NIT : 2020.106.008
Tingkat : 2A
MK : Perpajakan
Sebab, kenaikan tarif PPN yang saat ini 10% menjadi 11% akan berdampak
pada harga barang yang sudah pasti naik. Dimana kenaikan harga barang
menjadi salah satu pemicu terjadinya inflasi.
“menurut saya begitu (ditunda dulu kenaikan PPN). Paling cepat tahun depan
(dinaikan). Menaikkan PPN di tengah pemulihan ekonomi sekarang ini tidak
tepat. Apalagi saat ini inflasi dalam tren meningkat dan kenaikan PPN akan
menambah tekanan inflasi. Ini juga bisa membuat daya beli masyarakat turun
yang ujungnya pemulihan ekonomi tertahan,” pungkas Ekonom CORE Piter
Abdullah kepada CNBC Indonesia.
Sebagai informasi, kenaikan tarif PPN ini diatur dalam UU nomor 7 tahun 2021
tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Dituliskan bahwa mulai 1 April
2022 PPN naik menjadi 11% dan mulai 1 Januari 2025 menjadi 12%.
Kenaikan ini akan menambah kocek yang dikeluarkan masyarakat saat
berbelanja. Sebab, dalam transaksi beban PPN dikenakan kepada konsumen
akhir atau pembeli.
Bila mengacu kepada penjelasan Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu,
aturan ini dimaksudnya untuk perluasan basis PPN dilakukan dengan tetap
mempertimbangkan asas keadilan, kemanfaatan khususnya dalam memajukan
kesejahteraan umum dan asas kepentingan nasional, sehingga optimalisasi
penerimaan negara diselenggarakan dengan tetap mewujudkan sistem
perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum.
Barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial,
dan beberapa jenis jasa lainnya, diberikan fasilitas pembebasan PPN, sehingga
masyarakat berpenghasilan menengah dan kecil tetap tidak perlu membayar
PPN atas konsumsi kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan
layanan sosial.
Adapun barang sembako yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor
116/PMK.010/2017 meliputi beras dan gabah; jagung; sagu; kedelai; garam
konsumsi; daging; telur; susu; buah-buahan; sayur-sayuran; ubi-ubian; bumbu-
bumbuan; dan gula konsumsi.