Anda di halaman 1dari 3

Panduan dan Penjelasan Ujian KUP

A. Jawaban Pilihan Ganda

1 C 6 A 11 A
2 B 7 C 12 C
3 B 8 D 13 B
4 D 9 D 14 D
5 C 10 C 15 A

B. Jawaban Esai dan Kasus

1. Menurut UU KUP Pasal 2 ayat (1), setiap Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif wajib mendaftarkan diri dan mendapatkan NPWP. Hal ini berlaku
juga untuk wanita kawin, namun untuk hanya yang dikenai pajak secara terpisah karena
hidup berpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis
berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Sehingga jika tidak dikenai
pajak secara terpisah karena hidup berpisah berdasarkan keputusan hakim atau
dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta,
wanita kawin tidak wajib memiliki NPWP sendiri walaupun memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif.
Hal ini karena berdasarkan UU PPh Pasal 8, sistem pengenaan pajak di Indonesia
menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau
kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai
pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. Sehingga
dalam kasus Romi dan Yuli ini, setelah menikah Yuli dapat mengajukan penghapusan
NPWP untuk menghapus NPWP-nya. Selanjutnya pemenuhan dan pelaksanaan hak dan
kewajiban perpajakan Yuli akan menggunakan NPWP Romi sebagai suami/kepala
keluarga. Termasuk pelaporan penghasilan, biaya, kerugian, harta, dan hutang milik Yuli
juga dilaporkan di SPT Romi.
Namun Yuli dapat juga tetap memiliki NPWP sendiri dengan syarat :
a. Antara Romi dan Yuli ada perjanjian pemisahan penghasilan dan harta; atau
b. Antara Romi dan Yuli membuat surat pernyataan bahwa Romi dan Yuli ingin
melaksanakan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan secara masing-masing;
atau
c. Romi dan Yuli kemudian berpisah berdasarkan keputusan hakim dan setelah berpisah
tersebut Yuli tetap memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, maka Yuli harus
mendaftarkan diri lagi untuk memiliki NPWP

2. Menurut UU KUP Pasal 2 ayat (1), setiap Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif wajib mendaftarkan diri dan mendapatkan NPWP. Pasal 2 ayat (4)
UU KUP menjelaskan jika Wajib Pajak yang sudah memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif tersebut tidak melaksanakan kewajiban mendaftarkan diri dan mendapatkan
NPWP maka kepada Wajib Pajak tersebut akan diterbitkan NPWP secara jabatan.
Kemudian kewajiban perpajakan dari Wajib Pajak tersebut dapat dihitung sejak Wajib
Pajak tersebut memenuhi persyaratan subjektif dan objektif paling lama untuk 5 tahun
sebelumnya. Proses penetapan NPWP secara jabatan didahului dengan proses
pemeriksaan.

1
Sehingga dalam kasus Budi, konsekuensi yang akan diterima Budi adalah :
a. Kepada Budi akan dilakukan pemeriksaan untuk pemberian NPWP secara jabatan
dan untuk menghitung jumlah kewajiban perpajakan (pajak terutang) yang harus
dibayar/disetorkan oleh Budi sejak Budi memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
b. Sebagai contoh : Budi memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sejak tahun 2018,
sedangkan Budi baru memiliki NPWP di tahun 2022. Maka kewajiban perpajakan Budi
tetap akan dihitung sejak tahun 2018.

3. Berdasarkan ketentuan UU KUP Pasal 8 ayat (1) terhadap kekeliruan dalam pengisian
SPT yang dibuat oleh Wajib Pajak, Wajib Pajak masih berhak untuk melakukan
pembetulan atas kemauan sendiri, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai
melakukan tindakan pemeriksaan. Kemudian berdasarkan UU KUP Pasal 8 ayat (2)
menjelaskan bahwa dalam hal pembetulan SPT menyatakan rugi atau lebih bayar,
pembetulan SPT harus disampaikan paling lama 2 tahun sebelum daluwarsa penetapan.
Dalam kasus PT. Melati terdapat kesalahan dalam perhitungan depresiasi aset tetap yang
mengakibatkan laba tahun 2021 menjadi lebih besar. Sehingga atas kesalahan
perhitungan ini disarankan kepada PT. Melati untuk melakukan pembetulan SPT karena
atas SPT tersebut belum dilakukan tindakan pemeriksaan. Pembetulan yang harus
dilakukan oleh PT. Melati tidak dibatasi dengan jangka waktu paling lama 2 tahun sebelum
daluwarsa penetapan karena akibat dari kesalahan perhitungan tersebut tidak
mengakibatkan rugi atau lebih bayar.
Kemudian karena kesalahan perhitungan tersebut mengakibatkan laba menjadi lebih
besar, maka perhitungan pajak terutangnya juga menjadi lebih besar sehingga PT. Melati
harus membayar/menyetorkan kekurangan pembayaran pajak tersebut sebelum
melakukan pembetulan SPT. Jika pembayaran atas kekurangan pajak menurut
perhitungan SPT pembetulan tersebut dibayarkan/disetorkan setelah tanggal 30 April
2022, maka atas kekurangan pembayaran tersebut akan dikenai sanksi bunga sesuai
ketentuan UU KUP Pasal 8 ayat (2)

4. Berdasarkan ketentuan UU KUP Pasal 2 ayat (1), Wajib Pajak yang wajib untuk
mendaftarkan diri dan mendapatkan NPWP adalah yang memenuhi persyaratan subjektif
dan persyaratan objektif. UU KUP Pasal 2 ayat (1a) menjelaskan bahwa khusus untuk
Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan penduduk Indonesia, NPWP akan
menggunakan NIK. Secara administrasi jika Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan
penduduk Indonesia memenuhi persyaratan subjektif dan persyaratan objektif, Wajib
Pajak orang pribadi tersebut tetap wajib mendaftarkan diri untuk kemudian NIK-nya akan
diaktivasi sebagai NPWP.
Dalam kasus ini, Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan penduduk Indonesia harus
memenuhi persyaratan subjektif dan persyaratan objektif terlebih dahulu untuk kemudian
NIK-nya akan diaktivasi sebagai NPWP. Jika tidak memenuhi persyaratan subjektif dan
persyaratan objektif, maka NIK dari Wajib Pajak orang pribadi tersebut tidak akan
diaktivasi sebagai NPWP. Sehingga dapat disimpulkan bahwa memiliki NIK tidak secara
otomatis akan memiliki NPWP, jika tidak persyaratan subjektif dan persyaratan objektif.

2
5. Analisa kasus Tuan Rudi :
a. Tuan Rudi adalah Wajib Pajak orang pribadi
b. Tahun pajak yang dilaporkan adalah tahun pajak 2020
c. Batas waktu pembayaran kekurangan pajak berdasarkan perhitungan SPT Tahunan
adalah sebelum SPT Tahunan disampaikan dan tidak melebihi batas akhir pelaporan
SPT Tahunan orang pribadi.
d. Batas akhir pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak orang pribadi adalah 3 bulan setelah
berakhirnya tahun pajak atau dalam kasus ini dapat diasumsikan batas akhir
pelaporan adalah tanggal 31 Maret 2021
e. Jumlah pajak kurang bayar sebesar Rp5.000.000, telah dilunasi oleh Tuan Rudi pada
tanggal 15 Juni 2021. Kesimpulan : terlambat bayar karena jatuh tempo pembayaran
adalah tanggal 31 Maret 2021. Sanksi yang dikenakan adalah bunga 0,93% per bulan.
Jumlah bulan terlambat adalah 3 bulan (31 Maret – 15 Juni 2021)
f. Tuan Rudi menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun 2020 pada tanggal
16 Juni 2021. Kesimpulan : terlambat lapor karena jatuh tempo pelaporan adalah
tanggal 31 Maret 2021. Sanksi yang dikenakan adalah denda Rp100.000.
g. Perhitungan sanksi bunda adalah : Rp5.000.000 × 0,93% × 3 bulan = Rp139.500
h. Totak sanksi administrasi yang dikenakan adalah : Denda Rp100.000 + Bunga
Rp83.700 = Rp239.500

6. Sehubungan dengan diterbitkannya surat ketetapan pajak atas tahun pajak 2020 yang
mengakibatkan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan
dalam SPT Tahunan tahun pajak 2021, maka PT. A harus melakukan penyesuaian rugi
fiskal sesuai dengan surat ketetapan pajak tersebut dalam jangka waktu 3 bulan setelah
menerima surat ketetapan pajak, dengan cara melakukan pembetulan SPT Tahunan
tahun pajak 2021. Dalam hal Wajib Pajak membetulkan SPT lewat jangka waktu 3 bulan
atau Wajib Pajak tidak mengajukan pembetulan, Direktur Jenderal Pajak akan
memperhitungkannya dalam menetapkan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
Contoh perhitungan dari kasus PT. A adalah sebagai berikut :
Penghasilan Neto tahun pajak 2021 : Rp 300.000.000
Kompensasi kerugian berdasarkan SPT Tahunan 2020 : Rp 135.000.000
Penghasilan kena pajak tahun 2021 : Rp 165.000.000
Berdasarkan surat ketetapan pajak yang terbit tanggal 6 Januari 2023, PT. A harus
melakukan pembetulan dengan perhitungan menjadi sebagai berikut :
Penghasilan Neto tahun pajak 2021 : Rp 300.000.000
Kompensasi kerugian berdasarkan SPT Tahunan 2020 : Rp 93.000.000
Penghasilan kena pajak tahun 2021 : Rp 207.000.000
Dengan demikian penghasilan kena pajak dari SPT Tahunan 2021 yang semula
Rp165.000.000 (Rp300.000.000 - Rp135.000.000) setelah pembetulan menjadi
Rp207.000.000 (Rp300.000.000 - Rp93.000.000)

Anda mungkin juga menyukai