TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN APBD TAHUN ANGGARAN 2023
Sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor
12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Kementrian Dalam Negeri menerbitkan Permendagri Nomor 84 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2023 yang digunakan sebagai acuan Pemerintah Daerah dalam penyusunan APBD tahun anggaran 2023. Peraturan ini ditetapkan tanggal 19 September 2022 dan diundangkan tanggal 23 September 2022. Isi dalam peraturan ini adalah hal yang berhubungan dengan penyusunan APBD, meliputi sinkronisasi kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, prinsip penyusunan APBD, kebijakan Penyusunan APBD, teknis penyusunan APBD dan hal khusus lainnya. APBD Tahun anggaran 2023 disusun berdasarkan Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) berupa target, kinerja, program dan kegiatan yang tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Penyusunan program, kegiatan dan sub kegiatan pada Pemerintah Daerah yang disusun dalam RKPD harus sesuai dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat, oleh karena itu perlu dilakukan sinkronisasi kebijakan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Adapun tema RKP untuk tahun 2023 adalah “Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan berkelanjutan”. Fokus pembangunan dengan sasaran dan target yang harus dicapai pada tahun anggaran 2023 diarahkan pada: 1. percepatan penghapusan kemiskinan ekstrim 2. peningkatan kualitas SDM pendidikan dan kesehatan 3. penanggulangan pengangguran disertai dengan peningkatan decent job melalui penyediaanlapangan usaha 4. mendorong pemulihan dunia usaha 5. revitalisasi industri dan penguatan riset terapan 6. pembangunan rendah karbon dan transisi energi yang berkelanjutan dengan adaptasi dariperubahan iklim 7. percepatan pembangunan infrastruktur dasar antara lain air bersih dan sanitasi 8. pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Penyusunan APBD tersebut dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) dengan klasifikasi, kodefikasi dan nomenklatur untuk pendapatan, belanja dan pembiayaan berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 05-5889 Tahun 2021 tentang Hasil Verifikasi, Validasi dan Inventarisasi Pemutakhiran Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah. Pemerintah Daerah harus memfokuskan pencapaian target pada pelayanan publik dengan menganggarkan program, kegiatan dan sub kegiatan berdasarkan skala prioritas dan kebutuhan daerah yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan urusan pemerintahan wajib terkait dengan pelayanan dasar publik antara lain pemenuhan belanja wajib (mandatory spending) dan pemenuhan target Standar Pelayanan Minimal (SPM) serta pencapaian sasaran pembangunan. Prinsip-prinsip penyusunan APBD Tahun Anggaran 2023 yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah antara lain: 1. Sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dan kemampuan pendapatan daerah. 2. Tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi 3. Berpedoman kepada KUA dan PPAS yang didasarkan pada RKPD 4. Sesuai dengan tahapan dan jadwal yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan 5. Dilakukan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, partisipatif dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, manfaat untuk masyarakat dan taat kepada peraturan perundang- undangan 6. APBD merupakan dasar bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah, dan 7. Penerimaan daerah dan pengeluaran daerah berupa uang harus dicantumkan dan dianggarkan secara bruto dalam APBD. Kebijakan penyusunan APBD untuk tahun anggaran 2023 akan berbeda dengan tahun sebelumnya, karena mulai diterapkannya kebijakan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Perbedaan terletak pada komposisi pajak daerah serta kebijakan mengenai dana transfer dari Pemerintah Pusat. Sesuai dengan Pasal 187 ayat (2) yang menyebutkan bahwa apabila di Daerah belum ada perda tentang pajak daerah dan retribusi daerah sesuai UU HKPD, maka perda yang lama masih berlaku paling lama 2 (dua) tahun sejak diundangkannya UU HKPD. Hal tersebut memberi keleluasaan kepada daerah dalam menyusun perda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Perbedaan yang paling mendasar mengenai pajak dan retribusi daerah yaitu dari jenis atau klasifikasi pajak daerah. perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Pajak Daerah menurut UU No. 28 Pajak Daerah menurut UU No. 1 Tahun 2009 tentang PDRD Tahun 2022 tentang HKPD Pajak Hotel Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan Pajak Restoran dan Perkotaan (PBB-P2) Pajak Hiburan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Pajak Reklame Bangunan (BPHTB) Pajak Penerangan Jalan Pajak Barang dan Jasa Tertentu Pajak Mineral Bukan Batuan dan (PBJT) Logam (Pajak MBLB) Pajak Reklame Pajak Daerah menurut UU No. 28 Pajak Daerah menurut UU No. 1 Tahun 2009 tentang PDRD Tahun 2022 tentang HKPD Pajak Air Tanah Pajak Mineral Bukan Logam dan Pajak Parkir Batuan (Pajak MBLB) Pajak Air Tanah Pajak Sarang Burung Walet Pajak Sarang Burung Walet Opsen Pajak Kendaraan Bermotor Pajak Bumi dan Bangunan (PKB) Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) Opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bermotor (BBNKB) Bangunan Salah satu skema yang diterapkan dalan UU HKPD adalah kebijakan opsen pajak. Opsen pajak merupakan pungutan tambahan pajak menurut prosentase tertentu, dimana subjek dan wajib pajak opsen mengikuti pajak yang diopsenkan. Dalam menyusun APBD Tahun Anggaran 2023 terdapat hal khusus lainnya yang perlu diperhatikan yang merupakan pengeluaran wajib bagi pemerintah daerah (mandatory spending) yang merupakan pengeluaran yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah sesuai dengan UU HKPD. Belanja wajib tersebut meliputi: 1. Anggaran fungsi pendidikan untuk meningkatkan pelayanan pada bidang pendidikan sebesar 20% dari belanja daerah. Alokasi Anggaran fungsi pendidikan sesuai dengan program prioritas bidang pendidikan dalam RKPD. 2. Anggaran fungsi kesehatan untuk meningkatkan pelayanan pada bidang kesehatan sebesar 10% dari total belanja APBD diluar belanja gaji. Apabila Pemerintah Daerah telah menetapkan anggaran lebih dari 10% maka tidak perlu untuk menurunkan anggarannya, serta apabila belum memiliki kemampuan maka dapat dilaksanakan secara bertahap. Alokasi anggaran bidang kesehatan diarahkan untuk mendukung transformasi kesehatan dan pencapaian indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan dan program kesehatan lainnya. 3. Anggaran belanja infrastruktur pelayanan publik paling rendah sebesar 40% dari total belanja APBD diluar belanja bagi hasil / transfer kepada daerah atau desa. Apabila persentase tersebut belum tercapai, Pemerintah Daerah menyesuaikan porsi belanja infrastruktur pelayanan publik daerah secara bertahap dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya UU HKPD, sehingga batas akhir pengalokasian tersebut sampai dengan tahun 2027. Belanja infrastruktur pelayanan publik adalah belanja infrastruktur daerah yang langsung terkait dengan percepatan pembangunan dan/atau pemeliharaan fasilitas pelayanan publik yang beriorientasi pada pembangunan ekonomi daerah dalam rangka meningkatkan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, dan mengurangi kesenjangan penyediaan layanan publik antar daerah. (MT)