Anda di halaman 1dari 20

TES FORMATIF 2

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Pembatalan Peraturan daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dilakukan paling
lama....

A. I bulan sejak diterimanya Peraturan Daerah

B. bulan sejak disosialisasikan Peraturan Daerah

C. bulan sejak Menteri Dalam Negeri berkoordinasi dengan Menteri Keuangan

D. Dibatalkan oleh peraturan yang lebih tinggi.

2) Keputusan pembatalan Perda ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama....

A. hari sejak diterimanya Perda

B. hari sejak ditetapkannya Perda

C. hari sejak disosialisasikannya Perda

D. hari sejak diterimanya Perda

Untuk soal nomor 3-5 pilihlah

A. Bila A,B benar

B. Bila A, C benar

C Bila B, C benar

D. Bila A, B dan C benar

3) Dalam hal Peraturan daerah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bertentangan dengan
kepentingan umum dan atau peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi, maka Pemerintah
dapat membatalkan Peraturan Daerah dimaksud. Hal ini dapat ditemukan dalam U No 34 Tahun
2000:

A. Pasal 5A

B. Pasal 20
C. Pasal 25A

D. Pasal 15

Jawab : B. Bila A, C benar

4) Dalam rangka pengawasan, mekanisme pembatalan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah disampaikan kepada:

A. Menteri Keuangan

B. Menteri Dalam Negeri

C. Menteri Pertahanan dan Keamanan

D. Menteri Luar Negeri

Jawab : A. Bila A, B benar

5) Rancangan Peraturan daerah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebelum ditetapkan terlebih
dahulu harus memperoleh persetujuan Ranperda

A. Provinsi, memperoleh persetujuan Mendagri

B. Kabupaten/kota, memperoleh persetujuan dari Gubernur

C. Kabupaten/kota, memperoleh persetujuan Bupati.

D. Kabupaten/kota, memperoleh persetujuan Walikota.

Jawab : A. Bila A, B benar

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di
bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk
mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.

Tingkat penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar x100%

Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan:

90- 100%-baik sekali


80-89%-baik

70-79% -cukup

<70%-kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan
Kegiatan Belajar 3. Bagus! Jika masih di bawah 80% Anda harus mengulangi materi Kegiatan
Belajar 2, terutama bagian yang belum dikuasai.

Modul 4

KEGIATAN BELAJAR 1

Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan PAD melalui
pajak daerah dan retribusi daerah yaitu, menetapkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000
tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Perubahan terhadap Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 ini dilakukan
tidak terlepas dari keinginan dan keseriusan pemerintah untuk mewujudkan otonomi yang benar-
benar memberikan keleluasaan dari daerah dalam mengatur dan merencanakan daerahnya
masing-masing. Revisi tersebut juga dimaksudkan untuk menciptakan suatu sistem perpajakan
daerah yang sejalan dengan makna otonomi daerah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-
undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 serta selaras juga
dengan sistem perpajakan nasional yang diatur dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum
Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2000.

Pengaturan kewenangan mengenai pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dalam
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 selama ini dianggap kurang memberikan peluang kepada
daerah untuk mengadakan pungutan baru. Walaupun dalam Undang-undang tersebut sebenarnya
telah memberikan kewenangan kepada daerah, namun harus ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah shingga pada waktu Undang-undane Nomor 18 Tahun 1997 berlaku belum ada satu
daerah pin yang mengusulkan pungutan baru karena dianggap hal tersebut sulit dilakukan. Selain
itu, pengaturan agar peraturan daerah (perda) tentang pajak daerah dan retribusi daerah harus
mendapat pengesahan dari pusat juga dianggap telah mengurangi hak otonomi daerah. Dengan
diubahnya Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 menjadi Undang-undang Nomor 34 Tahun
2000, diharapkan pajak daerah dan retribusi daerah akan menajdi salah satu PAD yang penting
guna membiayai pemerinah dan pembangunan daerah.

Dalam perjalanannya, Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 ternyata tidak juga


memberikan kontribusi yang memadai terhadap APBD apalagi dengan ditetapkannya pengaturan
pedoman otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dan Undang-undang
Nomor 33 tahun 2004 sebagai pengganti Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 dan Undang-
undang Nomor 25 tahun 1999. Terdapat perbedaan yang mendasar mengenai pengawasan
terhadap pelaksanaan pajak daerah dan retribusi daerah yang ditetapkan melalui peraturan
daerah. Untuk itu pemerintah (cq. Departemen Keuangan) telah memperoleh izin Prakarsa dari
presiden untuk melakukan perubahan terhadap Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta peraturan pelaksanaannya yang saat ini sedang
disiapkan.

Dalam rangka membiayai aktivitas pemerintahan baik pemerintah pusat (APBN) maupun
daerah (APBD) selama ini masih didominasi dari sektor pajak. Untuk daerah sebenarnya sumber
penerimaan nya tidak semata-mata hanya dari pajak daerah saja. Karena itu penerapan pajak
daerah akan menjadi kontra produktif dengan makna otonomi daerah yang ingin
menyejahterakan masyarakat lokal melalui pemerintah daerah apabila dengan penerapan pajak
daerah justru menyengsarakan rakyat.

Pajak daerah dan pajak nasional merupakan suatu sistem perpajakan di Indonesia, yang
pada dasarnya merupakan beban masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijakan tersebut dapat
memberikan beban yang adil. Sejalan dengan sistem perpajakan nasional, pembinaan pajak
daerah dilakukan secara terpadu dengan pajak nasional. Pembinaan ini dilakukan secara terus
menerus terutama mengenai obyek dan tarif pajak sehingga antara pajak pusat dan pajak daerah
saling melengkapi.

Pajak daerah berdasarkan kewenangan memungut dan peruntukannya dibedakan dalam dua
golongan yaitu Pajak Daerah Provinsi dan Pajak Daerah Kabupaten/Kota. Pembedaan pajak
tersebut adalah berdasarkan obyeknya. Pajak Daerah Kabupaten/Kota objeknya berada di
kabupaten/kota itu sendiri (lokal) sedangkan pajak provinsi obyek nya mobile melintasi beberapa
wilayah kabupaten/kota dalam provinsi tersebut.

Walaupun Undang-undang dan Peraturan Pemerintah telah memberikan pengaturan


mengenai ketentuan formal dan materiil mengenai pajak daerah dan retribusi daerah ketentuan
tersebut hanya sebagai menu di mana pemberlakuannya di tiap daerah baik provinsi maupun
kabupaten/kota berdasarkan Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 24 ayat (1) harus ditetapkan dengan
peraturan daerah hal tersebut tidak menyalahi pasal 23A UUD 1945 Amandemen ke-empat
menyatakan bahwa: “Segala pajak dan pungutan lain yang, bersifat memaksa untuk keperluan
negara diatur dengan Undang-undang"

Pengertian Undang-undang tersebut berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004


tentang pembentukan peraturan perundang-undangan dalam Pasal 7 avat (I) mengatur tata urutan
peraturan perundang-undangan sebagai berikut (a) UUD 1945, (b) Undang-undang / Peraturan
Pemerimtah Pengganti Undang-undang (c) Peraturan Pemerintah (d) Peraturan Presiden, dan (e)
Peraturan Dacrah.

Lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 memberikan persyaratan


penetapan Peraturan Dacrah tersebut sebagai berikut:

Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tidak boleh berlaku surut.

Sekurang-kurangnya mengatur:

nama, objek dan subjek pajak;

dasar pengenaan, tarif dan cara penghitungan pajak;

wilayah pemungutan;

masa pajak;

penetapan;

tata Cara pembayaran dan penagihan;

kadaluwarsa:

sanksi administrasi: dan


tanggal mulai berlakunya.

Peraturan Dacrah Pajak Daerah dan Retribusi Dacrah dapat mengatur ketentuan mengenai:

pemberian pengurangan, keringanan, dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan/atas sanksinya:

tata Cara penghapusan piutang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan kadaluwarsa;

asas timbal balik.

Peraturan Daerah harus terlebih dahulu disosialisasikan dengan masyarakat sebelum


ditetapkan.

Keadilan adalah objek atau subjek atau dasar pengenaan pajak tidak membedakan
(kalsifikasi) orang pribadi atau badan tapa alasan yang kuat contoh pajak bangsa asing,
pengecualian anggota DPRD sebagai subjek atau wajib pajak,

Aspek kemampuan masyarakat: pajak memperhatikan kemampuan subjek pajak untuk


memikul tambahan beban pajak. Selanjutnya sebagian bear dari beban pajak tersebut tidak
dipikul oleh masyarakat yang relatif kurang mampu, contoh pajak atas kendaraan tidak bermotor
seperti sepeda.

Pertanyaan

Pajak daerah berdasarkan kewenangan memungut dan peruntukannya dibedakan dalam:

Pajak daerah provinsi

Pajak daerah kabupaten

Pajak daerah kota

Semuanya benar

Persyaratan penetapan Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah:
Tidak boleh berlaku surut

Dapat mengatur ketentuan mengenai pemberian pengurangan, keringanan

Harus terlebih dahulu disosialisasikan dengan masyarakat

Semuanya benar

Kendala yang dihadapi dalam penerapan UU No. 18 Tahun 1997 adalah:

Pengaturan agar peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah harus
mendapat pengesahan dari pusat juga dianggap telah mengurangi hak otonomi daerah

UU tersebut sebenarnya telah memberikan kewenangan kepada daerah, namun harus


ditetapkan dengan PP sehingga pada waktu UU No 18 tahun 1997 berlaku belum ada satu daerah
pun yang mengusulkan pungutan baru karena dianggap hal tersebut sulit dilakukan

UU No 18 tahun 1997 ternyata tidak juga memberikan kontribusi yang memadai terhadap
APBD

Dipengaruhi oleh arus pemikiran dominan dalam lembaga politik yang bersangkutan pada
kurun waktu tertentu.

UU No 34 tahun 2000 ternyata tidak juga memberikan kontribusi yang memadai terhadap
APBD apalagi dengan ditetapkannya pengaturan pedoman otonomi daerah dalam:

UU No. 32 Tahun 2004

UU No. 31 Tahun 1999

UU No. 35 Tahun 2004

UU No. 33Tahun 2003

Pajak daerah dan pajak nasional merupakan suatu sistem perpajakan di Indonesia. Selain
dengan sistem perpajakan nasional, pembinaan pajak daerah perlu:
Dijaga agar kebijakan tersebut dapat memberikan beban yang adil

Dilakukan secara teradu dengan pajak nasional

Dilakukan secara terus menerus terutama mengenai objek dan tarif pajak sehingga antara
pajak pusat dan pajak daerah saling melengkapi.

Semuanya benar

MODUL 6 KEGIATAN BELAJAR 2

PENGERTIAN DANA DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN

Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan merupakan salah satu unsur dalam
sistem perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah suatu


sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung
jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan
potensi, kondisi dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi
dan tugas pembantuan.

Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004, pelimpahan kewenangan sistem perimbangan


keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 33
Tahun 2004 menegaskan bahwa:

Penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi


didanai dari APBD
Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh Gubernur selaku wakil
Pemerintah di daerah dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi didanai dari APBN

Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh Gubernur/ Bupati/Walikota


selaku kepala daerah otonom dalam rangka Tugas Pembantuan didanai dari APBN.

Menurut UU No. 33 Tahun 2004, pelimpahan kewenangan dalam rangka pelaksanaan


Dekonsentrasi dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah diikuti dengan pemberian dana.
Dana yang diberikan untuk mendanai sebagian kewenangan yang dilimpahkan merupakan Dana
Dekonsentrasi yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk Instansi Vertikal Pusat di
daerah. Demikian pula dengan Tugas Pembantuan, di mana setiap adanya penugasan dari
Kementrian/Lembaga kepada kepala daerah akan diikuti dengan pemberian dana. Dana yang
diberikan untuk mendanai penugasan merupakan Dana Tugas Pembantuan yang berasal dari
APBN yang dilaksanakan oleh perangkat daerah dan/atau desa yang mencakup semua
penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan. Hal ini berarti
bahwa Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian anggaran kementrian negara/lembaga yang
dialokasikan untuk daerah provinsi/kabupaten/kota dan/atau desa sesuai dengan beban dan jenis
penugasan yang diberikan dengan kewajiban melaporkan dan memper- tanggungjawabkan
kepada yang memberikan penugasan.

PRINSIP PENDANAAN DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN

Sesuai dengan UU No. 33 Tahun 2004, dan PP No. 7 tahun 2008, pendanaan
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :

Pendanaan Dekonsentrasi dilaksanakan setelah adanya pelimpahan wewenang dari


Pemerintah Pusat melalui kementrian negara/lembaga kepada gubernur (sebagai wakil
Pemerintah Pusat di daerah);
Pendanaan Tugas Pembantuan dilaksanakan setelah adanya penugasan dari Pemerintah
Pusat melalui kementrian negara/lembaga kepada Gubernur/Bupati/ Walikota (sebagai kepala
daerah);

Pelimpahan/penugasan wewenang dimaksud dijabarkan dalam bentuk program dan


kegiatan kementrian/lembaga;

Pendanaan kegiatan Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan oleh Pemerintah Pusat disesuaikan


dengan beban dan besar/kecilnya wewenang yang dilimpahkan/ ditugaskan;

Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan pada dasarnya merupakan bagian
anggaran kementrian/lembaga yang dialokasikan di dalam Rencana Kerja dan Anggaran
Kementrian/Lembaga (RKA-K/L)

Kegiatan yang didanai dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
adalah lingkup kewenangan yang sudah menjadi Tupoksi kementrian/lembaga;

Kegiatan Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan di daerah dilaksanakan oleh Satuan Kerja


Perangkat Daerah (SKPD) selaku kuasa pengguna anggaran/barang (KPA/B);

Kegiatan yang didanai dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi bersifat nonfisik, seperti:
koordinasi perencanaan, fasilitasi, pelatihan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. Di
dalam kegiatan nonfisik dimungkinkan terdapat kegiatan fisik yang bersifat penunjang:

Kegiatan yang didanai dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan bersifat fisik. Di
dalam kegiatan fisik dimungkinkan terdapat kegiatan nonfisik yang bersifat penunjang;

Gubernur memberitahukan RKA-K/L yang telah diterima dari kementrian/lembaga kepada


DPRD pada saat pembahasan RAPBD berkaitan dengan kegiatan Dekonsentrasi di daerahnya;

Gubernur/Bupati/Walikota memberitahukan RKA-K/L yang telah diterima dari


kementrian/lembaga kepada DPRD setempat pada saat pembahasan RAPBD berkaitan dengan
rencana kegiatan Tugas Pembantuan di daerah provinsi/kabupaten/kota.
PENGANGGARAN DANA DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN

Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian anggaran


kementrian/lembaga yang dialokasikan untuk mendanai program dan kegiatan masing-masing
kementrian/lembaga berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian/Lembaga
(RKA-K/L). Penganggaran pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan tersebut
dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN.Ab

Berdasarkan PP No. 7 tahun 2008, dalam perencanaan dan penganggaran Dana


Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan disebutkan bahwa rencana lokasi dan anggaran untuk
program dan kegiatan yang akan didekonsentrasikan/ ditugaskan disusun dengan memperhatikan
kemampuan keuangan negara dan kebutuhan pembangunan di daerah.

Penganggaran dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dituangkan dalam


penyusunan RKA-K/L. RKA-K/L yang telah disusun menjadi dasar dalam pembahasan bersama
antara kementrian/lembaga dengan komisi terkait di DPR. Hasil pembahasan RKA-K/L tersebut,
oleh Menteri teknis disampaikan kepada Menteri Keuangan dan Bappenas untuk dilakukan
penelaahan. Hasil penelaahan RKA-K/L kemudian ditetapkan menjadi Satuan Anggaran Per
Satuan Kerja (SAPSK) dan disampaikan kepada kementrian/lembaga. Proses selanjutnya adalah
penyampaian ke daerah.

Untuk Dana Dekonsentrasi, kementrian/lembaga menyampaikan RKA- K/L yang telah


ditetapkan menjadi SAPSK kepada gubernur. Setelah menerima RKA-K/L, gubernur
menetapkan pejabat pengelola keuangan dekonsentrasi yang terdiri dari Satuan Kerja Perangka
Daerah (SKPD), Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penguji Tagihan/Penandatanganan Surat
Perintah Membayar, dan Bendahara Pengeluaran dan menyampaikannya kepada
menteri/pimpinan lembaga dan Menteri Keuangan selambat-lambatnya minggu pertama bulan
Desember pada tahun berjalan. RKA-K/L tersebut juga diberitahukan oleh gubernur kepada
DPRD Provinsi pada saat pembahasan RAPBD untuk tujuan sinkronisasi program dan kegiatan
yang akan didanai dari APBN dan APBD.

Untuk Dana Tugas Pembantuan, Kementrian/lembaga menyampaikan RKA-K/L yang


telah ditetapkan menjadi SAPSK kepada Gubernur/ Bupati/Walikota. Setelah menerima RKA-
K/L tersebut, Gubernur/ Bupati/walikota menyampaikan usulan pejabat pengelola keuangan
tugas pembantuan yang terdiri dari SKPD selaku Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat
Komitmen, Pejabat Penguji Tagihan/Penandatanganan Surat Perintah Membayar, dan Bendahara
Pengeluaran dan menyampaikannya kepada kementrian/lembaga selambat-lambatnya minggu
pertama bulan Desember pada tahun berjalan. RKA-K/L tersebut juga diberitahukan oleh
Gubernur/Bupati/ Walikota kepada DPRD pada saat pembahasan RAPBD untuk tujuan
sinkronisasi program dan kegiatan yang akan didanai dari APBN dan APBD. RKA-K/L yang
telah ditetapkan menjadi SAPSK sebagai dasar dalam penyusunan DIPA. Tata cara penyusunan
RKA-K/L dan penetapan/pengesahan DIPA mengacu pada ketentuan peraturan perundang-
undangan.

PENYALURAN DANA DEKONSENTRASI/TUGAS PEMBANTUAN

Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004, Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas


Pembantuan disalurkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) melalui
Rekening Kas Umum Negara. Peraturan Menteri Keuangan No. 134 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
menyebutkan bahwa

mekanisme penyaluran Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan secara ringkas
dapat diuraikan sebagai berikut:

Pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN oleh KPPN dilakukan berdasarkan Surat
Perintah Membayar (SPM) yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna
Anggaran dengan penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) oleh KPPN selaku Kuasa
Bendahara Umum Negara

Penerbitan SPM olch Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran didasarkan pada


alokasi dana yang tersedia dalam DIPA atau dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang
dipersamakan dengan DIPA:

Pelaksanaan pembayaran tagihan atas beban APBN tersebut dapat dilakukan dengan cara:

Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS).

Surat Perintah Membayar Uang Persediaan (SPM-UP).

Surat Perintah Membayar Penggantian Uang Persediaan (SPM-GU).

Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan (SPM-TU).

Dalam hal pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan terdapat saldo, maka
saldo tersebut wajib disetor ke Rekening Kas Umurn Negara dan apabila menghasilkan
penerimaan, maka penerimaan tersebut merupakan penerimaan APBN yang harus disetor ke
Rekening Kas Umum Negara.

PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN

PP No. 7 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pertanggungjawaban dan pelaporan


Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan mencakup aspek manajerial dan aspek akuntabilitas.
Aspek manajerial terdiri dari perkembangan realisasi penyerapan dana, pencapaian target
keluaran, kendala yang dihadapi, dan saran tindak lanjut sejalan dengan PP No. 39 Tahun 2007
tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan. Aspek
akuntabilitas terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, catatan atas laporan keuangan, dan
laporan barang sejalan dengan PP No. 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara
dan/Daerah dan PP No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah

Dana Dekonsentrasi wajib Dalam PP No. 7 Tahun 2008 dijelaskan bahwa Kepala SKPD
provinsi selaku Kuasa Pengguna Anggaran/Barang dekonsentrasi menyelenggarakan akuntansi
dan bertanggung jawab terhadap penyusunan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban
keuangan dan barang. Penyusunan dan penyampaian laporan dimaksud secara garis besar dapat
disajikan sebagai berikut:

Setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran, kepala SKPD provinsi atas nama
gubernur menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang
kepada menteri/pimpinan lembaga pemberi dana dekonsentrasi, dengan tembusan kepada SKPD
yang membidangi pengelolaan keuangan daerah;

Gubernur menggabungkan laporan pertanggungjawaban dimaksud dan menyampaikannya


kepada Menteri Keuangan setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran;

Menteri/pimpinan lembaga yang mengalokasikan dana dekonsentrasi menyampaikan


laporan pertanggungjawaban dimaksud kepada Presiden melalui Menteri Keuangan setiap
berakhirnya tahun anggaran;
Laporan pertanggungjawaban keuangan secara tahunan atas pelaksanaan dekonsentrasi
oleh gubernur dilampirkan dalam Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada DPRD.
Laporan

Dana Tugas Pembantuan

Penyusunan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang atas


pelaksanaan Tugas Pembantuan secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:

Setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran, Kepala SKPD provinsi atas nama
gubernur menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan dan kepada
menteri/pimpinan lembaga pemberi dana tugas pembantuan, dengan tembusan kepada SKPD
yang membidangi pengelolaan keuangan daerah;

Setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran, Kepala SKPD kabupaten/kota atas
nama bupati/walikota menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan dan
barang menteri/pimpinan lembaga pemberi dana tugas pembantuan, dengan kepada tembusan
kepada SKPD yang membidangi pengelolaan keuangan daerah;

Gubernur menggabungkan laporan pertanggungjawaban dimaksud dan menyampaikannya


kepada Menteri Keuangan setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran;

Bupati/walikota menggabungkan laporan pertanggungjawaban dimaksud dan


menyampaikannya kepada Menteri Keuangan setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun
anggaran, dengan tembusan kepada gubernur;
Menteri/pimpinan lembaga yang mengalokasikan dana tugas pembantuan menyampaikan
laporan pertanggungjawaban dimaksud kepada Presiden melalui Menteri Keuangan setiap
berakhirnya tahun anggaran;

Laporan pertanggungjawaban keuangan secara tahunan atas pelaksanaan tugas pembantuan


setiap berakhirnya tahun anggaran dilampirkan dalam Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan
APBD kepada DPRD. Adapun bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang
atas Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku.

PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA

Status Barang Hasil Pelaksanaan Dekonsentrasi

PP No. 7 tahun 2008 juga mengamanatkan bahwa semua barang yang dibeli atau
diperoleh dari pelaksanaan Dana Dekonsentrasi merupakan barang milik negara (BMN).

Namun, barang-barang dimaksud sifatnya hanya berupa penunjang dari pelaksanaan


Dekonsentrasi, dan SKPD wajib melakukan penatausahaan atas BMN sesuai ketentuan yang
berlaku. Barang tersebut dapat dihibahkan kepada daerah dan apabila sudah dihibahkan, maka
daerah wajib mengelola dan menatausahakannya sebagai barang milik daerah (BMD).
Konsekuensinya ialah daerah wajib menganggarkan seluruh kebutuhan operasi dan
pemeliharaannya di dalam APBD melalui SKPD provinsi yang bersangkutan.

Status Barang dalam Pelaksanaan Tugas Pembantuan

Mengingat dana tugas pembantuan digunakan untuk mendanai kegiatan yang bersifat
fisik, maka dalam pelaksanaan dan penyelenggaraannya bisa menghasilkan output berupa BMN.
BMN yang diperoleh dari hasil pelaksanaan Tugas Pembantuan dapat dihibahkan juga kepada
daerah.

Barang yang sudah dihibahkan kepada daerah wajib dikelola dan ditatausahakan oleh
daerah, dengan konsekuensi bahwa penatausahaan, penggunaan dan pemanfaatan barang tersebut
dilaksanakan oleh daerah provinsi/kabupaten/kota sebagai BMD dengan dukungan dana dari
APBD. Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme penghibahan BMN mengikuti Peraturan
Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara.

LATIHAN

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan


berikut!

Apa saja yang ditegaskan dalam UU Nomor 33 Tahun 2004, pelimpahan kewenangan
sistem perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah? Jelaskan!

Prinsip-prinsip apa saja yang diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004, dan PP No. 7 tahun
2008 tentang pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan? Jelaskan!

Jelaskan bahwa pertanggungjawaban dan pelaporan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan


dalam PP No. 7 Tahun 2008 mencakup aspekm manajerial dan aspek akuntabilitas!

Petunjuk Jawaban Latihan

Yang ditegaskan dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang pelimpahan kewenangan sistem
perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah adalah:
Penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi
didanai dari APBD;

Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh Gubernur selaku wakil


Pemerintah di daerah dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi didanai dari APBN;

Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh Gubernur/Bupati/ Walikota


selaku kepala daerah otonom dalam rangka Tugas Pembantuan didanai dari APBN

Prinsip-prinsip yang diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004, dan PP No. 7 tahun 2008
tentang pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan adalah:

Pendanaan Dekonsentrasi dilaksanakan setelah adanya pelimpahan wewenang dari


Pemerintah Pusat melalui kementrian negara/ lembaga kepada gubernur (sebagai wakil
Pemerintah Pusat di daerah);

Pendanaan Tugas Pembantuan dilaksanakan setelah adanya penugasan dari Pemerintah


Pusat melalui kementrian negara/ lembaga kepada Gubernur/Bupati/ Walikota (sebagai kepala
daerah);

Pelimpahan/penugasan wewenang dimaksud dijabarkan dalam bentuk program dan


kegiatan kementrian/lembaga;

Pendanaan kegiatan Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan oleh Pemerintah Pusat disesuaikan


dengan beban dan besar/kecilnya wewenang yang dilimpahkan/ ditugaskan;
Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan pada dasarnya merupakan bagian
anggaran kementrian/lembaga yang dialokasikan di dalam Rencana Kerja dan Anggaran
Kementrian/Lembaga (RKA-K/L);

Kegiatan yang didanai dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
adalah lingkup kewenangan yang sudah menjadi Tupoksi kementrian/lembaga;

Kegiatan Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan di daerah dilaksanakan oleh Satuan Kerja


Perangkat Daerah (SKPD) selaku kuasa pengguna anggaran/barang (KPA/B);

Kegiatan yang didanai dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi bersifat nonfisik, seperti:
koordinasi perencanaan, fasilitasi, pelatihan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. Di
dalam kegiatan nonfisik dimungkinkan terdapat kegiatan fisik yang bersifat penunjang:

Kegiatan yang didanai dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan bersifat fisik. Di
dalam kegiatan fisik dimungkinkan terdapat kegiatan nonfisik yang bersifat penunjang:

Gubernur memberitahukan RKA-K/L yang telah diterima dari kementrian/lembaga kepada


DPRD pada saat pembahasan RAPBD berkaitan dengan kegiatan Dekonsentrasi di daerahnya

Gubernur Bupati/Walikota memberitahukan RKA-K/L yang telah diserina dari


kementrian/lembaga kepada DPRD setempat pada saat pembahasan RAPBD berkaitan dengan
rencana kegiatan TP di daerah provimi kabupaten/kota.

Pertanggungjawaban dan pelaporan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dalam PP No. 7


Tahun 2008 mencakup aspek manajerial dan aspek akuntabilitas artinya aspek manajerial terdiri
dari perkembangan realisasi penyerapan dana, pencapaian target keluaran kendala yang dihadapi,
dan saran tindak lanjut sejalan dengan PP No. 39 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pengendalian
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan. Aspek akuntabilitas terdiri dari laporan
realisasi anggaran, neraca, catatan atas laporan keuangan, dan laporan barang sejalan dengan PP
No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara dan Daerah dan PP No. 8 Tahun
2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

RANGKUMAN

Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan merupakan salah saha unsur dalam
sistem perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah suatu


sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung
jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan
potensi, kondisi dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi
dan tugas pembantuan.. Pelimpahan kewenangan sistem perimbangan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004. Prinsip-prinsip
pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004, dan PP
No. 7 tahun 2008.

Anda mungkin juga menyukai