INDONESIA
a. Keterbatasan Sumber Daya Insani, saat ini industri keuangan dan perbankan syariah
kurang lebih 90 % masih diisi oleh SDI yang berlatar belakang pendidikan ekonomi
konvensional.
b. Kurangnya dukungan pemerintah. Sebagai gambaran, pemerintah Malaysia saat ini
memiliki market share perbankan syariah sekitar 20%, dikarenakan adanya kebijakan
pemerintah Malaysia kepada lembaga/institusi pemerintah untuk menempatkan 50%
dana-danya di bank syariah. Bandingkan dengan market share perbankan syariah
Indonesia yang saat ini belum mencapai angka 5%.
c. Kurangnya infrastruktur, sarana dan prasarana, baik menyangkut software, regulasi
maupun fisik. Sebagai gambaran, adanya kekurangan instrumen-instrumen untuk
pengelolaan likuiditas dan moneter yang sejalan dengan prinsip syariah. Dan
berbagai software yang dibutuhkan untuk operasional keuangan dan perbankan
syariah masih mengikuti format konvensional, belum asli dibuat secara customize
sesuai karakteristik keuangan dan perbankan syariah, seperti standar akuntansi,
pelaporan, audit, manajemen resiko dan lain-lain.
d. Kurangnya sosialisasi, promosi, informasi, edukasi dan koordinasi terhadap semua
stake holder, baik masyarakat, pejabat pemerintah terkait, ulama/ustad, dan praktisi.
Sebagai gambaran, adanya dualisme pendapat ulama/ustad tentang riba, Fatwa MUI
sudah mengharamkan, namun realita di masyarakat banyak ditemukan para pemuka
agama yang masih berpendapat dibolehkannya bunga bank. Persepsi yang
berkembang di masyarakat bahwa bank syariah belum syariah atau sama saja dengan
bank konvensional.
e. Kualitas pelayanan yang masih di bawah industri konvensional, seperti masih
terbatasnya jaringan ATM, jumlah cabang yang terbatas, skill SDI yang masih
lemah.
f. Kurangnya inovasi dan diversifikasi produk yang sesuai kebutuhan konsumen.
g. Belum adanya indek syariah/sektor riil atau indek penentuan harga dan bagi hasil,
sehingga masih mengacu pada tingkat suku bunga.
h. Masih belum mampu mengelola pasar mengambang (pasar yang tidak terlalu fanatik
terhadap jenis perbankan, pasar tersebut menempati prosentase terbesar), disebabkan
adanya hambatan faktor-faktor di atas.
i. Pada semua jenjang pendidikan tidak disediakan pelajaran ekonomi syariah, hanya
ada pada SMK dan perguruan tinggi yang menyediakan sebagai pelajaran/mata
kuliah peminatan/kosentrasi ekonomi syariah, bukan dalam level jurusan/prodi. Itu
saja jumlah institusi pendidikan yang mengajarkan ekonomi syariah masih sangat
terbatas. Di samping itu, kurikulum pendidikan ekonomi syariah masih belum ada
keseragaman/standar dan adanya dualisme pengelolaan, yakni ada yang dibina Dikti
dan Depag.