Anda di halaman 1dari 20

PERIODISASI PERKEMBANGAN PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

Zuama Mazaya Mayzan Nada

Sekolah Tinggi Ekonomi Islam STEI SEBI

Email : mayzannada@gmail.com

Rachmad Risqy K, SEI, MM,Ph,D

Sekolah Tinggi Ekonomi Islam STEI SEBI

Email : rah.rizqy@gmail.com

Abstrak

Artikel ini membahas tentang fase- fase perkembangan pemikiran ekonomi islam
dari masa ke masa. Perkembangan pemikiran ekonomi Islam merupakan suatu hal yang
tidak dapat dipisahkan dari perkembangan sejarah islam itu sendiri. Pemikiran ekonomi
dari tokoh-tokoh islam memberikan dampak pada perkembangan ilmu ekonomi itu
sendiri. Asal mula pemikiran ekonomi islam pertama pada periode klasik ekonomi islam
yang dimulai sejak masa kenabian Muhammad SAW hingga tahun 1500M, tepatnya
pada masa kejatuhan Andalusia. Kemudia, pada fase stagnasi dan transisi yang dimulai
pada tahun 1500 Masehi hingga 1950 Masehi. Fase ketiga yaitu periode resurgensi atau
kebangkitan kembali yang dimulai dari tahun 1950 Masehi hingga sekarang.

Kata Kunci : Pemikiran Ekonomi Islam, Perkembangan, Tokoh Ekonomi

ABSTRACK

This article discusses the phases of the development of Islamic economic


thought from time to time. The development of Islamic economic thought is something
that cannot be separated from the development of Islamic history itself. The origins of
the first Islamic economic thought in the classical period of Islamic economics which
began from the time of the prophet Muhammad SAW until 1500 AD, to be precise
during the fall of Andalusia. Then, in the phase of stagnation and transition that
began in 1500 AD to 1950 AD. The third phase is the period of revival or revival
which began in 1950 AD until now.

Keyword : Islamic Economic thought, Development, Economic Figure


Pendahuluan
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam – Islam adalah salah satu agama
terbesar didunia dengan milyaran penganut diberbagai penjuru dunia. Dalam
hal ekonomi, islam mengatur segala aspek kehidupan manusia, baik dalam hal
ibadah kepada Allah SWT maupun muamalah (jual beli) terhadap manusia
lainnya. Dalam hal ekonomi, Islam datang sebagai tuntunan kehidupan yang
menerapkan sistem bagi hasil yang mengedepankan keadilan yang sebagaimana
yang merupakan salah satu prinsip ekonomi syariah. Ekonomi Islam adalah
bagian dari aktivitas manusia memenuhi kebutuhan mereka melalui berbagai
sumber-sumber daya berbasis syariah yang sudah ada di Al Quran dan As
Sunnah. Pemikiran Islam adalah suatu kegiatan atau proses dalam mencari
sebab akibat atau asal muasal untuk mempertimbangkan suatu. Sedangkan
ekonomi islam adalah sistem ekonomi yang berasal dari Al-Quran,hadist,ijma,
dan qiyas serta sesuai dengan syariat. Pemikiran ekonomi islam dikenal sejak
masa Nabi Muhammmad SAW.

Dengan adanya aturan-aturan islam, manusia lebih berhati-hati dan


mencegah ketidakadilan dalam jual beli ataupun memenuhi kebutuhan lainnya.
Selain mengatur tata cara beribadah, islam juga memiliki pemikiran dari tokoh-
tokoh pemikir ekonomi islam. Bahkan dalam bidang ekonomi, sudah lebih dari
100 tahun islam mempraktikan sistem ekonomi islam yang kemudian
dikembangkan oleh ulama-ulama dan intelektual muslim lalu berkembang
secara luas pada abad ke-6 Masehi hingga abad ke 13 Masehi. Seiring
berjalannnya waktu perkembangan pemikiran ekonomi islam sempat
mengalami kejayaan dan kemundurannya. Pemikiran ekonomi Islam terus
berubah dari waktu ke waktu dengan kebutuhan dan masalah yang timbul.
Namun, Para pemikir dan pelaku ekonomi Islam terus mengandalkan
aktivitasnya yang berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Beberapa bentuk
pemikiran ekonomi dapat ditelusuri sampai ke akarnya dan dikaji dari kerangka
pembentukannya. Oleh karena itu, untuk memahami masalah pemikiran
ekonomi Islam dapat diteliti akar asal dan diperiksa dalam hal struktur
pembentukannya. Dalam memahami pemikiran ekonomi Islam semua ini, tidak
dapat dipisahkan dari tokoh-tokoh pemikir tersebut. Karena itu akan lebih
komprehensif dan dapat dipahami dari latar belakang politik, sosial dan budaya
asal usul pemikirannya. Dengan demikian, sejarah pemikiran ekonomi Islam
berakhir dengan terkait gagasan para pemikir dari masa Rasulullah hingga
sekarang yang mana dapat kita lihat darit semua asal-usul sosial dan politik
budaya. Dengan mempelajari sejarah pemikiran ekonomi Islam kita bisa melihat
bahwasanya fakta nyata tentang membangun sistem ekonomi itu berkembang di
dunia hingga saat ini. Ekonomi Islam dengan segala praktiknya di sana-sini
dapat dijadikan acuan untuk membangun model penerapan ekonomi syariah
yang lebih komprehensif. Pada dasarnya munculnya pemikiran islam adalah
berasal dari dasarnya munculnya pemikiran islam adalah berasal dari Allah swt
melalui kitab suci Al-Quran dan hadist Nabi, kemudian muncullah aktivitas
ekonomi itu sendiri.

Dalam perkembangan ekonomi islam biasanya berkaitan juga dengan


pemikiran para tokoh dari masa Rasulullah SAW hingga saat ini dengan segala
latar belakang sosial, politik dan budayanya. Tak hanya itu, sistem ekonomi islam
tidak semata-mata mengejar keuntungan, tetapi juga memperhatikan dan
menjunjung tinggi prinsip keadilan, etika dalam berbisnis, kejujuran, keadilan.
Dalam penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwasanya ekonomi islam ialah
aktivitas ekonomi yang hanya semata-mata mencari ridho Allah SWT, serta
menjauhi larangan-Nya. Rasulullah pun melakukan kegiatan jual beli sebagai
mata pencahariannya, sebab tujuan utama rasulullah tidak hanya mencari materi
saja, namun untuk mendapat keberkahan dari Allah SWT. Kondisi ekonomi islam
zaman sekarang dengan zaman Rasulullah tentu sangat berbeda, dimana masa
sekarang kurang mendapat perhatian yang baik di lingkungan masyarakat.

Hasil dan Pembahasan

Pemikiran Ekonomi Islam pada Masa Rasulullah SAW

Setelah nabi Muhammad SAW menjabat sebagai kepala negara di


Madinah, keadaan sistem ekonomi serta keuangan negara semakin maju dan
membaik. Nabi Muhammad mendirikan lembaga Baitul al Mal, dimana semua
hasil pungutan barang milik negara dikumpulkan terlebih dahulu kemudian
diterbitkan sesuai dengan kebutuhan negara. Pendapatan negara ada yang
berasal dari kharaz, zakat, khusz, jizyah dan juga pendapatan lainnya, contohnya
kafarah dan warisan orang tanpa ahli waris. Kebijakan fiskal adalah kegiatan
pemerintah di bidang anggaran negara dengan tujuan untuk mencapai stabilitas
ekonomi yang lebih baik dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang diinginkan.
Dalam kebijakan moneter modern, pajak merupakan sumber utama pendapatan
pemerintah, karena pajak bekerja untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya
ke dalam pundi-pundi dan mengontrol politik pemerintahan di segala bidang.
Melalui kebijakan moneter, yaitu manipulasi pajak dan pengeluaran pemerintah,
pemerintah dapat menjadi upaya untuk mencapai tingkat pendapatan atau full
employment, serta menstabilkan tingkat harga (inflasi). Salah satu kebijakan
fiskal yang sudah ada sejak awal masa Islam, terbukti bahwa zakat sudah
memiliki peranan yang penting dalam mencapai tujuannya. Kebijakan fiskal, yaitu
membelanjakan pengeluaran pemerintah dan menjalankan fungsi regulasi untuk
mencapai tujuan ekonomi tertentu, seperti pertumbuhan ekonomi dan investasi
serta lapangan kerja.

Hal ini tidak jauh dari fungsi pajak sebenarnya dalam kebijakan fiskal
dimasa kini. Oleh karena itu, zakat dan pajak memiliki kesamaan kedudukan
dalam kebijakan fiskal. Lahirnya kebijakan fiskal di dunia Islam dipengaruhi oleh
banyak faktor. Pemikiran ekonomi Islam muncul bersamaan dengan turunnya Al-
Qur'an dan pada masa kehidupan Nabi dari akhir abad ke-6 hingga awal abad ke-
7 Masehi. Penerapan sistem ekonomi Islam telah ada dan dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW sebagai panutan bagi umat Islam. Bahkan bangsa Arab sudah
dikenal sebagai bangsa pedagang sebelum zaman Nabi Muhammad. Setelah
waktu itu, banyak cendekiawan Muslim berkontribusi pada karya pemikiran
ekonomi. Karya-karyanya sangat sulit dengan argumentasi keagamaan dan
intelektual yang kuat serta didukung oleh fakta empiris. Tantangan Nabi begitu
besar sehingga ia harus menghadapi kehidupan genting kelompok internal dan
eksternal. Kelompok batin yang harus mendekati Nabi adalah bagaimana kaum
Ansar dan Muhajirin bersatu setelah hijrah dari Mekah ke Madinah (Yastrib).
Sementara itu, tantangan dari kelompok luar adalah bagaimana rasulullah bisa
menghadapi pelecehan dan agresi orang-orang kafir Quraisy. Oleh karena itu,
kebijakan ekonomi dan kebijakan fiskal pada masa Nabi Muhammad SAW
merupakan landasan dan langkah awal peradaban Islam.

PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM MASA KHULAFA’ AL – RASHIDAH

Pemikiran ekonomi Islam pada masa khulafa'al rashidah masih murni


dan langsung berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Pada masa Abu Bakar Ash
Shidiq, pembentukannya dimulai Baitul Mall. Selain itu, pengukuhan zakat
sebagai penerimaan negara dan implementasi kebijakan pemekaran negara-
negara pendudukan. Prinsip yang digunakan adalah pemerataan pembagian
harta baitul mal. Kemudian, pada masa Umar bin Khaththab, pembangunan Baitul
Mal dimulai. pada saat itu, pengeluaran dan pengeluaran anggaran seperti
ghanimah dan kharaj sudah disiapkan untuk pensiunan, keluarga Nabi,
karyawan, irigasi, dan sebagainya. Saat ini dharibah digunakan untuk membiayai
Baitul Mal. Umar memberlakukan jizyah, yaitu kompensasi bagi non-Muslim.
Pada masa Umar, uang mulai terbentuk. Kemudian, pada masa Usman bin Affan,
dicapai kesepakatan-kesepakatan baru, seperti pembangunan saluran air,
pembangunan jalan dan pendirian kantor polisi. Usman juga melakukan
perubahan di tingkat tinggi pemerintahan dan berbagai administrator. Usman
membagi negara menjadi negara untuk kemenangan. Pada masa Ali bin Abi
Thalib, semua pendapatan dan fasilitas Baitul Mal dibagikan. Ali juga memberi
orang uang. Ali pernah memotong anggaran angkatan laut. Ali adalah salah satu
khalifah dengan pemahaman yang jelas tentang pemerintahan, administrasi
publik dan isu-isu terkait. (Abdul Qoyum, 2021)

Setelah memahami alur pemikiran ekonomi Islam pada masa Nabi SAW
yang menjadi dasar pemecahan masalah sosial, politik dan ekonomi ekonomi,
maka kita masuk ke pembahasan pemikiran ekonomi islam saat ini Khulafa 'al-
Rashidah. Pada masa Khulafa 'al Rashidah dimulai dengan tiadanya Nabi
Muhammad SAW hingga masa Mu'awiyah bin Abu Sufyan memegang tampuk
kekuasaan pemerintsahan Islam pada tahun 41 H./661 M. Dalam penjelasan
berikut, muncullah pemikiran-pemikiran ekonomi individu Islam masa Abu
Bakar Al-Shidiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan sampai Ali bin Abi Thalib.
Pada awal kekhalifahannya Abu Bakar Al-Shiddiq dihadapkan pada situasi yang
buruk dalam rumah tangga. Itu sebabnya dia melakukan konsolidasi internal
yang lebih besar untuk mengikuti persekutuan dengan ummat setelah wafatnya
Rasulullah SAW. Misalnya, kondisi yang perlu diobati adalah adanya kabilah yang
keluar dari agama islam yang jatuh dan ada orang yang mengaku sebagai nabi
(Musailamah al-Kadzab). Ternyata hal ini dibuktikan dengan mengirim pasukan
ke banyak tempat sebelumnya pertempuran suku murtad (perang Riddah).

Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umat, Khalifah Abu Bakar RA


mengejar kebijakan ekonomi seperti yang dia lakukan Rasulullah SAW. Ia sangat
memperhatikan keakuratan perhitungan zakat, pendapatan dari pengumpulan
zakat digunakan sebagai pendapatan nasional disimpan di bayt al-mal dan segera
didistribusikan setelahnya Muslim. Khalifah Abu Bakar mengikuti jejak Nabi SAW
penghasilan yang dapat dikurangkan dari zakat. Sehingga pada masa
kekhalifahan Abu Bakar RA, harta bayt al-mal tidak pernah tertimbun dalam
jangka panjang karena langsung dibagikan kepada seluruh umat Islam. Semua
warga Muslim menerima bagian yang adil dari bayt al-mal.Adapun Pendapatan
Bayt al-mal meningkatkan beriringan dengan manfaat yang merata dan tidak ada
kata hidup dalam kemiskinan. (Karim, 2001)

A. Periode Pertama Pemikiran Ekonomi Islam ( Masa Awal Islam – 1058 M )


Pada periode/pembentukan pertama (periode pertama Islam-450H /
1058 M). Di antara para cendekiawan Muslim yang tinggal pada saat itu masih
bertemu dengan para sahabat para nabi dan juga para pihak untuk mendapatkan
referensi doktrin Islam yang benar adalah Hasan Al-Basri, Zaid bin Ali, Abu
Hanifah, Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan al Syaibani, Yahya bin Adam, Syafi'i,
Abu Ubayd, Ahmad bin Hambal, Al-Kindi, Junayd Baghdadi, Al-Farabi, Ibn
Miskwayh, Ibn Sina, dan Mawardi.

1. Pemikiran Zayn bin Ali Pada Abad 699 hingga 739 M


Sejak dahulu tokoh-tokoh islam banyak yang menuangkan pemikiran
tentang ekonomi islam bagi peradaban dunia yang semakin modern. Salah satu
tokoh tersebut ialah Zaid bin Ali yang mana beliau tidak lain putra dari Imam
Syi’ah, Ali Zainaal Abidin, dan juga merupakan cucu dari Husain bin Ali. Beliau
adalah pelopor awal tentang memperbolehkan menjual suatu barang secara
mengangsur dengan harga yang lebih tinggi dari harga tunai. Dimana itu
transaksi tersebut harus didasari prinsip saling ridho antar kedua belah pihak.
Jika pembeli melakukan pembelian barang secara kredit atau menangguhkan
pembayarannya, maka itu sebagai bentuk kompensasi yang dilakukan oleh
penjual terhadap si pembeli dalam membeli suatu barang. Karena penjual ingin
memberikan kemudahan dalam melakukan pembayaran tersebut. Dalam hal ini,
si penjual mendapatkan keuntungan atas penjualan kredit yaitu dengan
kompensasi atas kemudahan yang diterima oleh si pembeli tanpa harus
membayar tunai untuk mendapatkan barang tersebut. Keuntungan dari jual beli
secara kredit berbeda dengan pengambilan keuntungan dari suatu penangguhan
pembayaran pinjaman. (Abdul Qoyum, 2021)
Pada prinsipnya semua transaksi barang ataupun jasa didasarkan atas
suka sama suka dan itu diperbolehkan dalam islam. Sebagaimana firman Allah
dalam Surat An-Nisa QS 4 : 29, Dari arti ayat tersebut bahwasanya Allah
memberikan larangan tegas perihal memakan harta orang lain maupun harta
sendiri dengan cara yang bathil. Cara yang bathil seperti mencuri, riba, dan
ghasab atau merampas. Dan dalam kegiatan jual beli, ketika penjual menjual
barang dagangannya secara kredit dan kemudian menetapkan harga yang lebih
murah dengan maksud untuk menghabiskan stok barang tersebut. Hal tersebut,
keuntungan yang diperoleh penjual dalam penjualan kredit merupakan salah
bentuk transaksi yang sah dan tidak termasuk riba. Berbeda dengan pengambilan
keuntungan dari suatu barang penangguhan pembayaran pinjaman suatu barang.
Intinya adalah bahwa setiap orang baik atau buruk dalam Syariah kontrak
ditentukan oleh kontrak itu sendiri, tidak terkait dengannya kontrak lain.
Kontrak pembelian dan pembelian yang pembayarannya ditangguhkan kontrak
terpisah dan memiliki haknya sendiri untuk memeriksa apakah jujur atau
sebaliknya, tidak terkait dengan kontrak lain. Sebagian besar penjualan
mengenakan harga yang lebih rendah dari harga pinjaman. Hal ini berbeda dan
kontrak yang terpisah, bukan pertemuan dua kontrak satu transaksi.

2. Pemikiran Abu Hanifah (80-150 H/699-767 M)

Abu Hanifah adalah seorang fuqaha yang terkenal dan ahli hukum Islam.
Ia dilahirkan di Kufa pada tahun 699 M pada masa pemerintahan Abdul Malik bin
Marwan. Beliau juga terkenal sebagai seorang pedagang yang jujur di kota
tersebut. Abu Hanifah pergi ke Hijaz beberapa kali untuk belajar fiqh dan hadits.
Dia tinggal di Mekah selama enam tahun ketika dia berada di bawah tekanan
politik Yazid bin Umar bin Humarah, ketika dia adalah khalifah Bani Umayyah.
Setelah kematian Hammad, Madrasah Kufah setuju untuk mengangkat Abu
Hanifah sebagai kepala Madrasah. Selama waktu itu ia melayani dan menerbitkan
banyak fatwa tentang masalah fikih. Fatwanya menjadi dasar mazhab Hanafi
seperti yang kita kenal sekarang.

Salah satu pemikiran ekonomi islam yang populer dari Abu Hanifah pada
waktu itu adalah salam. Salam adalah suatu transaksi dimana antara pihak
penjual dan pembeli menyepakati apabila barang dikirimkan kemudian,
sedangkan pembayaran dilakukan secara tunai pada waktu akad yang telah
disepakati kedua belah pihak. Dalam hal ini Abu Hanifah meragukan akad yang
dapat menimbulkan perselisihan antara pembeli yang membayar terlebih dahulu
dengan orang yang membeli barang tersebut. Ini mencoba untuk menghilangkan
kontroversi dengan menentukan kontraindikasi, seperti jenis barang, kualitas,
kuantitas, waktu dan tempat pengiriman. Dia kemudian membuat kondisi bahwa
barang harus ada di pasar pada saat penutupan kontrak dan pengiriman. Dalam
menganalisis masalah tersebut, Abu Hanifah memberikan suatu kebijakan yaitu,
dengan menghilangkan ambiguitas dan perselisihan atas masalah transaksi
tersebut. Hal tersebut adalah tujuan dari transaksi dari jual beli. (Fahrina
Yustiasari, 2020)

Selain itu, Abu Hanifah sangat prihatin kepada orang-orang yang lemah.
Ia tidak menghilangkan kewajiban Zakat perhiasan. Namun sebaliknya, ia
membebaskan pemilik harta yang terlilit hutang dan tidak dapat
membebaskannya dari kewajiban membayar zakat. Dia juga tidak mengizinkan
pembagian hasil (muzara'ah) dalam hal tanah tanpa hasil. Hal ini dilakukan untuk
melindungi petani, yang seringkali merupakan masyarakat rentan.

3. Pemikiran Abu Yusuf (113-182 H/731-798 M)


Abu Yusuf adalah seorang ahli fiqh yang lahir pada masa bani Ummayah,
beliau juga merupakan seorang intelektual dalam memberikan pandangan dan
pemikirannya tentang ekonomi islam. Salah satu bentuk pemikiran ekonomi
islam adalah mengenai penentuan tarif perpajakan. Ia menetapkan beberapa
prinsip yang terkait dengan kesanggupan dalam membayar pajak, dam
pemberian waktu dan pembuatan keputusan administrasi pajak pusat. Abu Yusuf
memilih untuk membebankan pajak dari hasil para petani dibandingkan uang
sewa. Dalam hal ini, Abu Yusuf menganjurkan kebijakan tersebut agar terciptanya
pemerataan dalam sistem pajak yang proposional (muqasamah) pada tanah. Hal
tersebut dilakukan untuk meningkatkan produktivitas petani dalam
memperbesar lahannya. Metode Muqasamah berarti menilai dengan takaran
pajak tanah berdasarkan hasil panen yang didapatkan. Rasio takaran pajak tanah
pun beragam, tergantung tanaman yang ditanam. Adapun takaran tersebut
anatara lain, apabla tanaman tersebut diairi langsung oleh air huajn maka
dikenakan 40%, sedangkan apabila tanaman tersebut dialiri irigasi atau buatan
maka 30%. Menurut penilaian Abu Yusuf, ada dua keuntungan yang bisa
didapatkan jika menggunakan sistem muqasamah tersebut, antara lain : bisa
menambah pemasukan Baitul Mal, dan memberi keadilan dam pemerataan yang
lebih baik kepada petani dalam membayar pajaknya. Abu Yusuf juga membuat
kebijakan sistem administrasi dalam pemungutan pajak modern pada masa itu.
Kemudian beliau menolak praktik taqbil, dimana para penduduk likal
mengajukan diri kepada khalifah untuk mengumpulkan pajak dari masing-
masing daerah. Ia melihat bahwa realitanya di masyarakat pada saat pemungutan
pajak para mutaqabilin melakukan hal yyang kejam dan menarik pajak dengan
jumlah yang lebih besar dari yang seharusnya. (Agus Abdullah, 2020)

4. Pemikiran Ibn Khaldun


Ibn Khaldun dikenal sebagai bapak ekonomi. Nama lengkap beliau adalah
Abdurrahaman Abu Zaid Waliuddin Ibn Khaldun. Ibnu Khaldun dilahirkan di
Tunisia padal 1 Ramadan 732 Hijriah atau 27 Mei 1332 Masehi. Dan beliau
meninggal pada tahun 808 hijriyah dimesir. Karya - karya yang ditulis oleh Ibn
Khaldun sangat banyak, antara lain : ada Syarh al-Burdah, tulisan ringkasan
buku-buku karya Ibnu Rusyd, buku lain tentang matematika, ushul fiqh dan
sejarah lainnya. Selain itu, ada kitab al-Muqoddimah Ibnu Khaldun yang
merupakan karya monumental sehingga mengundang para pakar untuk meneliti
dan mengkajinya. Sebelum Ibn khaldun, ilmuan yunani dan barat mengkaji teori
tentang ekonomi yang masih bersifat normatif. Namun, Ibnu Khaldun sudah ada
lebih dari tiga abad sebelum para pemikir barat modern tersebut. Lalu, masuk
dipertengahan zaman tersebut teori ekonomi dimasukkan dalam kajian moral
dan hukum. Berbeda dengan Ibn Khaldun yang mengkaji masalah ekonomi yang
ada dimasyarakat dan pemerintahan secara empiris dan aktual sesuai dengan
fenomena yang ada. Dalam mengkaji masalah ekonomi yang ada pada saat itu, Ibn
Khaldun menemukan keutamaan dan kebutuhan suatu pembagian kerja sebelum
richardo. Bahkan, Ibn Khaldun menggunakan konsep dam teori tersebut untuk
memudahkan membangun sistem ekonomi yang dinamis dalam fluktuasi jangka
panjang. Tak heran jika Ibn Khaldun membahas dan mengkaji berbagai bentuk
masalah ekonomi. Seperti : ajaran tentang tata nilai, pembagian kerja, sistem
harga, hukum penawaran permintaan, konsumsi produksi dan lainnya. Ia pun
juga membahas tentang bagaimana menghadapi tahapan-tahapan yang dilewati
masyarakat nantinya dalam perkembangan ekonomi. (Karim, 2001)

Adapun pemikiran-pemikiran ekonomi dari Ibn Khaldun :

a. Teori Harga

Menurut Ibn Khaldun Harga adalah : Tingkat keuntungan yang wajar akan
mendorong tumbuhnya perdagangan. Sedangkan, apabila tingkat keuntungan
rendah maka menyebabkan turunnya kestabilan dalam perniagaan dan membuat
pasar tidak normal atau seimbang. Untuk itu, Ibn Khaldun menawarkan konsep
harga moderat, dimana suatu harga tidak memberatkan konsumen dan juga tidak
merugikan produsen. Dalam menentukan harga di dalam pasar dapat dilihat dari
besar produksinya dan permintaan juga penawaran atas konsumen. Seperti
ditulis oleh Ibn khaldun dalam kitab The Muqaddimah: An introduction to
History: “When a city is highly developed and has many inhabitants, the prices of
necessary foodstuffs and corresponding items are low...” Artinya : Ketika sebuah
kota yang sangat maju dan memiliki banyak penduduk, harga bahan makanan
dan barang-barang yang diperlukan menjadi rendah/murah. Ibn Khaldun
menekankan bahwasanya kenaikan penawaran dan penurunan permintaan akan
menyebabkan kenaikan pada harga. Begitu pula dengan kenaikan permintaan
dan penurunan penawaran akan menyebabkan penurunan pada harga pasar
tersebut.

b. Teori Mata Uang

Menurut Ibn Khaldun, mata uang adalah alat pengukur harga barang.
Dimana fungsi uang tersebut sebagai alat tukar dan nilai kekayaan. Namun dalam
kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang kekayaan negara
tersebut, namun dilihat pada banyaknya tingkat produksi suatu negara. Adapun
pendapat Al-Ghazali sejalan dengan Ibn Khaldun mengatakan bahwa uang tidak
perlu mengandung unsur emas dan perak untuk menjadi standar nilai uang. Tak
hanya itu, selain menyarankan digunakannya uang standar emas ataupun perak,
ia juga menyarankan konstannya harga emas dan perak. Harga-harga lain boleh
berfluktuasi, namun tidak untuk harga emas perak. (Rusby, 2014)

B. Periode kedua Pemikiran Ekonomi Islam (450-850 H/1058-1446 M)

Pembentukan pada periode kedua tahun (450-850 H / 1058-1446 M)


adalah masa ketika pemikiran ekonomi didasarkan pada banyak meningkatnya
korupsi dan kerusakan moral, ekspansi kesenjangan antara kaya dan miskin,
meskipun secara umum situasi ekonomi masyarakat Islam berada pada level
maju dan memiliki semangat besar pada karyanya sehingga dijadikannya acuan
sampai saat ini. Diantaranya yaitu : Al-Ghazali, Nasiruddin Tutsi, Ibn Taimiyah,
Ibn Khaldun, Al-Maghrizi, Abu Ishaq Al-Shatibi, Abdul Qadir Jaelani, Ibn Qayyim,
Ibn Bajah, Ibn Tufayl, Ibn Rusyd dan masih banyak lagi.

1. Pemikiran Abu Ghazali ( 1111 M)

Abu Ghazali adalah seorang filsuf, sastrawan juga pemikir muslim yang
juga memberikan pandangannya serta pikirannya dalam perkembangan ekonomi
Islam. Nama lengkap Abu Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad bin
Muhammaad al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’i. Beliau lahir di Thus pada tahun
1058/450 H. Pemikiran Abu Ghazali terhadap ekonomi islam memandang
bahwasanya perkembangan ekonomi itu merupakan suatu tujuan untuk
memenuhi kewajiban serta tugas sosial yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT.
Apabila tidak dipenuhi, maka kehidupan dunia akan rusak. Oleh karena itu,
aktivitas ekonomi dilakukan secara seimbang dan terkelola dengan baik karena
hal itu adalah sebagian dari tugas atau kewajiban sosial yang harus dilakukan
oleh manusia. Pemikiran-pemikiran Al-Ghazali sangat berkesan dan berpengaruh
di dunia islam dan dalam peradaban barat. Keistimewaan inilah yang
mengantarakan beliau menjadi seorang penulis dan filsuf. Ratusan kitab dan
buku yang ia tulis semasa hidupnya, dan sebagian karyanya dijadikan pedoman
oleh sebagian umat manusia.

Secara garis besar pemikiran-pemikiran Abu Ghazali yang mencangkup


konsep dasar ekonomi seperti, konsep tentang harta, kesejahteraan sosial
(maslahah), tentang perilaku individu, konsep harta dan keuntungan, ada juga
tentang nilai dan etika pasar, hingga aktivitas produksi dan lain sebagainya. Al-
Ghazali juga menekankan tentang pelarangan riba, karena hal tersebut melanggar
sifat dan fungsi uang, juga mengutuk bagi siapa saja yang melakukan penimbunan
uang dengan maksud untuk memudahkan pertukaran. Dalam Islam, tujuan
aktivitas ekonomi bukanlah serta merta mencari keuntungan duniawi saja,
melainkan untuk mendapatkan kebahagiaan akhirat dan mengejar ridho dari
Allah SWT. Ada beberapa alasan kenapa manusia harus terlibat dalam aktivitas
ekonomi, yang pertama karna Allah yang menciptakan seluruh alam dan segala
isinya dengan melimpah dan harus dimanfaatkan sebaiknya oleh manusia. Yang
kedua, seseorang yang menjalankan ajaran agama islam, maka hidupnya akan
tentram dan jauh dari kerusakan dan kerugian. Yang ketiga, Dalam aktivitas
ekonomi etika dan sikap bagi seorang muslim sangatlah penting. Maka dari itu,
manusia tidak boleh melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran serta
prinsip dalam Islam.

2. Pemikiran Ibnu Taimiyah (1261-1328 M)


Ibnu Taimiyah adalah seorang ulama besar dan filsuf, tokoh muslim serta
pemikir islam dari turki yang berpengaruh serta populer didunia. Nama lengkap
Ibnu Taimiyah adalah Abul Abbas Ahmad bin Abdul Halim bin Abdussalam bin
Abdullah bin al-Khadhir bin Muhammad. Ia lahir pada tahun 661 Hijriyah di
wilayah Harran. Harran adalah sebuah kota kuno yang memiliki wilayah yang
strategis sebagai bekas kota Asyur. Dalam kehidupan, manusia tidak bisa
dipisahkan dengan manusia lainnya, ataupun dengan masalah ekonomi yang
mana semua itu melibatkan hubungan antar manusia. Menurut Ibnu Taimiyah,
bahwasanya pada saat terjadinya fluktuasi harga pasar dipengaruhi oleh
permintaan dan ketersediaan barang dipasar. Sehingga, harga akan meningkat
apabila penawaran meningkat namun persediaan barang yang ada dipasar
menipis, begitu sebaliknya. (Meriyati, 2016)

Ada beberapa pemikiran-pemikiran ekonomi dari Ibnu Taimiyah :

a. Mekanisme Pasar
Menurut ilmu ekonomi, pengertian pasar adalah sebagai tempat
bertemunya penjual yang menjual barang dengan pembeli untuk melakukan
transaksi jual beli. Pasar juga sebagai tempat pertemuan antara permintaan dan
penawaran. Dalam ilmu ekonomi pertemuan antara permintaan (demand) dan
penawaran (supply) disebut dengan istilah eqilibrium price atau (harga
seimbang). Hal itu membuat Ibnu Taimiyah setuju jika pemerintah tidak
mengintervensi harga selama mekanisme pasar itu terjadi. Ibnu Taimiyah pun
sangat menghormati mekanisme pasar. Ibnu Taimiyah memiliki pandangan
mengenai pasar bebas, dimana suatu harga dipertimbangkan oleh kekuatan
penawaran dan permintaan. (Al-Amwal, 2017)

b. Mekanisme Harga

Mekanisme harga dapat diartikan sebagai proses atas dasar dari gaya tarik
– menarik yang bergerak bebas sesuai dengan permintaan dan penawaran antara
konsumen dan produsen, baik dari pasar output (barang) ataupun input (faktor-
faktor produksi). Dalam hal ini, apabila permintaan pasar lebih besar dari
penawaran yang diberikan maka harga akan cenderung lebih rendah. Begitu pula
jika penawaran lebih tinggi sedangkan permintaan pasar terbatas, maka harga
mengalami kenaikan dari sebelumnya. Pemikiran Ibnu Taimiyah mengenai
mekanisme harga pasar ialah bahwa terjadinya fluktuasi harga pasar dapat
dipengaruhi oleh permintaan dan ketersediaan barang dipasar tersebut. Harga
naik ketika penawaran mengalami peningkatan sementara persediaan barang
produksi menipis, begitupun sebaliknya. Dengan kata lain hal ini sudah
merupakan hukum alam, yang disebut dengan mekanisme pasar. Sehingga,
menurut Ibnu Taimiyah dalam konsep harga adil bahwa hanya terjadi pada
pasar-pasar kompetitif, dimana tidak ada pengendalian yang mengganggu
keseimbangan harga. (Al-Amwal, 2017).

c. Regulasi Harga

Pengertian regulasi harga adalah pengaturan terhadap harga-harga


barang dipasar yang dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan untuk
memelihara kejujuran dan kemungkinan penduduk untuk bisa memenuhi
kebutuhan sehari-harinya. Sebagian orang berpendapat bahwa Negara Islam
tidak boleh mencampuri masalah ekonomi dengan menjatuhkan hukuman
kepada orang yang melanggarnya. Mereka berpendapat bahwasannya hadist
Nabi Muhammad SAW, dimana mereka tidak siap untuk menetapkan harga
bahkan jika harga itu naik. Dalam hadist tersebut, Ibnu Taimiyah berpendapat
bahwasanya nabi SAW tidak ingin ikut campur perihal masalah regulasi harga
barang. (Al-Amwal, 2017) Hal itu bukan karena adanya kecurangan yang
dilakukan oleh sekelompok masyarakat tertentu di pasar madinah. Namun, Ibnu
Taimiyah berpendapat terjadinya kenaikan harga barang-barang pada masa itu
dikarenakan adanya mekanisme pasar pada masa itu. Kemudian, Ibnu Taimiyah
membedakan dua tipe dalam penetapan harga yakni, penetapan regulasi harga
yang tidak adil atau cacat dan regulasi harga yang adil dan dibolehkan. Penetapan
harga yang tidak adil adalah penetapan harga yang dilakukan ketika terjadi
kenaikan harga-harga akibat persaingan pasar yang bebas, diantaranya
pengaturan dengan kezhaliman dengan kelangkaan persediaan atau kenaikkan
permintaan. Pada kondisi tertentu ketika terjadinya ketidakseimbangan pasar,
Ibnu Taimiyah mengusulkan penetapan harga yang dilakukan oleh pemerintah.
Contohnya, dalam masalah komoditas kebutuhan pokok yang harganya semakin
mencengkik akibatnya manipuasi atau perubahan-perubahan harga, maka hal ini
pemerintahlah yang harus menetapkan harga yang adil bagi penjual dan pembeli.
Dalam kitabnya al-Hisbah penetapan harga diperlukan untuk mencegah manusia
menjual makanan dan barang hanya pada kelompok tertentu dengan harga yang
ditetapkan sesuai keinginan mereka. Dan pada kondisi tertentu, Ibnu Taimiyah
menentang regulasi harga yang berlebihan ketika kekuatan pasar secara bebas
bekerja untuk menentukan harga yang kompetitif, dengan memperhatikan pasar
tidak sempurna. (Amir SAli, 2021)

C. Periode ketiga Pemikiran Ekonomi Islam (850-1350 H/ 1446-1932 M)

Adapun periode ketiga (850-1350 H / 1446-1932M) ini adalah


ketinggian pikiran. di sana beberapa pemikiran ekonomi yang beratnya lebih dari
dua ratus dalam beberapa tahun terakhir, seperti yang terlihat dalam karya Shah
Waliullah, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin Al-Afghanistan,
Muhammad Abduh, Ibn Nujaym, Ibn Abidin, Ahmad Sirhindi dan Muhammad
Iqbal.

1. Pemikiran Shah Waliyullah (1703-1762 M)

Shah Waliyullah adalah seorang tokoh terkemuka Delhi pada abad ke 18


yang sangat berkontribusi dalam perkembangan ekonomi islam melalui
pemikiran-pemikirannya. Nama lengkap beliau adalah Syekh Walliullah Dehlawi.
Ia berasal dari India dan lahir pada tanggal 21 Februari 1703 M. Orang tuanya
bernama Syah Abd Rahim yang seorang sufi dan ulama. Ayahnya juga mempunyai
madrasah, dimana setelah dewasa Shah Waliyulllah ikut serta dalam mengajar di
madrasah tersebut. Disamping itu juga, Syah Waliyullah juga senang sekali dalam
menulis buku. Karya-karyanya pun sangat banyak dan hingga kini masih dapat
kita baca. Salah satu karyanya berjudul Hujjatullah Al-Baligah dan Fuyun AL-
Haramin. Menurut beliau, ada empat tahapan yang harus dilalui dalam
perkembangan masyarakat madani yaitu : 1) Diawali dengan kehidupan
masyarakat zaman terdahulu yang hanya berorientasi pada kebutuhan mendasar.
2) Tahap kedua, manusia mulai memikirkan tentang bagaimana kehidupan yang
memadai. 3) Berusaha menyamai dengan kehidupan kota. 4) Pada tahap akhir
ini, manusia sudah sampai pada puncak peradaban. Dalam sistem ekonomi Islam,
manusia adalah makhluk sosial yang kodrati, sehingga perlu bekerjasama.
Kerjasama tersebut misalnya dalam bentuk pertukaran barang dan jasa,
kerjasama perdagangan (Mudharabah, Musyarakah), kerjasama di bidang
pengelolaan pertanian dan sejenisnya. Islam melarang kegiatan yang merusak
semangat kerjasama ini, seperti perjudian dan riba. Menurut Waliullah, ada dua
faktor utama yang menjadi penyebab turunnya pertumbuhan ekonomi. Kedua
faktor tersebut adalah: pertama, kas negara dibebani dengan berbagai
pengeluaran yang tidak produktif; Kedua, pajak yang dikenakan oleh pelaku
ekonomi terlalu tinggi sehingga menurunkan moral perekonomian. Dia
mengatakan ekonomi bisa berkembang jika ada pajak yang rendah didukung oleh
administrasi yang tertib.

Al-Irtifaq al-Awwal atau Tahap Pertama Pembangunan Sosial Ekonomi

Pada periode pertama ini tumbuh dan berkembangnya sosial perekonomian


didasarkan pada kehidupan hewan (al-irtifaq al-baha'im), yang ditandai dengan
kejelasan komunikasi, dan penyempurnaan. Pada tahap ini fase pertama manusia
memiliki kekuatan untuk berbicara dan mengekspresikan pikiran yang ada
secara alami tanpa hambatan. Ia memilah makanan yang sesuai dengan kondisi
fisiknya dan mengetahui bagaimana makanan tersebut harus dimakan dan
dicerna. Dia juga perlu tahu bagaimana menghubungkan tumbuhan dan cara
memperoleh manfaat dari hasil bercocok tanam dan cara memperoleh manfaat
dari hewan. Irtifaq pertama di bidang ekonomi dikenal dengan perekonomian
subsisten. Dimana unit produksi keluarga tradisional menggunakan metode dan
alat yang masih tradisional. Begitu pula dengan tingkat produksinya yang relatif
rendah, sehingga jarang terjadi surplus produksi untuk dikirim ke pasar.
Kalaupun ada surplus, barang dikirim ke pasar dengan pola tukar beli dan jual.

Al-Irtifaq al-Thani atau Tahap Kedua Pembangunan Sosial Ekonomi

Pada masa ini, orang-orang akan memasuki fase kedua pembangunan sosial-
ekonomi, dimana orang-orang tersebut akan mengatasi masalah kebutuhan alami
mereka seperti : makanan, minuman, pakaian, dll dan di sana perpanjangan
derajat pertama dengan pengetahuan, budi pekerti dan etika yang baik. Hingga
membuat kompleksitas hidup semakin meningkat pada tahap ini. Sehingga perlu
adanya lembaga yang tepat dan benar untuk memajukan pembangunan sosial
ekonomi didaerah tersebut.

Al-Irtifaq al-Thalith atau Tahap Ketiga Pembangunan Sosial Ekonomi


Dengan berakhirnya tahap kedua membuat masyarakat berkembang menjadi
negara kota. Menurut Shah Waliullah, kota seperti tubuh yang mungkin mudah
terkena beberapa spesies penyakit dalam dan luar. Oleh karena itu, ada
kebutuhan yang memang tidak beisa dihindari dokter untuk pemeliharaan
kesehatan dari otoritas kota tersebut. Ditahap ini syah waliullah menjelasakan
sebab kemunduran dari sebuah negara. Pertama, penyalahan kekuasaan yang
tidak profesional. Menurut bentuknys dari non profesional (1) Defisit anggaran
dikarenkan adanya keterdekatan orang-orang terdekat dengan para pemimpin,
sehingga mungkin dengan mudahnya uang negara digunakan dengan tidak
profesional. (2) Kecenderungan penguasa untuk memanfaatkan kemewahan Hal
tersebut menjadi suatu hal yang menyebabkan kesengsaraan bagi rakyat dan
menjadi beban bagi negara. Kedua, pajak yang menjulang tinggi dan
memberatkan para petani, pedangan dan masyarakat umum lainnya.

Al-Irtifaq al-Rabi’ atau Tahap Keempat Pembangunan Sosial Ekonomi


Pada tahap ini, masyarakat dan lemabaga pemerintahlah yang akan mengambil
posisi internasional. Sebelum beberapa penguasa memerintah negara mereka, di
mana mereka memiliki sumber penerimaan dan dukungan para pejuang berani
dan defensif, agresif dan keserakahan akan membuat mereka berjuang begitu
banyak dan mengalami kehilangan nyawa dan infrastruktur. Maka Syah Waliullah
telah membahas perihal perekonomian meskipun tidak adanya upaya untuk
meneliti lebih jelas filsafat ekonominya. Dalam hal ini, dia berbicara tentang
kebutuhan manusia, properti, metode produksi, kebutuhan bekerja sama dalam
produksi dan berbagai bentuk distribusi dan konsumsi. Dan dalam penyebutan
sumbernya itu, menekankan dengan baik bahwa hukum Islam menyatakan
bahwa sumber daya alam merupakan milik bersama.

2. Pemikiran Jamaluddin Al-Afghan (1838 – 1897 M)

Salah satu tokoh kunci dalam transformasi Islam adalah Jamaluddin Al-
Afghani lahir di Assadabad pada tahun 1254H / 1838M dan meninggal di Istanbul
pada tahun 1897M. Dia adalah putra Sayyid Safdar al-Husainiyyah, yang
merupakan kerabat perawi hadits terkenal yang beremigrasi ke Kabul
Afghanistan, Sayyid Ali At-Turmudzi, yang dikaitkan dengan Sayyidina Husain bin
Ali bin Abi Thalib. Jamaluddin Al-Afghani meninggalkan sebuah maha karya yang
dikagumi baik di Timur maupun di Barat. Semasa hidupnya, ia menulis buku "Al-
Raddu 'ala al-Dahriyin" dan menerbitkan majalah "Al-Urwat al-Wusqa", dan pada
tahun 1879 ia mendirikan Partai Hizbullah Wathan di Mesir. Sejumlah pemikir
agama muncul, termasuk Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh yang
mencoba menghidupkan kembali dan menambahkan ketertinggalan dengan
menyerahkan disertasi baru dan mencoba menyelesaikan sesuatu masalah yang
muncul di kalangan umat Islam sebagai akibat dari peradaban modern. (Hawi)

Ide-Ide Pembaharuan Jamaluddin Al-Afghani


a. Pelestarian Kegiatan Ijtihad
Jamaludin Al-Afghani sebagai pria reformasi, bukan hanya ekspresi vokal
dia membuka kembali pintu ijtihad, tetapi secara sistematis membuat rencana
melaksanakan program ijtihadnya untuk mengadaptasi konsep hukum Islam
dalam kondisi modern, itu semua adalah hasil pertemuan antara komunitas
Muslim dan komunitas Muslim barat. Menurut Jamaludin Al-Afghani, tertutupnya
pintu ijtihad juga menyebabkan kelemahan dan kegagalan ditinggalkan oleh
kaum muslimin. Pendapatan semacam ini membuat ia terdorong dan selalu
menginspirasinya untuk memperjuangkan semua Muslim yang memiliki
kesempatan untuk melakukannya ijtihad. Bahkan perubahan dan perkembangan
saat itu terinspirasi dan membumi lebar untuk ijtihad. Menurut Jamaludin Al-
Afghani, menjaga ijtihad adalah refleksi pendalaman nilai-nilai Islam dengan
melaksanakan ijtihad al-Qur'an, penghapusan fanatisme, penghapusan taqlid,
adaptasi prinsip al-Qur'an dengan kondisi kehidupan manusia, pemberantasan
takhayul dan bid'ah serta menjadikan Islam sebagai kekuatan positif dalam
pengelolaan kehidupan. (Iskandar Fauzi, 2019)

b. Al-Hizb al-Wathani (Partai Nasional) dan Pemerintahan Republik

Menurut Jamaluddin Al-Afghani, sistem pemerintahan yang memenuhi


syarat Muslim untuk pemerintahan konstitusional atau republik dan konsep
kewarganegaraan aktif. Bukan tanpa alasan, pemerintahan otoriter tidak berbeda
dengan penindasan. Bentuk pemerintah ini menyangkal aktivitas dan kerentanan
warga terhadap monopoli asing yang dikendalikan langsung oleh penguasa suatu
negara. Mengingat hasilnya, mudah bagi imperialisme Barat untuk mendominasi
dan mengganggu bentuk Pemerintahan absolut yang digunakan sebagai sistem
pemerintahan di banyak negara Islam. Gerakan politik yang dilakukan oleh
Jamaluddin Al-Afghani adalah menyebarkan ide tersebut Islamisme di dunia
Islam. Untuk mencapai ide ini, pada tahun 1879 dalam upaya Afghanis, Partai
Nasional (Al-Hizb al-Wathani) didirikan di Mesir, tujuan partai tersebut antara
lain: memperjuangkan pendidikan umum, organisasi kebebasan pers. (Karim,
2001)

Kesimpulan
Dalam hal ekonomi, islam mengatur segala aspek kehidupan manusia, baik dalam
hal ibadah kepada Allah SWT maupun muamalah (jual beli) terhadap manusia
lainnya. Dalam hal ekonomi, Islam datang sebagai tuntunan kehidupan yang
menerapkan sistem bagi hasil yang mengedepankan keadilan yang sebagaimana
yang merupakan salah satu prinsip ekonomi syariah. Sedangkan ekonomi islam
adalah sistem ekonomi yang berasal dari Al-Quran,hadist,ijma, dan qiyas serta
sesuai dengan syariat. Pemikiran ekonomi Islam terus berubah dari waktu ke
waktu dengan kebutuhan dan masalah yang timbul. Dalam memahami pemikiran
ekonomi Islam semua ini, tidak dapat dipisahkan dari tokoh-tokoh pemikir
tersebut. Ekonomi Islam dengan segala praktiknya di sana-sini dapat dijadikan
acuan untuk membangun model penerapan ekonomi syariah yang lebih
komprehensif. Dalam perkembangan ekonomi islam biasanya berkaitan juga
dengan pemikiran para tokoh dari masa Rasulullah SAW hingga saat ini dengan
segala latar belakang sosial, politik dan budayanya. Dalam penjelasan tersebut,
dapat disimpulkan bahwasanya ekonomi islam ialah aktivitas ekonomi yang
hanya semata-mata mencari ridho Allah SWT, serta menjauhi larangan-Nya.
Rasulullah pun melakukan kegiatan jual beli sebagai mata pencahariannya, sebab
tujuan utama rasulullah tidak hanya mencari materi saja, namun untuk mendapat
keberkahan dari Allah SWT. Kondisi ekonomi islam zaman sekarang dengan
zaman Rasulullah tentu sangat berbeda, dimana masa sekarang kurang mendapat
perhatian yang baik di lingkungan masyarakat.
Daftar Pustaka

A. Rio Makkulau Wahyu, S. M. (2020). PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM (1st ed., Vol. I). (T. I.
Cendekia, Ed.) Parepare dan Sinjai, Sumatra Barat: Lembaga Pendidikan dan Pelatihan
Balai Insan Cendekia.

Abdul Qoyum, A. n. (2021). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (1 ed.). (A. Sakti, Ed.) Jakarta:
Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah - Bank Indonesia.

Agus Abdullah, M. Y. (2020, Oktober). PEMIKIRAN EKONOMI ABU YUSUF. KONFERENSI


ILMIAH MAHASISWA UNINSULA, 2-10.

Al-Amwal. (2017). Pemikiran Ekonomi Ibnu Taimiyah. Islamic Economic Law, 2.

Ali, A. M. (1970). Ibnu Khaldun dan Asal Usul Sosiologi. Yogyakarta.

Amali, E. (2005). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari masa klasik hingga kontemporer.

Amir SAli, M. A. (2021). PEMIKIRAN IBNU TAIMIYAH DALAM HARGA, PASAR DAN HAK MILIK.
Pemikiran dan Pengembangan Ekonomi Syariah, 6(2), 5-10.

Fahrina Yustiasari, M. R. (2020, Januari - Juni). ZAID BIN ALI DAN ABU HANIFAH. PEMIKIRAN
EKONOMI ISLAM PADA FASE PERTAMA, 3(1), 3-8.

Fahrur Ulul, S. (n.d.). SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM DARI MASA RASULULLAH SAW
HINGGA MASA KONTEMPORER. In S. Fahrur Ulul. Surabaya: uinsby.

Fahrur Ulul, S. (n.d.). SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM DARI MASA RASULULLAH SAW
HINGGA MASA KONTEMPORER. Surabaya: uinsby.

Hawi, A. (n.d.). PEMIKIRAN JAMALUDIN AL-AFGHANI. JAMALUDIN AL-AFGHANI, pp. 5-10.

Iskandar Fauzi, A. W. (2019). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam masa Rasulullah sampai masa
Kontemporer. (M. Dr. H. Abdul Helim, Ed.) palangkaraya.

Karim, A. A. (2001). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.

Meriyati. (2016). Pemikiran Tokoh Ekonomi Islam : Ibnu Taimiyah. Islamic Banking, 1.

Rusby, Z. (2014). Pemikiran Ekonomi Dalam Islam (1 ed.). Pekan Baru: Pusat Kajian
Pendidikan FAI UIR.

Anda mungkin juga menyukai