Email : mayzannada@gmail.com
Email : rah.rizqy@gmail.com
Abstrak
Artikel ini membahas tentang fase- fase perkembangan pemikiran ekonomi islam
dari masa ke masa. Perkembangan pemikiran ekonomi Islam merupakan suatu hal yang
tidak dapat dipisahkan dari perkembangan sejarah islam itu sendiri. Pemikiran ekonomi
dari tokoh-tokoh islam memberikan dampak pada perkembangan ilmu ekonomi itu
sendiri. Asal mula pemikiran ekonomi islam pertama pada periode klasik ekonomi islam
yang dimulai sejak masa kenabian Muhammad SAW hingga tahun 1500M, tepatnya
pada masa kejatuhan Andalusia. Kemudia, pada fase stagnasi dan transisi yang dimulai
pada tahun 1500 Masehi hingga 1950 Masehi. Fase ketiga yaitu periode resurgensi atau
kebangkitan kembali yang dimulai dari tahun 1950 Masehi hingga sekarang.
ABSTRACK
Hal ini tidak jauh dari fungsi pajak sebenarnya dalam kebijakan fiskal
dimasa kini. Oleh karena itu, zakat dan pajak memiliki kesamaan kedudukan
dalam kebijakan fiskal. Lahirnya kebijakan fiskal di dunia Islam dipengaruhi oleh
banyak faktor. Pemikiran ekonomi Islam muncul bersamaan dengan turunnya Al-
Qur'an dan pada masa kehidupan Nabi dari akhir abad ke-6 hingga awal abad ke-
7 Masehi. Penerapan sistem ekonomi Islam telah ada dan dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW sebagai panutan bagi umat Islam. Bahkan bangsa Arab sudah
dikenal sebagai bangsa pedagang sebelum zaman Nabi Muhammad. Setelah
waktu itu, banyak cendekiawan Muslim berkontribusi pada karya pemikiran
ekonomi. Karya-karyanya sangat sulit dengan argumentasi keagamaan dan
intelektual yang kuat serta didukung oleh fakta empiris. Tantangan Nabi begitu
besar sehingga ia harus menghadapi kehidupan genting kelompok internal dan
eksternal. Kelompok batin yang harus mendekati Nabi adalah bagaimana kaum
Ansar dan Muhajirin bersatu setelah hijrah dari Mekah ke Madinah (Yastrib).
Sementara itu, tantangan dari kelompok luar adalah bagaimana rasulullah bisa
menghadapi pelecehan dan agresi orang-orang kafir Quraisy. Oleh karena itu,
kebijakan ekonomi dan kebijakan fiskal pada masa Nabi Muhammad SAW
merupakan landasan dan langkah awal peradaban Islam.
Setelah memahami alur pemikiran ekonomi Islam pada masa Nabi SAW
yang menjadi dasar pemecahan masalah sosial, politik dan ekonomi ekonomi,
maka kita masuk ke pembahasan pemikiran ekonomi islam saat ini Khulafa 'al-
Rashidah. Pada masa Khulafa 'al Rashidah dimulai dengan tiadanya Nabi
Muhammad SAW hingga masa Mu'awiyah bin Abu Sufyan memegang tampuk
kekuasaan pemerintsahan Islam pada tahun 41 H./661 M. Dalam penjelasan
berikut, muncullah pemikiran-pemikiran ekonomi individu Islam masa Abu
Bakar Al-Shidiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan sampai Ali bin Abi Thalib.
Pada awal kekhalifahannya Abu Bakar Al-Shiddiq dihadapkan pada situasi yang
buruk dalam rumah tangga. Itu sebabnya dia melakukan konsolidasi internal
yang lebih besar untuk mengikuti persekutuan dengan ummat setelah wafatnya
Rasulullah SAW. Misalnya, kondisi yang perlu diobati adalah adanya kabilah yang
keluar dari agama islam yang jatuh dan ada orang yang mengaku sebagai nabi
(Musailamah al-Kadzab). Ternyata hal ini dibuktikan dengan mengirim pasukan
ke banyak tempat sebelumnya pertempuran suku murtad (perang Riddah).
Abu Hanifah adalah seorang fuqaha yang terkenal dan ahli hukum Islam.
Ia dilahirkan di Kufa pada tahun 699 M pada masa pemerintahan Abdul Malik bin
Marwan. Beliau juga terkenal sebagai seorang pedagang yang jujur di kota
tersebut. Abu Hanifah pergi ke Hijaz beberapa kali untuk belajar fiqh dan hadits.
Dia tinggal di Mekah selama enam tahun ketika dia berada di bawah tekanan
politik Yazid bin Umar bin Humarah, ketika dia adalah khalifah Bani Umayyah.
Setelah kematian Hammad, Madrasah Kufah setuju untuk mengangkat Abu
Hanifah sebagai kepala Madrasah. Selama waktu itu ia melayani dan menerbitkan
banyak fatwa tentang masalah fikih. Fatwanya menjadi dasar mazhab Hanafi
seperti yang kita kenal sekarang.
Salah satu pemikiran ekonomi islam yang populer dari Abu Hanifah pada
waktu itu adalah salam. Salam adalah suatu transaksi dimana antara pihak
penjual dan pembeli menyepakati apabila barang dikirimkan kemudian,
sedangkan pembayaran dilakukan secara tunai pada waktu akad yang telah
disepakati kedua belah pihak. Dalam hal ini Abu Hanifah meragukan akad yang
dapat menimbulkan perselisihan antara pembeli yang membayar terlebih dahulu
dengan orang yang membeli barang tersebut. Ini mencoba untuk menghilangkan
kontroversi dengan menentukan kontraindikasi, seperti jenis barang, kualitas,
kuantitas, waktu dan tempat pengiriman. Dia kemudian membuat kondisi bahwa
barang harus ada di pasar pada saat penutupan kontrak dan pengiriman. Dalam
menganalisis masalah tersebut, Abu Hanifah memberikan suatu kebijakan yaitu,
dengan menghilangkan ambiguitas dan perselisihan atas masalah transaksi
tersebut. Hal tersebut adalah tujuan dari transaksi dari jual beli. (Fahrina
Yustiasari, 2020)
Selain itu, Abu Hanifah sangat prihatin kepada orang-orang yang lemah.
Ia tidak menghilangkan kewajiban Zakat perhiasan. Namun sebaliknya, ia
membebaskan pemilik harta yang terlilit hutang dan tidak dapat
membebaskannya dari kewajiban membayar zakat. Dia juga tidak mengizinkan
pembagian hasil (muzara'ah) dalam hal tanah tanpa hasil. Hal ini dilakukan untuk
melindungi petani, yang seringkali merupakan masyarakat rentan.
a. Teori Harga
Menurut Ibn Khaldun Harga adalah : Tingkat keuntungan yang wajar akan
mendorong tumbuhnya perdagangan. Sedangkan, apabila tingkat keuntungan
rendah maka menyebabkan turunnya kestabilan dalam perniagaan dan membuat
pasar tidak normal atau seimbang. Untuk itu, Ibn Khaldun menawarkan konsep
harga moderat, dimana suatu harga tidak memberatkan konsumen dan juga tidak
merugikan produsen. Dalam menentukan harga di dalam pasar dapat dilihat dari
besar produksinya dan permintaan juga penawaran atas konsumen. Seperti
ditulis oleh Ibn khaldun dalam kitab The Muqaddimah: An introduction to
History: “When a city is highly developed and has many inhabitants, the prices of
necessary foodstuffs and corresponding items are low...” Artinya : Ketika sebuah
kota yang sangat maju dan memiliki banyak penduduk, harga bahan makanan
dan barang-barang yang diperlukan menjadi rendah/murah. Ibn Khaldun
menekankan bahwasanya kenaikan penawaran dan penurunan permintaan akan
menyebabkan kenaikan pada harga. Begitu pula dengan kenaikan permintaan
dan penurunan penawaran akan menyebabkan penurunan pada harga pasar
tersebut.
Menurut Ibn Khaldun, mata uang adalah alat pengukur harga barang.
Dimana fungsi uang tersebut sebagai alat tukar dan nilai kekayaan. Namun dalam
kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang kekayaan negara
tersebut, namun dilihat pada banyaknya tingkat produksi suatu negara. Adapun
pendapat Al-Ghazali sejalan dengan Ibn Khaldun mengatakan bahwa uang tidak
perlu mengandung unsur emas dan perak untuk menjadi standar nilai uang. Tak
hanya itu, selain menyarankan digunakannya uang standar emas ataupun perak,
ia juga menyarankan konstannya harga emas dan perak. Harga-harga lain boleh
berfluktuasi, namun tidak untuk harga emas perak. (Rusby, 2014)
Abu Ghazali adalah seorang filsuf, sastrawan juga pemikir muslim yang
juga memberikan pandangannya serta pikirannya dalam perkembangan ekonomi
Islam. Nama lengkap Abu Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad bin
Muhammaad al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’i. Beliau lahir di Thus pada tahun
1058/450 H. Pemikiran Abu Ghazali terhadap ekonomi islam memandang
bahwasanya perkembangan ekonomi itu merupakan suatu tujuan untuk
memenuhi kewajiban serta tugas sosial yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT.
Apabila tidak dipenuhi, maka kehidupan dunia akan rusak. Oleh karena itu,
aktivitas ekonomi dilakukan secara seimbang dan terkelola dengan baik karena
hal itu adalah sebagian dari tugas atau kewajiban sosial yang harus dilakukan
oleh manusia. Pemikiran-pemikiran Al-Ghazali sangat berkesan dan berpengaruh
di dunia islam dan dalam peradaban barat. Keistimewaan inilah yang
mengantarakan beliau menjadi seorang penulis dan filsuf. Ratusan kitab dan
buku yang ia tulis semasa hidupnya, dan sebagian karyanya dijadikan pedoman
oleh sebagian umat manusia.
a. Mekanisme Pasar
Menurut ilmu ekonomi, pengertian pasar adalah sebagai tempat
bertemunya penjual yang menjual barang dengan pembeli untuk melakukan
transaksi jual beli. Pasar juga sebagai tempat pertemuan antara permintaan dan
penawaran. Dalam ilmu ekonomi pertemuan antara permintaan (demand) dan
penawaran (supply) disebut dengan istilah eqilibrium price atau (harga
seimbang). Hal itu membuat Ibnu Taimiyah setuju jika pemerintah tidak
mengintervensi harga selama mekanisme pasar itu terjadi. Ibnu Taimiyah pun
sangat menghormati mekanisme pasar. Ibnu Taimiyah memiliki pandangan
mengenai pasar bebas, dimana suatu harga dipertimbangkan oleh kekuatan
penawaran dan permintaan. (Al-Amwal, 2017)
b. Mekanisme Harga
Mekanisme harga dapat diartikan sebagai proses atas dasar dari gaya tarik
– menarik yang bergerak bebas sesuai dengan permintaan dan penawaran antara
konsumen dan produsen, baik dari pasar output (barang) ataupun input (faktor-
faktor produksi). Dalam hal ini, apabila permintaan pasar lebih besar dari
penawaran yang diberikan maka harga akan cenderung lebih rendah. Begitu pula
jika penawaran lebih tinggi sedangkan permintaan pasar terbatas, maka harga
mengalami kenaikan dari sebelumnya. Pemikiran Ibnu Taimiyah mengenai
mekanisme harga pasar ialah bahwa terjadinya fluktuasi harga pasar dapat
dipengaruhi oleh permintaan dan ketersediaan barang dipasar tersebut. Harga
naik ketika penawaran mengalami peningkatan sementara persediaan barang
produksi menipis, begitupun sebaliknya. Dengan kata lain hal ini sudah
merupakan hukum alam, yang disebut dengan mekanisme pasar. Sehingga,
menurut Ibnu Taimiyah dalam konsep harga adil bahwa hanya terjadi pada
pasar-pasar kompetitif, dimana tidak ada pengendalian yang mengganggu
keseimbangan harga. (Al-Amwal, 2017).
c. Regulasi Harga
Pada masa ini, orang-orang akan memasuki fase kedua pembangunan sosial-
ekonomi, dimana orang-orang tersebut akan mengatasi masalah kebutuhan alami
mereka seperti : makanan, minuman, pakaian, dll dan di sana perpanjangan
derajat pertama dengan pengetahuan, budi pekerti dan etika yang baik. Hingga
membuat kompleksitas hidup semakin meningkat pada tahap ini. Sehingga perlu
adanya lembaga yang tepat dan benar untuk memajukan pembangunan sosial
ekonomi didaerah tersebut.
Salah satu tokoh kunci dalam transformasi Islam adalah Jamaluddin Al-
Afghani lahir di Assadabad pada tahun 1254H / 1838M dan meninggal di Istanbul
pada tahun 1897M. Dia adalah putra Sayyid Safdar al-Husainiyyah, yang
merupakan kerabat perawi hadits terkenal yang beremigrasi ke Kabul
Afghanistan, Sayyid Ali At-Turmudzi, yang dikaitkan dengan Sayyidina Husain bin
Ali bin Abi Thalib. Jamaluddin Al-Afghani meninggalkan sebuah maha karya yang
dikagumi baik di Timur maupun di Barat. Semasa hidupnya, ia menulis buku "Al-
Raddu 'ala al-Dahriyin" dan menerbitkan majalah "Al-Urwat al-Wusqa", dan pada
tahun 1879 ia mendirikan Partai Hizbullah Wathan di Mesir. Sejumlah pemikir
agama muncul, termasuk Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh yang
mencoba menghidupkan kembali dan menambahkan ketertinggalan dengan
menyerahkan disertasi baru dan mencoba menyelesaikan sesuatu masalah yang
muncul di kalangan umat Islam sebagai akibat dari peradaban modern. (Hawi)
Kesimpulan
Dalam hal ekonomi, islam mengatur segala aspek kehidupan manusia, baik dalam
hal ibadah kepada Allah SWT maupun muamalah (jual beli) terhadap manusia
lainnya. Dalam hal ekonomi, Islam datang sebagai tuntunan kehidupan yang
menerapkan sistem bagi hasil yang mengedepankan keadilan yang sebagaimana
yang merupakan salah satu prinsip ekonomi syariah. Sedangkan ekonomi islam
adalah sistem ekonomi yang berasal dari Al-Quran,hadist,ijma, dan qiyas serta
sesuai dengan syariat. Pemikiran ekonomi Islam terus berubah dari waktu ke
waktu dengan kebutuhan dan masalah yang timbul. Dalam memahami pemikiran
ekonomi Islam semua ini, tidak dapat dipisahkan dari tokoh-tokoh pemikir
tersebut. Ekonomi Islam dengan segala praktiknya di sana-sini dapat dijadikan
acuan untuk membangun model penerapan ekonomi syariah yang lebih
komprehensif. Dalam perkembangan ekonomi islam biasanya berkaitan juga
dengan pemikiran para tokoh dari masa Rasulullah SAW hingga saat ini dengan
segala latar belakang sosial, politik dan budayanya. Dalam penjelasan tersebut,
dapat disimpulkan bahwasanya ekonomi islam ialah aktivitas ekonomi yang
hanya semata-mata mencari ridho Allah SWT, serta menjauhi larangan-Nya.
Rasulullah pun melakukan kegiatan jual beli sebagai mata pencahariannya, sebab
tujuan utama rasulullah tidak hanya mencari materi saja, namun untuk mendapat
keberkahan dari Allah SWT. Kondisi ekonomi islam zaman sekarang dengan
zaman Rasulullah tentu sangat berbeda, dimana masa sekarang kurang mendapat
perhatian yang baik di lingkungan masyarakat.
Daftar Pustaka
A. Rio Makkulau Wahyu, S. M. (2020). PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM (1st ed., Vol. I). (T. I.
Cendekia, Ed.) Parepare dan Sinjai, Sumatra Barat: Lembaga Pendidikan dan Pelatihan
Balai Insan Cendekia.
Abdul Qoyum, A. n. (2021). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (1 ed.). (A. Sakti, Ed.) Jakarta:
Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah - Bank Indonesia.
Amali, E. (2005). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari masa klasik hingga kontemporer.
Amir SAli, M. A. (2021). PEMIKIRAN IBNU TAIMIYAH DALAM HARGA, PASAR DAN HAK MILIK.
Pemikiran dan Pengembangan Ekonomi Syariah, 6(2), 5-10.
Fahrina Yustiasari, M. R. (2020, Januari - Juni). ZAID BIN ALI DAN ABU HANIFAH. PEMIKIRAN
EKONOMI ISLAM PADA FASE PERTAMA, 3(1), 3-8.
Fahrur Ulul, S. (n.d.). SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM DARI MASA RASULULLAH SAW
HINGGA MASA KONTEMPORER. In S. Fahrur Ulul. Surabaya: uinsby.
Fahrur Ulul, S. (n.d.). SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM DARI MASA RASULULLAH SAW
HINGGA MASA KONTEMPORER. Surabaya: uinsby.
Iskandar Fauzi, A. W. (2019). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam masa Rasulullah sampai masa
Kontemporer. (M. Dr. H. Abdul Helim, Ed.) palangkaraya.
Meriyati. (2016). Pemikiran Tokoh Ekonomi Islam : Ibnu Taimiyah. Islamic Banking, 1.
Rusby, Z. (2014). Pemikiran Ekonomi Dalam Islam (1 ed.). Pekan Baru: Pusat Kajian
Pendidikan FAI UIR.