Anda di halaman 1dari 20

RINGKASAN MATERI KULIAH

MATA KULIAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

“SIKLUS AKUNTANSI KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (APBD)”

KELAS A5

Oleh Kelompok 01:

1. I Komang Jinarta (2007531212)

2. Kevin Dylan Halim (2107531001)

3. Ketut Nadia Anjani Putri (2107531002)

4. Ni Putu Suriani (2107531003)

Dosen Pengampu: Dr. Dra. Gayatri., M.Si., Ak., CA., ACPA

PROGRAM STUDI SARJANA AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2022
1.1 Proses Penyusunan Rencana dan Anggaran Pemerintah Daerah (APBD)

Proses perencanaan dan penyusunan APBD, mengacu pada PP Nomor 58 Tahun


2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, secara garis besar sebagai berikut: (1)
penyusunan rencana kerja pemerintah daerah; (2) penyusunan rancangan kebijakan umum
anggaran; (3) penetapan prioritas dan plafon anggaran sementara; (4) penyusunan rencana
kerja dan anggaran SKPD; (5) penyusunan rancangan perda APBD; dan (6) penetapan
APBD. Diagram alur perencanaan dan Penyusunan APBD terlihat sebagai berikut:

1) Rencana Kerja Pemerintah Daerah


Penyusunan APBD didasarkan pada perencanaan yang sudah ditetapkan
terlebih dahulu, mengenai program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Bila dilihat
dari perspektif waktunya, perencanaan di tingkat pemerintah daerah dibagi menjadi tiga
kategori yaitu: Rencana Jangka Panjang Daerah (RPJPD) merupakan perencanaan
pemerintah daerah untuk periode 20 tahun; Rencana Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) merupakan perencanaan pemerintah daerah untuk periode 5 tahun; dan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) merupakan perencanaan tahunandaerah.
Sedangkan perencanaan di tingkat SKPD terdiri dari: Rencana Strategi (Renstra) SKPD
merupakan rencana untuk periode 5 tahun; dan Rencana Kerja (Renja) SKPD
merupakan rencana kerja tahunan SKPD.
2) Kebijakan Umum APBD serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
Suatu penghubung antara proses perumusan kebijakan dan penganggaran merupakan
hal penting dan mendasar agar kebijakan menjadi realitas dan bukannya hanya sekedar
harapan. Untuk tujuan ini harus ditetapkan setidaknya dua aturan yang jelas:
a. Implikasi dari perubahan kebijakan (kebijakan yang diusulkan) terhadap
sumber daya harus dapat diidentifikasi, meskipun dalam estimasi yang kasar,
sebelum kebijakan ditetapkan. Suatu entitas yang mengajukan kebijakan baru
harus dapat menghitung pengaruhnya terhadap pengeluaran publik, baik
pengaruhnya terhadap pengeluaran sendiri maupun terhadap departemen
pemerintah yang lain.
b. Semua proposal harus dibicarakan/dikonsultasikan dan dikoordinasikan
dengan para pihak terkait: Ketua TAPD, Kepala Bappeda dan Kepala SKPD.
Dalam proses penyusunan anggaran, tim anggaran pemerintah daerah (TAPD)
harus bekerjasama dengan baik dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk
menjamin bahwa anggaran disiapkan dalam koridor kebijakan yang sudah ditetapkan
(KUA dan PPAS); dan menjamin semua stakeholders terlibat dalam proses
penganggaran sesuai dengan peraturan yang berlaku.
a. Kebijakan Umum APBD
Proses penyusunan KUA adalah sebagai berikut:
(1) Kepala daerah berdasarkan RKPD menyusun rancangan kebijakan
umum APBD (RKUA).
(2) Penyusunan RKUA berpedoman pada pedoman penyusunan APBD
yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setiap tahun. Sebagai
contoh untuk bahan penyusunan APBD Tahun 2007 Menteri Dalam
Negeri telah menerbitkan Permendagri Nomor 26 Tahun 2006tertanggal
1 September 2006 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2007.
(3) Kepala daerah menyampaikan RKUA tahun anggaran berikutnya,
sebagai landasan penyusunan RAPBD, kepada DPRD selambat-
lambatnya pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan.
(4) RKUA yang telah dibahas kepala daerah bersama DPRD dalam
pembicaraan pendahuluan RAPBD selanjutnya disepakati menjadi
Kebijakan Umum APBD (KUA).
b. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Untuk penyusunan rancangan APBD, diperlukan adanya urutan Prioritas dan
Plafon Anggaran Sementara (PPAS). PPAS merupakan program prioritas dan
patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap
program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD. Proses penyusunan dan
pembahasan PPAS menjadi PPA adalah sebagai berikut:
(1) Berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemda dan DPRD membahas
rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara (PPAS) yang
disampaikan oleh kepala daerah.
(2) Pembahasan PPAS.
(3) Pembahasan PPAS dilaksanakan dengan langkah-langkah sbb :
a)Menentukan skala prioritas dalam urusan wajib dan urusan pilihan;
b)Menentukan urutan program dalam masing-masing urusan;
c)Menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing
program.
(4) KUA dan PPAS yang telah dibahas dan disepakati bersama kepala
daerah dan DPRD dituangkan dalam nota kesepakatan yang
ditandatangani bersama oleh kepala daerah dan pimpinan DPRD.
(5) Kepala daerah berdasarkan nota kesepakatan menerbitkan pedoman
penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD (RKA-SKPD) sebagai
pedoman kepala SKPD menyusun RKA-SKPD.
Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam pasal 87 ayat (2) Permendagri Nomor
13 Tahun 2006, kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS kepada DPRD untuk
dibahas bersama antara TAPD dan panitia anggaran DPRD paling lambat minggu
kedua bulan Juli dari tahun anggaran berjalan. Setelah disepakati bersama PPAS
tersebut ditetapkan sebagai Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) paling lambat pada
akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan.
3) Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD)
Menurut Pasal 89 ayat (3) Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, setelah ada Nota
Kesepakatan tersebut di atas Tim Anggaran (TAPD) menyiapkan surat edaran kepala
daerah tentang Pedoman Penyusunan RKA-SKPD yang harus diterbitkan paling lambat
awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan.
Pengaturan pada aspek perencanaan diarahkan agar seluruh proses penyusunan
APBD semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar belakang pengambilan
keputusan dalam penetapan arah kebijakan umum, skala prioritas dan penetapan alokasi
serta distribusi sumber daya dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Sementara itu,
penyusunan anggaran dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan kerangka
pengeluaran jangka menengah (KPJM), pendekatan anggaran terpadu, dan pendekatan
anggaran kinerja.
Penganggaran terpadu (unified budgeting) adalah penyusunan rencana
keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna
melaksanakan kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian
efisiensi alokasi dana dan untuk menghindari terjadinya duplikasi belanja. Sedangkan
penyusunan anggaran berbasis kinerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan
antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam
pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja
diperlukan indikator kinerja, standar biaya, dan evaluasi kinerja dari setiap program dan
jenis kegiatan.
Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilaksanakan dengan
memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dan keluaran yang diharapkan dari
kegiatan dengan hasil kerja dan manfaat yang diharapkan termasuk efisiensi dalam
pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Anggaran Berbasis Kinerja ini disusun
berdasarkan pada:
a. Indikator kinerja;
b. Capaian atau target kinerja;
c. Analisis standar belanja (ASB);
d. Standar satuan kerja; dan
e. Standar pelayanan minimal.
Dokumen penyusunan anggaran yang disampaikan oleh masing-masing satuan
kerja perangkat daerah (SKPD) yang disusun dalam format Rencana Kerja dan
Anggaran (RKA) SKPD harus betul-betul dapat menyajikan informasi yang jelas
tentang tujuan, sasaran, serta korelasi antara besaran anggaran (beban kerja dan harga
satuan) dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai atau diperoleh masyarakat dari
suatu kegiatan yang dianggarkan. Oleh karena itu penerapan anggaran berbasis kinerja
mengandung makna bahwa setiap pengguna anggaran (penyelenggarapemerintahan)
berkewajiban untuk bertanggung jawab atas hasil proses dan penggunaan sumber
dayanya.

4) Penyiapan Raperda APBD


RKA-SKPD yang telah disusun, dibahas, dan disepakati bersama antara Kepala
SKPD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) digunakan sebagai dasar untuk
penyiapan Raperda APBD. Raperda ini disusun oleh pejabat pengelola keuangan
daerah yang untuk selanjutnya disampaikan kepada kepala daerah.
Raperda tentang APBD harus dilengkapi dengan lampiran-lapmpiran berikut
ini :
a. Ringkasan APBD menurut urusan wajib dan urusan pilihan.
b. Ringkasan APBD menurut urusan pemerintah daerah dan organisasi.
c. Rincian APBD menurut urusan pemerintah daerah, organisasi, pendapatan,
belanja, dan pembiayaan.
d. Rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,
program, dan kegiatan.
e. Rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan
pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara
f. Daftar jumlah pegawai per-golongan dan per-jabatan.
g. Daftar piutang daerah.
h. Daftar penyertaan modal (investasi) daerah.
i. Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah.
j. Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset-aset lain.
k. Daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan
dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini.
l. Daftar dana cadangan daerah; dan m. daftar pinjaman daerah.
Suatu hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa sebelum disampaikan
dan dibahas dengan DPRD, Raperda tersebut harus disosialisasikan terlebih dahulu
kepada masyarakat yang bersifat memberikan informasi tentang hak dan kewajiban
pemerintah daerah serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD pada tahun anggaran
yang direncanakan. Penyebarluasan dan/atau sosialisasi tentang Raperda APBD ini
dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah.
5) Penetapan APBD
(1) Penyampaian dan Pembahasan Raperda tentang APBD
Menurut ketentuan dari Pasal 104 Permendagri No. 13 Tahun 2006, Raperda
beserta lampiran-lampirannya yang telah disusun dan disosialisasikan kepada
masyarakat untuk selanjutnya disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD
paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya
dari tahun anggaran yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama.
Pengambilan keputusan bersama ini harus sudah terlaksana paling lama 1 (satu)
bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dimulai.
(2) Evaluasi Raperda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah
tentang Penjabaran APBD
Raperda APBD pemerintahan kabupaten/kota yang telah disetujui dan rancangan
Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh
Bupati.Walikota harus disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi dalam
waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja. Evaluasi ini bertujuan demi tercapainya
keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara
kepentingan publik dan kepentingan aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana
APBD kabupaten/kota tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan
yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya. Hasil evaluasi ini sudah
harus dituangkan dalam keputusan gubernur dan disampaikan kepada
bupati/walikota paling lama 15 (lima belas ) hari kerja terhitung sejak
diterimanya Raperda APBD tersebut.
(3) Penetapan Perda tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran APBD
Tahapan terakhir adalah menetapkan raperda APBD dan rancangan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi tersebut menjadi
Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran APBD paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran
sebelumnya. Setelah itu Perda dan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran
APBD ini disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada Gubernur terkait paling
lama 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal ditetapkan.

1.2 Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah (APBD)


Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah menyebutkan bahwa Keuangan Daerah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang serta segala bentuk
kekayaan yang dapat dijadikan milik Daerah berhubung dengan hak dan kewajiban Daerah
tersebut.
Sebagaimana yang diatur di dalam pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara, APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah
yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sedangkan pasal 1 angka 7 Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011,
APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui
bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), dan
ditetapkan dengan peraturan daerah.
❖ Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah (APBD)
Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah adalah suatu rangkaian proses pengelolaan keuangan
daerah yang dimulai dari penganggaran yang ditandai dengan ditetapkannya APBD,
pelaksanaan dan penatausahaan atas APBD
1. Tahap Perencanaan dan Penganggaran APBD
Peraturan Pemerintah ini menentukan proses penyusunan APBD, dimulai dari Kepala
Daerah bersama dengan TAPD menyusun rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) berdasarkan RKPD dan mengacu pada
pedoman penyusunan APBD. Kemudian Kepala Daerah bersama dengan DPRD membahas
Rancangan KUA-PPAS yang diajukan kepada DPRD. DPRD dan KDH menyepakati
Rancangan KUA-PPAS dan menandatangani Nota Kesepakatan.
Setelah KUA-PPAS disepakati antara DPRD dan Kepala Daerah, Berdasarkan nota
kesepakatan sebagaimana diatur dalam Permendagri 21 Tahun 201, Pasal 88 ayat (1)
Kepala SKPD menyusun Rencana Kerja Anggaran SKPD (RKA-SKPD) berbasis kinerja
yang meliputi indikator kinerja, tolok ukur dan sasaran kinerja, Standar Harga Satuan,
Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah, dan Standar Pelayanan Minimal. RKA-SKPD
disampaikan kepada TAPD melalui PPKD untuk di lakukan verifikasi. Verifikasi
dilakukan untuk menelaah kesesuaiaan antara RKA-SKPD dengan KUA – PPAS.
Jika telah sesuai PPKD menyusun rancangan Perda tentang APBD dan dokumen
pendukung berdasarkan RKA SKPD yang telah disempurnakan oleh kepala SKPD
kemudian menyampaikan Rancangan Perda beserta dokumen pendukungnya kepada
Kepala Daerah. Jika tidak sesuai, TAPD mengembalikan kepada Kepala SKPD untuk
disempurnakan kembali.
2. Tahap Penetapan APBD
Kepala Daerah mengajukan Rancangan Perda tentang APBD disertai penjelasan dan
dokumen pendukung kepada DPRD paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum 1 (satu)
bulan tahun anggaran berakhir. DPRD dan KDH membahas dan menyetujui Ranperda
APBD. Persetujuan bersama paling lambat 1 bulan sebelum TA dimulai. Jika Kepala
Daerah dan DPRD tidak mengambil persetujuan bersama dalam waktu 60 (enam puluh)
hari sejak disampaikan rancangan Perda tentang APBD oleh Kepala Daerah kepada DPRD,
Kepala Daerah menyusun rancangan Perkada tentang APBD paling tinggi sebesar angka
APBD tahun anggaran sebelumnya.
Rancangan Perda provinsi tentang APBD yang telah disetujui bersama antara Kepala
Daerah dan DPRD dan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD disampaikan kepada
Menteri paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal persetujuan rancangan Perda provinsi
tentang APBD untuk dievaluasi sebelum ditetapkan oleh gubernur. Mendagri/Gubernur
melakukan evaluasi terhadap Ranperda tersebut untuk menguji kesesuaian rancangan Perda
provinsi tentang APBD dan rancangan Perkada provinsi tentang penjabaran APBD dengan:
ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; kepentingan umum; RKPD,
KUA, dan PPAS; dan RPJMD.
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan rancangan Peraturan Kepala Daerah
tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh Kepala Daerah menjadi
Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD
paling lambat tanggal 31 Desember sebelum tahun anggaran berjalan.
3. Tahap Pelaksanaan APBD
Setelah terbit Peraturan Daerah tentang APBD. Kepala SKPD wajib menyusun
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA-SKPD) paling lambat 3 (tiga) hari setelah Perkada
tentang penjabaran APBD ditetapkan. Dengan demikian, maka fleksibilitas penggunaan
anggaran diberikan kepada Pengguna Anggaran. DPA disusun secara rinci menurut
klasifikasi organisasi. fungsi, program. kegiatan, dan jenis beranja disertai indikator
kinerja. Dokumen ini disertai dengan rencana penarikan dana untuk mendanai kegiatan dan
apabila dari kegiatan tersebut menghasilkan pendapatan maka rencana penerimaan kas
(pendapatan) juga harus dilampirkan.
Pada pemerintah daerah masih diperlukan Surat Penyediaan Dana (SPD). SPD
merupakan suatu dokumen yang menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan
kegiatan. SPD ini diperlukan untuk memastikan bahwa dana yang diperlukan
melaksanakan kegiatan sudah tersedia pada saat kegiatan berlangsung. Setelah DPA dan
SPD terbit, maka maisng-masing satuan kerja wajib melaksanakan kegiatan yang menjadi
tanggung jawabnya.
Pelaksanaan APBD terdiri dari pelaksanaan anggaran pendapatan, belanja dan
pembiayaan. Kemudian setelah satu semester, Pemerintah daerah menyusun laporan
realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 bulan berikutnya. Laporan tersebut
disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya pada akhir bulan Juli tahun anggaran yang
bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPRD dan pemerintah daerah.
Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, dibahas
bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan
atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan.
4. Tahap Penatausahaan APBD
Dalam melakukan penatausahaan, bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran
memiliki peran penting dalam melaksanakan tugas-tugas kebendaharaan pada Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD).
Bendahara penerimaan pada SKPD memiliki tugas menyelenggarakan pembukuan
terhadap seluruh penerimaan dan penyetoran atas penerimaan yang menjadi tanggung
jawabnya, menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah (PPKD), melakukan verifikasi, evaluasi dan analisis atas
laporan pertanggungjawaban penerimaan.
Sedangkan Bendahara Pengeluaran memiliki tugas mengelola uang persediaan,
menerima, menyimpan, menatausahakan, dan membukukan uang dalam pengelolaannya,
melakukan pengujian dan pembayaran berdasarkan perintah Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK), menolak perintah pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan untuk
dibayarkan dan tugas lain sesuai peraturan kepala daerah.
Laporan-laporan pendapatan, belanja serta kekayaan dan kewajiban daerah disusun
berdasarkan sistem akuntansi pemerintah daerah. Pemerintah daerah menyusun sistem
akuntansi pemerintah daerah yang mengacu kepada standar akuntansi pemerintahan.
Sistem akuntansi inilah yang nantinya menghasilkan laporan keuangan daerah.
5. Tahap Pelaporan APBD
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019, Pasal 189 sampai dengan
Pasal 193, pelaporan keuangan pemerintah daerah diatur sebagai berikut:
a. Pelaporan keuangan Pemerintah Daerah merupakan proses penyusunan dan
penyajian laporan keuangan Pemerintah Daerah oleh entitas pelaporan sebagai hasil
konsolidasi atas laporan keuangan SKPD selaku entitas akuntansi.
b. Laporan keuangan SKPD disusun dan disajikan oleh kepala SKPD selaku PA
sebagai entitas akuntansi paling sedikit meliputi:
1) Laporan Realisasi Anggaran;
2) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
3) Neraca;
4) Laporan Operasional;
5) Laporan Perubahan Ekuitas; dan
6) Catatan atas Laporan Keuangan.

Laporan keuangan SKPD disampaikan kepada Kepala Daerah melalui PPKD paling
lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Laporan keuangan Pemerintah Daerah disusun dan disajikan oleh
kepala SKPKD selaku PPKD sebagai entitas pelaporan untuk disampaikan kepada Kepala
Daerah dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Laporan keuangan SKPD disampaikan kepada Kepala Daerah melalui PPKD paling
lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Laporan keuangan Pemerintah Daerah disusun dan disajikan oleh
kepala SKPKD selaku PPKD sebagai entitas pelaporan untuk disampaikan kepada Kepala
Daerah dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Laporan keuangan Pemerintah Daerah disampaikan kepada Kepala Daerah melalui
Sekretaris Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Laporan keuangan Pemerintah Daerah
dilakukan review oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan sebelum disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan
untuk dilakukan pemeriksaan. Laporan keuangan Pemerintah Daerah disampaikan kepada
Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
6. Tahap Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBD
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah diwujudkan dalam bentuk laporan keuangan.
Laporan keuangan tersebut merupakan wujud dari penguatan transparansi dan
akuntabilitas. Terkait dengan pertanggungiawaban Keuangan Daerah, setidaknya ada 7
(tujuh) laporan keuangan yang harus dibuat oleh Pemerintah Daerah yaitu, neraca, laporan
realisasi anggaran, laporan operasional, laporan perubahan saldo anggaran lebih, laporan
perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
Penambahan jumlah laporan keuangan yang harus dibuat oleh Pemerintah Daerah
merupakan dampak dari penggunaan akuntansi berbasis akrual. Pemberlakuan akuntansi
berbasis akrual ini merupakan tantangan tersendiri bagi setiap Pemerintah Daerah karena
akan ada banyak hal yang dipersiapkan oleh Pemerintah Daerah salah satunya yaitu sumber
daya manusia.
Selain berbentuk laporan keuangan, pertanggungjawaban Keuangan Daerah juga
berupa Laporan Realisasi Kinerja. Melalui laporan ini, masyarakat bisa melihat sejauh
mana Kinerja Pemerintah Daerahnya. Selain itu, laporan ini juga sebagai alat untuk
menjaga sinkronisasi dari proses perencanaan hingga pertanggungjawaban yang dilakukan
Pemerintah Daerah. Melalui laporan ini Pemerintah Daerah bisa melihat hal yang harus
diperbaiki untuk kepentingan proses penganggaran dan perencanaan di tahun berikutnya.
Selanjutnya, berdasarkan prinsip, asas, dan landasan umum penyusunan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, pengawasan dan pertanggungiawaban Keuangan Daerah yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, Pemerintah Daerah diharapkan mampu
menciptakan sistem Pengelolaan Keuangan Daerah yang sesuai dengan keadaan dan
kebutuhan setempat dengan tetap menaati peraturan perundangundangan yang lebih tinggi
serta meninjau sistem tersebut secara terus menerus dengan tujuan mewujudkan
Pengelolaan Keuangan Daerah yang efektif, efisien, dan transparan.
Pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan diselesaikan
selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari Pemerintah
Daerah. Dalam hal Badan Pemeriksa Keuangan belum menyampaikan laporan hasil
pemeriksaan paling lambat 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari
Pemerintah Daerah, rancangan Peraturan Daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD diajukan kepada DPRD. Kepala Daerah memberikan tanggapan dan melakukan
penyesuaian terhadap laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan
keuangan Pemerintah Daerah.

Laporan keuangan diserahkan kepada BPK untuk dilakukan pemeriksaan paling lambat
3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Kepala Daerah melakukan tanggapan dan
melaksanakan penyesuaian terhadap laporan keuangan pemerintah daerah berdasarkan
hasil pemeriksaan BPK.
1.3. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan pada Nomor 01 tentang
Penyajian Laporan Keuangan Paragraf 14 disebutkan bahwa laporan keuangan (financial
statement) pemerintah terdiri dari dua jenis: (1) laporan pelaksanaan anggaran (budgetary
reports), dan (2) laporan finansial (financial reports). Laporan pelaksanaan anggaran terdiri
atas Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
(SAL).
Laporan finansial terdiri atas Neraca, Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan
Ekuitas (LPE), Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). CaLK
merupakan laporan yang tidak terpisahkan dari laporan pelaksanaan anggaran maupun laporan
finasial karena menjelaskan secara rinci akun-akun di dalam kedua jenis laporan tersebut.

No. Kelompok Laporan Keuangan Jenis Laporan


Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
1. Laporan Pelaksanaan Anggaran
Laporan Perubahan SAL (LPSAL)
Neraca
Laporan Operasional (LO)
2. Laporan Finansial Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
Laporan Arus Kas (LAK)
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)

1.3.1 Laporan Realisasi APBD

Laporan Realisasi Anggaran (LRA) merupakan laporan yang menyajikan ikhtisar


sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah
pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu
periode pelaporan. Unsur yang dicakup secara langsung oleh Laporan Realisasi Anggaran
terdiri dari pendapatan-LRA, belanja, transfer, dan pembiayaan.
Struktur dan isi Laporan Realisasi Anggaran (LRA) adalah :
a) Pendapatan-LRA
b) Belanja
c) Surplus/Defisit LRA
d) Penerimaan Biaya
e) Pengeluaran Biaya
f) Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA)
1.3.2 Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LPSAL)
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LPSAL) menyajikan informasi kenaikan
atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. LRA dan LPSAL merupakan laporan pelaksanaan anggaran yang bersifat cash
basis.

Struktur dan isi Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LPSAL) adalah :
a) Saldo anggaran lebih awal
b) Penggunaan saldo anggaran lebih sebagai penerimaan pembiayaan tahun berjalan
c) SiLPA
d) Koreksi kesalahan tahun sebelumnya
e) Saldo anggaran lebih akhir

1.3.3 Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset,
kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu.
Struktur dan isi Neraca adalah :
a) Aset :
- Aset lancar
- Investasi jangka pendek
- Investasi jangka panjang
- Aset tetap
- Aset lainnya
b) Kewajiban :
- Kewajiban jangka pendek
- Kewajiban jangka Panjang
c) Ekuitas
1.3.4 Laporan Operasional
Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah
ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan.
Struktur dan isi Laporan Operasional (LO) :
a) Pendapatan-LO
b) Beban
c) Transfer
d) Surplus/Defisit dari kegiatan operasional
e) Kegiatan non-operasional
f) Surplus/Deficit sebelum Pos Luar Biasa
g) Pos Luar Biasa
h) Surplus/Defisit LO
1.3.5 Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) menyajikan infrmasi kenaikan atau penurunan
ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. LPE disusun berdasar hasil
perhitungan dalam LO yaitu akun surplus/defisit LO yang ditambahkan dengan saldo ekuitas
awal untuk memperoleh ekuitas akhir.
Struktur dan isi Laporan Perubahan Ekuitas adalah :
a) Ekuitas awal
b) Surplus/deficit LO
c) Koreksi
d) Ekuitas akhir

1.3.6 Laporan Arus Kas


Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasi,
invetasi, pendanaan, dan transitoris yang menggambarkan saldo awal, penerimaan,
pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu.
Struktur dan isi Laporan Arus Kas adalah :
a) Arus Kas dari aktivitas operasi
b) Arus Kas dari aktivitas investasi
c) Arus Kas dari aktivitas pendanaan
d) Arus Kas dari aktivitas transitoris
1.3.7 Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)
Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang
tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan SAL, Laporan Operasional,
Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan
juga mencakup informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam
Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk
menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.
Struktur dan isi Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) adalah :
a) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro,
pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, kendala dan hambatan
yang dihadapi dalam pencapaian target;
b) Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan;
c) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-
kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan
kejadian-kejadian penting lainnya;
d) Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan;
e) Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul
sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan
rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas;
f) Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar,
yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
Ilustrasi Catatan atas Laporan Keuangan :
DAFTAR PUSTAKA
Pemerintahan Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia.(2010). PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2019). PP No. 12 Tahun 2019 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. Tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006. Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006. Tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Anda mungkin juga menyukai