Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

Masa pandemic Covid-19 yang terjadi pada tahun 2019-2022 menjadi salah
satu faktor yang menyebabkan terjadi perlambatan ekonomi di Indonesia. Menurut
sumber data yang dirillis pada tahun 2020 oleh Badan Pusat Statistik, menunjukan
bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia sempat mengalami kontraksi yang
besarnya -2,07%. Deflasi yang terjadi pada tahun 2020 tersebut akan berusaha
ditutup dengan penerimaan negara yang tinggi, salah satunya adalah dengan
penerimaan yang bersumber dari pajak. Seperti yang sudah diketahui bahwa pajak
merupakan komponen yang berperan penting dalam keberlangsungan suatu negara.
Pajak sebagai sumber pendapatan negara berperan membantu dalam pembiayan
anggaran yang berhubungan dengan perbaikan, pembangunan serta kepentingan
negara yang lainnya. Hal tersebut dapat terlihat pada catatan APBN, pada tahun
2021 tercatat bahwa pendapatan negara 82% berasal dari hasil pemungutan pajak
yaitu sebesar Rp. 1.444,5 T. Penerimaan pajak tersebut membuktikan bahwa
peranan serta pengaruh penting dari pemerintah terhadap aktivitas atau
keberlangsungan dalam sesuatu perekonomian. Kemudian berdasarkan data
Kementerian Keuangan Republik Indonesia pada tahun 2022 pendapatan negara
didominasi dari penerimaan pajak, yaitu 78% pendapatan negara bersumber dari
penerimaan pajak. Peran besar pajak bagi negara juga dapat terlihat pada Tabel 1.1
Rincian Sumber Pendapatan Negara Tahun 2018-2022. Rincian data tersebut
diperoleh dari postur APBN setengah decade tahun terakhir, yaitu tahun 2018 s.d
2022.
Tabel 1.1 Rincian Sumber Pendapatan Negara Tahun 2018 hingga 2022
Tahun
Uraian
2018 2019 2020 2021 2022
Pendapatan Dalam Negeri 1.897,7 2.164,7 1.698,6 1.742,7 1.865,5
Penerimaan Perpajakan 1.548,5 1.786,4 1.404,5 1.444,5 1.510,0
Penerimaan Negara Bukan Pajak 349,2 378,3 294,1 298,2 355,5
Penerimaan Hibah 5,4 0,4 1,3 0,9 0,6
Total Pendapatan Negara 1.903,1 2.165,1 1.699,9 1.743,6 1.866,1

Berdasarkan data di atas menunjukan bahwa pajak menjadi salah satu


penopang perekonomian dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang memiliki
andil terbesar di Indonesia. Hal ini menjadikan pajak sebagai kontribusi yang wajib
dipenuhi oleh seluruh wajib pajak. Peran penting pajak ini pada akhirnya
memotivasi pemerintah untuk terus berupaya mengoptimalkan penerimaan pajak.
Oleh karena itu, langkah yang mulai pemerintah lakukan adalah dengan
mengadakan macam-macam kegiatan atau kebijakan yang bermaksud untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Keadaan yang demikian
menjadi bukti nyata bahwa penerimaan negara yang berasal dari penerimaan pajak
menjadi begitu dipercaya dalam pembangunan suatu negara. Selain itu, pemerintah
semakin gencar melakukan upaya pengoptimalisasian pajak demi menciptakan
kemandirian negara dalam hal penganggaran pembangunan yaitu dengan
memaksimalkan perolehan pendapatan negara yang berasal dari perpajakan.
Melalui kebijakan fiskal pemerintahan khususnya Direktorat Jenderal Pajak
berupaya untuk mengoptimalkan pembangunan ekonomi di Indonesia. Undang-
Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP merupakan kebijakan
fiskal yang telah resmi disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada 29 Oktober
2021. Kebijakan tersebut mulai berlaku seluruhnya pada tahun 2022. Perancangan
UU HPP menggunakan 6 (enam) asas sebagai pedoman, yaitu asas keadilan, asas
kesederhanaan, asas efisiensi, asas kepastian hukum, asas kemanfaatan serta asas
kepentingan nasional. Adapun tujuan yang diharapkan dari dirancangnya UU HPP
tersebut adalah untuk meningkatkan pertumbuhan serta kepatuhan sukarela wajib
pajak, kemudian untuk mendukung percepatan pemulihan perekonomian di
Indonesia, selain itu juga untuk mengoptimalkan pendapatan negara melalui
penerimaan pajak serta agar mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan
berkepastian hukum, tujuan yang lain yaitu untuk melaksanakan reformasi
administrasi, kebijakan perpajakan yang konsolidatif, dan perluasan basis pajak.
Adapun terdapat 6 aspek penting yang mengalami perubahan pada UU HPP, yang
terdiri dari 9 Bab dan 19 Pasal di dalamnya. Perubahan pada keenam cakupan
tersebut memiliki kebijakan yang berbeda-beda, yaitu terdiri dari 6 (enam)
kelompok aspek utama, diantara yang UU KUP, UU PPh, UU PPN, UU Cukai,
PPS, dan Pajak Karbon.
Keenam ruang lingkup memiliki masa pemberlakukan yang berbeda, yaitu
UU PPh resmi berlaku serta wajib diterapkan oleh wajib pajak tahun pajak 2022,
UU PPN resmi berlaku sejak tanggal 1 April 20223, UU KUP resmi berlaku sejak
tanggal diundangkan yaitu tanggal 29 Oktober 2021, program Pengungkapan
Sukarela (PPS) mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni
2022, penetapan Pajak Karbon resmi berlaku sejak tanggal 1 April 2022, serta
perubahan pada UU Cukai resmi berlaku sejak tanggal diundangkan yaitu tanggal
29 Oktober 2021. Melalui kebijakan fiskal tersebut diharapkan tujuan-tujuan yang
sebelumnya telah disampaikan dapat tercapai yang mana arahnya adalah untuk
mengoptimalkan pembangunan Indonesia, khususnya melalui sisi perekonomian.
Sangat diharapkan dengan adanya kebijakan fiskal yang baru dapat membantu
proses pembangunan ekonomi di Indonesia. Sehingga pertumbuhan ekonomi di
Indonesia semakin baik.
PEMBAHASAN

Melalui kebijakan fiskal pemerintahan khususnya Direktorat Jenderal Pajak


berupaya untuk mengoptimalkan pembangunan ekonomi di Indonesia. UU HPP
merupakan kebijakan fiskal yang telah resmi disahkan oleh Presiden Republik
Indonesia pada 29 Oktober 2021. UU HPP merupakan bentuk reformasi perpajakan
yang mana termasuk dalam rangkaian tindakan yang berkesinambungan sebagai
upaya percepatan pemulihan ekonomi serta pembangunan nasional melalui
memperbarui tatanan administrasi perpajakan. Kebijakan tersebut mulai berlaku
seluruhnya pada tahun 2022. Perancangan UU HPP menggunakan 6 (enam) asas
sebagai pedoman, yaitu asas keadilan, asas kesederhanaan, asas efisiensi, asas
kepastian hukum, asas kemanfaatan serta asas kepentingan nasional. Terdapat enam
ruang lingkup serta pemberlakukan pada UU HPP yang diantaranya; UU PPh resmi
berlaku serta wajib diterapkan oleh wajib pajak tahun 2022, UU PPN resmi berlaku
sejak tanggal 1 April 2022, UU KUP resmi berlaku sejak tanggal diundangkan yaitu
tanggal 29 Oktober 2021, Penetapan PPS mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari
2022 sampai dengan 30 Juni 2022, Pajak Karbon resmi berlaku sejak tanggal 1
April 2022, UU Cukai resmi berlaku sejak tanggal diundangkan yaitu tanggal 29
Oktober 2021.
UU HPP salah satu bentuk reformasi dalam perpajakan yang mana dilakukan
dengan berusaha menutup aturan-aturan yang masih terdapat celah (loop holes).
UU HPP dirancang dengan berpedoman pada aspek keadilan, yaitu terkait beban
pajak yang menjadi kewajiban wajib pajak yang harus dibayarkan, selain itu juga
menjadi bentuk dukungan dari pemerintah untuk mendukung para pelaku usaha di
sektor UMKM. UU HPP merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam
mereformasi seluruh kebijakan perpajakan. Reformasi dilakukan secara konsisten
dengan menyeimbangkan sisi belanja dan sisi pendapatan. UU HPP mengatur
perencanaan untuk mengoptimalkan efektifitas fungsi APBN. Adapun fungsi
APBN diantaranya fungsi alokasi, distribusi, serta stabilisasi. Fungsi-fungsi
tersebut diharapkan dapat menciptakan kondisi masyarakat yang adil serta
sejahtera. Adapun upaya atau cara yang dapat dilakukan agar fungsi-fungsi APBN
tersebut dapat terlaksana dengan baik diantaranya dengan didukung pendapatan
negara yang kuat, pembelanjaan dan pembiayaan yang berkualitas. Upaya yang
dilakukan untuk merealisasikan fungsi alokasi yaitu dengan menyediakan
pelayanan public. Sedangkan upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan
fungsi distribusi yaitu dengan memeratakan pembangunan. Sementara untuk
mengoptimalkan dari fungsi stabilisasi APBN yaitu dengan menanggulangi krisis
ekonomi.
Sebagian besar negara maju menjadikan perpajakan sebagai sokongan utama
pendapatan negara. Kebijakan perpajakan pada negara-negara tersebut menjadi
faktor utama tingginya angka rasio penerimaan pajak terhadap PDB. Oleh sebab
itu, reformasi perpajakan melalui UU HPP mencontoh pada pratik administrasi dan
kebijakan terbaik (best practices) yang telah berhasil diterpakn oleh dunia. Terdapat
6 aspek penting yang mengalami perubahan pada UU HPP. Perubahan pada keenam
cakupan tersebut memiliki kebijakan yang berbeda-beda, Adapun berikut
penjelasan secara singkat terkait perubahan tersebut.
Pertama, terkait KUP, pada ruang lingkup ini hal yang dilakukan perubahan
diantaranya adalah penggantian fungsi NPWP dengan menggunakan NIK sebagai
ganti dari NPWP bagi orang pribadi yang mana memiliki tujuan untuk menyatukan
basis data seluruh warga negara Indonesia dengan sistem administrasi yang ada di
perpajakan dan agar memudahkan wajib pajak OP dalam melaksanakan pemenuhan
kewajiban perpajakan. Poin perubahan yang lain yaitu terkais besaran sanksi yang
ada pada saat dilakukan pemeriksaan sekaligus ketika sedang dalam melakukan
upaya hukum. Perubahan selanjutnya terkait pajak internasional yaitu kaitannya
dengan mengasistensikan penagihan pajak global serta kaitannya dengan Mutual
Agreement Procedure (MAP), serta kesepakatan perpajakan dunia. Selain itu
perubahan yang ada pada sub bab KUP ini adalah terkait kuasa WP, yang mana
seorang kuasa wajib pajak disyaratkan harus menunjukan keahlian khusus dalam
bidang perpajakan atau dengan kata lain memiliki kompetensi dalam hal yang
kaitannya dengan perpajakan (dengan beberapa pengecualian tertentu). Kemudian
yang terakhir yaitu terkait penyinergian seluruh instansi dalam hal pemberian data
untuk penegakan hukum dan kerja sama.
Kedua, yaitu terkait Pajak Penghasilan (PPh). Adapun pada sub bab ini hal
yang dilakukan perubahan diantaranya adalah kaitannya dengan pajak atas natura
(fringe benefit), yang mana pemberian natura atau kenikmatan dari perusahaan
kepada pegawainya dapat dijadikan sebagai biaya oleh pemberi kerja derta diakui
sebagai penghasilan bagi pegawai. Perubahan yang selanjutnya yaitu terkait
perubahan tarif progresif PPh OP menjadi sebagai berikut :

Sumber : Direktorat Jenderal Pajak, 2021


Adanya perubahan tarif pada PPh OP tersebut salah satu bentuk yang
mencerminkan keadilan, sebagaimana asas yang digunakan pada UU HPP tersebut.
Perubahan yang lainnya yaitu terkiat tarif PPh Badan yang tetap menjadi 22% dan
tarif tersebut akan berlaku untuk tahun pajak 2022 hingga seterusnya. Pada bagian
PPh OP yang mengalami perubahan yaitu pembatasan peredaran bruto tidak kena
pajak, yaitu WP OP yang memiliki fasilitas PP 23 dengan omzet sampai dengan
Rp. 500.000.000 dalam satu tahun pajak tidak dikenai pajak. Dengan
mempertimbangkan asas keadilan serta asas keberpihakan kepada masyarakat yang
memiliki penghasilan rendah sampai dengan menengah, termasuk di dalamnya
UMKM OP maupun badan.
Ketiga, perubahan yang terjadi terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Adapun hal-hal yang mengalami perubahan pada sub bab ini adalah pengecualian
objek serta fasilitas yang ada pada PPN, yaitu pengurangan atas barang yang
dikecualikan serta mendapat fasilitas PPN. Tidak hanya itu, pada perubahan ini juga
diberikan fasilitas pembebasan barang yang menjadi kebutuhan pokok serta
terdapat jasa-jasa yang diantaranya jasa pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial,
keuangan, asuransi, angkutan umum, tenaga kerja, dan jasa yang termasuk kedalam
negative list. Perubahan yang selanjutnya yaitu terkait kenaikan tarif PPN, yang
terlihat pada table berikut.

Perubahan pada tahun 2022 menjadi 11% dan direncanakan pada tahun 2025
tarif PPN akan naik menjadi 12%. Serta tarif PPN final yang memberikan
kemudahan dan kesederhanaan untuk menghitung PPN barang atau jasa kena pajak
tertentu. Sesuai asas yang sebelumnya telah disampaikan bahwa dalam perubahan,
prinsip keadilan pada UU PPN juga terlihat pada perluasan dasar pengenaan pajak
PPN yaitu dengan mengurangi jumlah barang atau jasa yang dikecualikan serta
fasilitas PPN.
Keempat, yaitu terkait Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Pada aspek
ini hal yang diatur dalam UU HPP adalah pemberian kesempatan kedua yang
diberikan kepada wajib pajak sebagai bentuk pengampunan pajak untuk
mengungkapkan atau melaporkan perpajakan yang sebelumnya tidak pernah
dilaporkan WP. Kelima, terkait Pajak Karbon yang mana pada aspek ini hal yang
diatur dalam UU HPP adalah terkait tarif pajak karbon. Tarif tersebut telah
ditetapkan sebesar Rp. 30/kg CO2e atau dengan satuan lain yang sama, dan hal
tersebut khusus berlaku pada perusahaan yang jenis usahanya bergerak pada bidang
PLTU batu bara. Keenam, terikait Cukai yaitu pada aspek ini perubahan yang diatur
dalam UU HPP adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memegang kendali penuh
atas pengaturan cukai.
Berdasarkan keenam ruang ligkup yang ada pada UU HPP tersebut
memunculkan potensi bahwa dari perubahan tersebut akan meningkatkan
pendapatan negara melalui penerimaan pajak sampai dengan Rp. 90 Triliun, yaitu
menambah atau meningkatkan sekitar 0,4-05% terhadap PDB. Mengutip terkait hal
yang disampaikan oleh Kepala Ekonomo Bank Permata, beliau menyampaikan
bahwa faktor yang mendukung dalam pelebaran ruang lingkup perpajakan tersebut
adalah semakin meningkatnya penerimaan pajak, faktor tersebut juga diharapkan
mampu dilakukan secara optimal oleh pemerintah untuk belanja produktif serta
trategis yang kedepannya dapat menimbulkan efek berganda terhadap
perekonomian. Ruang fiskal memiliki pengaruh besar terhadap keberlangsungan
fiskal di masa yang akan mendatang, hal tersebut dikarenakan keberlangsungan
fiskal sangat dipengaruhi pada kemampuan pemerintah untuk mengatur
penerimaan, pembiayaan atau belanja, yang secara tidak langsung berarti upaya
memperlebar ruang fiskal. Kemudian pada sisi belanja yang mendorong strategi
spending better, dengan strategi tersebut dengan demikian akan semakin menganjur
perluasan ruang perpajakan.
Dampak positif UU HPP pada awal tahun 2023 sudah terlihat dengan
pertumbuhan pajak yang sangat baik. Hal tersebut dibuktikan dari data yang
disampaikan Menteri Keuangan bahwa pada Januari 2023, pendapatan negara yang
berasal dari penerimaan pajak telah mencapai Rp. 162,23 T, dengan tumbuh
menjadi 48,6% yoy serta 9,44% dari target APBN tahun 2023. Hasil kinerja dalam
penerimaan pajak terbilang begitu baik, hal tersebut tidak lepas dari pengaruh
implementasi UU HPP. Selain itu hal tersebut mencerminkan pemulihan ekonomi
terlaksana dengan sangat bagus serta perbaikan sistem perpajakan, khususnya UU
HPP telah mulai diberlakukan dapat menyumbangkan kontribusi dengan
peningkatan pencapaian penerimaan pajak sangat baik.
Pertumbuhan Neto untuk jenis pajak sangat berperan dan memberikan
dampak positif. Kebanyakan jenis pajak mengalami pertumbuhan pada bulan
Januari. Diantara kondisi atau keadaan yang mendukung tercapainya peningkatan
penerimaan pajak yaitu meningkatnya PPh final karena terjadi banyak pembayaran
dividen yang diterima oleh orang pribadi selain itu juga karena pengalihan
participating interest blok migas, peningkatan PPN DN yang disebabkan karena
tumbuhnya konsumsi dalam negeri. Kemudian pada PPh Orang Pribadi ada pada
keadaan kontraksi, hal tersebut dikarenakan pembayaran ketetapan pajak tidak
terjadi secara berulang. Sementara pada pertumbuhan neto pada sector didukung
oleh aktivitas ekonomi yang mengalami peningkatkan pada akhir tahun pajak 2022.
Kondisi semua sektor prioritas terus mengalami pertumbuhan positif berjalan
selaras dengan peningkatan aktivitas ekonomi pada Desember 2022. Serta
peningkatan pada sektor jasa konstruksi dan sayangnya pada sektor real estat terjadi
mengalami perlambatan. Pertumbuhan kuat sektor jasa keuangan didukung oleh
peningkatan suku bunga, sedangkan pada sektor informasi dan komunikasi
mengalami perlambatan pertumbuhan karena tidak berulangnya pembayaran
dividen Januari 2022 di Januari 2023.
KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pajak menjadi salah


satu penopang perekonomian dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang
memiliki andil terbesar di Indonesia. Peran penting pajak ini pada akhirnya
memotivasi pemerintah untuk terus berupaya mengoptimalkan penerimaan pajak.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa salah satu jalan keluar yang pemerintah
lakukan sebagai bentuk optimalisasi penerimaan perpajakan adalah melalui
perancangan serta pengesahan kebijakan fiskal terbaru, yaitu UU HPP. Terdapat
enam ruang lingkup pembaharuan atu perubahan pada UU HPP, diantaranya : UU
KUP, UU PPh, UU PPN, PPS, Pajak Karbon, Cukai.
Tidak lama setelah UU HPP diberlakukan dampak positif UU HPP, pada awal
tahun 2023 sudah terlihat dengan pertumbuhan pajak yang sangat baik. Hal tersebut
dibuktikan dari data yang disampaikan Menteri Keuangan bahwa pada Januari
2023, pendapatan negara yang berasal dari penerimaan pajak telah mencapai Rp.
162,23 T, dengan tumbuh menjadi 48,6% yoy serta 9,44% dari target APBN tahun
2023. Selain itu perubahan positif juga terlihat pada pertumbuhan neto untuk jenis
pajak sangat berperan dan memberikan dampak positif. Kebanyakan jenis pajak
mengalami pertumbuhan yang mana keadaan tersebut didukung karena terjadi
peningkatan PPh, PPN DN, meskipun PPh Orang Pribadi ada pada keadaan
kontraksi. Kemudian juga terjadi karena semua sektor prioritas mengalami
peningkatan, kecuali sektor real estat dan sektor informasi dan komunikasi
mengalami perlambatan pertumbuhan.
Berdasarkan pencapaian-pencapaian tersebut meskipun masih terdapat
beberapa jenis pajak atau sektor usaha yang masih mengalami perlambatan
pertumbuhan ekonomi, namun dapat dikatakan bahwa UU HPP yang disahkan pada
29 Oktober 2021 memberikan dampak baik kepada pertumbuhan perekonomian
tersebut, diharapkan hadirnya UU HPP yang memberikan contoh baik dapat
mendorong pemerintah semakin aktif dalam membuat kebijakan fiskal pada aspek-
aspek yang masih terdapat celah. Sehingga dengan adanya kebijakan fiskal yang
baik dapat memberikan konstribusi terbaik sebagaimana fungsi utama kebijakan
fiskal dalam perekonomian suatu negara.
DAFTAR PUSTAKA

Bisnis.com. 2021. UU HPP Berpotensi Tingkatkan Penerimaan Pajak hingga Rp90


Triliun. Diakses pada 15 Desember 2023 dari
https://ekonomi.bisnis.com/read/20211115/259/1465940/uu-hpp-berpotensi-
tingkatkan-penerimaan-pajak-hingga-rp90-triliun.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 2021. Pendapat Akhir Pemerintah
terhadap Rancangan Undang-Undang Tentang Harmonisasi Peraturan
Perpajakan. Diakses pada 14 Desember 2023 dari
https://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/persipar-
PandanganPendapatKeteranganSambutan-Pendapat-Akhir-Pemerintah-
terhadap-RUU-tentang-Harmonisasi-Peraturan-Perpajakan-1633596067.pdf.
Fitriya. 2022. Inilah Deret Poin Perubahan Peraturan Pajak dalam UU HPP.
Diakses pada 14 Desember 2023 dari https://klikpajak.id/blog/uu-hpp/.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2021. Reformasi Perpajakan untuk
Penciptaan Keadilan, Peningkatan Kepatuhan, dan Penguatan Fiskal.
Diakses pada 14 Desember 2023 dari
https://fiskal.kemenkeu.go.id/publikasi/siaran-pers-detil/326.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2023. Awali Tahun 2023,
Pertumbuhan Pajak Sangat Baik. Diakses pada 15 Desember 2023 dari
https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi/berita-
utama/Awali-Tahun-2023,-Pertumbuhan-Pajak-Sangat-Baik.

Anda mungkin juga menyukai