Anda di halaman 1dari 4

Nama : Wulansari

NIM : B011201160
Mata Kuliah : Hukum Keuangan Negara

Penyusunan APBD Provinsi Banten Tahun 2021

Proses perencanaan dan penyusunan APBD, mengacu pada PP Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, secara garis besar sebagai berikut:
(1) penyusunan rencana kerja pemerintah daerah;
(2) penyusunan rancangan kebijakan umum anggaran;
(3) penetapan prioritas dan plafon anggaran sementara;
(4) penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD;
(5) penyusunan rancangan perda APBD; dan
(6) penetapan APBD.
Adapun Fungsi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yaitu :
1. Fungsi otorisasi yang bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk
merealisasi pendapatan, dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan
dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.
2. Fungsi perencanaan yang bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi
manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3. Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman
untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.
4. Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk
menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan
sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi, dan efektivitas perekonomian daerah.
Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam penganggaran
daerah harus memperhatikan rasa keadilan, dan kepatutan.
5. Fungsi stabilisasi memiliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk
memelihara, dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
Selain fungsi, APBD juga tentunya memiliki beberapa Sumber Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Berikut ini adalah sumber-sumber penerimaan pemerintah daerah
(subnasional):
1. Retribusi (User Charges) Dianggap sebagai sumber penerimaan tambahan, tujuan
utamanya adalah untuk meningkatkan efisiensi dengan menyediakan informasi atas
permintaan bagi penyedia layanan publik, dan memastikan apa yang disediakan oleh
penyedia layanan publik minimal sebesar tambahan biaya (Marginal Cost) bagi
masyarakat. Ada tiga jenis retribusi, antara lain:
a. Retribusi Perizinan Tertentu (Service Fees) seperti penerbitan surat
izin(pernikahan, bisnis, kendaraan bermotor) dan berbagai macam biaya yang
diterapkan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan.
Pemberlakuan biaya/tarif kepada masyarakat atas sesuatu yang diperlukan
oleh hukum tidak selalu rasional.
b. Retribusi Jasa Umum (Public Prices) adalah penerimaan pemerintah daerah
atas hasil penjualan barang-barang privat, dan jasa. Semua penjualan jasa yang
disediakan di daerah untuk dapat diidentifikasi secara pribadi dari biaya
manfaat publik untuk memberikan tarif atas fasilitas hiburan/rekreasi. Biaya
tersebut seharusnya diatur pada tingkat kompetisi swasta, tanpa pajak, dan
subsidi, di mana itu merupakan cara yang paling efisien dari pencapaian tujuan
kebijakan publik, dan akan lebih baik lagi jika pajak subsidi dihitung secara
terpisah.
c. Retribusi Jasa Usaha (Specific Benefit Charges) secara teori, merupakan cara
untuk memperoleh keuntungan dari pembayar pajak yang kontras, seperti
Pajak Bahan Bakar Minyak atau Pajak bumi dan bangunan.
2. Pajak bumi dan bangunan (Property Taxes) Pajak Properti (PBB) memiliki peranan
yang penting dalam hal keuangan pemerintah daerah, pemerintah daerah di
kebanyakan negara berkembang akan mampu mengelola keuangannya tapi hak milik
berhubungan dengan pajak properti. Jika pemerintah daerah diharapkan untuk
memerankan bagian penting dalam keuangan sektor jasa (contoh: pendidikan,
kesehatan), sebagaimana seharusnya mereka akan membutuhkan akses untuk sumber
penerimaan yang lebih elastis.
3. Pajak Cukai (Excise Taxes) Pajak cukai berpotensi signifikan terhadap sumber
penerimaan daerah, terutama alasan administrasi dan efisiensi. Terutama cukai
terhadap pajak kendaraan.
4. Pajak Penghasilan (Personal Income Taxes) Diantara beberapa negara dimana
pemerintah sub nasional memiliki peran pengeluaran besar, dan sebagian besar
otonom fiskal adalah negara-negara Nordik.
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Banten
Tahun Anggaran 2021 sudah sesuai peraturan yang berlaku. Kepala Badan Pengelola
Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten Rina Dewiyanti menegaskan, proses
perencanaan dan penyusunan APBD sudah mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pinjaman Daerah Pemerintah Provinsi
Banten ke PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Persero sudah sesuai mekanisme. Ditegaskan
pula, kegiatan pembangunan Pemerintah Provinsi Banten pada Tahun 2021 tentu harus sesuai
dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Banten Tahun 2021 yang telah
disetujui oleh DPRD Provinsi Banten.
Terkait pinjaman ke PT. SMI Persero, lanjut Rina, dalam proses pinjaman ini
pihaknya mengikuti semua aturan yang ada dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 43 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020
tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional Dalam Rangka Mendukung
Kebijakan Keuangan Negara Untuk Penanganan Pandemi Coronavirus DISease 2019 (Covid-
19) Dan/Atau Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional
Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan Serta Penyelamatan Ekonomi Nasional, dan Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 105/PMK.07/2020 Tentang Pengelolaan
Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional Untuk Pemerintah Daerah, dan Perjanjian Kerjasama
antara Pemerintah Daerah Provinsi Banten dan PT. Sarana Multi Infrastruktur (Persero)
Nomor: 577/PKS.05-HUK/VIII/2020, Nomor: PERJ-094/SMI/0820 tanggal 3 Agustus 2020
tentang Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional, yang sudah mencantumkan rencana
penggunaan pinjaman untuk tahun anggaran 2020 dan tahun anggaran 2021.
Sementara terkait dengan terbitnya PMK Nomor 179/PMK.07/2020 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/Pmk.07 /2020 Tentang Pengelolaan
Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional Untuk Pemerintah Daerah diketahui setelah Perda
APBD TA 2021 ditetapkan. Pemprov Banten menggunakan fasilitas Pinjaman PEN Daerah
yang diberikan Pemerintah Pusat untuk pemulihan ekonomi di daerah melalui PT SMI.
Komposisi pinjaman tersebut, yakni Rp 856 miliar untuk Tahun 2020 dan Rp 4,1 triliun untuk
digunakan di Tahun 2021. Fasilitas pinjaman tersebut, berdasarkan Perjanjian Kerja Sama
Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang ditandatangani melalui video conference
oleh Edwin Syahruzad (Direktur Utama PT SMI) dan Wahidin Halim (Gubernur Banten)
serta dihadiri oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI,
Astera Primanto Bhakti, dan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam
Negeri RI, M. Ardian Noervianto pada tanggal 03 Agustus 2020 lalu. Pemerintah Provinsi
Banten merupakan pemerintah daerah ketiga, setelah DKI Jakarta dan Jawa Barat, yang
mendapat pinjaman program PEN Daerah yang disalurkan melalui PT SMI.
Dana pinjaman ini akan digunakan oleh Pemda Provinsi Banten untuk membiayai
pembangunan di bidang pendidikan (sarana dan prasarana sekolah umum & berkebutuhan
khusus), kesehatan (program peningkatan layanan pembangunan sarana kesehatan),
infrastruktur, ketahanan pangan dan infrastruktur sosial. Rina memastikan kembali bahwa
pinjaman daerah kepada PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Persero dari Program
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sudah sesuai dengan mekanisme dan aturan yang
berlaku. Seluruh administrasi dan program yang dicanangkan sangat dijaga agar bisa
memberikan manfaat optimal bagi pemulihan ekonomi daerah serta masyarakat. Pemprov
Banten telah mengajukan pinjaman ke PT. SMI Persero senilai Rp. 4,99 triliun.

Anda mungkin juga menyukai