KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENINGKATKAN
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA PALEMBANG PROVINSI SUMATERA SELATAN
Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang
telah diganti dengan Undang-undang No. 23 Tahun 2014 dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. sistem Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah, serta sistem hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan daerah karena akan membawa perubahan yang mendasar pada upaya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. . Pengganggaran proyeksi pendapatan dari tahun 2019-2020 selalu menitikberatkan sumber pendapatan dari kelompok dana perimbangan. Sedangkan antara kelompok Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kelompok Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah cenderung berimbang. Sama halnya dengan target Pendapatan, pada sisi belanja Kota Palembang juga selalu mengalami alokasi meningkat. Hal ini dibuktikan dengan adanya perkembangan alokasi anggaran belanja secara signifikan. Data keuangan daerah yang memberikan gambaran statistik perkembangan anggaran dan realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran dan analisa terhadapnya merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah dan melihat kemampuan atau tingkat kemandirian daerah. Pertumbuhan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dari sisi pendapatan daerah menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan pendapatan dari pos Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun secara umum posisi dana perimbangan masih mendominasi pendapatan daerah, sehingga tingkat ketergantungan daerah tinggi dana seimbang. Sedangkan dari sisi belanja daerah adalah tergambar bahwa setiap tahun Pemerintah Daerah Kota Palembang selalu mengalokasikan anggaran yang lebih besar kepada kelompok pembelanja tidak langsung. Ini menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah Kota Palembang masih mengalokasikan anggaran lebih untuk hal-hal yang tidak berhubungan langsung dengan pelaksanaan program seperti belanja pegawai di berupa gaji dan tunjangan yang diatur dalam undang-undang, pengeluaran bunga, belanja hibah, belanja bansos, Hasil ke provinsi/kabupaten/kota dan pemerintah desa, keuangan tak terduga belanja bantuan dan belanja. Disisi lain fenomena paling mencolok dari adanya penerapan otonomi daerah adalah ketergantungan pemerintah daerah (Pemda) yang tinggi pada pemerintah pusat. Ketergantungan ini terlihat jelas dari aspek keuangan bahwa pemerintah daerah kehilangan keleluasaan bertindak (local disreaction)( Mardiasmo., 2000; 35) untuk mengambil keputusan- keputusan penting, dan adanya campur tangan pemerintah pusat yang tinggi terhadap pemerintah daerah. Pembangunan di daerah terutama fisik memang cukup pesat, tetapi tingkat ketergantungan fiskal antara daerah terhadap pusat sebagai akibat dari pembangunan juga semakin besar. Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi kemampuan menunjukan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara efektif, efisien, dan ekonomis (Mardiasmo, 2009:121). Ketergantungan fiskal terlihat dari relatif rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dominannya transfer dari pemerintah pusat (Mardiasmo.2002;30). Walaupun Undang- Undang telah menggarisbawahi titik berat otonomi pada kabupaten dan kota, namun justru kabupaten dan kota yang mengalami tingkat ketergantungan yang lebih tinggi dibanding provinsi. Dengan adanya otonomi daerah maka pemerintah daerah dituntut untuk mengelola rumah tangganya sendiri, hal ini mengimplikasikan setiap daerah harus mampu mengelola dana dari masyarakat semaksimal mungkin dalam upaya meningkatkan pendapatan daerah karena sumber utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) itu sendiri. Andreas Ronald dan Dwi Sarmiyatiningsih (2015) mengenai analisis kinerja keuangan dan pertumbuhan ekonomi sebelum dan sesudah diberlakukanya otonomi daerah di Kabupaten Kulon Progo. Penelitian ini enggunakan beberapa rasio keuangan antara lain: Rasio efisiensi belanja, rasio efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD), rasio kemandirian keuangan daerah, pertumbuhan ekonomi. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebelum otonomi daerah rasio efisiensi belanja cenderung menurun akan tetapi perekonomian tidak tumbuh. Hal ini dimungkinkan dalam penelitian ini tidak mengidentifikasi penyebab terjadinya varians dalam analisis efisiensi belanja, sehingga terdapat kemungkinan memang terjadi efisiensi yang tinggi. Akan tetapi dapat juga karena adanya sebagian kegiatan yang tidak dilaksanakan atau dikarenakan penyusunan anggaran yang masih menggunakan sistem tradisional, sehingga terdapat kemungkinan penentuan anggaran yang kurang tepat dan berakibat pada hasil pengukuran kinerja menggunakan ukuran efisiensi belanja menjadi tinggi. I Dewa Gde Bisma dan Hery Susanto (2017) melakukan penelitian tentang evaluasi kinerja keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun anggaran 2017- 2018. Untuk mengetahui kinerja keuangan penelitian ini menggunakan beberapa rasio keuangan antara lain: rasio kemandirian keuangan 7 daerah, rasio ketergantungan keuangan daerah, rasio desentralisasi fiskal, rasio efektivitas, rasio efisiensi, dan analisis kemampuan keuangan daerah. Hasilnya menunjukan bahwa secara umum Provinsi NTB pada tahun anggaran 2017-2018 menggambarkan kinerja yang kurang optimal dalam pelaksanaan otonomi daerah. Hal ini ditunjukan oleh indikator kinerja keuangan yang antara lain: ketergantungan keuangan daerah sangat tinggi terhadap pemerintah pusat sehingga tingkat kemandirian keuangan daerah sangat kurang. Desentralisasi fiskal cukup rendah mengingat ketergantungan keuangan terhadap pemerintah pusat sangat tinggi. Efektivitas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sangat efektif, namun efisiensi belanja daerah menunjukan hasil tidak efisien.
Rumusan Masalah
1) Bagaimanakah Kinerja pengelolaan keuangan daerah dalam meningkatkan APBD Kota
Palembang? 2) Apa Tujuan dari dilakukannya pengelolaan Daerah ? 3) Bagaimana proporsi target pendapatan dan belanja APBD Kota Palembang?
Tujuan
Untuk mengetahui kinerja Pemerintah Daerah kota Palembang dari sisi Rasio Keuangan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020-2021. Metode Penelitian
Jenis Penelitian Sumber Data Lokasi Teknik Teknik Analisis/
Pengumpulan Mengelola Data Data Penelitian ini Jurnal Kota Pengumpulan data Analisis data menggunakan Renaissance Palembang dilakukan dengan dilakukan dengan cara desain kualitatif, Volume.3 No. Teknik penyajian data, yang 02, 2019 wawancara pengumpulan data dan dimaksudkan ,dokumen, dan penarikan kesimpulan. untuk Observasi menjelaskan sifat atau kondisi suatu subyek dalam keadaan apa adanya.