Anda di halaman 1dari 4

https://www.pajak.go.

id/id/artikel/menakar-kadar-kepatuhan-wajib-pajak

MENAKAR KADAR KEPATUHAN WAJIB PAJAK


Rab, 01 Mar 2017
Oleh: Oji Saeroji, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Presiden Joko Widodo dalam penyampaian nota RAPBN tahun 2017 beberapa waktu lalu merumuskan
tiga kebijakan utama dalam perekonomian salah satunya menyangkut kebijakan perpajakan yang
diharapkan dapat mendukung ruang gerak perekonomian. Selain sebagai sumber penerimaan,
perpajakan diharapkan dapat memberikan insentif untuk stimulus perekonomian. Lebih lanjut kebijakan
strategis dalam RAPBN 2017 dalam hal Penerimaan negara yang lebih memberi kepastian dan
memberikan momentum ruang gerak perekonomian.

Dari sisi penerimaan perpajakan, peningkatan dilakukan melalui berbagai terobosan kebijakan antara
lain dengan mulai diimplementasikannya kebijakan amnesti pajak yang telas sukses dilaksanakan pada
tahap satu dan dua di tahun 2016. Kebijakan tersebut diharapkan dapat memperkuat fondasi bagi
perluasan basis pajak dan sekaligus meningkatkan kepatuhan pembayar pajak di masa mendatang.

Kepatuhan Membayar Pajak

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini, penetapan kenaikan target penerimaan pajak selalu di atas
20%. Puncaknya pada tahun 2015 ketika target pajak naik hingga mencapai 30%, di tengah kondisi tidak
tercapainya target pajak pada tahun sebelumnya. Dan yang lebih menyedihkan capaian penerimaan
pajak merupakan indikator utama menilai kinerja Ditjen Pajak yang berimbas pada pemberian tunjangan
kinerja setiap tahun, bahkan pertumbuhan penerimaan yang selalu positif sekalipun hanya menjadi
pelengkap data semata.

Selama ini, penetapan target pajak dalam APBN selalu menggunakan asumsi makro. Indikator ekonomi
makro seperti tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi memegang peranan penting dalam
menghasilkan formula penetapan target pajak. Seharusnya, target pajak dihitung dari pendekatan mikro
seperti jumlah wajib pajak terdaftar, jumlah pembayar pajak, dan kepatuhan wajib pajak. Formula ini
akan menghasilkan basis pemajakan yang sifatnya rutin. Kemudian, ditambahkan potensi pajak yang
akan menjadi basis tambahan pajak baru, seperti sektor potensial dan pencairan piutang pajak.
Gabungan antara basis pemajakan rutin tahun sebelumnya dan potensi pajak akan menjadi target pajak
yang lebih tepat.

Baru pada tahun 2017, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengambil kebijakan tegas, dengan tidak
menaikkan target pajak sebagiamana tahun-tahun sebelumnya. Asumsinya bahwa postur APBN harus
kredibel dan itu dimulai dengan penetapan target yang mendekati kondisi yang sebenarnya. Baru ketika
basis pajak dibenahi tahun 2017, maka tahun-tahun berikutnya pajak akan bergerak lebih agresif dan
terukur.
Dalam penggunaan APBN pemerintah menutup tahun 2016 dengan kondisi defisit anggaran yang relatif
aman, 2,46% atau di bawah angka 3% yang dapat berakibat politik. Capaian realisasi pajak sendiri turut
memengaruhi kondisi tersebut. Penerimaan pajak yang mencapai Rp 1.105,2 triliun atau 81,56% dari
target APBN-P 2016. Capaian tersebut sedikit mengalami pertumbuhan dibanding realisasi penerimaan
pajak tahun 2015.

Potensi penerimaan pajak pada tahun 2017 sendiri diprediksi akan lebih baik dari tahun 2016 dengan
menggali potensi pajak yang semakin tinggi , di samping itu peluang sekaligus tantangan untuk meraih
penerimaan pajak ceruknya masih sangat besar. Hal ini dilihat dari anomali struktur dan komposisi
penerimaan pajak yang masih didominasi oleh segelintir wajib pajak badan besar saja. Dengan demikian
maka peluang melakukan ektra effort baru terbuka sangat lebar untuk memperbesar capaian
penerimaan pajak. Perilaku kepatuhan membayar pajak sangat ditentukan oleh seberapa ketat
pengawasan yang dilakukan oleh otoritas pajak. Semakin luas, efektif, dan tegas ruang lingkup
pengawasan, maka muncul kecenderungan wajib pajak akan semakin patuh dalam membayar pajak.

Kepatuhan Melaporkan Pajak

Setiap tahun muncul basis pemajakan yang akan terus bertambah seiring kinerja Ditjen Pajak dalam
kegiatan ekstensifikasi dan pengawasan. Sebagai contoh, Wajib Pajak Badan atau Pengusaha yang
mengikuti program amnesti pajak secara otomatis akan menjadi basis pemajakan baru. Karena, dengan
mengikuti amnesti pajak, berarti secara tidak langsung Wajib Pajak mengakui kekeliruan dalam
menghitung kemampuan finansialnya. Mereka ini akan menjadi pembayar pajak baru atau membayar
pajak lebih besar pada tahun berikutnya. Sehingga, basis pemajakan akan menjadi lebih luas, baik secara
kuantitas maupun kualitasnya.

Pola seperti itu akan terus berjalan karena tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam hal melaporkan
pajaknya masih rendah, kisaran 60%-70% dan itupun masih didominasi oleh wajib pajak orang pribadi
karyawan bukan wajib pajak pengusaha. Proses menuju kepatuhan yang tinggi merupakan upaya yang
berkelanjutan, tidak akan berhenti. Karena semakin tinggi tingkat kepatuhan pajak, baik secara formal
atau material, maka akan memperbesar basis pemajakan. Ini berakibat akan semakin besar penerimaan
pajak yang dapat dihimpun.

Kepatuhan wajib pajak mencakup kepatuhan mencatat atau membukukan transaksi usaha, kepatuhan
melaporkan kegiatan usaha sesuai peraturan yang berlaku, serta kepatuhan terhadap semua aturan
perpajakan lainnya. Di antara ketiga jenis kepatuhan tersebut, yang paling mudah diamati adalah
kepatuhan melaporkan kegiatan usaha, karena seluruh wajib pajak berkewajiban menyampaikan
laporan kegiatan usahanya setiap bulan dan/atau setiap tahun dalam bentuk menyampaikan Surat
Pemberitahuan (SPT) dalam setiap masa atau Tahunannya.

Beberapa wajib pajak mempunyai kepatuhan yang buruk dengan tidak membuat dan menyampaikan
laporan kegiatan usaha secara periodik secara benar, lengkap dan jelas, baik laporan bulanan atau masa
maupun tahunan. Yang memprihatinkan adalah wajib pajak semacam ini berjumlah paling banyak dari
seluruh wajib pajak terdaftar. Patut menjadi perhatian lebih serius bagi Ditjen Pajak agar masalah ini
bisa diatasi dan diawasi secara lebih.
Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kepatuhan wajib pajak antara lain ketidakpuasan
masyarakat terhadap pelayanan publik, pembangunan infrastruktur yang tidak merata, dan banyaknya
kasus korupsi yang dilakukan pejabat tinggi. Dalam sesi tanya jawab pada beberapa kegiatan sosialisasi
perpajakan yang dilakukan, salah satu penyebabnya adalah masyarakat kurang merasakan manfaat dari
pajak yang telah dibayar, misalnya masih banyaknya jalan yang rusak dan sarana publik yang tidak
memadai serta kasus korupsi yang kerap mendera pejabat eksekutif pemerintahan baik pusat ataupun
daerah.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak
melaporkan pajaknya sebagai bagian pembentukan basis data yang valid antara lain menciptakan
pelayanan publik yang profesional, mengelola uang pajak secara adil dan transparan, membuat
peraturan perpajakan yang mudah dipahami wajib pajak, dan meningkatkan tindakan penegakan hukum
kepada wajib pajak yang tidak patuh.

Potensi Pajak Awal Tahun

Dalam triwulan pertama setiap tahunnya Ditjen Pajak perlu melakukan upaya serius dan sungguh-
sungguh dalam hal pencapaian penerimaan pajak melalui program penyampaian Surat Pemberitahuan
(SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan. Momentum awal
tahun ini tentu saja sebagai langkah memperbanyak basis data perpajakan juga dapat meningkatkan
pembayaran pajak.

Sosialiasasi dan program penyuluhan yang dilakukan secara masif melalui sosialisasi tatap muka
langsung melalui berbagai workshop, seminar, olahraga bersama, Car Free Day dan banyak kegiatan
outdoor lainnya, maupun sosialisasi tanpa tatap muka langsung melalui situs
https://djponline.pajak.go.id, media elektronik televisi dan radio, media cetak koran, buku-buku
pelajaran sekolah dan booklet-booklet, serta melalui media online dan media sosial (medsos) sebagai
upaya membangkitkan kesadaran dalam hal meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam hal membayar
pajak maupun melaporkan kewajiban perpajakannya.

Kemudahan-kemudahan dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan


Wajib Pajak orang pribadi melalui SPT secara elektronik atau biasa dikenal dengan e-filing lapor pajak
lebih mudah, cepat dan dimana saja sudah menjadi terobosan Ditjen Pajak dalam beberapa tahun
terakhir. Dan bagi Wajib Pajak Badan melalui e-SPT juga menjadikan laporan lebih sederhana dan
mudah dalam pembuatannya.

Kewajiban melaporkan SPT Tahunan secara periodik sebenarnya telah menjadi kewajiban yang melekat
bagi setiap wajib pajak baik orang pribadi atau badan sebagaimana yang tertuang dalam ketentuan
undang-undangnya namun demikian apa yang telah dilakukan oleh pemerintah melalui Surat Edaran
(SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 8 Tahun 2015
mewajibkan Aparatur Sipil Negara/Anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia
(ASN/TNI/Polri) untuk mematuhi seluruh ketentuan peraturan perpajakan dengan mendaftarkan diri
sebagai Wajib Pajak, membayar pajak, serta mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan PPh melalui e-
Filing sudah menjadi terobosan yang positif bagi pemerintah untuk menjadi teladan dan patuh dalam
melaporkan pajaknya.

Dengan semangat keteladan aparatur negara khususnya Aparatur Sipil Negara/Anggota Tentara
Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia (ASN/TNI/Polri) melaporkan pajaknya diharapkan
akan menjadi bola salju yang terus menerus membesar dan menular kepada para wajib pajak untuk
melaporkan pajaknya dengan benar, lengkap, dan jelas sekaligus menghindari sanksi administrasi yang
patut dikenakan atas ketidakpatuhan tersebut.

Kepatuhan wajib pajak baik itu dalam membayar pajak dan melaporkan pajaknya dengan benar,
lengkap, dan jelas adalah faktor penting dalam merealisasikan target penerimaan pajak. Semakin tinggi
kepatuhan wajib pajak, maka penerimaan pajak akan semakin meningkat, demikian pula sebaliknya.
Oleh karenanya menumbuhkan kepatuhan wajib pajak sudah seharusnya menjadi agenda utama Ditjen
Pajak, selain memacu kinerja pegawai agar memiliki kemampuan, dedikasi, wawasan, dan tanggung
jawab sebagai penyelenggara Negara di bidang perpajakan.

Kita semua tahu dan sadar bahwa pajak adalah pondasi negara, tanpa pajak maka negara runtuh. Maka
dari itu, marilah bersama-sama kita gugah dan sadarkan saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air
yang belum terdaftar menjadi Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri segara sebagai Wajib Pajak, dan bagi
yang sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak untuk membayar pajak dan menyampaikan SPT Tahunan PPh
dengan benar, lengkap, dan jelas. Mari jaga keutuhan negeri dan membangun kejayaan bangsa dengan
pajak karena pajak milik bersama.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis
bekerja.

Anda mungkin juga menyukai