Anda di halaman 1dari 15

Siapa yang salah ketika terjadik korupsi :

Ternyata masih terdapat perbedaan persepsi Bapak/ibu mengenai konsep kesetaraan


peran pemerintah-dunia usaha-masyarakat dalam melaksanakan good governance.
Karena pemerintah, masyarakat sipil, dan dunia usaha memiliki peran yang setara
(partnerships in governance), maka semuanya ikut bersalah jika terjadi “bad
governance” seperti korupsi.
 Saya klarifikasi. Di level Pemda terdapat RPJPD(20 Tahun), RPJMD (5 Tahun) dan
RKPD (1 Tahun), serta untuk penganggaran berupa RAPBD dan APBD (1 Tahun), di
Tingkat OPD terdapat Renstra Perangkat Daerah (5 Tahun) serta Renja Perangkat
Daerah/RKT, RKA Perangkat Daerah, DPA Perangkat Daerah (1 Tahun).


Pemerintah dapat menggunakan anggaran untuk Fungsi Stabilisasi. Pemerintah dapat
meningkatkan atau mengurangi belana untuk menstabilisasi pertumbuhan ekonomi dan
inflasi. Pemerintah akan meningkatkan belanja /ekspansi anggaran jika kemampuan
belanja sektor swasta dan rumah tangga melemah agar tercipta pertumbuhan ekonomi
karena belanja pemerintah akan menjadi pendapatan rumah tangga dan perusahaan,
kemudian terjadi multiplier effect karena rumah tangga dan perusahaan tadi juga akan
membelanjakan pendapatanya. Pemerintah dapat mengurangi belanja/kontraksi
anggaran jika swasta dan rumah tangga sedang banyak belanja untuk mengurangi
permintaan agregat agar inflasi terkendali

Manfaat utama kesatuan anggaran/unified budgeting: penyusunan perencanaan yang


utuh/meliputi belanja operasional dan belanja modal untuk menjalankan tupoksi serta
menghindari tumpang tindih penganggaran jika dipisahkan menjadi Anggaran Rutin,
Anggaran Pembangunan, Anggaran Suplemen seperti era orde baru.

Jadi anggaran yang tidak terserap tidak bisa langsung kita tetapkan baik atau buruk.
Jika anggaran tidak terserap karena kegiatan tidak terlaksana dan kinerja tidak tercapai
maka buruk. Jika anggaran tidak terserap karena efisiensi anggaran maka ada sisi baik
(efisiensi), tapi ada juga sisi buruknya yaitu perencanaan kurang baik, kalau
perencanaan sangat baik seharusnya dana tersebut dapat dianggarkan untuk
tambahan kinerja /dianggarkan untuk kegiatan lain sehingga terserap secara optimal.

Adanya prakiraan maju dalam KPJM berguna untuk mengetahui dan menjamin
keberlanjutan (PREDICTIBILITY dan SUSTAINABILITY) suatu program/kegiatan
dengan memprioritaskan anggaran tahun berikutnya untuk program/kegiatan yang
sudah ada di dalam Prakiraan Maju; Program/kegiatan baru (Inisiatif Baru/New
Initiative) hanya dapat dianggarkan jika masih ada sisa dana setelah program/kegiatan
yang berlanjut pada prakiraan maju.

Hak Budget merupakan hak DPRD untuk menentukan pendapatan, pembelanjaan


negara, dan perpajakan serta melakukan pengawasan umum terhadap anggaran dan
pendapatan perbelanjaan negara.

Dampak negatif jika penggunaan hak budget DPRD tidak tepat adalah penganggaran
yang ditentukan/diajukan peruntukannya kurang tepat, sehingga kurang memberikan
manfaat yang besar bagi masyarakat indonesia, terlebih lagi terselip kepentingan
pribadi yang digunakan untuk memperkaya diri sendiri.

Aliran pendanaan bagi Pemda diberikan Pemerintah Pusat melalui 3 skema: 1.


REVENUE ASSIGNMENT (memberi sumber pendapatan untuk dipungut daerah seperti
pajak/retribusi bagi daerah). 2. INTERGOVERNMENTAL TRANSFER: memberi transfer
dana kepada pemda (DAU, DAK, DBH, DPID, dana keistimewaan, dana otonomi
khusus dll). Serta 3. EXPENDITURE ASSIGNMENT / mengalirkan dana dalam
kerangka Belanja Pusat di daerah melalui Dana dekonsentrasi dan Dana Tugas
Perbantuan.
Klarifikasi saya, harus dilihat posisi dana desa tersebut ada di mana. Transfer dana
desa dari pusat melalui daerah termasuk lingkup keuangan daerah pada saat diterima
pemda, disimpan pemda, dan masih dalam proses penyaluran ke Pemdes. Murni
menjadi keuangan desa setelah diserahterimakan pemda kepada pemerintah desa
(pemerintah desa bersifat otonom/tidak seperti kelurahan yang merupakan unit
pelaksana teknis daerah). Demikian juga dengan dana desa yang diberikan daerah
kepada desa akan beralih dari keuangan daerah menjadi keuangan desa setelah
secara resmi diserahterimakan kepada pemdes.

KDh mempertanggungjawabkan keuangan daerah kepada DPRD. Sesuai UU


Perbendaharaan Negara, Presiden MENYERAHKAN kewenangan pengelolaan
keuangan daerah kpd KDh Sebagai CEO/CHIEF Of EXECUTIVES OFFICER (bukan
MENGUASAKAN kewenangan seperti halnya kepada menteri teknis sebagai
COO/CHIEF of OPERATIONAL OFFICER dan kepada Menkeu sebagai CFO/CHIEF of
FINANCIAL OFFICER). Pada dasarnya, penyampaian laporan pertanggungjawaban
melalui Mendagri hanya bersifat untuk pembinaan.

Secara lengkap pejabat yang mengemban kekuasaan di bidang pengelolaan keuangan


daerah meliputi: KDh sebagai Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan
Daerah/PKPKD, Sekda sebagai Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah, PPKD
selaku Bendahara Umum Daerah/BUD, Inspektur/Inspektorat selaku pengawas, Kepala
OPD selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang, Kuasa BUD, Kepala UPTD selaku
Kuasa PA/Kuasa PB, Pejabat Pembuat Komitmen/PPK, PPTK, PPHP, PPK
SKPD/Kasubbag Keuangan, Bendahara penerimaan, Bendahara pengeluaran, serta
Pengurus/penyimpan barang.

Jawaban Bapak/Ibu tepat. Struktur yang ada masih memungkinkan kepala OPD
mengatur korupsi belanja di OPD karena semua pejabat keuangan di OPD yang
bertanggung jawab pada perencanaan, pelaksanaan, dan SPJ seperti PPK, PPTK,
PPHP, pengurus barang, bendahara pengeluaran, dan PPK SKPD berada di bawah
kekuasaan Kepala OPD sebagai PA/PB.

Oleh karena itu, selain sistem whistle blower/pengaduan orang dalam, diperlukan
pengawasan Inspektorat yang kompeten, independen, objektif, serta didukung oleh
KDh. Dukungan KDh tersebut sangat penting bagi Inspektorat karena dalam beberapa
kasus inspektorat menjadi tidak berdaya karena KDh justru menyalahkan inspektorat
dan membela Kepala OPD yang salah.

yang dapat menjadi check and balances kewenangan KDh adalah pengawasan DPRD
(Pengawasan Legislatif/Wasleg), pemeriksaan auditor eksternal/BPK (Pengawasan
Fungsional/Wasnal), serta pengawasan publik/masyarakat (WasMas)
Pendapatan dan Penerimaan Pembiayaan sama sama menambah Kasda.
Perbedaannya pendapatan merupakan penerimaan Kasda yang menambah
kekayaan/ekuitas daerah sedangkan penerimaan pembiayaan merupakan penerimaan
kasda yang tidak menambah ekuitas daerah. Ekuitas = aset - utang. Penerimaan dari
pinjaman daerah misalnya merupakan penerimaan pembiayaan karena akan
menambah aset sekaligus utang dalam jumlah sama, sehingga Ekuitas tidak
bertambah. Penjualan Investasi daerah merupakan penerimaan pembiayaan karena
menambah Kasda tetapi mengurangi aset daerah berupa investasi.

Kita harus memahami tujuan dari setiap jenis retribusi (Retribusi jasa umum, perizinan
tertentu, dan jasa usaha). Pemda sebaiknya mencari pendapatan menggunakan
retribusi jasa usaha (bersifat komersial). Retribusi kesehatan merupakan retribusi jasa
umum dengan ut tujuan pemberian layanan publik. Retribusi IMB merupakan retribusi
perizinan tertentu untuk tujuan melindungi kepentingan umum dan kelestarian
lingkungan. Jadi tidak tepat jika optimalisasi pendapatan dilakukan melalui peningkatan
drastis pada retribusi jasa umum dan retribusi perizinan tertentu.

Ok, saya senang sekali karena Bapak/Ibu sudah mampu melihat kebijakan bagi hasil
migas secara lebih makro. Betul, bagian pusat kelihatannya besar, tetapi sebenarnya
tidak untuk pusat semua, karena sebagian dana yang diambil pusat akan disalurkan
kembali ke daerah dengan skema DAU dan skema transfer lainnya sehingga manfaat
migas dapat dinikmati secara lebih merata termasuk di daerah-daerah non penghasil
migas

Saya klarifikasi ulang, Pinjaman daerah diklasifikasikan menjadi pinjaman jk panjang, jk


menengah, dan jk pendek. Pinjaman jangka panjang hanya boleh digunakan untuk
investasi / kegiatan yang menghasilkan pendapatan di masa yang akan
datang/MEMILIKI REPAYMENT CAPACITY. Untuk kegiatan layanan umum yang tidak
menghasilkan pendapatan dapat dilakukan dengan pinjaman jangka menengah/harus
lunas pada masa jabatan KDh tersebut.

Dana cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang
memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran.
OPD tidak dapat membentuk dana cadangan

Penerimaan bingkisan sukarela dari rekanan R sebesar 7,5% dari belanja yang
dilakukan oleh KDh tersebut termasuk menimbulkan kerugian daerah karena ini
termasuk salah satu tindak pidana korupsi yaitu benturan kepentingan dalam
pengadaan yang mana Kepala Daerah tersebut terlibat dalam pengadaan barang dan
jasa. Hal itu terjadi saat proses pengadaan dalam hal penentuan rekanan/penyedia, KD
tersebut menerima bingkisan dengan syarat supaya rekanan R terpilih menjadi
penyedia dalam pengadaan belanja Modal sebesar Rp70Miliar tersebut.

Jawaban WI : Pasal 16 Ayat (4) UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara


menyatakan bahwa “Penerimaan berupa komisi, potongan, ATAUPUN BENTUK LAIN
sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh
negara/daerah adalah hak negara/daerah”. Permendagri Nomor 21 Tahun 2011
memasukkan komisi sebagai Lain-Lain PAD yang Sah dengan kode rekening 4140501.
Seharusnya “bingkisan” atau komisi sebesar Rp5,25 Miliar dari rekanan tersebut
disetorkan KDh ke KasDa sebagai realiasi Lain-Lain PAD yang Sah dengan kode
rekening 4140501. Jika tidak disetor ke KasDa berarti Daerah mengalami kerugian
karena hak daerah tidak diterima oleh daerah.

Jumat

Jawaban eLearners telah tepat. eLearners sudah faham konsep belanja langsung dan
tidak langsung. Belanja langsung terkait langsung dengan output kegiatan/program
(belanja barang jasa, belanja modal, BELANJA PEGAWAI LANGSUNG). Belanja tidak
langsung tidak memiliki hubungan apapun secara langsung dengan pelaksanaan
program dan kegiatan; seperti BELANJA PEGAWAI TIDAK LANGSUNG, bunga,
subsidi, hibah, bantuan sosial, bagi hasil dan bantuan keuangan, serta belanja tidak
terduga.

Belanja pegawai tidak langsung: belanja gaji dan tunjangan rutin. Belanja pegawai
langsung misalnya upah/honor pelaksana kegiatan/program yang tidak dianggarkan
sebagai belanja barang ataupun belanja modal (umumnya honor pelaksana Kegiatan
Pengadaan Barang dan Jasa dianggarkan menjadi bagian belanja modal).

Jika tidak diatur kembali Pemda, sesuai pedoman/peremndagri OPD hanya boleh
menganggarkan belanja langsung yang terkait dengan program dan kegiatan. Belanja
tidak langsung dianggarkan oleh oleh SKPKD/BUD.

Karena banjirnya bersifat rutin/tahunan maka belanja untuk kegiatan honor penanganan
bencana banjir yang terjadi tiap tahun seharusnya dianggarkan sebagai belanja
operasional pada OPD yang bertugas menangani masalah banjir rutin, jika bencana
banjirnya tidak rutin/tidak dapat diprediksi/diharapkan tidak berulang maka masuk
dalam belanja tak terduga yang dianggarkan di BUD.

Karena pembelian traktor tersebut akan dibagikan kepada masyarakat dalam rangka
program intensifikasi pertanian pada Dinas Pertanian maka lebih tepat dianggarkan
Dinas pertanian sebagai sebagai belanja barang (belanja operasi, belanja langsung).
Jika dianggarkan sebagai belanja modal akan merepotkan saat diserahkan kepada
masyarakat karena belanja modal akan menjadi aset tetap dan harus ada penghapusan
saat diserahkan kepada masyarakat. Kurang tepat dianggarkan dalam belanja hibah
pada SKPKD karena belanja tersebut terkait langsung dengan program dinas pertanian
(bukan belanja tidak langsung).

Masalah dapat terjadi terkait belanja hibah (bentuk uang) adalah Moral hazards dengan
memberi hibah pada kelompok sendiri yang sebetulnya tidak berhak/tidak memenuhi
syarat, hibah fiktif (sebenarnya menjadi dana taktis pejabat/parpol), serta adanya
pungutan kepada penerima hibah. Kalau hibah barang juga bisa mencakup markup
waktu pembelian ataupun hibah Barang Milik Daerah tidak sesuai ketentuan.

Di Indonesia juga terjadi fenomena pork barel namun dalam bentuk yang berbeda, yang
dibagi bukan daging babi tetapi dalam bentuk yang lain. Hasil riset menunjukkan bahwa
porsi belanja hibah/bansos dan pengeluaran-pengeluaran populis lainnya dalam APBD
umumnya meningkat mendekati pilkada. Jika ingin mengetahui apakah pengeluaran
tadi pork barel policy atau bukan, lihatlah renstra, jika program tadi tidak ada dalam
renstra dan dilakukan mendekati pilkada, besar kemungkinan bagian dari pork barel
policy petahana.

KONDISI DARURAT BUKAN HANYA BOLEH, TETAPI WAJIB DITANGANI meskipun


belum dianggarkan. Kondisi darurat Wajib di tangani dan diatur kepala daerah
meskipun belum dianggarkan; jika belum dianggarkan dananya dan belum perubahan
APBD akan dianggarkan kemudian dalam Perubahan APBD; jika sudah Perubahan
APBD cukup dipertanggungjawabkan melalui LRA.

Boleh atau tidak tergantung ketentuan dari BUD. Jika kemampuan kasda kuat, BUD
dapat menetapkan ketentuan bahwa DPA diperlakukan sebagai SPD/surat penyediaan
dana sehingga OPD bisa belanja setelah DPA; namun BUD juga bisa menetapkan
bahwa belanja baru boleh dilakukan setelah BUD menerbitkan SPD dengan tujuan agar
BUD tidak kesulitan membayar tagihan rekanan/OPD.

Umumnya dokumen SPJ dan pendukungnya disiapkan PPTK, Bendahara membuat


SPP dan menyiapkan SPM, PPKSKPD (Kasubag Keuangan) memverifikasi SPM,
PA/KPA menandatangani SPM, BUD/Kuasa BUD menerbitkan SP2D. Pemrosesan
SPP, SPM, SP2D di daerah setiap tahap maksimal 2 hari kerja.

Secara administratif atasan Bendpel adalah PA (melalui PPK SKPD dan Kabag TU).
Secara fungsional atasannya adalah BUD. Jadi pertanggungjawaban yang dibuat setiap
tanggal 10 bulan berikutnya juga ada 2, pertanggungjawaban administratif kepada PA
dan pertanggungjawaban fungsional kepada BUD. Posisi bendahara pengeluaran relatif
sulit karena memiliki dua atasan karena dapat terjadi perbedaan kemauan dari dua
atasan tersebut.
Secara ketentuan, Bendahara pengeluaran wajib menolak perintah bayar yang tidak
sesuai ketentuan karena ia bertanggung jawab secara pribadi atas pengeluarannya.
Jika takut dengan PA dan membayar tagihan yang tidak benar tersebut ia akan
disalahkan BPK dan BUD. Mengikuti aturan BUD dan menolak pembayaran dianggap
melawan PA. H, h, h, menjadi bendahara pengeluaran memang tidak enak.

Sesuai ketentuan tidak boleh membuat BA Penyelesaian Pekerjaan dan BA Serah


Terima pekerjaan yang tidak sesuai kenyataan. Pembayaran mestinya dilakukan sesuai
prestasi yang diselesaikan. Kenyataannya OPD kadang merekayasa BAPP dan BAST
agar bisa dibayar lunas dengan alasan jika anggaran hangus OPD akan repot
mengajukan RKA/DPA Perubahan dan pembayaran sisa pekerjaan harus menunggu
DPA perubahan. Rekayasa tersebut bisa menimbulkan masalah jika dilakukan
pemeriksaan BPK/Inspektorat sebelum pekerjaan selesai.

Seharusnya dilakukan pembayaran sesuai prestasi. Sanksi dikenakan sesuai klausul


kontrak. Jika pekerjaan dilanjutkan maka akan dibayar setelah dana untuk pekerjaan
lanjutan disetujui melalui mekanisme APBD Perubahan tahun berikutnya. Agak repot
memang, tetapi aman dan sesuai ketentuan.

Pertanyaan saya tadi bertujuan meluaskan wawasan elearners, Sebenarnya secara


fundamental PBJ bertujuan memperoleh manfaat. Dengan memahami tujuan
fundamental tersebut maka alternatif solusi untuk memperolehnya akan lebih banyak.
Untuk memperoleh manfaat tersediaanya fasilitas transportasi tidak harus beli mobil
tetapi dapat dengan rehab kendaraan yang ada; sewa/rental/lease; atau bahkan
dengan memberi tunjangan transportasi saja karena pejabatnya telah memiliki
kendaraan. Sama halnya pekerjaan perencanaan, daripada membayar
rekanan/konsultan perencana yang habis milyaran tiap tahun lebih baik merekrut dan
menggaji insinyur/ahli sebagai pegawai dinas PU. Daripada pengadaan sendiri mungkin
dapat dicari kerjasama/corporate social responsipility dengan perusahaan. Umumnya
ada motif kecurangan/moral hazard serta motif mencari laba/rent seeker behaviour
dalam PBJ membuat OPD mengutamakan pembelian barang/jasa dari rekanan.

Masalah swakelola instansi sendiri umunya berupa: pekerjaan yang mestinya


diserahkan kepada pihak III dilakukan swakelola, kelemahan perencanaan (tim
perencana), kelemahan pelaksanaan, kelemahan pengawasan (tim pengawasan),
kelemahan pertanggung jawaban; swakelola tapi sebenarnya dikerjakan rekanan, atau
swakelola yang seharusnya sesuai biaya riil/real cost tetapi para pelaksananya
mengambil keuntungan.

Masalah yang sering terjadi dalam pengadaan peralatan melalui rekanan umumnya
berupa: penyimpangan-penyimpangan yang mengakibatkan adanya kurang fisik,
pekerjaan fiktif, spestek lebih rendah dari kontrak, penyelesaian terlambat, markup
harga, serta pengadaan yang tidak efektif.

Saya klarifikasi. Pasal 16 Ayat (4) UU No 1 Tahun 2004 menyatakan “Penerimaan


berupa komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau
pengadaan barang dan/atau jasa oleh negara/daerah adalah hak negara/daerah”.
Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 memasukkan komisi sebagai Lain-Lain PAD yang
Sah dengan kode rekening 4140501. Jadi Seharusnya diterima, kalau bisa minta
tambah h h h, kemudian……………disetor ke KasDa. Jika diberi dalam bentuk barang
maka akan dijadikan Barang Milik Daerah.

Bukan belanja, tetapi pengeluaran pembiayaan yang anggaran dan realisasinya


dilakukan pada PPKD. Selain untuk peberian pinjaman jangka panjang kepada pihak
lain, Pengeluaran pembiayaan juga mencakup pengeluaran untuk pembentukan dana
cadangan, pengeluaran untuk investasi jangka panjang, serta pengeluaran untuk
pembayaran pokok pinjaman jangka panjang pemda.

Pengendalian yang sudah ada dalam mekanisme perencanaan dan pelaksanaan


anggaran belanja yang dapat mencegah terjadinya pemahalan serta kemahalan harga

1. Adanya peran Inspektorat dengan melakukan penguatan pengawasan dan audit


dengan cara Pemerintah harus membentuk tim audit internal yang kompeten dan
independen untuk melakukan pengawasan terhadap proses pengadaan B/J dan
Lakukan Audit Reguler dan Mendalam audit ini harus meliputi pemeriksaan
dokumen, transaksi keuangan, dan pemenuhan ketentuan hukum dan regulasi
terkait. Hasil audit yang diperoleh harus dipublikasikan dan jika ditemukan praktik
mark up anggaran, langkah tindak lanjut yang tegas harus dilakukan.
2. Penerapan Sistem Elektronik dan Digitalisasi dengan Gunakan E-Procurement
untuk Proses Tender, Implementasikan Sistem E-Catalogue dan E-Catalogue
Pricing, Terapkan Sistem E-Audit untuk Pengawasan
3. Adanya peraturan kepala daerah tentang Standar Harga Satuan.

Terima kasih kepada 33 eLearners yang telah mensubmit jawaban. Sebagai


wawasan saya sampaikan pendapat saya:
Pengendalian pada proses perencanaan dan pelaksanaan PBJ untuk mencegah
mark up atau kemahalan harga antara lain mencakup:
1. Adanya standar harga satuan untuk perencanaan anggaran/RKA
2. Adanya kewajiban survai harga dan pernyataan tanggung jawab kewajaran harga
atas survai harga untuk RKA yang barangnya tidak ada standar harga satuan.
3. Reviu RKA oleh APIP untuk menelaah kewajaran harga pada usulan anggaran.
4. Kewajiban menyusun HPS oleh PPK dengan berdasarkan survai harga yang
memadai pada waktu mendekati proses pengadaan.
5. Reviu HPS oleh auditor melalui probity audit.
6. Mekanisme pengadaan melalui lelang yang bersaing secara fair.
7. Pengadaan melalui ecatalog yang telah diseleksi ketat untuk menjamin
keekonomisan.

Pertanggungjawaban

KDh setiap tahun harus menyampaikan antara lain Laporan Penyelenggaraan


Pemerintah Daerah/LPPD, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban / LKPJ,
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah / LKPD, dan Laporan Kinerja (Lakin)
Pemerintah Daerah.

Laporan Keuangan Berbasis Akrual untuk Pemda: Budgetarry Report (Laporan


Realisasi Anggaran/LRA dan Laporan Perubahan SAL), Financial Report (Laporan
operasional/LO, Laporan Perubahan Ekuitas/LPE, Neraca, dan Laporan Arus
Kas/LAK), serta Notes on Financial Statements (Catatan atas Laporan Keuangan).
OPD tidak menyusun LAK dan LP SAL.

Penggunaan aplikasi yang sudah teruji pun tidak memberi jaminan bahwa LK yang
dihasilkan pasti bermutu. Terdapat konsep GIGO terkait penggunaan aplikasi
komputer. GIGO singkatan dari Garbage In Garbage Out, jika yang diinput sampah
maka hasilnya juga sampah. Oleh karena itu agar laporan keuangan yang dihasilkan
aplikasi bermutu maka perlu pengendalian atas Input Aplikasi untuk memastikan
transaksi/dokumen sumber yang diinput bersifat SAH, AKURAT, dan LENGKAP.

Sesuai Perpres 29 Tahun 2014 tentang SAKIP, Laporan kinerja disusun oleh Entitas
Akuntabilitas Kinerja sehingga akan ada Lakin tingkat SKPD/OPD dan lakin Tingkat
Pemda. Laporan kinerja harus melaporkan rencana kinerja (renstra, renja, PK),
pengukuran kinerja, capaian kinerja yang telah diperjanjikan OPD/Kepala Daerah di
dalam perjanjian/penetapan kinerja, serta evaluasi dan analisis kinerja.

Internal audit bersifat audit for management/berorientasi membantu manajemen dalam


meningkatkan nilai tambah organisasi. Tidak seperti external auditor yang orientasinya
“audit of management”/ hanya mengaudit manajemen untuk diinformasikan kepada para
stakeholder saja.

Dalam praktik masih banyak senior kita yang bukan merasa sedih tetapi justru bangga jika
menemukan banyak masalah pada auditi. Mereka yang menganut paradigma lama/senang
jika menemukan masalah itu bagaikan auditor lalat (suka terbang ke tempat yang jelek-
jelek, dan pulang membawa yang jelek-jelek/banyak temuan negatif), yang sudah berubah
paradigma bagaikan auditor lebah (suka terbang ke tempat yang baik-baik, pulang-pulang
melaporkan kebaikan karena berhasil membina auditi, plus bawa madu).

k. Jawaban eLearners tepat. Kegiatan auditor intern untuk memberi nilai tambah organisasi
meliputi kegiatan ASSURANCE (menilai bukti memberi penjaminan) dan kegiatan
CONSULTING (konsultansi seperti pemberian saran/advisorry, pelatihan/training/sosialisasi,
dan fasilitasi /bimtek/ pendampingan dll). Kegiatan assurance mencakup positive assurance
(jaminan dengan keyakinan yang tinggi, yaitu audit) dan limited/negative assurance
(jaminan dengan keyakinan terbatas berbentuk reviu, evaluasi, dan monitoring).

Atas kasus adanya transaksi tanpa bukti, jelas pereviu salah, karena reviu harus menelaah
bukti. Sedangkan atas kasus transaksi fiktif (bukti tidak sesuai substansi yang sebenarnya),
pereviu tidak salah, karena reviu tidak sampai menguji kebenaran substansi bukti. Jadi,
sepanjang pereviu sudah menjalankan penelusuran angka, prosedur analitis maupun
permintaan keterangan sampai bukti sesuai standar reviu maka pereviu tidak salah.

Terdapat 5 tingkat opini BPK: WTP/Wajar Tanpa Pengecualian/Unqualified opinion, WTP


DPP /WTP dengan Paragraf Penjelas, WDP/Wajar Dengan Pengecualian/qualified opinion,
Tidak Wajar/adverse, serta Tidak Memberi Pendapat/Disclaimer Opinion.

Fenomena tersebut termasuk “kegagalan audit”. Pemeriksaan keuangan tetap harus


mempertimbangkan masalah kecurangan. Syarat memperoleh opini WTP adalah Penyajian
LK sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan, LK BEBAS DARI SALAH SAJI YANG
MATERIAL, memberi Pengungkapan/penjelasan yang memadai, memenuhi Ketaatan pada
peraturan yang berlaku, dan Sistem Pengendalian Intern yang memadai. Korupsi pada
pengadaan gedung dan peralatan dengan nilai signifikan akan menimbulkan salah saji pada
Belanja Modal (di LRA), salah saji pada Aset Tetap Gedung dan Bangunan serta Peralatan
dan Mesin (di Neraca), salah saji Beban Penyusutan dan Surplus defisit LO (di LO), serta
salah saji nilai ekuitas (di Neraca). Kalau banyak salah saji masih WTP artinya terjadi
kegagalan audit. Kalau nilai korupsinya tidak material maka masih mungkin diberi opini WTP

Opini disclaimer seharusnya hanya diberikan dalam tiga kondisi: auditor tidak independen,
tidak ada standar akuntansi yang dijadikan kriteria, serta adanya limitation
scope/pembatasan ruang lingkup audit oleh manajemen/pihak yang diperiksa. Di luar 3
kondisi tersebut seharusnya tidak ada disclaimer karena disclaimer menunjukkan auditor
tidak tahu apakah laporan yang diperiksa baik atau tidak. Alasan tidak cukup waktu
semestinya tidak bisa dijadikan alasan memberi opini disclaimer oleh BPK karena UU
memberi kebebasan penuh bagi BPK untuk menentukan waktu pemeriksaan kapan pun.
Jika BPK tidak memiliki cukup SDM, BPK juga dapat menggunakan jasa auditor lain
termasuk Kantor Akuntan Publik untuk melakukan pemeriksaan.

Opini disclaimer seharusnya hanya diberikan dalam tiga kondisi: auditor tidak independen,
tidak ada standar akuntansi yang dijadikan kriteria, serta adanya limitation
scope/pembatasan ruang lingkup audit oleh manajemen/pihak yang diperiksa. Di luar 3
kondisi tersebut seharusnya tidak ada disclaimer karena disclaimer menunjukkan auditor
tidak tahu apakah laporan yang diperiksa baik atau tidak. Alasan tidak cukup waktu
semestinya tidak bisa dijadikan alasan memberi opini disclaimer oleh BPK karena UU
memberi kebebasan penuh bagi BPK untuk menentukan waktu pemeriksaan kapan pun.
Jika BPK tidak memiliki cukup SDM, BPK juga dapat menggunakan jasa auditor lain
termasuk Kantor Akuntan Publik untuk melakukan pemeriksaan.

Atas kerugian yang dilakukan pegawai non bendahara tersebut, Nilai kerugian akan dihitung
oleh Tim Penyelesaian Kerugian Daerah/TPKD yang diangkat Pejabat Penyelesaian
Kerugian Daerah/PPKD. Dalam kasus ini, karena yang menimbulkan kerugian adalah
pegawai daerah maka PPKD dijalankan oleh BUD/Kepala SKPKD. Nilai kerugian ditetapkan
oleh Pejabat Penyelesaian Kerugian Daerah. Lebih lanjut dapat dibaca pada PP 38 Tahun
2016.

Anda mungkin juga menyukai