Anda di halaman 1dari 3

Annisa Masyura Tsalsabilla

20200210100011

Kelas A

Hukum Pajak

Tugas Mata Kuliah Hukum Pajak

1. Sebutkan apa yang menjadi dasar pertimbangan dari diberlakukannya UU No.7


Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan?

Pasal 1 ayat (2) secara eksplisit menyebutkan tujuan UU HPP untuk meningkatkan
pertumbuhan perekonomian berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan
perekonomian; mengoptimalkan penerimaan negara; memperluas basis pajak;
mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum;
memperkuat administrasi perpajakan; dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Pandemi Covid-19 mengakibatkan peningkatan pengeluaran pemerintah dan defisit


anggaran sehingga berkonsekuensi meningkatkan rasio utang pemerintah yang harus
dibayar baik hutang pokok maupun bunga pada tahuntahun mendatang (NA RUU KUP,
2021:77).

Berdasarkan pertimbangan tersebut, pemerintah merasa perlu melakukan terobosan


kebijakan untuk menunjang penguatan sumber pendanaan melalui optimalisasi penerimaan
negara, khususnya pajak. UU bidang perpajakan masih memiliki kekurangan yang
berpotensi menimbulkan rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak dan beberapa ojek pajak
baru perlu mendapat pengaturan. Oleh karenanya dilakukan revisi beberapa UU bidang
perpajakan dan pengaturan beberapa substansi baru mengenai pajak yang belum diatur
dalam UU.

Terjadinya pandemi Covid-19 menjadi argumen bagi pembentuk UU untuk segera


mewujudkan peningkatan pertumbuhan perekonomian secara berkelanjutan dan
percepatan pemulihan perekonomian nasional, sebagaimana tertuang dalam konsideran
menimbang dan Penjelasan umum UU HPP.

2. Ketentuan pajak apakah yang berubah sehubungam dengan keberlakuan UU No. 7


Tahun 2021?

Ketentuan pajak yang berubah ialah:

a. Tarif PPN yang sebelumnya 10% diubah menjadi 11% mulai berlaku pada tanggal 1
April 2022. Berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (14) dalam UU HPP, tarif baru PPN
11% dimaksud berlaku atas transaksi yang penyerahan barang/jasanya atau pembuatan
faktur pajak dilakukan pada tanggal 1 April 2022 dan seterusnya. Dan 12% mulai
berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.

b. NIK menjadi NPWP. Pemerintah menambahkan fungsi NIK menjadi NPWP orang
pribadi. Pembayaran pajak dilakukan jika penghasilan setahun di atas batasan PTKP
yang berlaku, atau peredaran bruto di atas Rp500 Juta bagi pengusaha yang membayar
PPh Final PP 23/2018.

c. Barang dan jasa yang semula non-BKP dan non-JKP, akan dikenakan pajak. Untuk
baraang kebutuhan pokok, barang hasil pertambangan, jasa pelayanan kesehatan medik,
dan sebagainya.

d. Program Pengungkapan Sukarela. Wajib pajak diberikan kesempatan untuk


melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajkan yang belum secara sukarela
melalui 2 kebijakan, yaitu pembayaran pajak penghasilan berdasarkan pengungkapan
harta yang belum sepenuhnya dilaporkan, atau pembayaran pajak penghasilan
berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh
orang pribadi tahun pajak 2020

e. Penghasilan orang pribadi diatas Rp5 Miliar dikenakan tarif PPh sebesar 35%.

f. Tarif PPH badan ditetapkan menjadi 22% yang berlaku untuk tahun pajak 2022 dan
seterusnya. Namun bagi pelaku UMKM berbentuk badan dalam negeri, tetap diberikan
insentif penurunan tarif sebesar 50% sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31E.

g. Penerapan pajak karbon, pemerintah sepakat menerapkan pajak karbon sebesar Rp30
per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.

3. Apa yang menjadi dasar pertimbangan dicabutnya UU mengenai Pajak Daerah dan
Restribusi Daerah dengan keberlakuan UU No. 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah?

Sebagaimana dalam bagian menimbang pada UU No. 1 Tahun 2022 huruf g, bahwa
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah perlu
disempurnakan sesuai dengan perkembangan keadaan dan pelaksanaan desentralisasi
fiskal, sehingga perlu diganti.

Pemerintah berupaya meningkatkan kapasitas fiskal daerah melalui penguatan pajak


daerah dan retribusi daerah. Peningkatan kemampuan keuangan daerah dilakukan melalui
penajaman peran pemda dalam menambah sumber-sumber pendapatan asli daerah.
Perubahan kebijakan dimaksud dilakukan dengan simplifikasi dan restrukturisasi jenis dan
tarif pajak dan retribusi daerah. Optimalisasi penerimaan daerah sangat penting untuk
menambah kemampuan keuangan daerah dalam membiayai program-program penyediaan
layanan dasar publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal.
UU HKPD juga mengatur sinergi fiskal nasional. Harmonisasi kebijakan APBN dan
APBD dilakukan dalam rangka akselerasi pencapaian tujuan pembangunan nasional. Hal
ini menjadi krusial mengingat semakin besarnya tantangan di masa yang akan datang.
Contoh nyata ialah bagaimana pandemi Covid-19 yang melanda dunia telah memukul
perekonomian nasional yang berdampak pada timbulnya krisis di segala aspek kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai