Anda di halaman 1dari 14

SISA LEBIH ANGGARAN

PEMBIAYAAN (SILPA)
KELOMPOK 6 :
1) Aprilia Asomate (2018 - 30 - 296)
2) Joelethe M Madubun (2020 - 30 - 059)
3) Michelle M De Fretes (2020 - 30 - 214)
4) Esau Uneputty (2020 - 30 - 134)
5) Jens Labobar (2020 - 30 - 157)
6) Atnan Dokolamo (2021 - 30 - 232)
LATAR BELAKANG
 Faktor keuangan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menjalankan fungsi dan atau kegiatan pemerintah karena hampir tidak ada kegiatan
pemerintah yang tidak membutuhkan biaya (uang). Di negara berkembang seperti Indonesia pada umumnya dana investasi masyarakat atas swasta
masih sangat terbatas sehingga diperlukan campur tangan pemerintah melalui APBD terutama untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur seperti
jalan, jembatan, kelistrikan, perhubungan dan lain-lain. Oleh karena itu penyusunan APBD mesti dilakukan secara cermat artinya dana yang terbatas
dialokasikan pada bidang-bidang yang tepat sesuai skala prioritas sehingga dicapai penggunaan dana yang optimal efektif dan efisien sesuai dengan
tujuan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
 Untuk mengurangi kesenjangan dan untuk mendukung pelanggaran otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber pendanaan lahirlah undang-
undang nomor 25 tahun 1999 yang terakhir diubah dengan undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah.Pembiayaan daerah terdiri dari :
1. Penerimaan pembiayaan yang mencangkup ;
• dana alokasi umum
• dana alokasi khusus
• pendapatan asli daerah
• dana hibah, dan lain-lain
2. Pengeluaran pembiayaan mencangkup;
• sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SILPA)
• PENCAIRAN DANA CADANGAN
• HASIL PENJUALAN KEKAYAAN YANG DIPISAHKAN
• PEMBENTUKAN DANA CADANGAN
• PENERIMAAN PINJAMAN DAERAH
• PENERIMAAN KEMBALI PEMBERIAN PINJAMAN
 PENERIMAAN PIUTANG DAERAH UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI DAN KESEMPATAN
KERJA DALAM RANGKA MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEMAKMURAN
BAGI MASYARAKAT DAERAH.
 Sebagian besar SiLPA disumbangkan ke belanja langsung berupa belanja modal yang secara langsung
menyentuh kebutuhan masyarakat jumlah belanja langsung berupa pembangunan infrastruktur pengadaan
aset.
 SiLPA menurut Permendagri nomor 13 tahun 2006 adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan
pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. SiLPA tahu anggaran sebelumnya mencangkup
pelampauan penerimaan pendapatan asli daerah atau PAD.
 Secara umum sel pada dapat disebabkan oleh realisasi pendapatan yang melebihi anggaran yang telah
ditetapkan dan realisasi belanja yang lebih kecil dari anggaran yang telah ditetapkan. Jadi, SiLPA adalah
penerimaan yang dianggarkan dan akan menjadi penerimaan dalam realisasi penerimaan tahun berikutnya,
SiLPA tidak dapat dijadikan sebagai patokan dalam mengukur keberhasilan kinerja pemerintah daerah oleh
karena itu diperlukan analisis yang lebih mendalam mengenai SiLPA suatu daerah.
 Menurut DJPK SiLPA dapat disebabkan beberapa sebab diantaranya adanya efisiensi, harga yang tidak
sesuai, terlalu tinggi dalam penetapan anggaran, adanya proyek yang belum selesai dalam tahun berjalan
dan dilanjutkan pada tahun berikutnya. Jumlah SiLPA yang ideal perlu ditentukan sebagai salah satu dasar
evaluasi terhadap pelaksanaan program kegiatan pemerintah daerah kota atau kabupaten.
B. Pengertian SiLPA/SIKPA
Beberapa pengertian sisa lebih kurang pembiayaan anggaran dapat dijelaskan dari beberapa sumber sebagai berikut :
 Selisih lebih kurang antara Realisasi Pendapatan-LRA dan Belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan
dalam APBN atau APBD selama satu periode pelaporan ( PP nomor 71 tahun 2010 tentang sistem akuntansi
pemerintahan, lampiran 1.02 )
 Selisih lebih kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran APBN atau APBD selama satu periode pelaporan
(PP Nomor 24 tahun 2005, lampiran III,IV pernyataan sistem akuntansi pemerintah)
 Dalam Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2010 pengertian sisa lebih pembiayaan anggaran adalah selisih lebih
antara Realisasi Pendapatan-LRA dan belanja serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBD atau
APBN selama satu periode pelaporan.
 Penerimaan pembiayaan dapat berupa hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan,pinjaman dalam negeri dan
dari penerimaan kembali pinjaman yang pernah diberikan pemerintah daerah kepada pihak lain. Sedangkan
pengeluaran pembiayaan dapat berupa pembentukan dana cadangan,penyertaan modal pemerintah daerah,
pembayaran pokok pinjaman dalam negeri, dan pemberian pinjaman kepada pihak lain. Selisih antara penerimaan
pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan merupakan pembiayaan neto. Selisih antara surplus atau defisit dengan
pembiayaan neto Inilah yang disebut sebagai SiLPA (Ardhini,2011 :27).
 SiLPA Tahun Anggaran sebelumnya mencakup pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana
perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan,
penghematan belanja, kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terealisasikan dan Sisa dana
kegiatan lanjutan.
C. Perbedaan SiLPA dan SILPA

 SiLPA (dengan huruf kecil) adalah sisa lebih perhitungan anggaran yaitu selisih lebih realisasi penerimaan
dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. Misalnya realisasi penerimaan daerah Tahun
Anggaran 2008 adalah Rp571 miliar sedangkan realisasi pengeluaran daerah adalah Rp524 miliar maka
SiLPA-nya adalah Rp47 miliar.
 Sedangkan SILPA (dengan huruf i besar/kapital) adalah sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenan
yaitu selisih antara surplus atau defisit anggaran dengan pembiayaan netto. Dalam penyusunan APBD
angka SILPA ini Seharusnya sama dengan nol. Artinya bahwa penerimaan pembiayaan harus dapat
menutup defisit anggaran yang terjadi.
 Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, SiLPA merupakan Sisa dana yang
diperoleh dari aktualisasi penerimaan serta pengeluaran anggaran daerah selama satu periode.
 Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, SILPA merupakan selisih lebih realisasi penerimaan
dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran.
D. SISA LEBIH PENGELOLAAN ANGGARAN (SiLPA)
Dalam realisasi APBD terdapat dua jenis SiLPA, antara lain sebagai berikut :
 SiLPA tahun sebelumnya yang merupakan sisa penggunaan anggaran tahun sebelumnya dan merupakan bagian dari penerimaan
pembiayaan.
 SiLPA tahun berkenaan yang merupakan selisih antara pendapatan dan belanja setelah dikurangi pembiayaan.
Sisa lebih pengelolaan anggaran (SiLPA) dalam setiap akhir tahun menurut beberapa hasil penelitian adalah terjadinya kelebihan
anggaran.
Kelebihan anggaran bisa diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya menyebutkan bahwa “sisa lebih perhitungan anggaran tahun
anggaran sebelumnya (SiLPA) mencakup pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan
penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada pihak
ketiga sampai dengan akhir tahun sebelum terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan.

Penyebab SiLPA lainnya adalah :


 Target yang tidak sesuai dengan realisasi
 Adanya penyesuaian anggaran dan realisasi APBD yaitu nilai riil dari pelaksanaan APBD.
Karena terlalu tinggi dalam pelampauan anggaran dan adanya proyek yang belum selesai dalam tahun berjalan dan dilanjutkan pada
tahun berikutnya.
Karena dalam sistem akuntansi pendapatan dan pengeluaran harus seimbang maka jika terjadi defisit dalam APBD maka akan ditutupi
dengan penerimaan pembiayaan yang salah satunya bersumber dari SiLPA tahun sebelumnya. sebaliknya jika terjadi surplus maka
kelebihan anggaran akan dialokasikan pada pengeluaran pembiayaan. jadi SILPA (tahun berkenan) adalah selisih antara anggaran
pendapatan dan anggaran belanja (surplus atau defisit) yang tidak tertutupi oleh pembiayaan neto (selisih antara penerimaan pembiayaan
dengan pengeluaran pembiayaan). Pembiayaan itu adalah selisih antara pengeluaran pembiayaan dengan penerimaan pembiayaan.
 Perbedaan SiLPA dan SILPA adalah di mana SiLPA merupakan bentuk lain dari SILPA tetapi berbeda tahun anggaran.
 Jumlah SiLPA yang ideal perlu ditentukan sebagai salah satu dasar evaluasi terhadap pelaksanaan program atau
kegiatan pemerintah daerah Kota/kabupaten.
 Sebagian besar SiLPA disumbangkan ke belanja langsung berupa belanja modal yang secara langsung menyentuh
kebutuhan masyarakat.
 Besaran SiLPA yang masih tinggi membawa dampak positif dan negatif bagi daerah, dampak positifnya adalah adanya
timbal balik yang diterima Pemda dari Silva yang disimpan di perbankan. Sedangkan dampak negatifnya adalah
adanya belanja yang tertunda.

Bentuk penggunaan SiLPA ada dua yaitu :


 Untuk melanjutkan kegiatan yang belum selesai dikerjakan pada tahun sebelumnya.
 Membiayai kegiatan baru yang tidak terangkan dalam APBD murni meliputi :
 Kegiatan lanjutan
 Kegiatan baru
 
SiLPA bernilai negatif dan positif
 SiLPA tahun berkenan yang bernilai negatif mempunyai arti bahwa Pemda belum bisa menutupi belanja atau
pengeluaran pembiayaan pada tahun tersebut.
 Jika SiLPA bernilai positif bahkan tinggi jumlahnya sesungguhnya membawa dampak positif dan negatif bagi daerah.
E. PENYEBAB TERJADINYA SiLPA
 Fenomena SILPA sering terjadi pada setiap akhir tahun anggaran hampir seluruh pemerintahan daerah
di Indonesia. Hal ini membuat kekhawatiran akan kurang baiknya pengelolaan anggaran. Hal ini juga
menimbulkan kekeliruan dalam penilaian terhadap kinerja pengelolaan keuangan daerah. Di lain
pihak masih banyak yang belum memahami betul apa itu SILPA dan tanpa diketahui secara pasti
faktor-faktor penyebabnya.
 Namun ada sebagian yang menilai adanya SiLPA ini berkaitan dengan masalah efisiensi dan
inefisiensi, adanya SILPA berarti terjadi efisiens dalam penggunaan anggaran atau sebaliknya
 Menurut Thomas dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dari aspek manajemen keuangan daerah
terdapat tujuh faktor penyebab terjadinnya SILPA, ketujuh faktor tersebut sebagai berikut :
1. Faktor manajemen belanja daerah.
2. Faktor manajemen aset daerah.
3. Faktor manajemen pendapatan daerah.
4. Faktor reformasi manajemen keuangan daerah.
5. Faktor manajemen kemitraan pemerintah daerah.
6. Faktor manajemen kas dan anggaran kas
7. Faktor manajemen utang dan investasi daerah.
 Secara umum SILPA dapat disebabkan oleh realisasi pendapatan anggaran yang telah ditetapkan dan
realisasi belanja yang lebih kecil dari anggaran yang telah di tetapkan.
 Pelampauan target pendapatan dapat disebabkan beberapa hal, seperti informasi tentang penerimaan daerah
dari pemerintah diperoleh setelah penetapan Perda APBD-P, dan diterimanya lain-lain pendapatan yang sah
setelah APBD-P ditetapkan
 Ketidaktercapaian target belanja bisa disebabkan karena efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan, kegiatan
belum selesai dan kegiatan yang batal dilaksanakan.SiLPA tidak dapat dijadikan sebagai patokan dalam
mengukur keberhasilan kinerja pemerintah daerah. Oleh karena itu, diperlukannya analisis yang lebih
mendalam mengenai (SILPA) suatu daerah.
 Selama ini, pemerintah daerah belum melakukan analisis terhadap SiLPA sebagai metode untuk
memperbaiki kinerja keuangan suatu daerah. Hal tersebut disebabkan antara lain karena dalam penilaian
keberhasilan APBD sebagai penilaian pertanggung jawaban pengelolaan keuangan daerah lebih ditekankan
pada pencapaian target, yang kurang memerhatikan bagaimana perubahan yang terjadi pada poisi ataupun
struktur APBD
F. Penggunaan SiLPA

 Permendagri 13 Tahun 2006 pasal 137 menyatakan sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA)
tahun sebelumnya merupakan penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk:
1. Menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja;
2. Mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung;
3. Mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir Tahun anggaran belum diselesaikan.
 Sebagian besar SiLPA di sumbangkan ke Belanja Langsung berupa Belanja Modal yang secara
langsung menyentuh kebutuhan masyarkat. Jumlah Belanja Langsung berupa pembangunan
infrastruktur, pengadaan ,aset dan sebagainya. Sehinga banyak permasalahan ,misalnya tentang
penggunaan dana SiLPA untuk belanja modal tahun sebelumnya yang belum terealisasi.
 SiLPA tahun sebelumnya tang yang merupakan penerimaan pembiayaan digunakan untuk
menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja.
G. SiLPA Aktif dan SiLPA Pasif

 SiLPA Aktif
SiLPA Aktif terdiri dari kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum
terselesaikan dan sisa dana kegiatan lanjutan. SiLPA Aktif diartikan sebagai selisih lebih realisasi
penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran atau sisa lebih perhitungan
anggaran tahun sebelumnya yang sudah jelas peruntukannya atau manfaatnya dan sudah diatur di
dalam peraturan perundangan undangan. SiLPA pasif diartikan sebagai anggaran “bertuan yang
ada pemiliknya ".
 SiLPA Pasif
Sedangkan SiLPA Pasif terdiri dari pelampauan penerimaan PAD ,pelampauan penerimaan dana
perimbangan,pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah ,pelampauan
penerimaan pembiayaan,dan penghematan belanja.

SiLPA Pasif di artikan sebagai selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama
satu periode anggaran atau sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya Yang belum jelas
peruntukannya atau manfaatnya. SiLPA Pasif diartikan sebagai anggaran “tidak bertuan atau tidak
ada pemiliknya’’.
H. PENGARUH SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN (SiLPA) TERHADAP BELANJA LANGSUNG

 Dalam kaitannya dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) SiLPA tahun anggaran sebelumnya
merupakan salah satu komponen penerimaan daerah. Sebagian besar SiLPA disumbangkan ke belanja langsung
berupa belanja modal dan secara langsung menyentuh kebutuhan masyarakat.
 SiLPA tahun sebelumnya merupakan penerimaan pembiayaan digunakan untuk menutupi defisit anggaran
apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja.
 Selisih lebih pembiayaan negara mengindikasikan bahwa SiLPA tahun sebelumnya sangat berpengaruh pada
alokasi belanja tahun berikutnya.

I. POLA HUBUNGAN ANTARA SiLPA DAN PENDAPATAN DAERAH

Dalam sistem otonomi daerah, di mana terjadi pelimpahan kewenangan yang lebih besar dari pemerintah pusat ke
pemerintahan daerah maka harus ada dukungan pandangan untuk menjalankan kewenangan tersebut.
Dalam konteks Indonesia, pelimpahan kewenangan dalam rangka otonomi daerah kemudian diiringi dengan
transfer dana dari pusat ke daerah melalui dana perimbangan baik dalam bentuk DANA BAGI HASIL (DBH),
DANA ALOKASI UMUM (DAU), maupun DANA ALOKASI KHUSUS (DAK), serta dana-dana lain sesuai
peraturan perundang-undangan.
 Selanjutnya, untuk membiayai seluruh kegiatan yang telah tercantum dalam APBD daerah dituntut untuk
tidak hanya mengandalkan dana yang ditransfer dari pusat.
 Dalam APBD, jika pendapatan daerah yang merupakan akumulasi dari PAD, dana perimbangan dan lain-
lain pendapatan yang sah tidak dapat menutup belanja daerah maka tentu saja akan terjadi defisit. SiLPA
ini yang kemudian biasanya dianggarkan untuk menutup defisit APBD. Secara garis besar, sumber
penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terjadi atas pendapatan daerah dan pembiayaan.
 Menurut pasal 5 ayat 2 undang-undang nomor 33 tahun 2004 pendapatan daerah bersumber dari
pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan dan lain-lain pendapatan. Sedangkan penerimaan
pembiayaan, menurut pasal 5 ayat 3 undang-undang nomor 33 tahun 2004 bersumber dari sisa lebih
perhitungan anggaran daerah atau SiLPA. penerimaan pinjaman daerah, dana cadangan daerah, dan hasil
penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, APBD lazimnya disusun dengan mempertimbangkan
kemampuan keuangan daerah.

Anda mungkin juga menyukai