Anda di halaman 1dari 4

Nama : Rizki Amelia Ardi Dewi

Nim : 2020.04.011

KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENINGKATKAN


ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA PALEMBANG
PROVINSI SUMATERA SELATAN

Latar Belakang

Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang


telah diganti dengan Undang-undang No. 23 Tahun 2014 dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, UU No. 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. sistem Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan
Daerah, serta sistem hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan daerah
karena akan membawa perubahan yang mendasar pada upaya peningkatan kesejahteraan
seluruh rakyat Indonesia.
. Pengganggaran proyeksi pendapatan dari tahun 2019-2020 selalu menitikberatkan
sumber pendapatan dari kelompok dana perimbangan. Sedangkan antara kelompok Pendapatan
Asli Daerah (PAD) dan kelompok Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah cenderung
berimbang. Sama halnya dengan target Pendapatan, pada sisi belanja Kota Palembang juga
selalu mengalami alokasi meningkat. Hal ini dibuktikan dengan adanya perkembangan alokasi
anggaran belanja secara signifikan.
Data keuangan daerah yang memberikan gambaran statistik perkembangan anggaran
dan realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran dan analisa terhadapnya merupakan
informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan
daerah dan melihat kemampuan atau tingkat kemandirian daerah.
Pertumbuhan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dari sisi pendapatan daerah
menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan pendapatan dari pos Pendapatan Asli Daerah
(PAD), namun secara umum posisi dana perimbangan masih mendominasi pendapatan daerah,
sehingga tingkat ketergantungan daerah tinggi dana seimbang. Sedangkan dari sisi belanja
daerah adalah tergambar bahwa setiap tahun Pemerintah Daerah Kota Palembang selalu
mengalokasikan anggaran yang lebih besar kepada kelompok pembelanja tidak langsung. Ini
menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah Kota Palembang masih mengalokasikan anggaran
lebih untuk hal-hal yang tidak berhubungan langsung dengan pelaksanaan program seperti
belanja pegawai di berupa gaji dan tunjangan yang diatur dalam undang-undang, pengeluaran
bunga, belanja hibah, belanja bansos, Hasil ke provinsi/kabupaten/kota dan pemerintah desa,
keuangan tak terduga belanja bantuan dan belanja.
Disisi lain fenomena paling mencolok dari adanya penerapan otonomi daerah adalah
ketergantungan pemerintah daerah (Pemda) yang tinggi pada pemerintah pusat.
Ketergantungan ini terlihat jelas dari aspek keuangan bahwa pemerintah daerah kehilangan
keleluasaan bertindak (local disreaction)( Mardiasmo., 2000; 35) untuk mengambil keputusan-
keputusan penting, dan adanya campur tangan pemerintah pusat yang tinggi terhadap
pemerintah daerah. Pembangunan di daerah terutama fisik memang cukup pesat, tetapi tingkat
ketergantungan fiskal antara daerah terhadap pusat sebagai akibat dari pembangunan juga
semakin besar.
Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer
dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas bukan sekedar
kemampuan menunjukan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi
kemampuan menunjukan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara efektif, efisien,
dan ekonomis (Mardiasmo, 2009:121).
Ketergantungan fiskal terlihat dari relatif rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dan dominannya transfer dari pemerintah pusat (Mardiasmo.2002;30). Walaupun Undang-
Undang telah menggarisbawahi titik berat otonomi pada kabupaten dan kota, namun justru
kabupaten dan kota yang mengalami tingkat ketergantungan yang lebih tinggi dibanding
provinsi.
Dengan adanya otonomi daerah maka pemerintah daerah dituntut untuk mengelola
rumah tangganya sendiri, hal ini mengimplikasikan setiap daerah harus mampu mengelola dana
dari masyarakat semaksimal mungkin dalam upaya meningkatkan pendapatan daerah karena
sumber utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah Pendapatan Asli
Daerah (PAD) itu sendiri.
Andreas Ronald dan Dwi Sarmiyatiningsih (2015) mengenai analisis kinerja keuangan
dan pertumbuhan ekonomi sebelum dan sesudah diberlakukanya otonomi daerah di Kabupaten
Kulon Progo. Penelitian ini enggunakan beberapa rasio keuangan antara lain: Rasio efisiensi
belanja, rasio efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD), rasio kemandirian keuangan daerah,
pertumbuhan ekonomi. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebelum otonomi
daerah rasio efisiensi belanja cenderung menurun akan tetapi perekonomian tidak tumbuh. Hal
ini dimungkinkan dalam penelitian ini tidak mengidentifikasi penyebab terjadinya varians
dalam analisis efisiensi belanja, sehingga terdapat kemungkinan memang terjadi efisiensi yang
tinggi. Akan tetapi dapat juga karena adanya sebagian kegiatan yang tidak dilaksanakan atau
dikarenakan penyusunan anggaran yang masih menggunakan sistem tradisional, sehingga
terdapat kemungkinan penentuan anggaran yang kurang tepat dan berakibat pada hasil
pengukuran kinerja menggunakan ukuran efisiensi belanja menjadi tinggi.
I Dewa Gde Bisma dan Hery Susanto (2017) melakukan penelitian tentang evaluasi
kinerja keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun anggaran 2017-
2018. Untuk mengetahui kinerja keuangan penelitian ini menggunakan beberapa rasio
keuangan antara lain: rasio kemandirian keuangan 7 daerah, rasio ketergantungan keuangan
daerah, rasio desentralisasi fiskal, rasio efektivitas, rasio efisiensi, dan analisis kemampuan
keuangan daerah. Hasilnya menunjukan bahwa secara umum Provinsi NTB pada tahun
anggaran 2017-2018 menggambarkan kinerja yang kurang optimal dalam pelaksanaan otonomi
daerah. Hal ini ditunjukan oleh indikator kinerja keuangan yang antara lain: ketergantungan
keuangan daerah sangat tinggi terhadap pemerintah pusat sehingga tingkat kemandirian
keuangan daerah sangat kurang. Desentralisasi fiskal cukup rendah mengingat ketergantungan
keuangan terhadap pemerintah pusat sangat tinggi. Efektivitas pengelolaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sangat efektif, namun efisiensi belanja daerah
menunjukan hasil tidak efisien.

Rumusan Masalah

1) Bagaimanakah Kinerja pengelolaan keuangan daerah dalam meningkatkan APBD Kota


Palembang?
2) Apa Tujuan dari dilakukannya pengelolaan Daerah ?
3) Bagaimana proporsi target pendapatan dan belanja APBD Kota Palembang?

Tujuan

Untuk mengetahui kinerja Pemerintah Daerah kota Palembang dari sisi Rasio
Keuangan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020-2021.
Metode Penelitian

Jenis Penelitian Sumber Data Lokasi Teknik Teknik Analisis/


Pengumpulan Mengelola Data
Data
Penelitian ini Jurnal Kota Pengumpulan data Analisis data
menggunakan Renaissance Palembang dilakukan dengan dilakukan dengan cara
desain kualitatif, Volume.3 No. Teknik penyajian data,
yang 02, 2019 wawancara pengumpulan data dan
dimaksudkan ,dokumen, dan penarikan kesimpulan.
untuk Observasi
menjelaskan sifat
atau kondisi suatu
subyek dalam
keadaan apa
adanya.

Anda mungkin juga menyukai