1. Latar Belakang:
Presiden Joko Widodo mengeluhkan tidak optimalnya anggaran belanja pemerintah,
baik APBN maupun APBD yang mencapai miliaran rupiah banyak dihabiskan untuk
perjalanan dinas hingga hal-hal yang absurd.
(https://www.cnbcindonesia.com/news/20230616132845-8-446575/belanja-negara-
daerah-banyak-yang-mubazir-salah-kelola)
Fungsi APBD adalah sebagai dasar dalam penerapan pendapatan dan belanja daerah
selama periode berlangsung. APBD berfungsi untuk merencanakan sekaligus menjadi
pedoman dalam pengelolaan kegiatan di tahun yang sedang berlangsung
Penilaian kinerja pengelolaan keuangan dilakukan terhadap Anggaran Pendapatan
Belanja dan Daerah (APBD) yang dilakukan pemerintah daerah yang wajib
menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai
apakah pemerintah daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak.
Total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Daerah (Pemda)
Kabupaten/Kota di 33 provinsi Indonesia mencapai Rp847,44 triliun pada 2021 (tidak
termasuk DKI Jakarta). Angka tersebut turun 0,77% dari realisasi APBD 2020 yang
berjumlah Rp854,03 triliun.
Adapun total anggaran Pemda Kabupaten/Kota terbesar berasal dari Provinsi Jawa
Timur, dengan nilai total Rp101,65 triliun pada 2021. Rinciannya Rp90,68 triliun
berupa pendapatan, sedangkan Rp10,97 triliun lainnya berasal dari pembiayaan.
Anggaran Pemda Kabupaten/Kota se-Jawa Timur tetap menjadi yang terbesar di skala
nasional, meskipun jumlahnya sudah turun 2,38% dari realisasi tahun 2020.
Setelahnya ada APBD Pemda Kabupaten/Kota se-Sulawesi Barat dengan nilai hanya
Rp6,04 triliun pada 2021. Rinciannya Rp5,84 triliun dari pendapatan dan Rp194,44
miliar dari pembiayaan.
Jika dilihat secara nasional, ada 19 provinsi yang APBD Pemda Kabupaten/Kota di
wilayahnya naik pada 2021 dibanding realisasi 2020. Sedangkan di 14 provinsi
lainnya terjadi penurunan.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/04/06/ini-apbd-pemda-
kabupatenkota-pada-2021-siapa-terbesar
Penjelasan tiap rasio
a. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal adalah ukuran yang digunakan untuk
mengukur sejauh mana otonomi daerah dalam mengelola keuangan mereka
sendiri, terutama dalam pengumpulan, penggunaan, dan pengelolaan sumber daya
keuangan. Rasio ini menggambarkan sejauh mana keputusan keuangan dapat
diambil di tingkat pemerintah daerah daripada di tingkat pemerintah pusat.
b. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah adalah ukuran yang digunakan untuk
menilai sejauh mana pemerintah daerah memiliki kemampuan untuk
mendanai pengeluaran mereka sendiri tanpa terlalu bergantung pada dana
atau transfer dari pemerintah pusat atau sumber-sumber eksternal lainnya.
Dalam konteks desentralisasi fiskal, kemandirian keuangan daerah menjadi
penting karena mencerminkan tingkat otonomi keuangan yang dimiliki oleh
pemerintah daerah.
c. Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah ukuran yang digunakan
untuk mengevaluasi sejauh mana pemerintah daerah berhasil dalam
mengumpulkan pendapatan dari sumber-sumber internal seperti pajak,
retribusi, hasil usaha milik daerah, dan sumber-sumber lainnya. Rasio ini
membantu mengukur efisiensi dan efektivitas pemerintah daerah dalam mengelola
Pendapatan Asli Daerah (PAD) mereka.
d. Rasio Efisiensi Keuangan Daerah adalah ukuran yang digunakan untuk
mengevaluasi sejauh mana pemerintah daerah berhasil mengelola sumber daya
keuangannya dengan efisien dan efektif. Rasio ini membantu mengukur kinerja
keuangan daerah dalam penggunaan dana publik untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dan memastikan bahwa pengeluaran publik tidak terlalu tinggi
dibandingkan dengan pendapatan yang diterima.
e. Dalam analisis APBD dan pengukuran keseimbangan atau kesesuaian anggaran,
digunakan rasio atau metrik lainnya, seperti Rasio Kemandirian Keuangan
Daerah, Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD), atau Rasio
Ketergantungan Terhadap Dana Transfer Pusat, tergantung pada fokus penelitian
atau evaluasi.
Sumual, C. D., Kalangi, L., & Gerungai, N. Y. T. (2017). Analisis Pengukuran Kinerja
Keuangan Pada Pemerintah Kota Tomohon. Jurnal Riset Akuntansi Going Concern, 12(2).
Kuantitatif
1. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Situbondo jika dilihat dari
Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal?
2. Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Situbondo jika dilihat dari Rasio
Kemandirian Keuangan Daerah?
3. Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Situbondo jika dilihat dari Rasio
Efektivitas PAD?
4. Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Situbondo jika dilihat dari Rasio
Efisiensi Keuangan Daerah?
5. Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Situbondo jika dilihat dari Rasio
Keserasian?
2. Hipotesis:
1. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal dapat menggambarkan terhadap Kinerja
Keuangan di Situbondo.
2. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah dapat menggambarkan Kinerja
Keuangan di Situbondo.
3. Rasio Efektivitas dan Efisiensi Keuangan Daerah dapat menggambarkan
Kinerja Keuangan di Situbondo.
4. Rasio Keserasian Keuangan Daerah dapat menggambarkan Kinerja
Keuangan di Situbondo.
H0 : Diduga kinerja keuangan pemerintah kabupaten Situbondoh tahun 2019-2022 tidak berjalan
dengan baik berdasarkan rasio derajat desentralisasi, rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio
efisiensi dan rasio keserasian keuangan daerah
H1 : Diduga kinerja keuangan pemerintah kabupaten Situbondoh tahun 2019-2022 berjalan dengan
baik berdasarkan rasio derajat desentralisasi, rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio efisiensi dan
rasio keserasian keuangan daerah