Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS KEBIJAKAN PENAIKAN PPN

a. Latar belakang munculnya kebijakan penaikan PPN


Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan telah mencatat Efek adanya pandemi Covid-
19 juga menyebabkan terjadi penurunan penerimaan pajak sebagai penyumbang utama
pendapatan negara. Dalam perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
tahun 2020, penerimaan pajak ditargetkan memberikan kontribusi sebesar 70,52% dari target
penerimaan negara. Realisasi penerimaan pajak periode Januari-September 2020 mencapai
Rp 601,91 triliun dari target yang ditetapkan sebesar Rp 1.198,82 triliun (50,21%). Realisasi
penerimaan pajak ini mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 14,67% jika dibandingkan
dengan periode yang sama tahun 2019 hampir seluruh jenis pajak mengalami kontraksi
pertumbuhan, kecuali Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Orang Pribadi dan PPh Pasal 23.
Salah satu masalah yang sering dialami perusahaan saat ini adalah pajak, Pajak
merupakan sumber penerimaan utama untuk kegiatan pembiayaan negara. Bagi negara
semakin besar jumlah pajak yang diterima akan semakin baik keuangan negara tersebut.
Pada masa sekarang ini pendapatan negara termasuk dari Pajak Pertambahan Nilai sangat
berperan penting untuk penyelenggaraan pembangunan negara. Berdasarkan Undang-
undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yaitu UU No 42 Tahun 2009 [3] disebutkan bahwa
seluruh pembelian dan penjualan barang yang berhubungan dengan usaha, maka disebut
barang kena pajak (BKP). PPN mengikat pembeli dan penjual.
Berdasarkan fenomena yang terjadi akhir-akhir ini yang dikutip dalam berita
kompas.com, Pemerintah akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi
sebesar 12% dari 10% yang berlaku saat ini. Pemerintah bakal menyiapkan skema multitarif
PPN, yakni pengenaan pajak yang lebih rendah untuk barang-barang yang banyak
dibutuhkan masyarakat dan pengenaan tarif lebih tinggi untuk barang mewah yang biasa
dibeli kelas menengah atas.
Kenaikan PPN menjadi 12 persen yang dilakukan pemerintah disinyalir sejalan dengan
tren global di mana PPN menjadi salah satu struktur pajak yang makin diandalkan. Menurut
Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo, skema ini memberikan rasa keadilan
dengan pengenaan tarif yang lebih tinggi untuk barang mewah atau sangat mewah. PPN 10
persen yang diberlakukan oleh negara saat ini sangat kecil dibandingkan dengan negara
negara lainnya. Hal itu yang menjadi dasar bagi pemerintah untuk menaikan PPN secara
umum.
b. Tujuan dan sasaran kebijakan penaikan PPN
Adapun tujuan dari diberlakukannya kebijakan ini adalah:
- Mencerminkan keadilan dan kesetaraan bagi setiap wajib pajak
- Pemerintah ingin mengurangi pengecualian PPN
- Sebagai bentuk pemulihan ekonomi
- Menurunkan tingkat inflasi dalam jangka waktu kedepan
- Mendukung tahap pemulihan ekonomi pasca pandemic
- Meningkatkan pemasukan negara melalui penerimaan pajak
c. Actor actor kebijakan dalam formulasi penaikan PPN
- Aktor yang memiliki peran utama dalam pengambilan kebijakan ini adalah Sri Mulyani
Indrawati sebagai menteri keuangan. Sri Mulyani sebagai menteri keuangan dan
perpanjangan tangan pemerintah melakukan pengamatan dan penelitian sebelum
akhirnya memutuskan adanya kebijakan ini. Sri Mulyani tentu sudah melakukan analisis
dengan menggunakan data data dan memperhatikan keadaan ekonomi Indonesia
sebelumnya. Sri Mulyani juga tentunya sudah memprediksi dampak positif dan negatif
yang akan terjadi saat adanya kebijakan ini.
- Presiden Joko Widodo juga menjadi salah satu actor yang berperan dalam pengambilan
kebijakan ini. Kebijakan ini akan berjalan tentunya jika memiliki persetujuan dari
presiden. Setelah adanya kebijakan dan penyusunan rancangan kebijakan, kebijakan ini
selanjutnya dibahas dalam Undang Undang bersama dengan preside Joko Widodo.
- Direktorat jenderal pajak menjadi perpanjangan tangan dari kementrian keuangan untuk
memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai adanya kenaikan ppn. Direktorat
jenderal pajak juga berperan menjadi pihak yang mengumpulkan pajak pada akhirnya
d. Bagaimana implementasi kebijakan penaikan PPN
Dalam implementasinya, terdapat beberapa perubahan yang dilakukan. Pemberlakuan
perubahan kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) akan tergantung pada pemulihan
ekonomi Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perubahan skema
PPN menjadi bagian dari langkah reformasi pajak dan masuk dalam RUU Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Dia mengestimasi ketentuan baru itu akan berlaku setelah
Indonesia pulih dari pandemi Covid-19. Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah
berencana menerapkan skema PPN multitarif. Tarif umum akan dinaikkan dari 10% menjadi
12%. Kemudian, pemerintah juga memperkenalkan range tarif 5% sampai dengan 25%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa kenaikan tarif pajak
pertambahan nilai atau PPN akan tetap berlaku pada 1 April 2022. Mengenai jenis barang
dan jasa yang kini tidak dikecualikan dari PPN di antaranya barang kebutuhan pokok, jasa
kesehatan, jasa pendidikan, dan jasa pelayanan sosial. Meski demikian, pemerintah dan DPR
sepakat memasukkan barang-atau jasa tersebut sebagai objek PPN, tetapi nantinya bisa
mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan. Pengaturan tentang PPN dalam
UU HPP tersebut dimaksudkan agar lebih jelas, mencerminkan keadilan, dan tepat sasaran.
Sehubungan dengan penyesuaian tarif PPN dari 10% menjadi 11% yang mulai berlaku
tanggal 1 April 2022, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut
1. Penyesuaian tarif PPN merupakan amanat pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
2. Kebijakan tersebut merupakan bagian tidak terpisahkan dari reformasi perpajakan dan
konsolidasi fiskal sebagai fondasi sistem perpajakan yang lebih adil, optimal, dan
berkelanjutan.
3. Barang dan Jasa tertentu TETAP DIBERIKAN FASILITAS BEBAS PPN antara lain:
a. barang kebutuhan pokok: beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur,
susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan gula konsumsi;
b. jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, jasa
angkutan umum, dan jasa tenaga kerja;
c. vaksin, buku pelajaran dan kitab suci;
d. air bersih (termasuk biaya sambung/pasang dan biaya beban tetap);
e. listrik (kecuali untuk rumah tangga dengan daya >6600 VA);
f. rusun sederhana, rusunami, RS, dan RSS;
g. jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional;
h. mesin, hasil kelautan perikanan, ternak, bibit/benih, pakan ternak, pakan ikan,
bahan pakan, jangat dan kulit mentah, bahan baku kerajinan perak;
i. minyak bumi, gas bumi (gas melalui pipa, LNG dan CNG) dan panas bumi;
j. emas batangan dan emas granula;
k. senjata/alutsista dan alat foto udara.
4. Barang tertentu dan jasa tertentu TETAP TIDAK DIKENAKAN PPN:
a. barang yang merupakan objek Pajak Daerah: makanan dan minuman yang disajikan
di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya
b. jasa yang merupakan objek Pajak Daerah: jasa penyediaan tempat parkir, jasa
kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, dan jasa boga atau catering
c. uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat
berharga;
d. jasa keagamaan dan jasa yang disediakan oleh pemerintah.
5. Sebagai bagian dari reformasi perpajakan, penyesuaian tarif PPN juga dibarengi
dengan:
a. penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi atas penghasilan kena pajak
Rp50 juta sampai dengan Rp60 juta dari 15% menjadi 5%;
b. pembebasan pajak untuk WP OP pelaku UMKM dengan omzet sampai dengan
Rp500 juta;
c. fasilitas PPN final dengan besaran tertentu yang lebih kecil, yaitu 1%, 2% atau 3%;
d. layanan restitusi PPN dipercepat sampai dengan Rp 5 Miliar tetap diberikan.
6. Di samping dukungan perpajakan, pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) juga tetap melanjutkan dan akan memperkuat dukungannya
berupa perlindungan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat dan kondisi
perekonomian nasional.
7. Pemerintah akan terus merumuskan kebijakan yang seimbang untuk menyokong
pemulihan ekonomi, membantu kelompok rentan dan tidak mampu, mendukung dunia
usaha terutama kelompok kecil dan menengah, dengan tetap memperhatikan kesehatan
keuangan negara untuk kehidupan bernegara yang berkelanjutan.
8. Pengaturan lebih lanjut mengenai UU HPP klaster PPN akan tertuang dalam:
a. PMK tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan
Pelaporan PPN atas Pemanfaatan BKPTB dan/atau JKP dari Luar Daerah Pabean di
Dalam Daerah Pabean Melalui PMSE;
b. PMK tentang PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri;
c. PMK tentang PPN atas LPG Tertentu
d. PMK tentang PPN atas Penyerahan Hasil Tembakau;
e. PMK tentang PPN atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu;
f. PMK tentang PPN atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas;
g. PMK tentang PPN atas Penyerahan Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian;
h. PMK tentang PPN atas Penyerahan JKP Tertentu;
i. PMK tentang Kriteria dan/atau Rincian Makanan dan Minuman, Jasa Kesenian dan
Hiburan, Jasa Perhotelan, Jasa Penyediaan Tempat Parkir, serta Jasa Boga atau
Katering, yang Tidak Dikenai PPN;
j. PMK tentang Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut Pajak dan Tata Cara
Pemungutan, Penyetoran, dan/atau Pelaporan Pajak yang Dipungut oleh Pihak Lain
atas Transaksi Pengadaan Barang dan/atau Jasa melalui Sistem Informasi
Pengadaan Pemerintah;
k. PMK tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto;
l. PMK tentang PPh dan PPN atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial;
m. PMK tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP, Pengukuhan dan
Pencabutan Pengukuhan PKP, serta Pemotongan dan/atau Pemungutan, Penyetoran,
dan Pelaporan Pajak bagi Instansi Pemerintah;
n. PMK tentang PPN atas Penyerahan Jasa Agen Asuransi, Jasa Pialang Asuransi, dan
Jasa Pialang Reasuransi.
9. Direktorat Jenderal Pajak telah menyesuaikan aplikasi layanan perpajakan, seperti:
e-Faktur Desktop, e-Faktur Host to Host, e-Faktur Web, VAT Refund, dan e-Nofa
Online.

l. Pihak yang dirugikan dalam kebijakan penaikan PPN


Masyrakat dengan ekonomi menengah kebawah akan merasakan dampak yang besar dari
adanya kenaikan PPN. Kenaikan PPN kali ini juga akan diimplementasikan pada barang
barang sembako, maka mau tidak mau mereka harus mengeluarkan uang yang lebih banyak
untuk membeli bahan bahan sembako sedangkan untuk tingkat pendapatan masih sama
dengan sebelum adanya kenaikan PPN. Masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah
juga akan sangat merasakan adanya inflasi atau kenaikan harga barang barang secara
kontiniu.
Untuk mengatasi kerugian yang mungkin akan dialami oleh masyarakat dengan kelas
ekonomi menengah kebawah ini, maka pemerintah menerapkan rencana skema kebijakan
pajak pertambahan nilai (PPN) yang terdiri dari empat tarif. Adapun ketentuan yang berlaku
saat ini di Indonesia adalah tarif tunggal yakni sebesar 10%.  Rencana kebijakan tersebut
tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Pertama, general rate  yakni tarif yang berlaku secara umum sebesar 12%. Pemerintah
menyebut adanya kenaikan 2% atas tarif PPN yang berlaku saat ini merupakan kompensasi
karena pemerintah telah menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) Badan. Kedua, lower
rate PPN sebesar 5%-7% atas barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Tarif 5%
rencananya diperuntukan atas barang kebutuhan pangan dasar rumah tangga yang
merupakan konsumsi paling besar masyarakat. Kemudian, tarif 7% atas jasa tertentu untuk
menjaga jasa terkait tetap berkualitas dan terjangkau. Misalnya jasa pendidikan dan
angkutan penumpang. Ketiga, higher rate sebesar 15%-25% untuk barang yang tergolong
mewah/sangat mewah seperti rumah dan apartemen mewah, pesawat terbang, dan yacht.
Selain itu, tarif tersebut juga bakal berlaku bagi barang mewah lainnya seperti tas, sepatu,
arloji, dan berlian. 

m. Hasil evaluasi kinerja kebijakan penaikan PPN


Pemerintah akan mengevaluasi secara berkala dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai
yang diberlakukan mulai 1 April 2022. Hal ini dilakukan untuk memastikan pengenaan tarif
pajak baru tidak mengganggu daya beli dan konsumsi masyarakat. Untuk itu, Ia
menghimbau kepada masyarakat agar tidak melihat efek dari penerapan PPN ini dari satu
sisi saja. Lebih lanjut, meskipun aturan turunan mengenai PPN belum terbit, secara konteks
terdapat berbagai pengecualian bagi PPN. Hal tersebut membuat berbagai jenis barang dan
jasa tidak terpengaruh kenaikan PPN.

Anda mungkin juga menyukai