Anda di halaman 1dari 3

Perubahan PPN pada UU HPP

Memberatkan Rakyat?

Dewasa ini, pertumbuhan ekonomi negara Indonesia mulai mengalami


kemajuan. Kemajuan ini tentunya terjadi karena mulai dilonggarkannya aturan
mengenai PPKM di masa pandemi Covid-19 ini. Walaupun kemajuannya tidak
terlalu besar, tapi kelonggaran ini membuat kegiatan perekonomian di Indonesia,
mulai dari yang terkecil hingga terbesar dapat bangkit dan beraktivitas kembali.
Kembalinya aktivitas perekonomian, tentunya akan berpengaruh terhadap
peningkatan peneriman pajak. Peningkatan dari penerimaan pajak ini pastinya
menjadi harapan besar bagi Indonesia dalam melancarkan pembangunan nasional
serta pemulihan perekonomian di masa pandemi Covid-19.
Di tahun 2021, pemerintah meresmikan RUU HPP atau Rancangan
Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan menjadi Undang-undang
yang di mana terdapat beberapa perubahan UU serta ditambahkannya peraturan
baru. Perubahan dalam UU HPP ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan
perekonomian dengan mengoptimalkan penerimaan pajak guna membiaya
pembangunan nasional secara mandiri serta mendukung percepatan pemulihan
perekonomian di masa pandemi Covid-19. Peresmian RUU HPP ini mengundang
banyak respon pro dan kontra masyarakat mengenai perubahan-perubahan yang
ada. Salah satu perubahan yang menjadi perhatian oleh masyarakat yaitu
mengenai perubahan PPN.
Perubahan PPN pada UU HPP ini terdapat pada tarif PPN yang mengalami
kenaikan bertahap dan juga penghapusan objek pengecualian PPN serta
pemberian fasilitas PPN. Perubahan ini dilakukan karena melihat kondisi ekonomi
Indonesia sekarang yang belum sepenuhnya pulih akibat pandemi Covid-19.
Terkait perubahan tarif PPN, pada UU sebelumnya yaitu UU No 42 Tahun 2009
tentang PPN dan PPnBM menetapkan tarif PPN sebesar 10%. Jika dilihat dalam
UU yang sekarang yaitu UU No 7 Tahun 2021 tentang HPP, tarif PPN mengalami
kenaikan secara bertahap dengan tarif PPN sebesar 11% (berlaku mulai 1 April
2022) dan akan menjadi 12% (paling lambat berlaku mulai 1 Januari 2025).
Kenaikan tarif PPN ini tentunya guna mencapai tujuan dari diresmikannya UU
HPP ini yaitu percepatan pemulihan kondisi ekonomi Indonesia.
Terkait mengenai Objek dan Fasilitas PPN, terdapat beberapa
penghapusan objek PPN yang dijelaskan pada pasal 4a. Pada UU No 7 Tahun
2021 tentang HPP ini, terdapat 11 item yang dihapuskan dari objek pengecualian
PPN. Adapun beberapa jenis barang dan jasa yang dihapus dari pengecualian
objek PPN yaitu barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat,
barang hasil pertambangan/pengeboran yang diambil secara langsung dari
sumbernya, jasa pelayanan kesehatan medis, jasa keuangan, jasa pendidikan, jasa
pelayanan sosial, jasa angkutan umum di darat, di air dan di udara, dan jasa
lainya. Jika dilihat dari sudut pandang masyarakat, kenaikan tarif PPN serta
penghapusan objek pengecualian PPN merupakan hal yang hanya akan
memberatkan masyarakat di masa pandemi ini. Hal ini karena masyarakat berfikir
bahwa setiap barang kebutuhan pokok yang mereka beli atau jasa yang mereka
pakai akan dikenai pajak PPN. Namun jika diperhatikan dengan seksama,
pemerintah sudah memberikan fasilitas kebebasan pengenaan PPN guna tidak
memberatkan masyarakat mengingat kondisi dan situasi Indonesia yang belum
membaik. Hal ini juga sudah dijelaskan pada pasal 16B ayat 1a yang di mana
menjelaskan bahwa, objek yang dihapuskan dari pengecualian PPN diberikan
fasilitas kebebasan pengenaan PPN secara terbatas dan selektif.
Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa perubahan mengenai PPN ini
merupakan salah satu cara pemerintah guna mempercepat pemulihan
perekonomian dan memperlancar pembangunan nasional di Indonesia. Perubahan
mengenai PPN ini, terdapat pada tarif PPN dan juga objek pengecualian dan
fasilitas PPN. Perubahan-perubahan tersebut, tentunya tidak akan menyulitkan
masyarakat karena peningkatkan penerimaan pajak ini akan memulihkan kondisi
perekonomian di lingkungan masyarakat. Selain itu, adanya peraturan mengenai
pemberian fasilitas dibebaskan PPN ini juga menjadi alasan bahwa perubahan
PPN tidak akan memberatkan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah. 2009. Jakarta: Kementrian Keuangan RI
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan
Perpajakan.
2021. Jakarta: Kementerian Keuangan RI Manajemen JDIH.
Auliani, P. A. 2021. “Poin Penting Perubahan dan Tambahan Aturan Pajak di UU
HPP”. Tersedian pada Poin Penting Perubahan dan Tambahan Aturan
Pajak di UU HPP Halaman all - Kompas.com (diakses tanggal 11
Desember 2021).

Anda mungkin juga menyukai