Anda di halaman 1dari 5

PENGEMBANGAN DAN PERKEMBANGAN EKONOMI SYARIAH DI

INDONESIA

A. Prinsip Dasar Ekonomi Syariah.


1. Tawhid. Prinsip ini merefleksikan bahwa penguasa dan pemilik tunggal atas jagad
raya ini adalah Allah SWT.
2. Khilafah. Mempresentasikan bahwa manusia adalah khalifah atau wakil Allah di
muka bumi ini dengan dianugerahi seperangkat potensi spiritual dan mental serta
kelengkapan sumberdaya materi yang dapat digunakan untuk hidup dalam rangka
menyebarkan misi hidupnya.
3. ‘Adalah. Merupakan bagian yang integral dengan tujuan syariah (maqasid al-
Syariah). Konsekuensi dari prinsip Khilafah dan ‘Adalah menuntut bahwa semua
sumberdaya yang merupakan amanah dari Allah harus digunakan untuk
merefleksikan tujuan syariah antara lain yaitu; pemenuhan kebutuhan (need
fullfillment), menghargai sumber pendapatan (recpectable source of earning),
distribusi pendapatan dan kesejah-teraan yang merata (equitable distribution of
income and wealth) serta stabilitas dan pertumbuhan (growth and stability).

B. Perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia


a. Sejarah Ekonomi Syariah di Indonesia.
Konsep ekonomi syariah mulai diperkenalkan kepada masyarakat pada tahun
1991 ketika Bank Muamalat Indonesia berdiri, yang kemudian diikuti oleh lembaga-
lembaga keuangan lainnya. Pada waktu itu sosialisasi ekonomi syariah dilakukan
masing-masing lembaga keuangan syariah. Setelah di evaluasi bersama, disadari bahwa
sosialisasi sistem ekonomi syariah hanya dapat berhasil apabila dilakukan dengan cara
yang terstruktur dan berkelanjutan.
Khusus di Indonesia Indonesia, beberapa tahun belakangan ini, lembaga-lembaga
ekonomi yang berbasiskan syariah semakin marak di panggung perekonomian nasional.
Mereka lahir menyusul krisis berkepanjangan sebagai buah kegagalan sistem moneter
kapitalis di Indonesia. Sejak berdirinya Bank Muamalat sebagai pelopor bank yang
menggunakan sistem syariah pada tahun 1991, kini banyak bermunculan bank-bank
syariah, baik yang murni menggunakan sistem tersebut maupun baru pada tahap
membuka Unit Usaha Syariah (UUS) atau divisi usaha syariah.
Sejarah perkembangan perbankan syariah di Indonesia secara formal dimulai
dengan Lokakarya MUI mengenai perbankan pada tahun 1990, yang selanjutnya diikuti
dengan dikeluarkannya UU No 7/ 1992 tentang perbankan yang mengakomodasi
kegiatan bank dengan prinsip bagi hasil. Pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI)
yang menggunakan pola bagi hasil pada tahun 1992 menandakan dimulainya era sistem
perbankan ganda (dual banking system) di Indonesia. Selama periode 1992-1998 hanya
terdapat satu bank umum syariah dan beberapa Bank Perkreditan Rakyat Syariah
(BPRS) sebagai pelaku industri perbankan syariah. Pada tahun 1998, dikeluarkan UU
No 10/1998 sebagai amandemen dari UU No. 7/1992 tentang Perbankan yang
memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi keberadaan sistem perbankan
syariah. Selanjutnya, pada tahun 1999 dikeluarkan UU No 23/1999 tentang Bank
Indonesia yang memberikan kewenangan bagi Bank Indonesia untuk dapat pula
mengakomodasi prinsip-prinsip syariah dalam pelaksanaan tugas pokoknya. Kedua UU
ini mengawali era baru dalam perkembangan perbankan syariah di Indonesia yang
ditandai dengan pertumbuhan industri yang cepat.
Sepanjang tahun 1990an perkembangan ekonomi syariah di Indonesia relatif
lambat. Tetapi pada tahun 2000an terjadi gelombang perkembangan yang sangat pesat
ditinjau dari sisi pertumbuhan asset, omzet dan jaringan kantor lembaga perbankan dan
keuangan syariah. Sistem keuangan Islam telah menjadi salah satu segmen keuangan
yang pertumbuhannya paling cepat, diperkirakan mencapai 20% mulai 2008 hingga
2012. Saat ini ada US $600 miliar asset yang dikelola oleh perbankan Islam.
Diperkitakan akan tumbuh mencapai satu triliyun dollar AS dalam beberapa tahun
mendatang. Pertumbuhan yang pesat juga muncul dari segmen sistem keuangan Islam,
misalnya Islamic mutual fund diperkirakan telah mencapai 300 miliyar dollar AS dan
diperkirakan akan mencapai tiga kali lipat pada akhir dekade ini. Tahun 2007
pertumbuhan luar biasa terjadi pada pasar sukuk dunia yang tumbuh lebih dari 70%.
Sukuk baru yang diluncurkan telah mencapai rekor yang tinggi sekitar 47 miliar dollar
AS dan pasar sukuk dunia telah melebihi 100 miliar dollar AS.
Pada saat yang bersamaan juga mulai muncul lembaga pendidikan tinggi yang
mengajarkan ekonomi Islam, karena salah satu pilar pendidikan nasional adalah
relevansi pendidikan atau interaksi antara dunia nyata dan dunia pendidikan yang sangat
penting. Tujuannya agar pendidikan menjadi relevan sesuai kebutuhan masyarakat baik
dari aspek sosial, ekonomi, politik, maupun budaya. Sektor ekonomi-industri dan
pendidikan harus memiliki sinergi positif yang saling mendorong perkembangannya.
Dengan sinergi positif medan industri diuntungkan, dan dunia pendidikan dapat
diberdayakan. Pendidikan tinggi dapat melakukan berbagai inovasi melalui Research
and Development (R&D) yang mendukung pertumbuhan ekonomi-industri dan
menciptakan pasar bagi produk yang bersangkutan. Perguruan tinggi agama Islam
memiliki peran menentukan bagi arah pengembangan ekonomi syariah dengan
melibatkan sumber-sumber daya yang dimiliki dan berkontribusi secara nyata dalam
perkembangan tersebut.
Beberapa diantaranya yaitu: STIE Syariah di Yogyakarta (1997), D3 Manajemen
Bank Syariah di IAIN-SU di Medan (1997), STEI SEBI (1999) , STIE Tazkia (2000),
PSTTI UI yang membuka konsentrasi Ekonomi dan Keuangan Islam (2001), dan STIS
Azhar Center yang juga membuka konsentrasi Ekonomi Islam pada tahun 2006.
Perluasan itu juga terkait dalam bidang:
1.      Pegadaian
2.      Asuransi
3.      Koperasi (BMT)
4.      Pasar Modal Syariah
5.      Pasar Uang
6.    dan lembaga keuangan syariah lainnya.
b. Peran Ekonomi Syariah di Indonesia.
Ekonomi syariah sebenarnya bisa mengambil peran strategis dalam
perkembangan ekonomi nasional. Seperti yang kita tahu, ekonomi syariah terbukti dapat
memperkuat fundament ekonomi secara makro maupun mikro. Pada dasarnya ekonomi
syariah adalah ekonomi pasar yang berbasis nilai-nilai Islam. Ketika Rasullah
memimpin Madinah, maka beliau langsung melakukan perombakan besar pada pasar di
Madinah, dimana dilakukannya pelarangan riba, dan penerapan nilai-nilai islam dalam
proses ekonomi yang berlangsung. Ekonomi Syariah dapat memperkuat pasar dengan
mendekatkan sektor makro, malalui jizyah, zakat yang diatur melalui baitul mal, dengan
sektor mikro (manusia/konsumen) dengan adanya muamalah dan penerapan nilai-nilai
islam secara komprehensif dalam kehidupan manusia.  Rule of the game dalam
menjalankan perekonomian pun diatur dengan jelas, baik formal rule (berlandaskan al-
quran dan hadits) maupun informal rule (nilai-nilai, dan norma-norma masyarakat arab
saat itu). Sehingga sangat wajar jika perkonomian islam mencapai masa jayanya saat
itu.
Perkembangan ekonomi syariah saat ini memang cukup mengesankan. Dengan
jelas kita bisa melihat bagaimana berbagai produk berbau syariah (bank, sukuk,
pegadaian, asuransi) bermunculan dipasaran. Tetapi perkembangan ekonomi syariah
saat ini masih terfokus pada sektor keuangan saja. Sehingga instrumen sektor lainnya
belum berkembang dengan baik. Perkembangan sektor keuangan syariah memang
cukup pesat. Hal ini didukung oleh kenyataan bank syariah lah yang mampu bertahan
saat badai krisis menimpa Indonesia tahun 1997. Pasca krisis, sektor keuangan syariah
tumbuh dengan pesat dan beragam.
c. Lembaga-Lembaga Perekonomian Syariah di Indonesia
1. Badan Amil Zakat.
Badan Amil Zakat adalah sebuah lembaga keagaamaan yang beregerak dalam
bidang perekonomian yang salah satu tugas pokoknya adalah mengentaskan masyarakat
khususnya ummat Islam dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan.
Pembentukan lembaga ini adalah didasarkan atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Zakat. Badan Amil Zakat diharuskan dibentuk secara
berjenjang mulai dari tingkat Pusat sampai dengan tingkat kecamatan. Hal ini
dimaksudkan agar potensi ummat Islam dalam bentuk zakat, infaq dan shodaqah dapat
diberdayakan secara maksimal sehingga berdaya guna dan berhasil guna.
2. Badan Perwakafan Nasional.
Wakaf adalah merupakan salah satu lembaga ekonomi Islam yang cukup dikenal
di Indonesia, namun satu hal yang sangat disayangkan lembaga ini belum memberikan
kontribusi yang signifikan bagi keberlangsungan bangsa dan Negara. Hal ini disebabkan
karena wakaf sebagai aset berharga ummat Islam dan sangat potensial, belum
dimanfaatkan secara maksimal dan belum menghasilkan secara optimal. Potensi wakaf
yang sangat besar tersebut kalaupun telah dikelola sebahagiannya, namun pengelolaan
tersebut belum bersifat produktif, sehingga dengan demikian maka jadilah harta-harta
wakaf itu dalam bentuk lahan tidur yang tidak dapat menghasilkan secara ekonomis.
3. Baitul Maal Wat Tamwil.
Baitul Maal wat Tamwil adalah merupakan sebuah lembaga Negara yang
bergerak dalam bidang penampungan harta ummat Islam dan Negara. Semua dana yang
terkumpul apakah itu dari pajak maupun dari yang lainnya, kesemuanya dikumpul pada
lembaga yang disebut dengan Baitul Maal Wat Tamwil. Baitul Maal Wat Tamwil ini
adalah semacam Kas Negara ataupun Departemen Keuangan pada zaman modern yang
bertugas menyimpan dan mengelola keuangan Negara sehingga dapat
dipertanggungjawabkan kepada public secara transparan dan akuntable.
4. Perbankan Syariah
Perbankan syariah adalah merupakan sebuah lembaga keuangan yang berdasarkan
hukum Islam yang adalah merupakan sebuah lembaga baru yang amat penting dan
strategis peranannya dalam mengatur perekonomian dan mensejahterakan umat Islam.
Kehadiran lembaga perbankan bukan hanya dapat mengatur perekonomian masyarakat,
akan tetapi kehadirannya dapat juga menghancurkan perekonomian sebuah Negara
sebagaimana yang dialami bangsa Indonesia decade delapan puluhan dan sembilan
puluhan.
5. Bank Syariah
Bank Islam ataupun Bank Syariah adalah bank dimana kebanyakan pendirinya
adalah orang yang beragama Islam dan seluruhnya atau sebahagian besar sahamnya
kepunyaan orang Islam sehingga dengan demikian maka kekuasaan dan wewenang baik
mengenai administrasi maupun mengenai yang lainnya terletak di tangan orang Islam
6. Bank Perkreditan Rakyat Syariah
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank perkreditan rakyat yang
melakukan usaha berdasarkan prinsip syariah ataupun disebut juga bank perkreditan
rakyat yang pola operasionalnya mengikuti prinsip-prinsip muamalah Islam. BPRS ini
dapat dibentuk dengan badan hukum berupa Perseroan terbatas (PT), Koperasi dan
Perusahaan Daerah.
7. Asuransi Syariah
Asuransi dalam Islam lebih dikenal dengan istilah takaful yang berarti saling
memikul resiko di antara sesama orang Islam, sehingga antara satu dengan yang lainnya
menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas
dasar tolong menolong dalam kebaikan dimana masing-masing mengeluarkan
dana/sumbangan/derma (tabarruk) yang ditunjuk untuk menanggung resiko tersebut.
Takaful dalam pengertian tersebut sesuai dengan surat al-Maidah (5) : 2 Dan tolong
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa dan jangan tolong
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Asuransi seperti ini disebut dengan
Asuransi Syariah.
d. Kendala Penerapan Sistem Ekonomi Islam di Indonesia.
Meskipun dengan perkembangan ekonomi global dan semakin meningkatnya
minat masyarakat terhadap ekonomi dan perbankan Islam, ekonomi Islam menghadapi
berbagai permasalahan dan tantangan-tantangan yang besar. Dalam usia yang masih
muda tersebut, setidaknya ada lima problem dan tantangan yang dihadapi ekonomi
Islam saat ini:

a. Keterbatasan Sumber Daya Insani, saat ini industri keuangan dan perbankan syariah
kurang lebih 90 % masih diisi oleh SDI yang berlatar belakang pendidikan ekonomi
konvensional.
b. Kurangnya dukungan pemerintah. Sebagai gambaran, pemerintah Malaysia saat ini
memiliki market share perbankan syariah sekitar 20%, dikarenakan adanya kebijakan
pemerintah Malaysia kepada lembaga/institusi pemerintah untuk menempatkan 50%
dana-danya di bank syariah. Bandingkan dengan market share perbankan syariah
Indonesia yang saat ini belum mencapai angka 5%.
c. Kurangnya infrastruktur, sarana dan prasarana, baik menyangkut software, regulasi
maupun fisik. Sebagai gambaran, adanya kekurangan instrumen-instrumen untuk
pengelolaan likuiditas dan moneter yang sejalan dengan prinsip syariah. Dan
berbagai software yang dibutuhkan untuk operasional keuangan dan perbankan
syariah masih mengikuti format konvensional, belum asli dibuat secara customize
sesuai karakteristik keuangan dan perbankan syariah, seperti standar akuntansi,
pelaporan, audit, manajemen resiko dan lain-lain.
d. Kurangnya sosialisasi, promosi, informasi, edukasi dan koordinasi terhadap semua
stake holder, baik masyarakat, pejabat pemerintah terkait, ulama/ustad, dan praktisi.
Sebagai gambaran, adanya dualisme pendapat ulama/ustad tentang riba, Fatwa MUI
sudah mengharamkan, namun realita di masyarakat banyak ditemukan para pemuka
agama yang masih berpendapat dibolehkannya bunga bank. Persepsi yang
berkembang di masyarakat bahwa bank syariah belum syariah atau sama saja dengan
bank konvensional.
e. Kualitas pelayanan yang masih di bawah industri konvensional, seperti masih
terbatasnya jaringan ATM, jumlah cabang yang terbatas, skill SDI yang masih
lemah.
f. Kurangnya inovasi dan diversifikasi produk yang sesuai kebutuhan konsumen.
g. Belum adanya indek syariah/sektor riil atau indek penentuan harga dan bagi hasil,
sehingga masih mengacu pada tingkat suku bunga.
h. Masih belum mampu mengelola pasar mengambang (pasar yang tidak terlalu fanatik
terhadap jenis perbankan, pasar tersebut menempati prosentase terbesar), disebabkan
adanya hambatan faktor-faktor di atas.
i. Pada semua jenjang pendidikan tidak disediakan pelajaran ekonomi syariah, hanya
ada pada SMK dan perguruan tinggi yang menyediakan sebagai pelajaran/mata
kuliah peminatan/kosentrasi ekonomi syariah, bukan dalam level jurusan/prodi. Itu
saja jumlah institusi pendidikan yang mengajarkan ekonomi syariah masih sangat
terbatas. Di samping itu, kurikulum pendidikan ekonomi syariah masih belum ada
keseragaman/standar dan adanya dualisme pengelolaan, yakni ada yang dibina Dikti
dan Depag.

Anda mungkin juga menyukai