Anda di halaman 1dari 10

TEAM BASED PROJECT PERPAJAKAN 1

TEMA : PPN

Nama Kelompok :

1. Ketut Nadia Anjani Putri (2107531002)

2. Wayan Sri Wahyuni (2107531018)

3. Made Pandith Bagus Prastistha (210753 1290)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam upaya mewujudkan tujuan Negara, Indonesia perlu mengelola keuangan


negara yang diwujudkan dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
yang merupakan cerminan keuangan Negara. Salah satu sumber penerimaan negara yang
tercakup dalam APBN adalah pajak. Pajak merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh
masyarakat baik pribadi maupun badan dari pendapatan atau penghasilannya kepada
Pemerintah yang ditujukan untuk kegiatan pembangunan di segala bidang.
Pemerintah pusat melalui undang-undang yang wewenang pemungutannya ada pada
pemerintah pusat dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah pusat
dan pembangunan. Adapun pajak daerah yaitu pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah
baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Salah satu pajak yang dikelola oleh
pemerintah pusat yaitu, Pajak pertambahan nilai (PPN).
Dalam memenuhi target penerimaan PPN di masa yang akan datang, Pemerintah akan
menghadapi tantangan-tantangan. Tantangan-tantangan tersebut perlu dijawab dengan
perubahan Undang-Undang yang berlaku saat ini yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (selanjutnya disebut UU PPN) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 dengan cara memperluas basis pemajakan
serta melakukan berbagai langkah perbaikan dan penyempurnaan sistem administrasi PPN
yang mengakomodasi perkembangan ekonomi dan teknologi informasi terkini. Perubahan
tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan penerimaan dengan tetap mempertahankan unsur
keadilan, kemudahan, dan kepastian hukum.
Salah satu langkah perbaikan dan penyempurnaan yaitu dengan menaikan pajak
pertambahan nilai atau PPN, yang akan dimulai Jumat 1 April 2022, dinilai pengamat
ekonomi tidak tepat karena tekanan hidup masyarakat sudah berat dengan kenaikan harga
kebutuhan pokok. Sementara itu, Kementerian Keuangan bersikukuh menaikkan PPN sebesar
1 persen menjadi 11% dan menyebut inflasi masih berada dalam perkiraan pemerintah.
Namun, di lapangan, masyarakat, khususnya kalangan buruh tak punya pilihan untuk
memangkas pengeluaran, termasuk untuk makan sehari-hari.
PPN diatur dalam Undang Undang No. 8 tahun 1983. Dalam regulasi ini disebutkan
PPN tarifnya sebesar 10%. Melalui aturan turunannya, besaran tarif ini bisa diubah minimal
5% dan maksimal 10%. Ketentuan ini tak berubah meski Undang Undang tersebut diubah
pada 2009. Namun, pada Undang Undang No. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan
Perpajakan (UU HPP), ketentuan besaran tarif PPN naik dari 10% menjadi 11%. Aturan ini
disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada 29 Oktober 2021.
Pada BAB IV Pasal 7, disebutkan tarif PPN sebesar 11% mulai berlaku April 2022;
dan sebesar 12% yang mulai berlaku paling lambat 1 Januari 2025. Dengan kata lain,
pemerintahan Joko Widodo adalah yang pertama menaikkan PPN sejak era Orde Baru.
Kenaikan pajak yang dibebankan pada konsumen ini berlangsung di tengah kenaikan barang
kebutuhan, seperti minyak goreng, cabai, beras dan gula menjelang ramadhan. Pro dan kontra
dari adanya kenaikan tarif PPN pun tak bisa terhindarkan. Sebagian kalangan setuju dengan
kenaikan tarif PPN 11 persen, namun sebagian kalangan lainnya menolak kenaikan tarif
tersebut.

2. Rumusan Masalah

Untuk memudahkan pembahasan masalah dan pemahamannya maka dirumuskan masalah


sebagai berikut :

1. Apa pengertian PPN?


2. Apa yang melatarbelakangi kenaikan PPN?
3. Apa dampak dari kenaikan PPN sebesar 1% tersebut?
4. Bagaimana reaksi masyarakat terhadap kenaikan PPN tersebut?

3. Manfat Penulisan

1. Mengetahui tentang pengertian Pajak Daerah.


2. Mengetahui tentang apa yang melatarbelakangi kenaikan PPN.
3. Mengetahui dampak dari kenaikan PPN.
4. Menambah wawasan pembaca dan penulis

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai

Untuk memahami pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN), perlu diketahui definisi dari
Pajak Pertambahan Nilai.

1. Pajak Pertambahan Nilai merupakan pengganti dari pajak penjualan. Alasan


penggantian ini karena pajak penjualan dirasa sudah tidak lagi memadai untuk
menampung kegiatan masyarakat dan belum mencapai sasaran kebutuhan
pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan negara, mendorong
ekspor, dan pemerataan pembebasan.
2. Pajak Pertambahan Nilai adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli
barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan
yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak

Besarnya tarif PPN dapat dibedakan menjadi seperti berikut:

1. Tarif Umum Tarif yang dikenakan terhadap transaksi Barang Kena Pajak maupun
Jasa Kena Pajak secara umum adalah sebesar 10%
2. Tarif Ekspor Tarif ekspor yang dikenakan terhadap transaksi Barang Kena Pajak
Maupun Jasa Kena Pajak pada ekspor adalah sebesar 0%. Tarif PPN sebesar 0%
bukan sama dengan dibebaskan PPN, sehingga Pajak Masukannya dapat
dikreditkan.
3. Tarif Minimal dan Maksimal Tarif PPN dapat diubah minimal 5% dan maksimal
sebesar 15%, tergantung kebutuhan dana dari Pemerintah. Perubahan tarif ini
diajukan pemerintah pada DPR bersamaan penyusunan RAPBN.
4. Tarif Efektif Tarif efektif dari PPN dikenakan pada berbagai BKP tertentu, seperti
berikut: Pada industri rokok, atas penyerahan hasil tembakau yang dibuat didalam
negeri oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau hasil tembakau yang dibuat diuar
negeri oleh importir hasil tembakau dikenakan PPN. PPN yang dikenakan atas
penyerahan hasil tembakau dihitung dengan menerapkan taarif efektif sebesar
8,4%.
Tak semua barang dan jasa dikenakan PPN. Berdasarkan UU HPP, jenis barang yang tidak
dikenai PPN:
➢ Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya. Meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun
tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau
katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan
ketentuan peraturanperundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
➢ Uang dan emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara dan surat
berharga.
➢ Jasa keagamaan
➢ Jasa kesenian dan hiburan
➢ Jasa perhotelan (sewa kamar/ruangan)

Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum

➢ Jasa penyediaan tempat parkir


➢ Jasa boga dan katering
➢ Barang kebutuhan pokok (beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur,
susu tanpa tambahan gula, buah-buahan, sayur-sayuran). Dan lain-lain.

Sebagian barang dan jasa yang ditetapkan tak dikenai PPN ini, tetap menjadi objek pajak
daerah, dan retribusi daerah.

2.2. Latar Belakang Kenaikan PPN

Pajak Pertambahan Nilai merupakan pungutan yang dikenakan ada setiap transaksi
jual beli barang dan jasa di wilayah Indonesia. Pemungutannya dikenakan pada wajib pajak
orang pribadi, badan usaha dan pemerintah. Jenis pajak ini bersifat tidak langsung, objektif
dan non-kumulatif. Artinya, pajak tidak dibayarkan oleh pelaku usaha yang memproduksi
barang/jasa, melainkan oleh konsumen yang menggunakan atau mengkonsumsi
barang/jasa. Dasar hukum yang digunakan untuk memungut pajak ini adalah Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Dari waktu ke waktu PPN mengalami perkembangan
dan perubahan. Dalam perjalanannya, UU PPN telah mengalami empat kali perubahan.
Perubahan terakhir atas UU PPN masuk dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan,
khususnya soal kenaikan tarifnya. Dalam Pasal 7 ayat (1) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP, tarif
PPN ditetapkan sebesar 11%, dan mulai berlaku pada 1 April 2022. Tarif kemudian akan
naik menjadi 12%, yang mulai diberlakukan paling lambat 1 Januari 2025.

Mengutip laman setkab.go.id, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan,


kenaikan PPN sebesar 1% ini masih berada di bawah rata-rata PPN dunia. Saat ini,
lanjutnya, rata-rata PPN di seluruh dunia ada di level 15%. "Kalau kita lihat negara OECD
dan yang lain-lain, PPN Indonesia ada di 10 persen. Kita naikkan 11 (persen) dan nanti 12
(persen) pada tahun 2025," papar Sri Mulyani. Menkeu menekankan, pajak merupakan
gotong royong oleh masyarakat Indonesia dari sisi ekonomi dari yang relatif mampu. Hal
ini karena pajak yang dikumpulkan akan digunakan kembali kepada masyarakat. Itulah
sebabnya, pemerintah memutuskan untuk menaikkan PPN menjadi 11%.

Alasan utama dinaikkannya tarif PPN 11% yaitu menambah pemasukan


penerimaan negara guna memperbaiki kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) yang secara berturut-turut mengalami defisit selama pandemi. Agar kondisi APBN
bisa pulih dan surplus kembali dibutuhkan terobosan baru yang dapat memulihkannya.
PPN dipilih pemerintah sebagai space yang tepat untuk pemulihan APBN karena tarif PPN
di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara lain. Alasan lain
kenaikan tarif PPN yaitu untuk memperkuat fondasi pajak pada perekonomian negara.
Sebagaimana diketahui pajak berperan besar pada penerimaan negara yang digunakan
untuk membiayai berbagai pengeluaran negara, termasuk membiayai program Pemulihan
Ekonomi Nasional (PEN) yang hingga saat ini masih berlanjut.

2.3. Dampak Kenaikan PPN

Adanya kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen akan berdampak pada
meningkatnya harga barang dan jasa. Hal ini karena pihak yang dikenakan PPN adalah
konsumen di tingkat akhir atau pembeli. Namun tidak semua harga barang dan jasa, sebab
ada juga jenis barang dan jasa yang tidak kena PPN.

Namun tidak semua harga barang dan jasa, sebab ada juga jenis barang dan jasa yang
tidak kena PPN. Barang dan jasa yang dipungut PPN Berdasarkan Undang-Undang Nomor
42 Tahun 2009 tentang PPN, berikut barang-barang yang kena PPN:

● Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
● Impor Barang Kena Pajak;
● Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
● Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
● Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
● Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
● dan Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

2.4. Reaksi Masyarakat

Reaksi masyarakat terhadap kenaikan PPN ini, walaupun banyak kalangan yang
menolak kenaikan tarif PPN 11 persen, namun kenaikan tersebut merupakan ketentuan
mutlak UU HPP yang tidak dapat ditunda maupun diubah. Perlu diketahui juga bahwa adanya
kenaikan tarif PPN diikuti oleh perubahan aturan pajak lainnya yang menguntungkan
masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah. Salah satu perubahan yang menjadi
sorotan penting yaitu perluasan bracket tarif 5 persen Pajak Penghasilan (PPh) yang juga
diatur dalam UU HPP. Sehingga di sini terjadi keseimbangan yakni walaupun masyarakat
harus membayar PPN lebih tinggi ketika mengonsumsi barang atau jasa kena pajak, tetapi
kini masyarakat juga akan membayar pajak penghasilan yang lebih rendah.

KESIMPULAN
Pajak Pertambahan Nilai adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli
barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah
menjadi Pengusaha Kena Pajak. Dalam memenuhi target penerimaan PPN di masa yang
akan datang, Pemerintah akan menghadapi tantangan-tantangan. Tantangan-tantangan
tersebut perlu dijawab dengan perubahan Undang-Undang yang berlaku saat ini yaitu
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (selanjutnya disebut UU PPN). Undang Undang
No. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), ketentuan besaran
tarif PPN naik dari 10% menjadi 11%. Adanya kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11
persen akan berdampak pada meningkatnya harga barang dan jasa. Hal ini karena pihak
yang dikenakan PPN adalah konsumen di tingkat akhir atau pembeli. Namun tidak semua
harga barang dan jasa, sebab ada juga jenis barang dan jasa yang tidak kena PPN. Reaksi
masyarakat terhadap kenaikan PPN ini, walaupun banyak kalangan yang menolak kenaikan
tarif PPN 11 persen, namun kenaikan tersebut merupakan ketentuan mutlak UU HPP yang
tidak dapat ditunda maupun diubah. Perlu diketahui juga bahwa adanya kenaikan tarif PPN
diikuti oleh perubahan aturan pajak lainnya yang menguntungkan masyarakat, khususnya
masyarakat menengah ke bawah.

DAFTAR PUSTAKA
BBC NEWS (2022) PPN naik jadi 11%: Kenaikan hanya 1%, tapi 'berisiko tinggi' dan
'masyarakat sudah dalam situasi teriak' tersedia pada :
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-60933571. Diakses pada 22 Juni 2022

Agung Jatmiko (2022) Sejarah dan Perkembangan PPN. Tersedia Pada:


https://katadata.co.id/agungjatmiko/ekonopedia/6231f4fcb162a/sejarah-
dan-perkembangan-ppn.

Diakses pada 22 Juni

Barratut Taqiyyah Rafie (2022) PPN Naik jadi 11% per 1 April 2022, Sri Mulyani: Nanti
PPN jadi 12% di 2025. Tersedia Pada:
https://newssetup.kontan.co.id/news/tarif-ppn-naik-jadi-11-per-1-april-
2022-sri-mulyani-nanti-ppn-jadi-12-di-2025

Abdul Azis Said (2022) PPN Naik Jadi 11%, Bagaimana Dampaknya pada Daya Beli
Masyarakat? Tersedia Pada:
https://katadata.co.id/yuliawati/finansial/623c17503efcd/ppn-naik-jadi-11-
bagaimana-dampaknya-pada-daya-beli-masyarakat

Hilda Nurhidayah (2022) Alasan Kenaikan Tarif PPN 11 persen. Tersedia pada:
https://www.pajak.com/komunitas/opini/alasan-kenaikan-tarif-ppn-11-
persen/

Melda Sihombing Pajak Pertambahan Nilai Edisi Revisi 2015. Tersedia Pada:
https://repository.uhn.ac.id/bitstream/handle/123456789/4176/Melda
%20Sihombing.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai