Anda di halaman 1dari 4

PENGAMPUNAN PAJAK

UU HARMONISASI (UU No. 7 Tahun 2021)

Pengesahan RUU Harmonisasi pada


29 Oktober 2021

PAJAK CUKAI
KUP PPh PPN PPS KARBBON

Bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang


berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi serta
mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional.

Program Pengungkapan Sukarela (PPS)

Alumni Tax Amnesty I (baik WPOP di tahun 2016 s/d 2020 yang
orang pribadi maupun badan) belum sepenuhnya melakukan
kewajiban perpajakannya dengan baik.

Berlangsung mulai dari 1 Januari 2022 – 30 Juni 2022

Bagaimana dampaknya terhadap pendapatan negara di tahun


2021 dan di tahun 2022? Apakah program PPS ini akan
mendorong kepatuhan wajib pajak atau malah sebaliknya?

ANALISIS PEMBAHASAN

Banyaknya uang warga negara Indonesia yang tersimpan di luar negeri tentunya
menimbulkan potensi kerugian penerimaan negara baik dari sektor pajak serta kurang
terdukungnya iklim investasi di Indonesia. Sementara dukungan para investor untuk
melakukan investasi merupakan harapan besar bagi semua negara termasuk Indonesia. Hal
demikian secara tidak langsung diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dalam suatu negara. Berdasarkan beberapa kenyataan di atas maka melalui instrumen
perpajakan pemer intah berupaya meningkatkan penerimaan dari sektor pajak serta
menarik kembali minat orang Indonesia untuk mengalihkan dananya yang selama ini
tersimpan di negara asing untuk masuk ke dalam negeri melalui instrumen perpajakan.
Kebijakan pemberian pengampunan pajak (tax amnesty) jilid 2 ini dianggap pemerintah
sebagai upaya yang paling tepat untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak
serta mampu menarik kembali dana warga negara Indonesia yang tersimpan di luar negeri.

Program pengampunan pajak kali ini terdiri dari dua program:

Untuk program pertama, para ex-peserta tax amnesty 2016-2017 harus mengecek dan
mendata daftar harta kekayaannya dari 1985 hingga 2015 yang belum diungkapkan pada
program yang telah digelar lima tahun lalu. Terutama aset keuangan. Kemudian, dari aset
yang belum diungkapkan itu wajib pajak perlu menghitung potensi pajak yang harus
dibayarkan. Dalam draf yang dihimpun Kontan.co.id tersebut menjelaskan ada dua
keuntungan yang akan didapat oleh wajib pajak terkait.

a. Dikenaikan tarif pajak penghasilan (PPh) Final sebesar 15% atau lebih rendah dari
tarif tertinggi PPh OP yang berlaku saat ini yakni 30%. Namun apabila harta
kekayaan itu kedapatan diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) maka
tarif PPh final yang dipatok lebih rendah yakni 12,5%.
b. Dibebaskan dari sanksi administrasi.

Untuk program kedua merupakan pengampunan pajak atas harta yang peroleh sejak
tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2019. Syaratnya, masih
dimiliki pada tanggal 31 Desember 2019, tapi belum dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh OP tahun pajak 2019.

Kebijakan pengampunan pajak ini sangat bermanfaat untuk menopang penerimaan Negara
sebab uang yang masuk dari wajib pajak dapat menambah modal pemerintah untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program pendidikan, kesehatan, perumahan
dan pembangunan infrastruktur. Dalam Kebijakan pengampunan pajak memberi manfaat
bagi Wajib Pajak dan upaya pembangunan menuju Indonesia yang lebih makmur dan
sejahtera.

Jika dirinci, jumlah harta bersih yang terungkap dalam PPS sebagian besar berasal wajib
pajak orang pribadi peserta tax amnesty, yaitu senilai Rp 380,52 triliun atau sekitar 64%
dari total harta yang diungkapkan. Sementara nilai harta yang diungkapkan wajib pajak
badan peserta tax amnesty atau kebijakan pertama hanya Rp 19,09 triliun setara dengan
3,2% dari total harta. Sedangkan jumlah harta bersih wajib pajak orang pribadi bukan
peserta tax amnesty atau peserta PPS kebijakan II mencapai 195,21 triliun, setara dengan
33% dari total harta yang diungkapkan. Dari jumlah harta yang diungkapkan pada PPS,
pemerintah berhasil mengumpulkan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp 61,01 triliun,
terdiri dari Rp 32,91 triliun oleh wajib pajak badan dan orang pribadi yang mengikuti
kebijakan pertama dan sebesar Rp 28,1 triliun dari kebijakan II.
(Sumber: www.pajak.go.id)
PPS secara konsep relatif serupa dengan kebijakan tax amnesty yang pernah dilakukan
banyak negara di dunia termasuk Indonesia, terutama Program Pengampunan Pajak (2016-
2017). Tujuan utamanya adalah untuk mendorong kepatuhan sukarela (voluntary
compliance). Variabel penting pendukung kesuksesan tax amnesty di banyak negara yang
belum dioptimalkan Pemerintah Indonesia:

1. Ketersediaan data aset di luar negeri sebelum tax amnesty dilaksanakan.


2. Sosialisasi masif ke mancanegara melibatkan konsulat atau KBRI
3. Kampanye melibatkan pejabat tinggi negara (top government)
4. Serius menyusun regulasi yang fokus pada repatriasi aset—tanpa pilihan tarif untuk
opsi deklarasi aset.
5. Menyediakan instrumen investasi yang tepat dan jelas keuntungannya sebagai
wadah aset repatriasi.

Saya beranggapan bahwa, pada pengalaman di banyak negara, tax amnesty lazimnya tidak
dilakukan dalam jangka waktu yang berdekatan atau dapat diprediksi masyarakat. Amnesti
pajak yang dilakukan berulang kali justru akan menimbulkan kontraduktif dan dapat
menurunkan tingkat kepatuhan wajib pajak karena masyarakat akan cenderung menunda
pemenuhan kewajiban pajak demi memperoleh tarif dan pajak terutang yang lebih rendah
karena meyakini atau mengetahui akan adanya tax amnesty jilid berikutnya. Selain itu,
tujuan lain dari tax amnesty menurut saya adalah memperluas basis data wajib pajak yang
dapat digunakan pemerintah dalam mengoptimalisasikan penerimaan pajak. Pasca-
Program Pengampunan Pajak (2016-2017) perluasan basis data pajak tampaknya belum
sepenuhnya dapat diwujudkan, yang tercermin dari pernyataan DJP yang menjelaskan
alasan pemerintah tidak menetapkan target PPS karena tidak tersedianya data asset yang
memadai. Setidaknya DJP wajib mempunyai big data yang memadai untuk meningkatkan
kemampuan memungut pajak. Apakah pemerintah sudah benar-benar memenindaklanjuti
basis data dari tax amnesty? Kalau memang wajib pajak tidak bayar, seharusnya tidak lagi
pendekatannya bersifat himbauan tetapi cross-check dan paksa dengan melibatkan
lembaga-lembaga terkait. Jangan sampai hanya menghimbau saja yang justru akan
menurunkan kepatuhan.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat saya berikan berdasarkan beberapa penjelasan dan fenomena diatas
yaitu:
Tax Amnesty merupakan kebijakan pemerintah sebagai salah satu langkah dalam
meningkatkan penerimaan negara, dan sangat menguntungkan sekali jika dilaksanakan TA
II dimana TA I cukup berhasil meningkatkan pendapatan negara. Adanya program
pengungkapan sukarela (PPS) atau tax amnesty jilid 2 akan menghasilkan tambahan
penerimaan baru, sebab diperkirakan efektif untuk memperkecil kekurangan penerimaan
negara. Dengan Adanya tax amnesty akan memberi keuntungan untuk berbisnis dan
adanya tax amnesty mampu membuat konsumen dan investor lebih berani lagi membeli
properti. Penerapan program pengungkapan sukarela (PPS) atau tax amnesty jilid 2 ini
memberikan dampak tercapainya 100 % lebih pendapatan negara sesuai yang ditargetkan
di tahun 2021. Namun, pemerintah perlu melakukan sosialisasi secara masif, termasuk
melalui jaringan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) atau Konsulat Jenderal
(Konjen) di berbagai negara. Hal ini penting agar informasi PPS dapat diterima dan
dipahami WNI di luar negeri sehingga tujuan utama mendorong repatriasi aset ke dalam
negeri dapat terwujud. Sosialisasi perlu dilakukan dengan strategi dan pendekatan yang
disesuaikan dengan segmentasi masyarakat yang menjadi sasaran PPS. Sebagai contoh,
pendekatan bagi kelompok masyarakat menengah ke atas atau Orang Super Kaya
dilakukan berbasis data asset yang akurat, sedangkan untuk masyarakat umum
pendekatannya berupa himbauan dan edukasi. Pemerintah juga perlu mengevaluasi tax
amnesty dan PPS secara komprehensif untuk menganalisis kekuatan dan kelemahan, serta
efektifitasnya terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal ini perlu dilakukan agar pemerintah
memiliki data yang objektif, valid dan dapat diandalkan untuk merumuskan kebijakan
perpajakan berbasis bukti pada masa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai