Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH OPERASIONAL PERBANKAN SYARIAH

SEJARAH BANK SYARIAH DI DUNIA DAN INDONESIA


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Operasional Perbankan Syariah

Dosen Mujiatun Ridawati, M.SI

Disusun Oleh:

Hadi Kurnia

Akhmad Ramdani

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM QAMARUL HUDA BAGU

2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan karya ilmiah tentang
"Sejarah Perbankan Syari'ah di Dunia dan Indonesia".

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan karya ilmiah ini. Tentunya,
tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan,


baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini.
Oleh karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki karya ilmiah ini.

Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan
manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.

Bagu, Mei 2023

penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................1
C. Tujuan..................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Bank Syariah Di Dunia..................................................3


B. Sejarah Perkembangan Bank Syariah Di Berbagai Negara.................................6
C. Sejarah Perkembangan Syariah Di Indonesia......................................................8

BAB III PENUTUP

A. Simpulan..............................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sejak awal kelahirannya, perbankan syariah dilandasi dengankehadiran


dua gerakan renaissance Islam modern: neore-vivalis danmodernis. Tujuan utama
dari pendiri lembaga keuangan berdasarkan etika ini adalah tiada lain sebagai
upaya kaum musliminuntuk mendasarisegenap aspek ekonominya berlandaskan
Al-quran dan As-sunnah. Upaya awal penerapan sistem profit dan loss
sharingtercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu adanya
upaya mengelola dana jamaah hajisecara non konvensional. Rin- tisan
institusional lainnya adalah Islamic Rural Bank di desaMit Ghamr pada tahun
1963 di Kairo, Mesir.

Melihat gagasannya yang ingin membebaskan diri dari mekanisme bunga,


pembentukan Bank Islam mula-mula banyak menimbulkan keraguan. Hal tersebut
muncul mengingat anggapan bahwa sistem perbankan bebas bunga adalah sesuatu
yang mustahildan tidak lazim, sehingga timbul pula pertanyaan tentangbagaimana
nantinya Bank Islam tersebut akan membiayaioperasinya.

Konsep teoritis mengenai Bank Islam muncul pertama kalipada tahun


1940-an, dengan gagasan mengenai perbankan yangber-dasarkan bagi hasil.
Berkenaan dengan ini dapat disebutkanpemikiran-pemikiran dari penulis antara
lain Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948) dan Mahmud Ahmad (1952).
Uraian yang lebih terpe-rinci mengenai gagasan pendahuluan mengenai
perbankan Islam di-tulis oleh ulama besar Pakistan, yakni AbulA’la Al-Mawdudi
(1961) serta Muhammad Hamidullah (1944-1962) .

Upaya awal penerapan sistem profit dan loss sharing tercatat di Pakistan
dan Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu adanya mengelola dana jamaah haji
secara non konvensional. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic Rural Bank
di desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo, Mesir.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sih perkembangan bank syariah di dunia internasional?


2. Seperti apa perkembangan syariah di berbagai negara?
3. Dan bagaimana perkembangan syariah di indonesia?
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan bank syariah di dunia.


iv
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan syariah di berbagai negara.
3. Untuk mengetahui sejarah perkembangan syariah di indonesia.

v
BAB II

PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Bank Syariah Di Dunia Internasional

1. Mit Ghamr Bank

Rintisan perbankan syariah ini mulai mewujud di Mesir pada dekade


1960-an dan beroperasi sebagai rural-social bank (semacam lembaga keuangan
unit desa di Indonesia) disepanjang delta Sungai Nil. Lembaga dengan nama Mit
Ghamr Bank ini hanya beroperasi di pedesaan Mesir dan berskala kecil, namun
instusi tersebut mampu menjadi pemicu yang sangat berarti bagi perkembangan
sistem finan-sial dan ekonomi Islam. Myt-Ghamr Bank secara kelembagaan
adalah merupakan Bank Islam yang pertama. Didirikan di Mesir pada tahun 1963,
dengan bantuan permodalan dari Raja Faisal Arab Saudi dan merupakan binaan
dari Prof. Dr. Abdul Aziz Ahmad Al Najjar. Mit Ghamr Bank dianggap berhasil
memadukan manajemen perbankan Jerman dengan prinsip muamalah Islam
dengan menerjemahkannya dalam produk-produk bank yang sesuai untuk daerah
pedesaan yang sebagian besar orientasinya adalah industri pertanian.
Namun karena persoalan politik, pada tahun 1967 Bank Islam Mit Ghamr ini
ditutup. Pada tahun 1971 di Mesir kemudian berhasil didirikan kembali Bank
Islam dengan nama Nasser Social Bank, tujuannya lebih bersifat sosial daripada
komersil.

2. IDB (Islamic Development Bank)

Secara internasional, perkembangan perbankan Islam pertama kali


diprakarsai oleh Mesir. Pada Sidang Menteri Luar Negeri Negara-negara
Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Karachi Pakis-tan bulan Desember 1970,
Mesir mengajukan proposa lberupa studi tentang pendirian Bank Islam
Internasional untuk Perdagangan dan Pembangunan (International Islamic Bank
for Trade and Development) dan proposal pendirian Federasi Bank Islam
(Federation of Islamic Banks).

Inti usulan yang diajukan dalam proposal tersebut adalah bahwa sistem
keuangan bedasarkan bunga harus digantikan dengan suatu sistem kerjasama
dengan skema bagi hasil keuntungan maupun ke-rugian. Proposal tersebut
diterima dan sidang menyetujui rencana mendirikan Bank Islam International dan
Federasi Bank Islam. Proposal tersebut antara lain mengusulkan untuk:

a. Mengatur transaksi komersial antar negara Islam


b. Mengatur institusi pembangunan dan investasi
vi
c. Merumuskan masalah transfer, kliring serta settlement antar bank sentral
di negara Islam sebagai langkah awal menuju terbentuknya sistem
ekonomi Islam yang terpadu.
d. Membantu mendirikan instansi sejenis bank sentral syariah di negara
Islam.
e. Mendukung upaya-upaya bank sentral di negara Islam dalam hal
pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang sejalan dengan kerangka kerja
Islam.
f. Mengatur administrasi dan mendayagunakan dana zakat.
g. Mengatur kelebihan liquiditas bank-bank sentral negara Islam.
Selain itu, diusulkan pula pembentukan badan-badan khusus yang disebut
Badan Investasi dan Pembangunan negara-negara Islam. Badan-badan
tersebut akan berfungsi sebagai berikut:
1) Mengatur investasi modal Islam
2) Menyeimbangkan antara investasi dan bangunan di negara Islam.
3) Memilih lahan/sektor yang cocok unuk investasi dan mengatur
penelitiananya.
4) Memberi saran dan bantuan teknis bagi proyek-proyek yang dirancang
untuk investasi regioanal di negara-negara Islam.
Sebagai rekomendasi tambahan, proposal tersebut mengusul kan
pembentukan perwakilan-perwakilan khusus, yaitu Assosiasi Bank-Bank Islam
sebagai badan konsultatif untuk masalah-masalah ekonomi dan perbankan
syari’ah. Tugas badan ini diantaranya menyediakan bantuan teknis bagi negara-
negara Islam yang ingin mendirikan bank syari’ah dan lembaga keuangan
syaria’ah. Bentuk dukungan teknis tersebut dapat berupa pengiriman para ahli ke
negara tersebut, penyebaran atau sosialisasi sistem perbankan Islam dan saling
tukar informasi dan pengalaman antar negara Islam.

Sebagai tambahan dari proposal itu juga diusulkan pula pembentukan


badan-badan khusus yang disebut Badan Investasi dan Pem-bangunan Negara-
negara Islam (Investment and Development Body of Islamic Countries), serta
pembentukan perwakilan-perwakilan khusus yaitu Asosiasi Bank-bank Islam
(Association of Islamic Banks) sebagai badan konsultatif masalah-masalah
ekonomi dan perbankan Islam.

Pada Sidang Menteri Luar Negeri OKI di Benghazi, Libya bulan Maret
1973, usulan sebagaimana disebutkan di atas kembali di-agendakan. Bulan Juli
1973, komite ahli yang mewakili negaranegara Islam penghasil minyak bertemu
di Jeddah untuk membicarakan pendirian Bank Islam. Rancangan pendirian bank
tersebut, berupa anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dibahas pada

vii
pertemuan kedua, bulan Mei 1972. Pada Sidang Menteri Keuangan OKI di Jeddah
tahun 1975 berhasil disetujui rancangan pendirian Islamic Development Bank
(IDB) dengan modal awal 2 milyar SDR (Special Drawing Right) dinar dan
beranggotakan semua negara anggota OKI.

Sejak saat itu mendekati awal dekade 1980-an, Bank-bank Islam


bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia,
Bangladesh dan Turki. Secara garis besar lembagalembaga perbankan Islam yang
bermunculan itu dapat dikategorikan ke dalam dua jenis, yakni sebagai Bank
Islam Komersial (Islamic Commercial Bank), seperti Faysal Islamic Bank (Mesir
dan Sudan), Kuwait Finance House, Dubai Islamic Bank, Jordan Islamic Bank for
Finance and Investment, Bahrain Islamic Bank dan Islamic International Bank for
Finance and Development, ataupun lembaga investasi dengan bentuk international
holding companies, seperti Daar Al-Maal Al-Islami (Geneva), Islamic Investment
Company of the Gulf, Islamic Investment Company (Bahama), Islamic
Investment Company (Sudan), Bahrain Islamic Investment Bank (Manama) dan
Islamic Investment House (Amman).

Pada tahun-tahun awal beroperasinya, IDB mengalami banyak hambatan


karena masalah politik. Meskipun demikian, jumlah anggotanya makin
meningkat, dari 22 menjadi 43 negara. IDB juga terbukti mampu memainkan
peran yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan negara-negara
Islam untuk pembangunan. Bank ini memberikan pinjaman bebas bunga untuk
proyek infrastuktur dan pembiayaan kepada negara anggota berdasarkan
partisipasi modal negara tersebut. Dana yang tidak dibutuhkan dengan segera
digunakan bagi perdagangan luar negeri jangka panjang dengan menggunakan
sistem murabahah dan ijarah.

Berdirinya IDB telah memotivasi banyak negara Islam untuk mendirikan


lembaga keuangan syariah. Untuk itu, komite ahli IDB pun bekerja keras
menyiapkan panduan tentang pendirian, peraturan, dan pengawasan bank syariah.
Kerja keras mereka membuahkan hasil. Pada akhir periode 1970-an, bank-bank
syariah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran,
Malaysia, Bangla-desh serta Turki. Secara garis besar, lembagalembaga tersebut
dapat dimasukkan ke dalam dua kategori. Pertama, bank Islam komersial (Islamic
Comersial Bank). Kedua, lembaga investasi dalam bentuk International holding
companies.

Bank-bank yang termasuk kategori pertama diantaranya adalah sbb:

1. Faisal islamic bank (di mesir dan sudan)


2. Kuwait finance house
viii
3. Dubai islamic bank
4. Jordan islamic bank for finance and investment
5. Banrain islamic bank
6. Islamic international bank for investment and development (mesir)
Adapun yang termasuk kategori kedua adalah:

1. Daar al-Maal al-Islami (Jenewa)


2. Islamic Investment Company of the Gulf
3. Islamic Investment Company (Bahana)
4. Islamic Investment Company (Sudan)
5. Bahrain Islamic Investment Bank (Manama)
6. Islamic Investment House (Amman)

3. Islamic Reseach and Training Institute (IRTI)

IDB juga membantu mendirikan bank-bank Islam di berbagai negara.


Untuk pengembangan sistem ekonomi syariah, institusi ini membangun sebuah
institut riset dan pelatihan untuk pengembangan penelitian dan pelatihan ekonomi
Islam, baik dalam bidang perbankan maupun keuangan secara umum. Lembaga
ini disingkat IRTI (Islamic Reseach and Training Institute)

B. Perkembangan Bank Syariah di Berbagai Negara

1. Pakistan

Pakistan merupakan pelopor di bidang perbankan syariah. Pada awal juli


1979, sistem bunga dihapuskan dari operasional tiga institusi: National Investment
(Unit Trust), House Building Finance Corporation (pembiayaan sektor
perumahan), dan Mutual Funds of the Investment Corporation of Pakistan (kerja
sama investasi). Pada 1979-80, pemerintah mensosialisasikan skema pinjaman
tanpa bunga kepada petani dan nelayan.

Pada tahun 1981, seiring dengan diberlakukannya UndangUndang


Perusahaan Mudharabah dan Murabahah, mulailah beroperasi tujuh ribu cabang
bank komersial nasional di seluruh Pakistan dengan menggunakan sistem bagi
hasil. Pada awal tahun 1985, seluruh sistem perbankan Pakistan dikonversi
dengan sistem yang baru, yaitu sistem perbankan syariah.

2. Mesir

Bank syariah yang pertama kali didirikan di Mesir adalah Faisal Islamic
Bank. Bank ini mulai beroperasi pada bulan Maret 1978 dan berhasil
membukukan hasil mengesankan dengan total aset sekitar 2 miliar dolar AS pada
ix
tahun 1986 dan tingkat keuntungan sekitar 106 juta dolas AS. Selain Faisal
Islamic Bank, terdapat bank lain, yaitu Islamic International Bank for Investment
and Development yang beroperasi dengan menggunakan instrument keuangan
Islam dengan menyediakan jaringan yang luas. Bank ini beroperasi, baik sebagai
bank investasi (investment bank), bank perdagangan (merchant bank), maupun
bank komersial (commercial bank).

3. Siprus

Faisal Islamic Bank of Kibris (Siprus) mulai beroperasi pada Maret 1983
dan mendirikan Faisal Islamic Investment Corporation yang memiliki dua cabang
di siprus dan satu cabang di Istambul. Dalam sepuluh bulan awal operasinya, bank
tersebut telah melaku-kan pembiayaan dengan skema murabahah senilai sekitar
TL 450 juta (TL atau Turkey Lira, mata uang Turki).

Bank ini juga melaksanakan pembiayaan dengan skema musyarakah dan


mudharabah, dengan tingkat keuntungan yang bersaing dengan bank non syariah.
Kehadiaran Bank Islam di Siprus telah menggerakkan masyarakat untuk
menabung. Bank ini beroperasi dengan mendatangi desa-desa, pabrik dan sekolah
dengan mengguna-kan kantor kas (mobil) keliling untuk mengumpulkan tabungan
masyarakat. Selain kegiatan-kegiatan di atas, mereka juga mengelola dana-dana
lainnya seperti al-qardhul hasan dan zakat.

4. Kuwait

Kuwait Finance House didirikan pada tahun 1977 dan sejak awal
operasinya dengan sistem tanpa bunga. Institusi ini memiliki piluhan cabang di
Kuwait dan telah menunjukkan perkembangan yang cepat. Selama dua tahun saja,
yaitu 1980 hingga 1982, dana masyarakat yang terkumpul meningkat dari sekitar
KD 149 juta. Pada akhir tahun 1985, total aset mencapai KD 803 juta dan tingkat
ke-untungan bersih mencapai KD17 juta (satu dinar Kuwait ekuivalen dengan 4
hingga 5 dolar US).

5. Bahrain

Bahrain merupakan off-shore banking heaven terbesar di Timur Tengah.


Di negeri yang hanya berpenduduk tidak lebih dari 660.000 jiwa (per Desember
1999) tumbuh sekitar 220 local dan off-shore banks. Tidak kurang dari 22
diantaranya beroperasi berlandaskan syariah. Di antara bank-bank yang beroperasi
secar syariah tersebut adalah Citi Islamic Bank of Bahrain (anak perusahaan Citi
Corp. N.A.), Faisal Islamic Bank of Bahrain, dan alBarakah Bank.

x
C. Sejarah Perkembangan Bank Syariah Di Indonesia

1. Bank Muamalat Indonesia

Rintisan praktek perbankan Islam di Indonesia dimulai pada awal periode


1980-an, melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi
Islam. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam peng-kajian tersebut, untuk menyebut
beberapa, di antaranya adalah Karnaen A Perwataatmadja, M Dawam Rahardjo,
AM Saefuddin, dan M Amien Azis. Sebagai uji coba, gagasan perbankan Islam
dipraktek-kan dalam skala yang relatif terbatas di antaranya di Bandung (Bait At-
Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Ridho Gusti). Sebagai gambaran,
M Dawam Rahardjo dalam tulisannya pernah mengajukan rekomendasi Bank
Syari’at Islam sebagai konsep alter-natif untuk menghindari larangan riba,
sekaligus berusaha menjawab tantangan bagi kebutuhan pembiayaan guna
pengembangan usaha dan ekonomi masyarakat. Jalan keluarnya secara sepintas
disebutkan dengan transaksi pembiayaan berdasarkan tiga modus, yakni mudla-
rabah, musyarakah dan murabahah.

Prakarsa lebih khusus mengenai pendirian Bank Islam di Indonesia baru


dilakukan tahun 1990. Pada tanggal 18 – 20 Agustus tahun tersebut, Majelis
Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan
di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih
mendalam pada Musya-warah Nasional IV MUI di Jakarta 22 – 25 Agustus 1990,
yang menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank
Islam di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI
dengan diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua
pihak yang terkait.

Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirinya PT


Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang sesuai akte pen-diriannya, berdiri pada
tanggal 1 Nopember 1991. Sejak tanggal 1 Mei 1992, BMI resmi beroperasi
dengan modal awal sebesar Rp 106.126.382.000,-. Sampai bulan September 1999,
BMI telah me-miliki lebih dari 45 outlet yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia. Kelahiran Bank Islam di Indonesia relatif terlambat dibandingkan
dengan negara-negara lain sesama anggota OKI. Hal tersebut merupa-kan ironi,
mengingat pemerintah RI yang diwakili Menteri Keuangan Ali Wardana, dalam
beberapa kali sidang OKI cukup aktif mem-perjuangkan realisasi konsep bank
Islam, namun tidak diimplementa-sikan di dalam negeri. KH Hasan Basri, yang
pada waktu itu sebagai Ketua MUI memberikan jawaban bahwa kondisi
keterlambatan pen-dirian Bank Islam di Indonesia karena political-will belum
mendu-kung. Bank muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja tim perbankan
MUI. Akte pendirian PT Bank
xi
Muamlat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Pada saat
penanda tanganan akte pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham
sebanyak 84 miliar. Pada tanggal 3 November 1991, dalam acara silaturrahmi
Presiden di Istana Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen modal disetor
awal sebesar Rp. 106.126.382.000,- . Dalam modal awal tersebut pada tanggal 1
Mei 1992, Bank muamalat Indonesia telah memiliki lebih dari 45 outlet yang
tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan, dan Makasar
Pada awal pendirian Bank Muamalat di Indonesia, keberadaan bank syariah ini
belum mendapat perhatian yang optimal dalam tatanan industry perbankan
nasional. Ladasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah ini
hanya di kategorikan sebagai “bank dengan sistem bagi hasil”: tidak terdapat
rincian landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan. Hal
ini sangat jelas tercermin dari UU No. 7 Tahun 1992, dimana pembahasan
perbankan dengan sistem bagi hasil diuraikan hanya sepintas lalu dan merupakan
“sisipan” belaka.

Selanjutnya sampai diundangkannya Undang-undang No. 10 Tahun 1998


tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
BMI merupakan satu-satunya bank umum yang mendasarkan kegiatan usahanya
atas syariat Islam di Indonesia. Baru setelah itu berdiri beberapa Bank Islam lain,
yakni Bank IFI membuka cabang Syariah pada tanggal 28 Juni 1999, Bank
Syariah Mandiri yang merupakan konversi dari Bank Susila Bakti (BSB), anak
perusahaan Bank Mandiri, serta pendirian lima cabang baru berupa cabang syariah
dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Per bulan Februari 2000, tercatat di
Bank Indonesia bank-bank yang sudah mengajukan permohonan membuka
cabang syariah, yakni: Bank Niaga, Bank BTN, Bank Mega, Bank BRI, Bank
Bukopin, BPD Jabar dan BPD Aceh.

Konsep ekonomi syariah ini diyakini menjadi “sistem imun” yang efektif
contohnya Bank muamalat Indonesia yang tidak terpengaruh oleh gejolak krisis
ekonomi ternyata menarik minat pihak perbankan konvensional untuk mendirikan
bank yang juga memakai sistem syariah. Pada tahum 1999, perbankan syariah
berkembang luas dan menjadi internasional pada tahun 2004. Dengan
perkembangan yang cukup signifikan ini, perbankan syariah nantinya diharapkan
dapat menjadi salah satu pancang perekonomian Indonesia yang kuat dan menjadi
solusi terbaik terhadap permasalahan-permasalahan perekonomian yang ada di
masyarakat saat ini, terutama bagi mereka yang memiliki usaha kecil dan
menengah,yang sangat membutuhkan pinjaman dana untuk usahannya.
Dibalik perkembangan perbankan syariah yang dinilai cukup baik, ternyata
perbankan syraiah masih memiliki beberapa permasalahan. Permasalahan datang
dari internal perbankan syariah itu sendiri. Perkembangan perbankan syariah yang
xii
baik tidak diimbangi dengan pengetahuan dan pemahaman yang baik dari
karyawan per-bankan syariah terhadap perbankan syariah dan ekonomi Islam. Se-
hingga adanya anggapan di masyarakat, kinerja bank syariah tidak sebaik kinerja
bank konvensional, hal ini bisa berakibat kurangnya kepercayaan masyarakat
terhadap bank syariah.

Persoalan masyarakat muslim Indonesia yang masih memiliki


pengetahuan kurang baik tentang bank syariah sangatlah menjemukkan, dimana
negara yang mayoritas beragama Islam ini mereka masih banyak yang
beranggapan bahwa sistem bunga pada bank konvensional dan sistem bagi hasil
pada bank syariah merupakan sistem yang sama, sehingga masyarakat lebih
memilih menggunakan jasa perbankan konvensional yang dinilai telah
berpengalaman dalam menjalankan usaha perbankan walaupun sebenarnya
perbankan konvensional memberikan sesuatu yang negatif bagi nasabahnya, baik
dari segi dunia maupun akhirat. Undang-undang perbankan syariah yang telah
disahkan oleh DPR membawa angin pencerahan bagi sistem per-bankan syariah,
sehingga penerapan konsep ekonomi syariah dapat menjadi konsep yang jelas
dalam membangun sistem ekonomi ke-rakyatan yang berorientasi syariah.

Perkembangan Bank Syariah di Indonesia kini telah menjadi tolak ukur


keberhasilan eksistensi ekonomisyariah. Bank Muamalat sebagai bank syariah
pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu
menerapkan sistem ini ditengah menjamur-nya bank-bank konvensional. Krisis
moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah menenggelamkan bank-bank
konvensional dan banyak dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya,
sementara perbankan yang menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis dan
mampu bertahan.

Tidak hanya itu, di tengah-tengah krisis keuangan global yang melanda


dunia pada ujung akhir tahun 2008, lembaga keuangan syariah kembali
membuktikan daya tahannya dari terpaan krisis. Lembaga-lembaga keuangan
syariah tetap stabil dan memberikan keuntungan, kenyamanan serta keamanan
bagi para pemegang saham-nya, pemegang surat berharga, peminjam dan para
penyimpan dana di bank-bank syariah.

2. Era Reformasi dan Perbankan Syariah

Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan


disetujuinya Undang-Undang No.10 Tahun 1998. Dalam Undang-Undang
tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat
dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Undang-Undang tersebut

xiii
juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang
syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah.

Peluang tersebut ternyata disambut antusias oleh masyarakat perbankan.


Sejumlah bank mulai memberikan pelatihan dalam bidang perbankan syariah bagi
para stafnya. Sebagian bank tersebut ingin menjajaki untuk membuka divisi atau
cabang syariah dalam institusinya. Sebagian lainnya bahkan berencana
mengkonversi diri sepenuhnya menjadi bank syariah. Hal demikian diantisipasi
oleh Bank Indonesia dengan mengadakan “pelatihan Perbankan Syariah” bagi
para pejabat Bank Indonesia dari segenap bagian, terutama aparat yang berkaitan
langsung seperti DPNP (Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbank-an), kredit,
pengawasan, akuntansi, riset dan moneter.

a. Bank Umum Syariah

Sebagai Bank Syariah Mandiri (BSM) merupakan bank milik


pemerintah pertama yang melandaskan operasionalnya pada prinsip
syariah. Secara struktural, BSM berasal dari Bank Susila Bakti (BSB),
sebagai salah satu anak perusahaan di lingkup Bank Mandiri (ex BDN),
yang kemudian dikonversikan menjadi bank syariah penuh. Dalam rangka
melancarkan proses konversi menjadi bank syariah, BSM menjalin kerja
sama dengan Tazkia Institue, terutama dalam bidang pelatihan dan
pendampingan konversi.

Salah satu bank yang dimiliki oleh Bank Mandiri yang memiliki
aset ratusan triliun dan networking yang sangat luas, BSM memiliki
beberapa keunggulan komparatif dibanding pendahulunya. Demi-kian juga
perkembangan politik terakhir di Aceh menjadi blessing in disguise
kepada BSM untuk dikelola secara syariah. Langkah besar ini jelas akan
menggelembungkan aset BSM dari posisi pada akhir tahun 1999 sejumlah
Rp 400.000.000.000,00 (empat ratus miliar rupiah) menjadi diatas 2
hingga 3 triliun. Perkembangan ini diikuti pula dengan peningkatan jumlah
cabang BSM, yaitu dari 8 menjadi lebih dari 20 buah.

b. Cabang Syariah dari Bank Konvensional

Reformasi satu perkembangan lain perbankan syariah di Indonesia


pasca diperkenankannya konversi cabang bank umum konvensio-nal
menjadi cabang syariah. Beberapa bank yang sudah dan akan membuka
cabang syariah diantaranya:

1) Bank IFI (membuak cabang syariah pada 28 Juni 1999)


2) Bank Niaga (akan membuka cabang syariah)
xiv
3) Bank BNI ’46 (telah membuka lima cabang syariah)
4) Bank BTN (akan membuka cabang syariah)
5) Bank Mega (akan mengkonversikan satu bank konvensional –anak
perusahaannya—menjadi bank syariah)
6) Bank BRI (akan membuka cabang syariah)
7) Bank Bukopin (tengah melakukan program konversi untuk ca-bang
Aceh)
8) BPD JABAR (telah membuka cabang syariah di Bandung)
9) BPD Aceh (tengah menyiapkan SDM untuk konversi cabang).

xv
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Perkembangan lembaga keuangan Islam dimulai dengan berdiri-nya rural


social bank yaitu mit Gamr di Mesir yang dilanjutkan dengan ide pendirian
Islamic Development Bank pada sidang OKI lima tahun kemudian, di Jeddah
pada tahun 1975. Sidang menteri keuangan Negara OKI tersebut menyetujui
pendirian Bank Pembangunan Islami atau Islamic Development Bank dengan
modal awal 2 miliar dinarIslam atau ekuivalen dengan 2 miliar SDR (Special
Drawing Rights)

Setelah dua rintisan awal yang cukup sederhana itu, bank Islam tumbuh
dengan sangat pesat. Sesuai dengan analisa Prof. Khursid Ahmad dan laporan
International Assosiation of Islamic Bank, sehingga akhir 1999 tercatat lebih dari
dua ratus lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia, baik di
negara-negara berpenduduk muslim maupun di Eropa, Australia maupun
Amerika. Saat ini banyak nama besar dalam dunia keuangan international seperti
Citibank, Jurdine Flemming, ANZ, Chasecemical Bank, Goldman Sach dan lain-
lain membuka cabang dan subsidiories yang berdasar-kan syariah, bahkan Scharf,
mantan direktur utama Bank Islam Denmark yang kristen itu menyatakan bahwa
bank Islam adalah Partner baru pembangunan. Selanjutnya akan dibahas
mengenai sejarah Bank Islam yang menjadi pioner bank syariah sekarang.

xvi
DAFTAR PUSTAKA
A.Ghofur Anshori, Pembentukan Bank Syariah Melalui Akuisisi dan Konversi,
UII Press, Yogyakarta, 2010
Abdul Karim Zaidan, Al-Madkhal Lidirasah As-Syariah Al-Islamiyah,
Beirut, Muassasah Al-Risalah, 1990

Abdul Qadir Audah, Islam dan Perundang-undangan, terj. H. Fiurdaus AN,


Jakarta, C.V. Mulia, 1966.
Abdullah Nasih Ulwan, Al-Islam Syari’atuz Zaman wal Makan, Kairo,
Darus Salam, 1993

Abu Bakr Jabr Al Jazairi, Ensiklopedia Muslim, Minhajul Muslim, Penerbit Buku
Islam Kaffah, Edisi Revisi, 2005.
Abul a’la Almaududi, Hukum dan Konstitusi Islam, terj. Asep Himat,
Bandung, Mizan,1993.
Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Analisis Fiqh dan Keuangan, Raja
Grafindo Persada, 2010
Ahmad Ali, Perbankan Syariah: Prinsip Operasional dan Akadnya,
Bandung, 2005.

xvii

Anda mungkin juga menyukai