Anda di halaman 1dari 2

PEMULIHAN PAJAK DALAM PASCA PANDEMI

Dalam kondisi kebiasaan baru atau biasa disebut new normal membuat sebagian besar
kebiasaan masyarakat berubah dari segi pendidikan, ekonomi bahkan kebiasaan sehari-hari
pun ikut berubah. Masayarakat pun merasakan dampak perubahan sangat signifikan. Dampak
yang paling terasa adalah dampak ekonomi, sejak pasca pandemi ,segi ekonomi yang paling
sulit untuk kembali seperti sedia kala terutama pada sektor UMKM yang terkena imbas cukup
parah dikarenakan kondisi dari omzet penjualan menurun drastis yang menyebabkan
penurunan perolehan modal yang mengakibatkan pengurangan tenaga kerja hingga gulung
tikar. Pemerintah mengupayakan melalui Direktorat Jendral Pajak agar masyarakat turut
berpartisipasi untuk turut membayar dan melaporkan pajak mereka bagi yang memiliki wajib
pajak.

Mengutip dari laman kemenku.go.id menyatakan bahwa nota Keuangan APBN 2021,
disebutkan bahwa di tengah ketidakpastian akibat pandemi Covid-19, dukungan terhadap dunia
usaha mutlak diperlukan untuk mengintimidasi dampak ekonomi yang timbul dan mendorong
percepatan pemulihan ekonomi nasional. Secara garis besar hasil pendapatan kapita terbesar
diperoleh dari sektor ekonomi khususnya dalam penarikan retribusi pajak. Dikutip dari laman
kemenku.go.id menyatakan bahwa Indonesia yang melakukan kebijakan pelebaran defisit
hingga di atas 3 persen saat menghadapi pandemi tahun 2020. Kebijakan tersebut hanya akan
dilakukan selama tiga tahun, dan pada tahun 2023 mendatang Indonesia harus kembali ke level
defisit di bawah 3 persen. Menkeu mengatakan bahwa kebijakan ini diambil sebagai respon dari
peningkatan belanja negara yang naik secara signifikan di sektor kesehatan dan sosial untuk
menghadapi pandemi dan mengatasi dampaknya, dimana pada saat yang sama penerimaan
negara turun drastis karena ada pembatasan mobilitas untuk mencegah penularan saat itu.

Saat ini, dengan kondisi yang berbeda akibat adanya kenaikan harga komoditas,
Menkeu mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi peningkatan pendapatan negara akibat
kenaikan harga. Namun, Menkeu juga mengingatkan bahwa pada pos belanja negara juga
mulai dilakukan pergeseran prioritas untuk menjaga momentum pemulihan sekaligus menjaga
proses konsolidasi fiskal yang akan berdampak pada daya jual beli masyarakat. Dalam upaya
pemulihan pasca pandemi Covid-19 , selain penarikan retribusi via konvensional, pemerintah
juga melakukan penarikan retribusi online seperti e-commerce yang dimana hampir 70%
masyarkat Indonesia melakukan transaksi belanja via online.

Banyak yang merasa bahwa pajak jenis baru ini hanya akan menimbulkan lebih banyak
masalah dan komplikasi bagi pemerintah. Mereka menunjukkan bahwa ketika mereka
memperkenalkan sistem penagihan PSTN, banyak orang dapat menghindari membayar pajak
mereka dengan menggunakan metode ini. Namun, seperti halnya sesuatu yang baru,
pemerintah harus melakukan beberapa perubahan agar setiap orang dapat terus membayar
pajaknya. Apakah akan ada pajak belanja online?

Ini semua tergantung pada diri kita kembali, banyak orang masih dapat menghindari
pembayaran pajak dengan berbelanja online seperti biasa. Hal yang perlu diingat adalah akan
ada materai bagi mereka yang melakukan belanja online. Itu sesuatu yang harus
dipertimbangkan. Apakah harus membayar pajak tambahan ini atau tidak akan tergantung pada
jenis transaksi yang dilakukan dan di mana melakukan transaksi berbelanja. Oleh karena itu
pemerintah juga tak luput perhatian pemerintah. Setelah melalui diskusi yang panjang,
Kementerian Keuangan merilis berbagai peraturan maupun surat edaran untuk mengatur
perpajakan atas transaksi digital ini. Apa saja peraturan tersebut, ada beberapa aturan yang
berdasarkan surat edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE/62/PJ/2013, yaitu tentang pajak e-
commerce Pada 2025 transaksi e-commerce bisa mencapai US$82 miliar.

Transaksi e-commerce menjadi salah satu tertinggi di Asia Tenggara. Ini sangat
mennguntungkan bagi Negara untuk menambah pundi devisa negara. Oleh karena itu Pelaku
e-Commerce wajib memungut PPN atas produk yang dijual kepada konsumen di Indonesia
sebesar 10% dari harga sebelum pajak dan wajib mencantumkannya dalam invoice yang
diterbitkan yang artinya, pembeli atau konsumen e-Commerce harus membayar PPN sebesar
10% dari harga sebelum pajak, dan akan menerima invoice yang menjadi bukti pungutan PPN
atas transaksi yang dilakukan. Namun, pengelolaan PPN dan invoice ini dapat menjadi lebih
mudah dengan menggunakan layanan e-Faktur Online Pajak. Sebagai mitra resmi DJP,
layanan e-Faktur Online Pajak menghadirkan berbagai macam fitur untuk mempermudah
pekerjaan Anda dalam mengelola PPN serta pajak lainnya. Salah satunya adalah integrasi API
OnlinePajak dengan sistem ERP yang Anda gunakan dalam mengelola e-Commerce. Tidak
hanya itu, OnlinePajak selalu mengikuti peraturan terbaru dari DJP, seperti dengan
menghadirkan layanan e-Filing PPN yang memudahkan Anda lapor SPT Masa PPN dengan
skema terbaru, dan diharapkan melalui ini dapat membantu pemulihan perekonomian nasional
dan peningkatan daya jual beli masyarakat agar kembali seperti sedia kala dan para pelaku
UMKM dapat berkontribusi untuk melakukan daya produksi dan dapat membantu membuka
lapangan pekerjaan.

Anda mungkin juga menyukai