Anggota Kelompok =
1. Albert Agung / XI MIPA 2
2. Audrey Yovan / XI MIPA 1
3. Brian Evan / XI MIPA 1
4. Michael Kevin Jonathan / XI MIPA 2
5. Shella Aripin / XI MIPA 2
Seperti yang kita ketahui, bahwa pandemi COVID-19 ini sudah menunda segala kegiatan
kita di segala bidang, tak terkecuali ekonomi. Banyak orang yang mudah berbisnis dalam jangka
waktu yang lama, terpaksa harus menunda / menutup usaha mereka, mengalami penurunan
penjualan, kerugian, bahkan kebangkrutan, sehingga mereka harus menutup usahanya secara
permanen. Tak hanya masyarakat, pemerintah juga terkena imbasnya, dimana pemerintah kita
sudah menetapkan anggaran yang dialokasikan terhadap bidang tertentu. Namun, karena
pandemi ini, pemerintah harus memprioritaskan anggaran itu untuk ke bidang penanganan
COVID-19 ini. Hal ini pun dibedakan menjadi 2 kebijakan, yaitu kebijakan moneter dan fiskal.
Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang dibuat oleh Bank Sentral untuk mengatur jumlah uang
yang beredar dan tingkat suku bunga. Tujuan utama kebijakan moneter adalah menjaga
kestabilan ketersediaan uang suatu negara.
KEBIJAKAN 1
Sebelum Pandemi
Kebijakan Operasi Pasar Terbuka adalah salah satu kebijakan yang diambil bank
sentral untuk mengurangi atau menambah jumlah uang beredar dalam
perekonomian. Kebijakan ini dilakukan dengan cara menjual Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) atau membeli surat berharga di pasar modal. Ketika surat berharga
pemerintah dijual oleh bank sentral, uang mengalir dari bank ke bank sentral,
sehingga menghisap kelebihan uang dari ekonomi. Ini menyebabkan penurunan
jumlah uang beredar dan mengetatkan likuiditas di dalam perekonomian.
Penurunan jumlah uang beredar menyebabkan suku bunga naik.
Sesudah Pandemi
Adanya Kebijakan Operasi Pasar Terbuka, tetapi direvisi menjadi lebih jarang
(tidak sesering pada saat sebelum pandemi).
KEBIJAKAN 2
Sebelum Pandemi
Kebijakan Diskonto adalah kebijakan bank sentral guna menambah atau
mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, dengan menaik-turunkan
suku bunga bank umum. Jika bank sentral memperhitungkan jumlah uang beredar
telah melebihi kebutuhan (gejala inflasi), bank sentral mengeluarkan keputusan
untuk menaikkan suku bunga. Dengan menaikkan suku bunga akan merangsang
keinginan orang untuk menabung.
Sesudah Pandemi
Tetap adanya kebijakan diskonto tetapi suku bunga diturunkan, bahkan pernah
mencapai level terendah yaitu 3,50%
KEBIJAKAN 3
Sebelum Pandemi
Kebijakan Kredit Selektif – Pada tahun 2017, melonggarkan pemberian kredit
untuk menambah jumlah uang yang beredar.
Sesudah Pandemi
Kebijakan Kredit Selektif – Pada 2021, pandemi sudah cenderung menurun.
Kebijakan kredit selektif sedikit lebih melonggar.
Sesudah Pandemi
Kebijakan Refocusing Kegiatan & Realokasi Anggaran, yaitu mengganti fokus
ekonomi pemerintah, ke arah penanganan COVID-19, seperti masker, faceshield,
handsanitizer, obat-obatan, dan lainnya. Begitu juga realokasi anggaran (APBN) ke
perlindungan sosial, seperti Kartu Indonesia Pintar, Kartu Sembako, dll. Tidak
hanya itu, juga ada insentif bagi dunia bisnis, khususnya UMKM & sektor informal
(kaki lima, peternak, petani, dll)
Pangkas Anggaran APBN & APBD, dalam bidang perjalanan dinas, rapat, dan
juga pembelian barang-barang yang tidak prioritas.
Kebijakan Stimulus Pajak Karyawan & Dunia Bisnis Usaha. Pertama, pajak
penghasilan karyawan ditanggung pemerintah, kemudian juga pembebasan pajak,
penghasilan impor, pengurangan angsuran pajak penghasilan, dan pemberian
insentif / fasilitas pajak pertambahan nilai bagi sektor yang terdampak.
Pengarahan Pengeluaran Pemerintah, yaitu mengarahkan kementrian untuk
memprioritaskan pembelian produknya ke UMKM, dan mendorong BUMN untuk
memperdayakan UMKM yang ada di Indonesia, serta memasukkan produk UMKM
ke dalam e-katalog milik pemerintah.
KEBIJAKAN 2
Sebelum Pandemi
Adanya tax amnesty pada tahun 2017, lebih tepatnya suatu program untuk orang-
orang yang pernah menunggak pajak, menunda pembayaran pajak, atau bahkan
sampai tidak melaporkan harta bendanya yang berada di negara-negara lain. Pada
momen ini tidak akan dikenakan sanksi administrasi, sanksi pidana, maupun denda
keterlambatan dalam membayar pajak.
Sesudah Pandemi
Adanya tax amnesty jilid II, namun agak diubah regulasinya, yaitu tetap adanya
sanksi 200%, namun hal ini hanya berlaku untuk wajib pajak orang pribadi dan
badan peserta tax amnesty jilid I dengan basis aset yang belum diungkap pada saat
mengikuti tax amnesty jilid I.
KEBIJAKAN 3
Sebelum Pandemi
Adanya Kebijakan APBN di TA 2018 yaitu, sebagai Kebijakan Kementerian
Keuangan dengan tema utama “Pemantapan Pengelolaan Fiskal untuk
Mengakselerasi Pertumbuhan yang Berkeadilan", dimana kebijakannya berfokus
untuk memacu pembangunan infrastruktur dan ekonomi sehingga bisa
meningkatkan kesempatan kerja serta mengentaskan kemiskinan dan kesenjangan
antarwilayah. Hal ini pada saat itu, dijalankan dengan penerapan tiga strategi fiskal
yang digunakan. Target pertama ialah optimalisasi pendapatan negara dengan tetap
menjaga iklim investasi. Kedua ialah efisiensi belanja dan peningkatan belanja
produktif untuk mendukung program prioritas serta ketiga ialah mendorong
pembiayaan yang efisien inovatif dan berkelanjutan. Di samping itu, dalam
kebijakan ini, juga mengharuskan defisit APBN dari PDB (Produk Domestik Bruto)
hanya semaksimal 3% supaya keberlanjutan fiskal tetap aman.
Sesudah Pandemi
Adanya perubahan Kebijakan APBN di TA 2021 yaitu, sebagai Kebijakan
dengan tema utama “Percepatan program pemulihan ekonomi nasional dan
melanjutkan reformasi struktural”, dimana kebijakannya bertujuan untuk
meningkatkan fleksibilitas implementasi anggaran negara akibat dampak pandemi
sehingga konsumsi, investasi, ekspor, dan impor bisa seimbang, serta pertumbuhan
ekonomi juga bisa pulih kembali dengan keseluruhannya. Adapun kebijakan ini
dijalankan melalui 4 prioritas. Prioritas yaitu pertama, dengan melanjutkan dan
mempercepat program pemulihan ekonomi nasional. Kedua, dengan menguatkan
reformasi struktural beserta perbaikannya iklim investasi dan daya saing ekonomi.
Ketiga, dengan mengatur program reformasi anggaran, baik itu PNBP, perpajakan,
hingga kebijakan transfer fiskal. Keempat, dengan mengatur program percepatan
pembangunan nasional, termasuk pembangunan reformasi bidang kesehatan,
pendidikan, infrastruktur, teknologi informasi, dan ketahanan pangan. Di samping
itu, dalam kebijakan ini, defisit APBN tidak bermaksimal 3% dan bahkan sudah
sebesar 5,7%, dengan syarat masih bisa dikendalikan dan disesuaikan (flexible)