Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

KONDISI PERPAJAKAN INDONESIA SELAMA MASA PANDEMI COVID-

19 TAHUN 2020-2021

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Perpajakan

Dosen Pengampu : Isti Prabawani

Disusun Oleh :
Fadilah Missaharani (2122077)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


UNIVERSITAS MULIA
BALIKPAPAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
merampungkan tugas membuat makalah berjudul “Kondisi Perpajakan Indonesia
selama Masa Pandemi Covid-19 Tahun 2020-2021”. Penyusunan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah sehingga kami dapat
menuntaskan kewajiban kami. Selain itu, dengan menulis makalah ini, penulis
berharap agar wawasan kami semakin berkembang dan dapat menjadi pribadi yang
lebih memiliki adab ketika menuntut ilmu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak sekali kesalahan-
kesalahan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Untuk itulah kritik dan saran
sangat penulis perlukan untuk membangun makalah ke depannya.
Melalui kata pengantar singkat ini, kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada banyak pihak yang turut andil dalam menulis makalah ini.

Balikpapan, 11 Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kondisi Perpajakan Indonesia saat Pandemi Covid-19 tahun 2020-2021 ..... 2
B. Kebijakan Pemerintah Menanggapi Kondisi Perpajakan Indonesia .............. 4
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 5
B. Saran .......................................................................................................... 5
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 6

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pajak menjadi sumber penerimaan paling besar untuk negara. Pada tahun
2017, dibuktikan bahwa sebesar 85,6% penerimaan negara bersumber dari pajak.
Keberhasilan pemungutan pajak tergantung dari tingkat kesadaran masyarakat
untuk membayar pajak. Kepatuhan membayar pajak diikuti dengan adanya
pemeriksaam wajib pajak dan adanya sanksi apabila wajib pajak tidak
melaksanakan tanggung jawabnya untuk membayarkan kewajibannya.
Sejak masa pandemi Covid-19, kehidupan perekonomian masyarakat
mengalami perurunan yang cukup signifikan. Banyaknya kebijakan pembatasan
penyebabkan tingkat produksi dan aktivitas ekonomi masyarakat terhambat.
Hasilnya kepatuhan masyarakat untuk membayar pajak mulai menurun karena
tidak adanya pemasukan. Pemerintah sebagai pemangku jabatan dan pembuat
kebijakan tidak bisa hanya tinggal diam melihat kondisi ini sehingga pemerintah
membuat beberapa kebijakan yang harus menguntungkan dua sisi, baik untuk
negara maupun untuk masyarakat itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi perpajakan Indonesia saat pandemi Covid-19 pada tahun
2020-2021?
2. Apa kebijakan yang dibuat oleh pemerintah menanggapi kondisi perpajakan
Indonesia saat pandemi?
C. Tujuan
1. Mengetahui kondisi perpajakan Indonesia saat pandemi Covid-19 tahun 2020-
2021
2. Mengetahui kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka menanggapi
kondisi perpajakan Indonesia saat pandemi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kondisi Perpajakan Indonesia saat Pandemi Covid-19 tahun 2020-2021


Pandemi memberikan tekanan pada sistem perekonomian dunia, termasuk
Indonesia. Adanya kebijakan untuk membatasi aktivitas masyarakat dan
ketidakjelasan kehidupan dan penanganan Covid-19 di masa depan. Kondisi ini
menyebabkan konsumsi masyarakat menurun dan ruang investasi menjadi lebih
sempit. Akibatnya adalah terjadinya resesi global yang ditandai dengan
menurunnya GDP secara global (World Bank, 2020). Resesi ini diprediksi akan
menjadi yang paling besar sejak tahun 1870 berdasarkan penurunan aktivitas
perekonomian, perdagangan nasiona, konsumsi minyak, hingga penjualan retail.
Menurut ILO, lockdown menyebabkan banyak tenaga kerja yang harus
melepaskan pekerjaannya atau menurunnya jam kerja yang berakibat pada
menurunnya pertumbuhan perekonomian.
Penurunan pertumbuhan yang terus berlanjut berpengaruh pada
penerimaan pajak yang seharusnya didapatkan oleh negara dan digunakan untuk
pembangunan. Dalam situasi krisis ekonomi, kepatuhan masyarakat untuk
membayar pajak menurun seiring dengan penurunan tingkat konsumsi, produksi,
dan investasi (Heinemann, 2010). Wajib pajak memperkirakan dalam kondisi
krisis ekonomi seperti saat ini bahwa pemungutan pajak bisa jadi tidak seketat
sebelum terjadinya krisis ekonomi.
Penerimaan pajak di Indonesia selama pandemi di luar penerimaan cukai,
pemungutan bea masuk dan bea keluar berkontribusi sekitar 41,3% dari total
keseluruhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN
seharusnya memberikan dukungan yang mutlak untuk mendorong percepatan
pemulihan kondisi perekonomian yang terdampak pandemi Covid-19.
Berdasarkan data realisasi APBN pada tahun 2020, penerimaan pajak tercatat
sejumlah Rp1.072,1 Triliun. Angka ini dikatan terkontraksi 19,6% dibandingkan
jumlah penerimaan pajak pada tahun 2019. Realisasi pajak tersebut sekitar 89,4%

2
dari yang telah ditargetkan oleh APBN. Artinya dari penerimaan pajak tersebut
terjadi shortfall sebesar 126,7 triliun. Akibatnya terjadi pembengkakan anggaran
Rp945,8 triliun dan terjadi peningkatan defisit anggaran sebesar 6,1% dari
Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini salah satunya dipicu akibat munculnya
pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi yang terdampak yang membutuhkan
anggaran cukup besar.
Pajak Penghasilan atau PPh tahun 2020 terkontraksi sebesar 23,1% atau
Rp594 triliun yang hanya mencapai 88,6% dari target yang telah ditentukan
untuk tahun 2020. Kontraksi ini disebabkan oleh faktor-faktor tak terhindarkan
seperti terjadinya perlambatan profitabilitas badan usaha 2019 yang menjadi
dasar perhitungan pajak 2020, adanya insentif perpajakan angsuran dari 30%
menjadi 50%, dan penurunan tarif PPh badan dari 25% menjadi 22%. Sedangkan
realisasi PPN dan PPnBM terkontraksi sebesar 15,3% atau Rp450,3 triliun akibat
penurunan tingkat konsumsi dalam negeri karena adanya pembatasan sosial.
APBN 2021 menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp1.229,6 triliun
atau setidaknya lebih tinggi 14,7% dari penerimaan pajak di tahun 2020. Dari
target ini, diharapkan penerimaan pajak memberikan kontribusi sebesar 44,7%
dari keseluruhan total APBN yang tujuannya adalah untuk menopang kebutuhan
dalam rangka memulihkan perekonomian yang terdampak akibat pandemi. Per
30 April 2021, penerimaan pajak terkontraksi 0,46% atau terealisasi sebesar
Rp374,9 triliun, dibandingkan dengan penerimaan pada periode yang sama di
tahun 2020, periode ini nampak lebih baik karena 2020 penerimaan pajak periode
April terkontraksi 3,01%.
Di lain sisi dari penerimaan pajak, ternyata kepatuhan wajib pajak untuk
melaporkan SPT tahunan PPh mengalami peningkatan. Per 30 April 2021, SPT
yang dilaporkan sebanyak 12.248.158 atau meningkat 12,8% dibandingkan tahun
2020. Kesimpulannya, data ini menunjukkan bahwa tingkat konsumsi
masyarakat masih lemah, dari peningkatan penerimaan pajak per bulan Apribl
menunjukkan telah ada peningkatan mobilitas masyarakat, dan potensi
penerimaan pajak di tahun 2021 akan terjadi shotfall. PPh badan diprediksi masih

3
akan mengalami kontraksi karena yang menjadi basis perhitungan pajak adalah
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020. PPN dan PPnBM mulai mengalami
pemulihan konsumsi masyarakat dan perekonomian mulai membaik. Kebijakan
pajak memang berpotensi membebani masyarakat yang tengah membenahi diri
akibat kebijakan pembatasan yang sempat terjadi, sehingga otoritas pajak harus
mampu mempertimbangkan dan mengoptimalkan penerimaan pajak yang tepat
guna dan tepat sasaran.
B. Kebijakan Pemerintah Menanggapi Kondisi Perpajakan Indonesia
Salah satu kebijakan yang diambil pemerintah dalam rangka menangani
kondisi melemahnya harapan masyarakat untuk membayar pajak adalah dengan
memberikan kebijakan insentif pajak. Insentif pajak merupakan suatu sikap yang
menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat yang menjadi wajib
pajak dengan tujuan pembangunan nasional. Indikator dari pemberian insentif
pajak adalah keadilan dalam memberikan insentif dengan pertimbangan dampak
yang akan ditimbulkan.
Keberhasilan atau kegagalan program perpajakan yang dirancang oleh
pemerintah ditentukan oleh tarik-menarik antara stakeholders dalam
menyelesaikan masalah perpajakan. Di banyak negara, ada pihak ketiga yang
bertugas untuk melakukan reformasi pajak. Sayangnya pihak tersebut belum ada
di Indonesia sehingga urusan perpajakan masih menjadi otoritas pemerintah.
Meskipun kini masyarakat dapat melakukan pelaporan SPT dan mengisi formulir
secara online.
Pemerintah juga melakukan pembebasan pajak untuk merelaksasi
perpajakan dalam menangani dampak pandemi Covid-19. Pembebasan yang
dimaksud adalah pembebasan pajak impor untuk alat-alat kesehatan. Meskipun
kenyataannya penerimaan pajak di masa pandemi mengalami penurunan,
Suasahil mengatakan bahwa tidak akan ada pengurangan dalam hal
pembelanjaan negara demi merampungkan permasalahan ekonomi dan kesehatan
di masyarakat.

4
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penerimaan pajak di tahun 2020 terkontraksi sebesar 23,1% dari tahun
2019 akibat adanya pandemi Covid-19 yang melumpuhkan kegiatan masyarakat.
Realisasi pajak di tahun 2020 menunjukkan adanya penurunan dari sektor
penerimaan pajak PPh, PPN, dan PPnBM. Meskipun penerimaan pajak terus
mengalami penurunan, pemerintah memberlakukan kebijakan yang memberikan
keuntungan kepada masyarakat yang sedang menata perekonomiannya akibat
adanya pandemi. Salah satu kebijakan yang diberikan pemrintah adalah insentif
pajak khususnya yang berlandaskan prinsip keadilan sehingga seluruh warga
masyarakat mendapatkan hak-haknya untuk mengembangkan kesejahteraan.
Meskipun penerimaan pajak pemerintah mengalami penurunan, namun
pemerintah tidak mengurangi belanja negara karena masih banyaknya kebutuhan
seperti kebutuhan alat-alat kesehatan untuk memulihkan masyarakat yang
terpapar Covid-19.
B. Saran
Untuk memperbaiki perekonomian negara seperti semula, pemerintah
seharusnya memberikan waktu tambahan untuk wajib pajak yang sedang
mengalami krisis perekonomian dalam membayarkan kewajibannya. Selain itu,
insentif pajak yang diberikan harus didasarkan pada target yang benar-benar
membutuhkan bukan pada orang-orang yang perekonomiannya stabil.

5
DAFTAR PUSTAKA

Masdi, A. (2021, Juni 2). Menakar Penerimaan Pajak di Tahun Pandemi. Diakses
Desember 11, 2021, dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia:
https://kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/menakar-penerimaan-
pajak-di-tahun-pandemi/
Saputra, D. (2021, Oktober 13). Wamankeu: Insentif Perpajakan Senjata Pemerintah
di Kala Pandemi. Diakses Desember 11, 2021, dari bisnis.com:
https://www.google.com/amp/s/m.bisnis.com/amp/read/20211013/259/14535
98/wamankeu-insentif-perpajakan-senjata-pemerintah-di-kala-pandemi/
Wardhani, R. S., Yogama, E. A., & Winiarti, E. (2021). Pengaruh kebijakan Insentif
Pajak, Digitalisasi Pajak, dan Kepercayaan kepada Pemerintah terhadap
Penanganan Dampak Covid-19. Jurnal Ekonomi.
Widiiswa, R. A., Prihambudi, H., & Kosasih, A. (2021). Dampak Pandemi Covid-19
terhadap Aktivitas Perpajakan (Penggunaan Layanan Daring, Intensitas
Layanan Administrasi Pajak, & Perilaku Kepatuhan Pajak). Jurnal Kajian
Ilmiah Perpajakan Indonesia, 160-178.

Anda mungkin juga menyukai