Anda di halaman 1dari 3

1

PERDA PDRD UNTUK SUSTAINABLE PAD1

Dengan berlakunya UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan


Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UUHKPD), terutama terkait
dengan ketentuan Pasal 187 huruf b yang menegaskan perda pajak daerah dan
retribusi daerah (Perda PDRD) yang ditetapkan berdasarkan UU No. 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) masih berlaku
paling lama 2 (dua) tahun sejak UUHKPD diundangkan, atau paling lama 5
januari 2024. Problem yuridis yang muncul kemudian yakni terkait dengan
pembentukan Perda PDRD berdasarkan ketentuan Pasal 94 UUHKPD yang
menyebutkan bahwa Jenis Pajak dan Retribusi, Subjek Pajak dan Wajib Pajak,
Subjek Retribusi dan Wajib Retribusi, objek Pajak dan Retribusi, dasar pengenaan
Pajak, tingkat penggunaan jasa Retribusi, saat terutang Pajak, wilayah
pemungutan Pajak, serta tarif Pajak dan Retribusi, untuk seluruh jenis Pajak dan
Retribusi ditetapkan dalam 1 (satu) Perda dan menjadi dasar pemungutan Pajak
dan Retribusi di Daerah. Sehingga bagi pemerintah daerah yang belum
mempunyai perda PDRD dalam 1 (satu) naskah, tidak berwenang melakukan
pemungutan PDRD.
Sesuai ketentuan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan (UUPPP) dan UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (UU Pemda), materi muatan Perda yakni penyelenggaraan
otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan penjabaran lebih lanjut ketentuan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Namun sampai awal tahun
2023, PP peraturan pelaksanaan UUHKPD belum terbit, sehingga menyulitkan
dalam penyusunan Rancangan Perda PDRD yang merupakan delegasi ketentuan
Pasal 94 UUHKPD.
Dalam cacatan penulis, penyusunan Perda PDRD dalam 1 (satu) naskah
Perda sudah jauh-jauh diamanatkan oleh ketentuan Pasal 286 ayat (1) UU Pemda
yang menegaskan pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan undang-
undang yang pelaksanaan di daerah diatur lebih lanjut dengan Perda. Sehingga
dalam pendekatan pendekatan historis (historical approach) hukum, justru UU
Pemda sejak tahun 2014 mengamanatkan pembentukan Perda PDRD dalam 1
(satu) naskah Perda. Baru kemudian terkait dengan kebijakan omnibus law,
ketentuan Pasal 94 UUHKPD menegaskan kembali omnibus law Perda PDRD
provinsi dan kabupaten/kota dalam 1 (satu) Perda PDRD.
Adapun urgensi pembentukan Perda PDRD bagi pemerintah daerah,
pertama, dari aspek pembentukan peraturan perundang-undangan yakni
penyederhanaan regulasi atau simplifikasi regulasi di daerah, melalui
pembentukan Perda PDRD dalam 1 (satu) naskah Perda akan menyederhanakan
regulasi di daerah terkait dengan PDRD, dalam praktek yang ada selama ini,
kepala daerah dan DPRD cenderung melakukan penyusunan, pembahasan, dan
penetapan Perda PDRD dipisah baik berdasarkan jenis pajak daerah maupun jenis
retribusi daerah, tidak jarang dalam 1 (satu) provinsi dan/atau 1 (satu)
1
ANDIK MAWARDI, S.H., M.H. Kepala Sub Bagian Produk Hukum
Kabupaten Kota Wilayah II Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan.
1
2

kabupaten/kota ditemukan puluhan yang mengatur terkait dengan Perda PDRD.


Hal ini tentunya tidak sesuai dengan implikasi penerapan Perda PDRD dengan
biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat yang diperoleh dari penerapan suatu
Perda terutama terkait dengan metode Regulatory Impact Analysis (RIA).
Kedua, menjaga aspek sustainable pendapatan daerah, dalam pengelolaan
keuangan daerah, sesuai ketentuan UU Pemda, PP No. 12 Tahun 2019 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No. 77 Tahun 2020 tentang
Pendoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang mengatur salah satu sektor
pendapatan daerah yang bersumber dari pendapatan asli daerah (PAD) yakni hasil
pemungutan PDRD. Sehingga pembentukan Perda PDRD merupakan keharusan
dalam menjaga PAD, hal ini sangat berpengaruh terhadap belanja pemerintah
daerah yang rencanakan dalam APBD.
Ketiga, paradigma baru pemungutan PDRD, UUHKPD menganut sistem
tertutup (closing system), jenis dan obyek PDRD yang diatur dalam UUHKPD
tidak boleh ditambah oleh pemerintah daerah. Perda PDRD hanya mengatur jenis
dan obyek PDRD yang diatur dalam UUHKPD. Sehingga dapat dipastikan,
apabila pemerintah kabupaten/kota dan provinsi memasukan jenis dan obyek
PDRD diluar ketentuan UUHKPD bisa dipastikan akan terevaluasi oleh Mendagri
dan Menkeu untuk Perda PDRD provinsi, dan gubernur sebagai wakil pemerintah
pusat (GWPP) untuk Perda PDRD kabupaten/kota.
Keempat, penyederhanaan jenis dan obyek PDRD, UUHKPD
menyederhanakan jenis dan obyek PDRD, lebih khusus terkait dengan retribusi
daerah, UU ini menyederhanakan jenis dan obyek retribusi daerah sehingga
berdampak pada beberpa obyek PDRD yang tidak dipungut oleh pemerintah
daerah lagi. Yang sangat terpengaruh dengan penyederhaaan jenis dan obyek
PDRD yakni kabupaten/kota, dimana berdasarkan UU PDRD dapat memungut
misalnya pajak penerangan jalan umum (PPJU) berdasarkan ketentuan UUHKPD
tidak dipungut lagi, beberapa retribusi yang tidak dipungut lagi misalnya retribusi
pengendalian menara telekomunikasi, retribusi pelayanan tera/tera ulang, dan
retribusi pengujian kendaraan bermotor, tentunya penghapusan obyek PDRD
tersebut berpotensi menurunkan PAD dari sektor PDRD.
Dengan kondisi yang ada tersebut, maka diperlukan percepatan dalam
pembentukan Perda PDRD, pertama, pemerintah pusat agar segera menerbitkan
PP turunan UUHKPD tertutama terkait PP tindak lanjut Pasal 95 UUHKPD yang
mengatur ketentuan umum dan tata cara pemungutan pajak dan retribusi.
Pemerintah daerah dalam penyusunan ketentuan umum dan tata cara pemungutan
PDRD tidak mempunyai referensi hukum terkait pengaturan ketentuan umum dan
tata cara pemungutan PDRD yang meliputi (a) pendaftaran dan pendataan; (b)
penetapan besaran pajak dan retribusi terutang; (c) pembayaran dan penyetoran;
(d) pelaporan; (e) pengurangan, pembetulan, dan pembatalan ketetapan; (f)
pemeriksaan pajak; (g) penagihan pajak dan retribusi; (h) keberatan; (i) gugatan;
(j) penghapusan piutang pajak dan retribusi oleh kepala daerah; dan (k)
pengaturan lain yang berkaitan dengan tata cara pemungutan pajak dan retribusi.
Kedua, DPRD segera membahasan Rancangan Perda PDRD bersama
SKPD teknis, agar tengang waktu penetapan Perda PDRD dalam lembaran daerah
provinsi/kabupaten/kota oleh kepala daerah paling lama 5 Januari 2024 dapat
2
3

dilakukan, mengingat prosedur pembentukan Perda PDRD sesuai dengan


ketentuan UUHKPD dan PP No. 10 Tahun 2021 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah dalam rangka Mendukung Kemudahan Berusaha dan Layanan
Daerah yakni adanya mekanisme evaluasi oleh Menkeu dan Mendagri untuk
Perda PDRD provinsi dan evaluasi oleh GWPP oleh Perda PDRD kabupaten/kota.
Sehingga persetujuan DPRD provinsi dan kabupaten/kota merupakan salah satu
syarat untuk dapat sebuah Perda PDRD dievaluasi oleh Menkeu, Mendagri, dan
GWPP.
Dalam rangka peningkatan PAD dari sektor PDRD yang perlu diatur
dalam Perda PDRD provinsi, kabupaten dan kota yakni pengaturan pengunaan
teknologi informasi dalam pendataan, penetapan, dan pembayaran pajak daerah
untuk efektifitas dan efisiensi pelaksanaan Perda PDRD. Selanjutnya pendekatan
reward and punishment dalam penegakan Perda PDRD perlu dilakukan
pengkajian. Kecenderungan pengaturan Perda baik Perda PDRD maupun perda
lain merumuskan sanksi (punishment) baik sanksi administratif maupun sanksi
pidana dalam Perda harus benar-benar mempertimbangkan kebutuhan perumusan
sanksi tersebut dalam Perda.
Kepala daerah dengan persetujuan DPRD perlu mempertimbangkan
pemberian penghargaan (reward) kepada wajib pajak dan wajib retribusi yang
sudah berkontribusi dengan membayar PDRD sesuai dengan ketentuan Perda
PDRD. Pendekatan pemberian sanksi dalam Perda PDRD sudah harus mulai
diganti dengan pendekatan pemberian penghargaan (reward) sehingga memacu
wajib pajak dan wajib retribusi yang belum patuh untuk membayar PDRD sesuai
dengan ketentuan Perda PDRD. Pendekatan penghargaan (reward) dapat berupa
piagam penghargaan, pengurangan/pembebasan pajak daerah, dan/atau
pengurangan retribusi daerah serta penghapusan sanksi administratif merupakan
kebijakan daerah yang afirmatif terhadap peningkatan investasi daerah sesuai
ketentuan PP No. 24 Tahun 2019 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan
Investasi di Daerah.

Anda mungkin juga menyukai