Anda di halaman 1dari 5

Daftar Pertanyaan dan Jawaban Talkshow Televisi

Kompas TV (Program Zona Inspirasi)

Jumat, 22 Oktober 2021

1. Bagaimana dampak pemberlakuan UU HPP terhadap upaya DJP untuk mencapai target
penerimaan negara?
Jawab
UU HPP merupakan bagian dari rangkaian reformasi perpajakan yang menjadi salah satu
usaha bersama bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita Indonesia Maju.
Reformasi perpajakan ini selaras dengan upaya negara dalam mempercepat pemulihan
ekonomi serta mendukung pembangunan nasional dalam jangka panjang. Hal ini
diharapkan dapat terwujud mengingat tujuan dari UU HPP yaitu:
 meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang masih rendah;
 memperluas basis pajak;
 menutup celah praktik-praktik erosi perpajakan;
 instrumen untuk mewujudkan keadilan;
 memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan;
 memperbaiki sistem perpajakan;
 menyesuaikan dengan international best practice;
 menaikkan tarif PPN;
 menambah bracket tarif PPh pada lapisan tertinggi sebesar 35%.

Dengan adanya reform dan implementasi UU HPP, diharapkan mampu meningkatkan


penerimaan pajak dan tax ratio (tax ratio diperkirakan mencapai 9,22% PDB (tahun 2022)
dan 10,12% PDB (tahun 2025)).

2. Apakah tujuan pemerintah menetapkan NIK sebagai NPWP? Apakah hanya sebatas
untuk optimalisasi penerimaan negara?
Jawab
Pada dasarnya, pengaturan NIK sebagai NPWP Wajib Pajak Orang Pribadi tidak sebatas
bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara saja. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah administrasi perpajakan bagi Wajib Pajak. Jika sebelumnya, Wajib Pajak
Orang Pribadi wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk
mendapatkan NPWP. Dengan ketentuan baru ini, maka Wajib Pajak Orang Pribadi tidak
perlu repot melakukan pendaftaran ke KPP karena NIK tersebut berfungsi sebagai
NPWP.

3. Apakah semua orang yang mempunyai NIK akan secara otomatis diwajibkan membayar
pajak?
Jawab
Penggunaan NIK sebagai NPWP tidak serta merta menyebabkan setiap orang pribadi
wajib membayar pajak. Pembayaran pajak dilakukan apabila:
 penghasilan setahun di atas batasan PTKP; atau
 peredaran bruto di atas Rp500 juta setahun bagi pengusaha yang membayar PPh
Final 0,5% (PP-23/2018).

4. Penggunaan NIK sebagai NPWP akan menjadi terobosan besar dalam administrasi
perpajakan. Apakah hal ini optimis dapat dilakukan? Sudah sejauh mana kesiapan
implementasi atas penggunaan NIK sebagai NPWP ini?
Jawab
Pelaksanaan kerjasama antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri
dalam rangka pemanfaatan data kependudukan bukanlah hal yang baru dilakukan. Dari
kerja sama tersebut, DJP akan melakukan pemadanan data NIK dan NPWP Orang
Pribadi yang selanjutnya dilakukan konfirmasi kebenaran NIK. Dengan demikian kami
sangat optimis dapat melaksanakan penggantian NPWP Orang Pribadi dengan
menggunakan NIK. Sampai dengan saat ini, DJP masih terus berkoordinasi dengan
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri
untuk kesiapan implementasi dari ketentuan ini.

5. Apa saja pokok perubahan terkait ketentuan PPN dalam UU HPP?


Jawab
Terdapat beberapa perubahan ketentuan PPN dalam UU HPP, yaitu:
 perubahan terkait objek dan bukan objek PPN;
 perubahan tarif PPN menjadi 11%; dan
 pengaturan PPN atas PKP dengan peredaran usaha atau kegiatan usaha atau
melakukan penyerahan BKP/JKP tertentu.

6. Bagaimana dengan barang kebutuhan pokok dan jasa kesehatan? Apakah akan
dikecualikan dari pengenaan PPN?
Jawab
Atas barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial,
dan beberapa jenis jasa lainnya akan diberikan fasilitas pembebasan PPN. Jika
sebelumnya barang dan jasa tersebut dikecualikan dari pengenaan PPN, melalui
diterbitkannya UU HPP, barang dan jasa tersebut dihapus dari ketentuan barang dan jasa
yang tidak dikenai PPN.

Walaupun barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan dan jasa kesehatan memang
dihapus dari daftar barang dan jasa yang tidak dikenai PPN, namun dipindahkan ke dalam
Pasal 16B yang antara lain mengatur barang dan jasa yang dibebaskan dari pengenaan
PPN, sehingga tidak akan terjadi perubahan atau kenaikan harga yang akan membebani
masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

7. Bagaimana dengan perubahan tarif PPN? Apakah perubahan tarif PPN tidak
kontraproduktif dengan pemulihan ekonomi yang tengah dijalankan pemerintah?
Jawab
Kenaikan tarif PPN bertujuan untuk meningkatkan penerimaan serta keadilan dalam
proses pemungutan PPN. Meskipun terdapat kenaikan tarif PPN, pemerintah tetap
mempertimbangkan kondisi masyarakat dan kegiatan usaha yang masih dalam masa
pemulihan pasca pandemi covid. Ini dilakukan melalui diberikannya fasilitas pembebasan
PPN terhadap barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan
sosial, dan beberapa jenis jasa lainnya.

Masyarakat berpenghasilan menengah dan kecil tetap tidak perlu membayar PPN atas
konsumsi kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan layanan sosial.
Kenaikan tarif ini juga akan dilakukan dalam dua tahap dan tidak dalam waktu dekat
(kenaikan tarif menjadi 11% mulai 1 April 2022 dan menjadi 12% paling lambat 1 Januari
2025).

8. Bagaimana dengan istilah PPN ‘final’ yang diperkenalkan dalam UU HPP? Bagaimana
konsep pengenaannya?
Jawab
Ketentuan terkait hal ini dijelaskan dalam Pasal 9A UU HPP klaster PPN. Atas PKP
dengan peredaran bruto tertentu, melakukan kegiatan usaha tertentu, ataupun
melakukan penyerahan BKP/JKP tertentu dapat memungut dan menyetorkan PPN
terutang dengan besaran tertentu yang mana Pajak Masukan atas hal tersebut tidak
dapat dikreditkan. Hal ini dilakukan demi kemudahan dan kesederhanaan pemungutan
PPN oleh PKP tertentu.
9. Pemerintah akan menyelenggarakan Program Pengungkapan Sukarela. Apakah
program ini merupakan Tax Amnesty Jilid II?
Jawab
Program Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure Program) berbeda dengan
program Tax Amnesty. Terdapat beberapa perbedaan antara program Tax Amnesty
dengan Program Pengungkapan Sukarela, yaitu 1) kesederhanaan prosedur serta
penyempaian PPS melalui mekanisme pembetulan SPT secara online; 2) besaran tarif
yang diberikan; 3) jangka waktu pelaksanaan (TA 3 periode dengan kenaikan tarif pada
setiap periode, sementara PPS hanya satu periode); dan 4) TA dapat diikuti oleh semua
pihak (baik WP OP maupun Badan) sementara PPS hanya dapat diikuti oleh WP OP dan
Badan peserta TA (untuk kebijakan I) dan hanya WP OP untuk kebijakan II.

10. Apa tujuan dilaksanakannya Program Pengungkapan Sukarela?


Jawab
Program Pengungkapan Sukarela dilakukan dalam rangka mendorong kepatuhan
sukarela Wajib Pajak. Berdasarkan teori tentang kepatuhan yang didukung penelitian
empirik di berbagai negara, upaya memfasilitasi itikad baik Wajib Pajak yang ingin jujur
dan terbuka masuk ke dalam sistem administrasi pajak dapat meningkatkan kepatuhan
pajak sukarela di masa mendatang. Program Pengungkapan Sukarela bertujuan untuk
meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak berdasarkan asas kesederhanaan,
kepastian hukum, serta kemanfaatan dan memperbesar tax base.

11. Kapan pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela?


Jawab
Program Pengungkapan Sukarela akan dilaksanakan selama 6 bulan, yaitu 1 Januari
2022 s.d. 30 Juni 2022.

12. Bagaimana mekanisme pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela?


Jawab
Pengungkapan harta yang belum atau kurang diungkapkan dilakukan melalui:
 Pembayaran Pajak Penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang tidak atau
belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta Program Pengampunan Pajak (Amnesti
Pajak); dan
 Pembayaran Pajak Penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang belum
dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020.
Wajib Pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan
dalam surat pernyataan sepanjang Direktorat Jenderal Pajak belum menemukan data
dan/atau informasi mengenai harta dimaksud mulai tanggal 1 Januari 2022 s.d. 30 Juni
2022. Harta bersih yang dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenai
Pajak Penghasilan yang bersifat final. Pajak Penghasilan yang bersifat final tersebut
dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.

13. Sebagai penutup, apa strategi DJP untuk mengejar target penerimaan pajak pada tahun
ini?
Jawab
Strategi Direktorat Jenderal Pajak sudah tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal
Pajak Nomor KEP-389/PJ/2020 tentang Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pajak
Tahun 2020 – 2024. Ini merupakan perencanaan strategis jangka menengah Direktorat
Jenderal Pajak untuk periode lima tahun mendatang terhitung mulai tahun 2020 sampai
dengan tahun 2024. Adapun beberapa kebijakan yang dilakukan untuk mencapai target
tersebut yaitu:
 perluasan basis pemajakan, antara lain dengan meningkatkan kepatuhan sukarela
Wajib Pajak melalui kegiatan edukasi dan peningkatan pelayanan;
 peningkatan ekstensifikasi dan pengawasan berbasis kewilayahan, sehingga
jangkauan kepada Wajib Pajak semakin luas;
 perluasan kanal pembayaran pajak untuk memudahkan Wajib Pajak mengakses satu
aplikasi untuk dapat melakukan pembayaran berbagai jenis pajak;
 optimalisasi pengumpulan dan pemanfaatan data, baik data internal maupun data
eksternal termasuk data Automatic Exchange of Information (AEoI) dan data
perbankan;
 penegakan hukum yang berkeadilan dan mendorong kepatuhan Wajib Pajak; dan
 melanjutkan proses reformasi perpajakan yang meliputi pilar-pilar organisasi, sumber
daya manusia, proses bisnis, data dan IT, serta regulasi, yang salah satunya
diwujudkan melalui pengembangan Core Tax System.

Anda mungkin juga menyukai