Anda di halaman 1dari 4

Dari sisi kemandirian APBN Tahun Anggaran 2019 dapat dilihat dari penerimaan perpajakan yang

tumbuh signifikan sehingga memberikan kontribusi dominan terhadap pendapatan negara serta
mengurangi kebutuhan pembiayaan yang bersumber dari utang. Dengan APBN yang Sehat, Adil dan
Mandiri diharapkan kebijakan fiskal akan mampu merespon dinamika volatilitas global, menjawab
tantangan dan mendukung pencapaian target-target pembangunan secara optimal.

Wajib pajak

Disini dikatankan - Presiden Joko Widodo dalam penyampaian nota RAPBN tahun 2017
beberapa waktu lalu merumuskan tiga kebijakan utama dalam perekonomian salah satunya
menyangkut kebijakan perpajakan yang diharapkan dapat mendukung ruang gerak
perekonomian. Selain sebagai sumber penerimaan, perpajakan diharapkan dapat memberikan
insentif untuk stimulus perekonomian. Lebih lanjut kebijakan strategis dalam RAPBN 2017
dalam hal Penerimaan negara yang lebih memberi kepastian dan memberikan momentum
ruang gerak perekonomian.

Dari sisi penerimaan perpajakan, peningkatan dilakukan melalui berbagai terobosan


kebijakan antara lain dengan mulai diimplementasikannya kebijakan amnesti pajak yang telas
sukses dilaksanakan pada tahap satu dan dua di tahun 2016. Kebijakan tersebut diharapkan
dapat memperkuat fondasi bagi perluasan basis pajak dan sekaligus meningkatkan kepatuhan
pembayar pajak di masa mendatang.

Kepatuhan Membayar Pajak

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini, penetapan kenaikan target penerimaan pajak
selalu di atas 20%. Puncaknya pada tahun 2015 ketika target pajak naik hingga mencapai
30%, di tengah kondisi tidak tercapainya target pajak pada tahun sebelumnya. Dan yang lebih
menyedihkan capaian penerimaan pajak merupakan indikator utama menilai kinerja Ditjen
Pajak yang berimbas pada pemberian tunjangan kinerja setiap tahun, bahkan pertumbuhan
penerimaan yang selalu positif sekalipun hanya menjadi pelengkap data semata.

Selama ini, penetapan target pajak dalam APBN selalu menggunakan asumsi makro.
Indikator ekonomi makro seperti tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi memegang
peranan penting dalam menghasilkan formula penetapan target pajak. Seharusnya, target
pajak dihitung dari pendekatan mikro seperti jumlah wajib pajak terdaftar, jumlah pembayar
pajak, dan kepatuhan wajib pajak. Formula ini akan menghasilkan basis pemajakan yang
sifatnya rutin. Kemudian, ditambahkan potensi pajak yang akan menjadi basis tambahan
pajak baru, seperti sektor potensial dan pencairan piutang pajak. Gabungan antara basis
pemajakan rutin tahun sebelumnya dan potensi pajak akan menjadi target pajak yang lebih
tepat.

Baru pada tahun 2017, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengambil kebijakan tegas, dengan
tidak menaikkan target pajak sebagiamana tahun-tahun sebelumnya. Asumsinya bahwa
postur APBN harus kredibel dan itu dimulai dengan penetapan target yang mendekati kondisi
yang sebenarnya. Baru ketika basis pajak dibenahi tahun 2017, maka tahun-tahun berikutnya
pajak akan bergerak lebih agresif dan terukur.
Dalam penggunaan APBN pemerintah menutup tahun 2016 dengan kondisi defisit anggaran
yang relatif aman, 2,46% atau di bawah angka 3% yang dapat berakibat politik. Capaian
realisasi pajak sendiri turut memengaruhi kondisi tersebut. Penerimaan pajak yang mencapai
Rp 1.105,2 triliun atau 81,56% dari target APBN-P 2016. Capaian tersebut sedikit mengalami
pertumbuhan dibanding realisasi penerimaan pajak tahun 2015.

Potensi penerimaan pajak pada tahun 2017 sendiri diprediksi akan lebih baik dari tahun 2016
dengan menggali potensi pajak yang semakin tinggi , di samping itu peluang sekaligus
tantangan untuk meraih penerimaan pajak ceruknya masih sangat besar. Hal ini dilihat dari
anomali struktur dan komposisi penerimaan pajak yang masih didominasi oleh segelintir
wajib pajak badan besar saja. Dengan demikian maka peluang melakukan ektra effort baru
terbuka sangat lebar untuk memperbesar capaian penerimaan pajak. Perilaku kepatuhan
membayar pajak sangat ditentukan oleh seberapa ketat pengawasan yang dilakukan oleh
otoritas pajak. Semakin luas, efektif, dan tegas ruang lingkup pengawasan, maka muncul
kecenderungan wajib pajak akan semakin patuh dalam membayar pajak.

Kepatuhan Melaporkan Pajak

Setiap tahun muncul basis pemajakan yang akan terus bertambah seiring kinerja Ditjen Pajak
dalam kegiatan ekstensifikasi dan pengawasan. Sebagai contoh, Wajib Pajak Badan atau
Pengusaha yang mengikuti program amnesti pajak secara otomatis akan menjadi basis
pemajakan baru. Karena, dengan mengikuti amnesti pajak, berarti secara tidak langsung
Wajib Pajak mengakui kekeliruan dalam menghitung kemampuan finansialnya. Mereka ini
akan menjadi pembayar pajak baru atau membayar pajak lebih besar pada tahun berikutnya.
Sehingga, basis pemajakan akan menjadi lebih luas, baik secara kuantitas maupun
kualitasnya.

Pola seperti itu akan terus berjalan karena tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam hal
melaporkan pajaknya masih rendah, kisaran 60%-70% dan itupun masih didominasi oleh
wajib pajak orang pribadi karyawan bukan wajib pajak pengusaha. Proses menuju kepatuhan
yang tinggi merupakan upaya yang berkelanjutan, tidak akan berhenti. Karena semakin tinggi
tingkat kepatuhan pajak, baik secara formal atau material, maka akan memperbesar basis
pemajakan. Ini berakibat akan semakin besar penerimaan pajak yang dapat dihimpun.

Kepatuhan wajib pajak mencakup kepatuhan mencatat atau membukukan transaksi usaha,
kepatuhan melaporkan kegiatan usaha sesuai peraturan yang berlaku, serta kepatuhan
terhadap semua aturan perpajakan lainnya. Di antara ketiga jenis kepatuhan tersebut, yang
paling mudah diamati adalah kepatuhan melaporkan kegiatan usaha, karena seluruh wajib
pajak berkewajiban menyampaikan laporan kegiatan usahanya setiap bulan dan/atau setiap
tahun dalam bentuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dalam setiap masa atau
Tahunannya.

Beberapa wajib pajak mempunyai kepatuhan yang buruk dengan tidak membuat dan
menyampaikan laporan kegiatan usaha secara periodik secara benar, lengkap dan jelas, baik
laporan bulanan atau masa maupun tahunan. Yang memprihatinkan adalah wajib pajak
semacam ini berjumlah paling banyak dari seluruh wajib pajak terdaftar. Patut menjadi
perhatian lebih serius bagi Ditjen Pajak agar masalah ini bisa diatasi dan diawasi secara lebih.

Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kepatuhan wajib pajak antara lain
ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan publik, pembangunan infrastruktur yang tidak
merata, dan banyaknya kasus korupsi yang dilakukan pejabat tinggi. Dalam sesi tanya jawab
pada beberapa kegiatan sosialisasi perpajakan yang dilakukan, salah satu penyebabnya adalah
masyarakat kurang merasakan manfaat dari pajak yang telah dibayar, misalnya masih
banyaknya jalan yang rusak dan sarana publik yang tidak memadai serta kasus korupsi yang
kerap mendera pejabat eksekutif pemerintahan baik pusat ataupun daerah.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan wajib
pajak melaporkan pajaknya sebagai bagian pembentukan basis data yang valid antara lain
menciptakan pelayanan publik yang profesional, mengelola uang pajak secara adil dan
transparan, membuat peraturan perpajakan yang mudah dipahami wajib pajak, dan
meningkatkan tindakan penegakan hukum kepada wajib pajak yang tidak patuh.

Potensi Pajak Awal Tahun

Dalam triwulan pertama setiap tahunnya Ditjen Pajak perlu melakukan upaya serius dan
sungguh-sungguh dalam hal pencapaian penerimaan pajak melalui program penyampaian
Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib
Pajak badan. Momentum awal tahun ini tentu saja sebagai langkah memperbanyak basis data
perpajakan juga dapat meningkatkan pembayaran pajak.

Sosialiasasi dan program penyuluhan yang dilakukan secara masif melalui sosialisasi tatap
muka langsung melalui berbagai workshop, seminar, olahraga bersama, Car Free Day dan
banyak kegiatan outdoor lainnya, maupun sosialisasi tanpa tatap muka langsung melalui situs
https://djponline.pajak.go.id, media elektronik televisi dan radio, media cetak koran, buku-
buku pelajaran sekolah dan booklet-booklet, serta melalui media online dan media sosial
(medsos) sebagai upaya membangkitkan kesadaran dalam hal meningkatkan kepatuhan wajib
pajak dalam hal membayar pajak maupun melaporkan kewajiban perpajakannya.

Kemudahan-kemudahan dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak


Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi melalui SPT secara elektronik atau biasa dikenal
dengan e-filing lapor pajak lebih mudah, cepat dan dimana saja sudah menjadi terobosan
Ditjen Pajak dalam beberapa tahun terakhir. Dan bagi Wajib Pajak Badan melalui e-SPT
juga menjadikan laporan lebih sederhana dan mudah dalam pembuatannya.

Kewajiban melaporkan SPT Tahunan secara periodik sebenarnya telah menjadi kewajiban
yang melekat bagi setiap wajib pajak baik orang pribadi atau badan sebagaimana yang
tertuang dalam ketentuan undang-undangnya namun demikian apa yang telah dilakukan oleh
pemerintah melalui Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 8 Tahun 2015 mewajibkan Aparatur Sipil Negara/Anggota
Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia (ASN/TNI/Polri) untuk mematuhi
seluruh ketentuan peraturan perpajakan dengan mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak,
membayar pajak, serta mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan PPh melalui e-Filing sudah
menjadi terobosan yang positif bagi pemerintah untuk menjadi teladan dan patuh dalam
melaporkan pajaknya.

Dengan semangat keteladan aparatur negara khususnya Aparatur Sipil Negara/Anggota


Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia (ASN/TNI/Polri) melaporkan
pajaknya diharapkan akan menjadi bola salju yang terus menerus membesar dan menular
kepada para wajib pajak untuk melaporkan pajaknya dengan benar, lengkap, dan jelas
sekaligus menghindari sanksi administrasi yang patut dikenakan atas ketidakpatuhan tersebut.
Kepatuhan wajib pajak baik itu dalam membayar pajak dan melaporkan pajaknya dengan
benar, lengkap, dan jelas adalah faktor penting dalam merealisasikan target penerimaan
pajak. Semakin tinggi kepatuhan wajib pajak, maka penerimaan pajak akan semakin
meningkat, demikian pula sebaliknya. Oleh karenanya menumbuhkan kepatuhan wajib pajak
sudah seharusnya menjadi agenda utama Ditjen Pajak, selain memacu kinerja pegawai agar
memiliki kemampuan, dedikasi, wawasan, dan tanggung jawab sebagai penyelenggara
Negara di bidang perpajakan.

Kita semua tahu dan sadar bahwa pajak adalah pondasi negara, tanpa pajak maka negara
runtuh. Maka dari itu, marilah bersama-sama kita gugah dan sadarkan saudara-saudara kita
sebangsa dan setanah air yang belum terdaftar menjadi Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri
segara sebagai Wajib Pajak, dan bagi yang sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak untuk
membayar pajak dan menyampaikan SPT Tahunan PPh dengan benar, lengkap, dan jelas.
Mari jaga keutuhan negeri dan membangun kejayaan bangsa dengan pajak karena pajak milik
bersama.

Anda mungkin juga menyukai