bahasa Inggris dengan sedikit perubahan menjadi check atau cheque dalam
bahasa Prancis.
Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam
kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank
(1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977)
serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank
didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983
berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka
yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.
Analisis
Dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi islam di dunia, serta dengan
adanya krisis di Negara-negara besar seperti : Amerika, Prancis, Inggris, Spanyol,
dan lainnya, maka akan semakin menguatkan ketidakpercayaan terhadap sistem
sistem ekonomi kapitalis yang selama ini mereka anut. Disinilah ekonomi islam
dapat mengambil momentum bahwasanya hanya ekonomi islamlah yang dapat
menyelamatkan sistem perekonomian yang semakin tidak menentu pada saat
sekarang ini.
Kapasitas ekonomi Indonesia yang jauh lebih besar dari Malaysia, Iran,
dan bahkan Saudi diperkirakan menempatkan Indonesia menjadi satu-satunya
negara yang dianggap mewakili nilai-nilai ekonomi syariah di antara lima besar
ekonomi dunia pada dua dekade ke depan. Empat negara lainnya adalah Cina,
India, Uni Eropa, dan Amerika Serikat.
Krisis yang kini melanda Zona Eropa dan AS harus dicermati dengan baik
dalam mengembangkan industri keuangan syariah di Indonesia agar ekonomi
syariah tidak sekadar menjadi nama lain dari sistem yang sama. Tidak sekadar
mencari pembenaran fikih formal tanpa memahami maksud hakiki dari nilai-nilai
ekonomi syariah.
Lalu jika kita lacak akar sejarah pemikiran dan aktivits ekonomi Islam
Indonesia tak bisa lepas dari awal sejarah masuknya Islam di negeri ini. Bahkan
aktivitas ekonomi syariah di tanah air tak terpisahkan dari konsepsi lingua franca.
Menurut para pakar, mengapa bahasa Melayu menjadi bahasa Nusantara, ialah
karena bahasa Melayu adalah bahasa yang populer dan digunakan dalam berbagai
transaksi perdagangan di kawasan ini. Para pelaku ekonomi pun didominasi oleh
orang Melayu yang identik dengan orang Islam. Bahasa Melayu memiliki banyak
kosa kata yang berasal dari bahasa Arab. Ini berarti banyak dipengaruhi oleh
konsep-konsep Islam dalam kegiatan ekonomi. Maka dapat disimpulkan bahwa
aktivitas ekonomi syariah tidak dalambentuk formal melainkan telah berdifusi
dengan kebudayaan Melayu sebagaimana terceriman dalam bahasanya. Namun
demikian, penelitian khusus tentang institusi dan pemikiran ekonomi syariah
nampaknya belum ada yang meminatinya secara khusus dan serius. Oleh karena
itu, nampak kepada kita adalah upaya dan gerakan yang dominan untuk
penegakan syariah Islam dalam kontek kehidupan politik dan hukum. Walaupun
pernah lahir Piagam Jakarta dan gagal dilaksanakan, akan tetapi upaya Islamisasi
dalam pengertian penegakan syariat Islam di Indonesia tak pernah surut
Permodalan
Permasalahan pokok yang senantiasa dihadapi dalam pendirian suatu
usaha adalah permodalan. Setiap ide ataupun rencana untuk mendirikan Bank
Syari‟ah sering tidak dapat terwujud sebagai akibat tidak adanya modal yang
cukup untuk pendirian Bank Syari‟ah tersebut, walaupun dari sisi niat ataupun
“ghiroh” para pendiri relatif sangat kuat. Kesulitan dalam pemenuhan permodalan
ini antara lain disebabkan karena :
a) Belum adanya keyakinan yang kuat pada pihak pemilik dana akan
prospek dan masa depan keberhasilan Bank Syari‟ah, sehingga
ditakutkan dana yang ditempatkan akan hilang.
b) Masih kuatnya perhitungan bisnis keduniawian pada pemilik dana
sehingga ada rasa keberatan jika harus menempatkan sebagian dananya
pada Bank Syari‟ah sebagai modal.
c) Ketentuan terbaru tentang Permodalan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia relatif cukup tinggi.
Peraturan Perbankan
Peraturan Perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodir
operasional Bank Syari‟ah mengingat adanya sejumlah perbedaan dalam
pelaksanaan operasional Bank Syari‟ah dengan Bank Konvensional. Ketentuan-
ketentuan perbankan yang ada kiranya masih perlu disesuaikan agar memenuhi
ketentuan syari‟ah agar Bank Syari‟ah dapat beroperasi secara relatif dan efisien.
Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain adalah hal-hal yang mengatur mengenai :
a) Instrument yang diperlukan untuk mengatasi masalah likuiditas.
b) Instrument moneter yang sesuai dengan prinsip syari‟ah untuk keperluan
pelaksanaan tugas Bank Sentral.
c) Standar akuntansi, audit dan pelaporan.
d) Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian, dll.
e) Ketentuan-ketentuan di atas sangat diperlukan agar Bank Syari‟ah dapat
menjadi elemen dari sistem moneter yang dapat menjalankan fungsinya
secara baik dan mampu berkembang dan bersaing dengan Bank
Konvensional.
Sumber Daya Manusia
Kendala dibidang SDM dalam pengembangan Perbankan Syari‟ah
disesabkan karena sistem perbankan syari'ah masih belum lama dikenal di
Indonesia. Disamping itu lembaga akademik dan pelatihan ini masih terbatas,
sehingga tenaga terdidik dan berpengalaman dibidang perbankan syari‟ah baik
dari sisi bank pelaksana maupun bank sentral (pengawas dan peneliti bank).
Pengembangan SDM dibidang Perbankan Syari‟ah sangat diperlukan karena
keberhasilan pengembangan bank syari‟ah pada level mikro sangat ditentukan
oleh kualitas manajemen dan tingkat pengetahuan serta ketrampilan pengelola
bank. SDM dalam perbankan syari‟ah memerlukan persyaratan pengetahuan yang
luas dibidang perbankan, memahami implementasi prinsipprinsip syari‟ah dalam
praktek perbankan serta mempunyai komitmen kuat untuk menerapkannya secara
konsisten.
Pemahaman Ummat
Pemahaman sebagian besar masyarakat mengenai sistem dan prinsip
Perbankan Syari‟ah belum tepat, bahkan diantara ulama dan cendekiawan
muslim sendiri masih belum ada kata sepakat yang mendukung keberadaan
Bank Syari‟ah, terbukti dari hasil pretest terhadap 37 Dosen Fakultas Syari‟ah
dalam acara Orientasi Perbankan yang telah dilakukan oleh Asbisindo Wilayah
Jatim beberapa waktu yang lalu memberikan jawaban yang tidak konsekwen
dan cenderung ragu-ragu. Dan masih adanya masyarakat yang mengaku paham
akan Syari‟ah Islam tetapi tidak mau menjalankannya seperti yang dialami oleh
PT. BPR Syari‟ah Baktimakmur Indah Sidoarjo dalam memberikan
pembiayaan mudharabah dengan salah satu mitranya yang dikenal sebagai
ulama yang mana sang ulama mau berbagi kerugian namun setelah untung tidak
bersedia membagi keuntungannya dengan pihak Bank, yang tentunya
bertentangan dengan akad yang telah disepakati di awal. Atau seorang ulama
yang datang ke Bank dan menanyakan besarnya bunga atas simpanannya.
Piranti Moneter
Piranti Moneter yang pada saat ini masih mengacu pada sistem bunga
sehingga belum bisa memenuhi dan mendukung kebijakan moneter dan kegiatan
usaha bank syari‟ah, seperti kelebihan/kekurangan dana yang terjadi pada Bank
Syari‟ah ataupun pasar uang antar bank syari‟ah dengan tetap memperhatikan
prinsip syari‟ah. Bank Indonesia selaku penentu kebijakan perbankan mencoba
untuk menyiapkan piranti moneter yang sesuai dengan prinsip syari‟ah seperti
halnya SBI dan SBPU yang berlandaskan syari‟ah Islam.
KESIMPULAN
Sistem ekonomi Islam menjadi alternatif pilihan karena karena sistem
ekonomi Islam berbeda dengan sistem-sistem ekonomi yang lain. Tujuan
ekonomi Islam bukan semata-mata pada materi saja, tetapi mencakup berbagai
aspek sepert: kesejahteraan, kehidupan yang lebih baik, memberikan nilai yang
sangat tinggi bagi persaudaraan dan keadilan sosial ekonomi, dan menuntut suatu
kepuasan yang seimbang, baik dalam kebutuhan materi maupun rohani bagi
seluruh ummat manusia. Dengan kata lain, di dalam ekonomi Islam terjadi
penyuntikan dimensi iman pada setiap keputusan manusia.
DAFTAR RUJUKAN