Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. PERENCENAAN
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selalu diatur dengan
peraturan perundang-undangan dalam pembuatannya. Dimulai dengan Undang-
undang 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, kemudian diperjelas dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah, serta diarahkan pelaksanaannya dengan Permendagri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Selain itu, setiap
Tahunnya Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Permendagri
tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk
tahun anggaran berikutnya.

1. PERENCENAAN RPJMD
Sesuai amanat UU nomor 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan
pembangunan nasional, dalam perencanaan pembangunan di daerah terdiri dari
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD).
Sementara dari RPJMD dijabarkan menjadi rencana pembangunan
strategis (Renstra) di tingkat SKPD yang merupakan dokumen perencanaan
bersifat taktis dan strategis guna mewujudkan visi dan misi pembangunan
daerah.sedangan Renstra dijabarkan kembali dalam renja yang merupakan
dokumen perencanaan yang bersifat operasional.Sementara yang dimaksud
dengan pembangunan daerah itu sendiri merupakan suatu upaya dari seluruh
unsur yang ada di daerah, yakni pemerintah, dunia usaha (swasta) dan masyarakat
dalam rangka mewujudkan suatu tatanan kehidupan sosial yang lebih baik dan
bernilai tinggi. Di samping itu agar pembangunan di daerah dapat berjalan efektif,
efisien dan membawa manfaat sesuai yang diharapkan.Maka perlu perencanaan
yang tepat, rasional dan realitas.sebagaimana yang diharapkan bisa memberikan
arah dan pedoman dalam pengelolaan daerah, termasuk di dalamnya RKPD,

1
KUA, PPAS, RKA-SKPD, RAPBD, dan APBD. dan RPJMD dan Renstra SKPD
merupakan dokumen yang sangat penting dan menjadi pedoman dalam
pelaksanaan kegiatan guna mencapai pemerintahan Daerah Good Governance.
Hal itu juga bermakna bahwa RPJMD dan Renstra SKPD yang berkualitas
menjadi penentu keberhasilan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan,
sehingga menjadi lebih tepat sasaran dan efektif dalam penganggarannya.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka untuk membekali dan
meningkatkan Kompetensi SDM ( Knowledge, Skill, Attitude) Aparatur
Pemerintah Daerah maka kami FORUM KAJIAN ILMU PEMERINTAHAN
DAN OTONOMI DAERAH (FKIP-OTDA) bersama para Pakar dan Narasumber
Bappenas, Kemendagri RI dan Kemenkeu RI, akan mengadakan Bimtek
Nasional, 4 Hari dengan Tema .
Dalam rangka meningkatkan pemahaman akan PERENCANAAN DAN
EVALUASI RPJMD, RKPD SERTA PENYUSUNAN RENSTRA DAN RENJA
SKPD BAGI APARATUR PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
,Pusat Pelatihan Pemerintahan, mengundang pejabat ataupun pegawai pada
instansi yang terkait untuk mengikuti bimtek atau diklat yang diselanggarakan
oleh Pusat Pelatihan Pemerintahan

2. PERENCENAAN RKPD

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem


Perencanaan Pembangunan Nasional, bahwa perencanaan pembangunan daerah
disusun secara berjangka meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) merupakan dokumen perencanaan tahunan sebagai implementasi dari
dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), danjuga mengacu
pada Rencana Kerja Pembangunan (RKP) yang memuat Rancangan Kerangka
Ekonomi Daerah, Prioritas Pembangunan Daerah, Rencana Kerja dan

2
pendanaannya baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang
ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

Sebagai suatu dokumen resmi Pemerintah Daerah, RKPD mempunyai


kedudukan yang strategis, yaitu menjembatani Perencanaan Strategis angka
Menengah dengan perencanaan dan penganggaran tahunan. Oleh karena itu
proses penyusunan RKPD Kota Bengkulu dilakukan secara sistematis, terarah,
terpadu dan tanggap terhadap perubahan yang penyusunannya dilaksanakan untuk
mewujudkan sinergitas antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan
pengawasan pembangunan, serta mewujudkan efisiens idan alokasi sumberdaya
dalam pembangunan daerah.

Proses penyusunan RKPD dilaksanakan melalui mekanisme/tahapan yang


diawali dari Musrenbang tingkat Kelurahan, Kecamatan, Forum Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) dan Musrenbang tingkat Kota dengan melibatkan
seluruh pemangku kepentingan pembangunan yang memenuhi tiga prinsip
sebagai berikut:

a. Prinsip Partisipatif (participative)

Prinsip partisipatif menunjukkan bahwa rakyat atau masyarakat yang akan


diuntungkan oleh (atau memperoleh manfaat dari) perencanaan harus turut serta
dalam prosesnya. Dengan kata lain masyarakat menikmati faedah perencanaan
bukan semata-mata dari hasil perencanaan, tetapi dari keikutsertaan dalam
prosesnya.

b. Prinsip Kesinambungan(sustainable)

Prinsip ini menunjuk kan bahwa perencanaan tidak hanya terdiri atas satu tahap
akan tetapi harus berlanjut sehingga menjamin adanya kemajuan terus-menerus
dalam kesejahteraan, dan jangan sampai terjad ikemunduran. Juga diartikan
perlunya evaluasi dan pengawasan dalam pelaksanaannya sehingga secaraterus-
menerus dapat diadakan koreksi dan perbaikan selama perencanaan dijalankan.

3
c. Prinsip Keseluruhan(holistic)

Prinsip ini menunjukkan bahwa masalah dalam perencanaan pelaksanaannya tidak


dapat hanya dilihat dari satu sisi atau unsur tetapi harus dilihat dari berbagai
aspek, dan dalam keutuhan konsep secara keseluruhan. Dalam konsep tersebut
unsur yang dikehendaki selain harus mencakup hal-hal di atas juga mengandung
unsur yang dapat berkembang serta terbuka dan demokratis.

3. PERENCENAAN KUA PPAS

A. Kebijakan Umum APBD (KUA)

Proses penyusunan KUA adalah sebagai berikut:

1) Kepala daerah berdasarkan RKPD menyusun rancangan kebijakan umum


APBD (RKUA).

2) Penyusunan RKUA berpedoman pada pedoman penyusunan APBD yang


ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setiap tahun. Sebagai contoh untuk bahan
penyusunan APBD Tahun 2007 Menteri Dalam Negeri telah menerbitkan
Permendagri Nomor 26 Tahun 2006 tertanggal 1 September 2006 tentang
Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran
2007.

3) Kepala daerah menyampaikan RKUA tahun anggaran berikutnya, sebagai


landasan penyusunan RAPBD, kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan
bulan Juni tahun anggaran berjalan.

4) RKUA yang telah dibahas kepala daerah bersama DPRD dalam


pembicaraan pendahuluan RAPBD selanjutnya disepakati menjadi Kebijakan
Umum APBD (KUA).

Pedoman Penyusunan Anggaran seperti tercantum dalam Permendagri Nomor 26


Tahun 2006 tersebut di atas memuat antara lain:

4
 Pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan
pemerintah daerah
 Prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran bersangkutan
 Teknis penyusunan APBD, dan
 Hal-hal khusus lainnya.

B. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)

Untuk penyusunan rancangan APBD, diperlukan adanya urutan Prioritas dan


Plafon Anggaran Sementara (PPAS). PPAS merupakan program prioritas dan
patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap
program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD. Proses penyusunan dan
pembahasan PPAS menjadi PPA adalah sebagai berikut:

1) Berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemda dan DPRD membahas


rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara (PPAS) yang disampaikan
oleh kepala daerah.

2) Pembahasan PPAS.

3) Pembahasan PPAS dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

 Menentukan skala prioritas dalam urusan wajib dan urusan pilihan


 Menentukan urutan program dalam masing-masing urusan
 Menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program.

4) KUA dan PPAS yang telah dibahas dan disepakati bersama kepala daerah
dan DPRD dituangkan dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama oleh
kepala daerah dan pimpinan DPRD.

5) Kepala daerah berdasarkan nota kesepakatan menerbitkan pedoman


penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD (RKA-SKPD) sebagai pedoman
kepala SKPD menyusun RKA-SKPD.

5
Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 87 ayat (2) Permendagri
Nomor 13 Tahun 2006, kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS kepada
DPRD untuk dibahas bersama antara TAPD dan panitia anggaran DPRD paling
lambat minggu kedua bulan Juli dari tahun anggaran berjalan. Setelah disepakati
bersama PPAS tersebut ditetapkan sebagai Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA)
paling lambat pada akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan.

4. PERENCANAAN NOTA KESEPAHAMAN

Menurut Pasal 89 ayat (3) Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, setelah ada
Nota Kesepakatan tersebut di atas Tim Anggaran (TAPD) menyiapkan surat
edaran kepala daerah tentang Pedoman Penyusunan RKA-SKPD yang harus
diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan.

Pengaturan pada aspek perencanaan diarahkan agar seluruh proses


penyusunan APBD semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar belakang
pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan umum, skala prioritas
dan penetapan alokasi serta distribusi sumber daya dengan melibatkan partisipasi
masayarakat. Sementara itu, penyusunan anggaran dilakukan dengan tiga
pendekatan, yaitu pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah (KPJM),
pendekatan anggaran terpadu, dan pendekatan anggaran kinerja.

Pendekatan KPJM adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan,


dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam
perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi
biaya keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam
prakiraan maju. Kerangka pengeluaran jangka menengah digunakan untuk
mencapai disiplin fiskal secara berkelanjutan. Gambaran jangka menengah
diperlukan karena rentang waktu anggaran satu tahun terlalu pendek untuk tujuan
penyesuaian prioritas pengeluaran, dan ketidakpastian terlalu besar bila perspektif
anggaran dibuat dalam jangka panjang (di atas 5 tahun). Proyeksi pengeluaran
jangka menengah juga diperlukan untuk menunjukkan arah perubahan yang

6
diinginkan. Dengan menggambarkan implikasi dari kebijakan tahun berjalan
terhadap anggaran tahun-tahun berikutnya, proyeksi pengeluaran multi tahun akan
memungkinkan pemerintah untuk dapat mengevaluasi biaya-efektivitas (kinerja)
dari program yang dilaksanakan. Sedangkan pada pendekatan anggaran tahunan
yang murni, hubungan antara kebijakan sektoral dengan alokasi anggaran
biasanya lemah, dalam arti sumber daya yang diperlukan tidak cukup mendukung
kebijakan/program yang ditetapkan. Akan tetapi, harus dihindari perangkap
dimana pendekatan pemograman multi tahun ini dengan sendirinya membuka
peluang terhadap peningkatan pengeluaran yang tidak perlu atau tidak relevan.

5. PERENCANAAN PEDOMAN PENYUSUN RKA

APBD merupakan instrumen yang akan menjamin terciptanya disiplin


dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan pendapatan,
belanja maupun pembiayaan daerah. Untuk menjamin agar APBD dapat disusun
dan dilaksanakan dengan baik dan benar, maka diatur landasan administratif
dalam pengelolaan anggaran daerah yang mengatur antara lain prosedur dan
teknis pengganggaran yang harus diikuti secara tertib dan taat asas. Selain dalam
rangka disiplin anggaran maka penyusunan anggaran baik “Pendapatan maupun
Belanja” juga harus mengacu pada aturan atau pedoman yang melandasinya
apakah itu Undang – undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri,
Keputusan Menteri, Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah atau Keputusan
Kepala Daerah. Oleh karena itu dalam proses penyusunan APBD pemerintah
daerah harus mengikuti prosedur administratif yang ditetapkan.
Penyusunan RKA merupakan kewajiban setiap SKPD dalam rangka mendanai
program dan kegiatan yang berada di lingkungan SKPD tersebut. Usulan
anggaran program dan kegiatan yang tertuang dalam RKA tersebut dijadikan
dasar penyusunan Rancangan APBD. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah, salah satu pendekatan yang digunakan dalam rangka penyusunan RKA
adalah pendekatan anggaran berbasis kinerja/prestasi kerja, merupakan

7
pendekatan penganggaran yang mengutamakan keluaran /hasil dari
program/kegiatan yang akan atau telah dicapai dengan kuantitas dan kualitas yang
mengacu pada Rencana Kerja SKPD Tahun 2017. Setiap dana yang dianggarkan
dalam rangka melaksanakan program/kegiatan, indikator kinerjanya harus terukur
secara jelas, direpresentasikan berupa tolok ukur kinerja serta target/sasaran yang
memenuhi aspek keadilan, efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas dan
disiplin anggaran serta memberikan manfaat pada masyarakat.
Dokumen penyusunan anggaran yang disampaikan oleh masing-masing kepala
SKPD yang disajikan dalam format RKA-SKPD harus dapat memberikan
informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran serta korelasi antara besaran anggaran
(beban kerja dan harga satuan) dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari
suatu kegiatan yang dianggarkan.

6. PERENCENAAN RAPBD
Penganggaran adalah proses penyusunan anggaran. Penganggaran
merupakan satu aspek penting bagi keuangan daerah. Anggaran merupakan
pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi rencana
pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah,
yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan


tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan bahan
APBD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah untuk dibahas dalam sidang DPRD
untuk disetujui sebagai APBD. APBD merupakan anggaran tahunan yang
dilaksanakan mulai tanggal 1 Januari hingga 31 Desember.
APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah dan
kemampuan pendapatan daerah. Azas ini mengharuskan pemerintah daerah
merencanakan kegiatan daerah yang dibutuhkan masing-masing dengan
memperhatikan kemampuan daerah dalam memperoleh pendapatan. Daerah
diseyogyakan untuk menghindari utang daerah.

8
Penyusunan APBD didasarkan kepada rencana kerja pemerintah daerah untuk
mewujudkan pelayanan masyarakat untuk mencapai cita-cita negara.
APBD mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut.
1. otorisasi
2. perencanaan
3. pengawasan
4. alokasi
5. distribusi
6. stabilisasi.
Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk
merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan
dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.
Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi
manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Fungsi
pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk
menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.
Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk
menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan
sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian daerah.
Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam
penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Fungsi
stabilitasi memliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara
dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
Proses perencanaan dan penyusunan APBD, mengacu pada PP Nomor 58 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, secara garis besar sebagai berikut:
1. penyusunan rencana kerja pemerintah daerah;
2. penyusunan rancangan kebijakan umum anggaran;
3. penetapan prioritas dan plafon anggaran sementara;
4. penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD;
5. penyusunan rancangan perda APBD;
6. penetapan APBD.

9
Rencana Kerja Pemerintah Daerah
Penyusunan APBD didasarkan pada perencanaan yang sudah ditetapkan terlebih
dahulu, mengenai program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Bila dilihat dari
perspektif waktunya, perencanaan di tingkat pemerintah daerah dibagi menjadi
tiga kategori yaitu:
- Rencana Jangka Panjang Daerah (RPJPD), merupakan perencanaan pemerintah
daerah untuk periode 20 tahun;
- Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan perencanaan
pemerintah daerah untuk periode 5 tahun; dan
- Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) merupakan perencanaan tahunan
daerah.
Sedangkan perencanaan di tingkat SKPD terdiri dari:
- Rencana Strategi (Renstra) SKPD merupakan rencana untuk periode 5 tahun;
dan
- Rencana Kerja (Renja) SKPD merupakan rencana kerja tahunan SKPD.
Proses penyusunan perencanaan di tingkat satker dan pemda dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. SKPD menyusun rencana strategis (Renstra-SKPD) yang memuat visi, misi,
tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang bersifat
indikatif sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
b. Penyusunan Renstra-SKPD dimaksud berpedoman pada rencana
pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). RPJMD memuat arah
kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan
program SKPD, lintas SKPD, dan program kewilayahan.
c. Pemda menyusun rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) yang merupakan
penjabaran dari RPJMD dengan menggunakan bahan dari Renja SKPD untuk
jangka waktu satu tahun yang mengacu kepada Renja Pemerintah.
d. Renja SKPD merupakan penjabaran dari Renstra SKPD yang disusun
berdasarkan evaluasi pencapaian pelaksanaan program dan kegiatan tahun-tahun
sebelumnya.

10
e. RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas, pembangunan
dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang
dilaksanakan langsung oleh pemda maupun ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat.
f. Kewajiban daerah sebagaimana dimaksud di atas adalah mempertimbangkan
prestasi capaian standar pelayanan minimal sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
g. RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
h. Penyusunan RKPD diselesaikan selambat-lambatnya akhir bulan Mei tahun
anggaran sebelumnya.
i. RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

7. EVALUASI GUBERNUR DAN MANAJER

Rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah


disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang
penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati paling lama 3 (tiga) hari kerja
disampaikan terlebih dahulu kepada Gubernur untuk dievaluasi.

Penyampaian rancangan disertai dengan:


a. persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan
peraturan daerah tentang APBD;
b. KUA dan PPA yang disepakati antara kepala daerah dan pimpinan DPRD;
c. risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah
tentang APBD; dan
d. nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian pengantar nota
keuangan pada sidang DPRD.

Evaluasi bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan


kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan
aparatur serta untuk meneliti sejauh mana APBD Kabupaten/Kota tidak

11
bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau
peraturan daerah lainnya yang ditetapkan oleh Kabupaten/Kota bersangkutan.
Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi, Gubernur dapat mengundang pejabat
pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang terkait.

Hasil evaluasi dituangkan dalam keputusan Gubernur dan disampaikan kepada


Bupati/Walikota paling lama 15 (lima betas) hari kerja terhitung sejak
diterimanya rancangan dimaksud. Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi
atas rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan
Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan
umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota
menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan
Bupati/Walikota.

Dalam hal Gubernur menyatakan bahwa hasil evaluasi rancangan peraturan


daerah tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang
penjabaran APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota bersama DPRD
melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak
diterimanya hasil evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh
Bupati/Walikota dan DPRD, dan Bupati/Walikota tetap menetapkan rancangan
peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang
penjabaran APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota,
Gubernur membatalkan peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota
dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.

Pembatalan peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota dan pernyataan


berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya ditetapkan dengan peraturan gubernur.
Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembatalan, kepala daerah harus
memberhentikan pelaksanaan peraturan daerah dan selanjutnya DPRD bersama
kepala daerah mencabut peraturan daerah dimaksud. Pencabutan peraturan daerah

12
tersebut dilakukan dengan peraturan daerah tentang pencabutan peraturan daerah
tentang APBD.

Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBD tahun sebelumnya, ditetapkan dengan


peraturan kepala daerah. Penyempurnaan hasil evaluasi dilakukan oleh kepala
daerah bersama dengan Badan anggaran DPRD. Hasil penyempurnaan ditetapkan
oleh pimpinan DPRD. Keputusan pimpinan DPRD dijadikan dasar penetapan
peraturan daerah tentang APBD.

Keputusan pimpinan DPRD bersifat final dan dilaporkan pada sidang paripurna
berikutnya. Sidang paripurna berikutnya yakni setelah sidang paripurna
pengambilan keputusan bersama terhadap rancangan peraturan daerah tentang
APBD.

Keputusan pimpinan DPRD disampaikan kepada kepada gubernur bagi APBD


kabupaten/kota paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah keputusan tersebut
ditetapkan. Dalam hal pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat yang
ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku pimpinan sementara
DPRD yang menandatangani keputusan pimpinan DPRD.

Gubernur menyampaikan hasil evaluasi yang dilakukan atas rancangan peraturan


daerah kabupaten/kota tentang APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota
tentang penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri.

13
BAB II
PELAKSANAAN

A. PELAKSANAAN APBD
Pelaksanaan anggaran adalah tahap di mana sumber daya digunakan untuk
melaksanakan kebijakan anggaran. Suatu hal yang mungkin terjadi dimana
anggaran yang disusun dengan baik tenyata tidak dilaksanakan dengan tepat,
tetapi tidak mungkin anggaran yang tidak disusun dengan baik dapat diterapkan
secara tepat. Persiapan anggaran yang baik merupakan awal baik secara logis
maupun kronologis. Walaupun demikian proses pelaksanaannya tidak menjadi
sederhana karena adanya mekanisme yang menjamin ketaatan pada program
pendahuluan. Bahkan dengan prakiraan yang baik sekalipun, akan ada
perubahan-perubahan tidak terduga dalam lingkungan ekonomi makro dalam
tahun yang bersangkutan yang perlu diperlihatkan dalam anggaran. Tentu saja
perubahan-perubahan tersebut harus disesuaikan dengan cara yang konsisten
dengan tujuan kebijakan yang mendasar untuk menghindari terganggunya
aktivitas satker dan manajemen program/kegiatan.

Pelaksanaan anggaran yang tepat tergantung pada banyak faktor yang di


antaranya adalah kemampuan untuk mengatasi perubahan dalam lingkungan
ekonomi makro dan kemampuan satker untuk melaksanakannya. Pelaksanaan
anggaran melibatkan lebih banyak orang daripada persiapannya dan
mempertimbangkan umpan balik dari pengalaman yang sesungguhnya. Oleh
karena itu, pelaksanaan anggaran harus: (a) menjamin bahwa anggaran akan
dilaksanakan sesuai dengan wewenang yang diberikan baik dalam aspek
keuangan maupun kebijakan; (b) menyesuaikan pelaksanaan anggaran dengan
perubahan signifikan dalam ekonomi makro; (c) memutuskan adanya masalah
yang muncul dalam pelaksanaannya; (d) menangani pembelian dan penggunaan
sumber daya secara efisien dan efektif. Sistem pelaksanaan anggaran harus
menjamin adanya ketaatan terhadap wewenang anggaran dan memiliki
kemampuan untuk melakukan pengawasan dan pelaporan yang dapat langsung

14
mengetahui adanya masalah pelaksanaan anggaran serta memberikan
fleksibilitas bagi para manajer

B. LAPORAN REALISASI

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tentang Standar Akuntansi


Pemerintahan (SAP), Komponen-komponen yang terdapat dalam satu set laporan
keuangan berbasis akrual terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran (budgetary
reports) dan laporan finansial, yang jika diuraikan adalah sebagai berikut:
1. Laporan Realisasi Anggaran;
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih;
3. Laporan Operasional;
4. Laporan Perubahan Ekuitas;
5. Neraca;
6. Laporan Arus Kas;
7. Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan pelaksanaan anggaran adalah Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan
Perubahan Saldo Anggaran Lebih, sedangkan yang termasuk laporan finansial
adalah Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca dan Laporan
Arus Kas. Komponen-komponen laporan keuangan tersebut disajikan oleh setiap
entitas pelaporan, kecuali Laporan Arus Kas yang hanya disajikan oleh entitas
yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum, dan Laporan Perubahan Saldo
Anggaran Lebih yang hanya disajikan oleh Bendahara Umum Negara dan entitas
pelaporan yang menyusun laporan keuangan konsolidasinya.

1. LAPORAN REALISASI ANGGARAN


Laporan Realisasi Anggaran (LRA) menyediakan informasi mengenai anggaran
dan realisasi pendapatan-LRA, belanja, transfer, surplus/defisit-LRA, dan
pembiayaan dari suatu entitas pelaporan. Informasi tersebut berguna bagi para
pengguna laporan dalam mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-
sumber daya ekonomi, akuntabilitas dan ketaatan entitas pelaporan terhadap
anggaran karena menyediakan informasi-informasi sebagai berikut:

15
1. Informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi;
2. Informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh yang berguna dalam
mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi dan efektivitas penggunaan
anggaran.
LRA menyediakan informasi yang berguna dalam memprediksi sumber daya
ekonomi yang akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah pusat dan
daerah dalam periode mendatang dengan cara menyajikan laporan secara
komparatif. Selain itu, LRA juga dapat menyediakan informasi kepada para
pengguna laporan keuangan pemerintah tentang indikasi perolehan dan
penggunaan sumber daya ekonomi dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan,
sehingga dapat menilai apakah suatu kegiatan/program telah dilaksanakan secara
efisien, efektif, dan hemat, sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD), dan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Setiap komponen dalam LRA dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas Laporan
Keuangan. Penjelasan tersebut memuat hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan
anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan
yang material antara anggaran dan realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci
lebih lanjut atas angka-angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan. Namun dari
segi struktur, LRA Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota memiliki struktur yang berbeda. Perbedaan ini lebih diakibatkan
karena adanya perbedaan sumber pendapatan pada pemerintah pusat, Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Penyusunan dan penyajian LRA didasarkan pada akuntansi anggaran, akuntansi
pendapatan-LRA, akuntansi belanja, akuntansi surplus/ defisit, akuntansi
pembiayaan dan akuntansi sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran
(SiLPA/SiKPA), yang mana berdasar pada basis kas.

2. LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH


Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LP-SAL) menyajikan pos-pos
berikut, yaitu: saldo anggaran lebih awal (saldo tahun sebelumnya), penggunaan
saldo anggaran lebih, Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SILPA/SIKPA)

16
tahun berjalan, koreksi kesalahan pembukuan tahun sebelumnya, lain-lain dan
Saldo anggaran lebih akhir untuk periode berjalan. Pos-pos tersebut disajikan
secara komparatif dengan periode sebelumnya.
LP-SAL dimaksudkan untuk memberikan ringkasan atas pemanfaatan saldo
anggaran dan pembiayaan pemerintah, sehingga suatu entitas pelaporan harus
menyajikan rincian lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam LP-SAL
dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Struktur LP-SAL baik pada Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota tidak memiliki
perbedaan.

3. LAPORAN OPERASIONAL
Laporan Operasional (LO) menyediakan informasi mengenai seluruh
kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan yang tercerminkan dalam
pendapatan-LO, beban, dan surplus/defisit operasional dari suatu entitas
pelaporan yang penyajiannya disandingkan dengan periode sebelumnya.
Pengguna laporan membutuhkan Laporan Operasional dalam mengevaluasi
pendapatan-LO dan beban untuk menjalankan suatu unit atau seluruh entitas
pemerintahan. Berkaitan dengan kebutuhan pengguna tersebut, Laporan
Operasional menyediakan informasi sebagai berikut:
1. Mengenai besarnya beban yang harus ditanggung oleh pemerintah untuk
menjalankan pelayanan;
2. Mengenai operasi keuangan secara menyeluruh yang berguna dalam
mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi, efektivitas, dan kehematan
perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi;
3. Yang berguna dalam memprediksi pendapatan-LO yang akan diterima untuk
mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan
cara menyajikan laporan secara komparatif;
4. Mengenai penurunan ekuitas (bila defisit operasional), dan peningkatan ekuitas
(bila surplus operasional).

17
Laporan Operasional disusun untuk melengkapi pelaporan dari siklus akuntansi
berbasis akrual (full accrual accounting cycle) sehingga penyusunan Laporan
Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca mempunyai keterkaitan
yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam hubungannya dengan laporan operasional, kegiatan operasional suatu
entitas pelaporan dapat dianalisis menurut klasifikasi ekonomi atau klasifikasi
fungsi/program untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Laporan
operasional yang dianalisis menurut suatu klasifikasi ekonomi, beban-beban
dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi (sebagai contoh beban
penyusutan/amortisasi, beban alat tulis kantor, beban transportasi, dan beban gaji
dan tunjangan pegawai), dan tidak direalokasikan pada berbagai fungsi dalam
suatu entitas pelaporan. Metode ini sederhana untuk diaplikasikan dalam
kebanyakan entitas kecil karena tidak memerlukan alokasi beban operasional pada
berbagai fungsi. Namun jika laporan operasional yang dianalisis menurut
klasifikasi fungsi, beban-beban dikelompokkan menurut program atau yang
dimaksudkannya. Penyajian laporan ini memberikan informasi yang lebih relevan
bagi pemakai dibandingkan dengan laporan menurut klasifikasi ekonomi, walau
dalam hal ini pengalokasian beban ke setiap fungsi adakalanya bersifat arbitrer
dan atas dasar pertimbangan tertentu.

4. LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS


Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan sekurang-kurangnya pos-pos
Ekuitas awal atau ekuitas tahun sebelumnya, Surplus/defisit-LO pada periode
bersangkutan dan koreksi-koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas,
yang antara lain berasal dari dampak kumulatif yang disebabkan oleh perubahan
kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan mendasar, misalnya:
1. Koreksi kesalahan mendasar dari persediaan yang terjadi pada periode-periode
sebelumnya;
2. Perubahan nilai aset tetap karena revaluasi aset tetap.

18
Di samping itu, suatu entitas pelaporan juga perlu menyajikan rincian lebih lanjut
dari unsur-unsur yang terdapat dalam Laporan Perubahan Ekuitas yang dijelaskan
pada Catatan atas Laporan Keuangan.
Struktur Laporan Perubahan Ekuitas baik pada Pemerintah Pusat, Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota tidak memiliki perbedaan.

C. PERUBAHAN APBD

Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan,


dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan
prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila
terjadi:
a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;
b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit
organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;
c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun sebelumnya harus
digunakan dalam tahun berjalan;
d. keadaan darurat; dan
e. keadaan luar biasa.

Dalam keadaan darurat, pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran


yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan
perubahan APBD, dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran.
Keadaan darurat tersebut sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah daerah dan tidak
dapat diprediksikan sebelumnya;
b. tidak diharapkan terjadi secara berulang;
c. berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan
d. memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan
yang disebabkan oleh keadaan darurat.
Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun

19
anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa. Keadaan luar biasa tersebut adalah
keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam
APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh
persen).

Pelaksanaan pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau


keadaan luar biasa ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Realisasi
pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan luar biasa tersebut
dicantumkan dalam rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD.

Pemerintah daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang


perubahan APBD tahun anggaran yang bersangkutan untuk mendapatkan
persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
Persetujuan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tersebut selambat-
lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran.

Proses evaluasi dan penetapan rancangan peraturan daerah tentang


perubahan APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
perubahan APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan kepala daerah berlaku
ketentuan seperti halnya evaluasi dan penetapan rancangan APBD. Apabila hasil
evaluasi tersebut tidak ditindaklanjuti oleh kepala daerah dan DPRD, dan kepala
daerah tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD
dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD,
peraturan daerah dan peraturan kepala daerah dimaksud dibatalkan dan sekaligus
menyatakan berlakunya pagu APBD tahun berjalan termasuk untuk pendanaan
keadaan darurat.

Pembatalan peraturan daerah tentang perubahan APBD kabupaten/kota


dan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran perubahan APBD dilakukan
oleh gubernur.

20
Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan tentang pembatalan, Kepala
daerah wajib memberhentikan pelaksanaan peraturan daerah tentang perubahan
APBD dan selanjutnya kepala daerah bersama DPRD mencabut peraturan daerah
dimaksud. Pencabutan peraturan daerah tersebut dilakukan dengan peraturan
daerah tentang pencabutan peraturan daerah tentang perubahan APBD.

21
BAB III

PENATAUSAHAAN

A. BENDAHARA PENERIMAAN

Bendahara Penerimaan adalah pejabat fungsional yang ditunjuk untuk


menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan
mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan
APBD pada SKPD.
sesuai dengan Peraturan Meteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 14,
Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran dapat diterangkan sebagai
berikut:
Kepala daerah atas usul PPKD menetapkan bendahara penerimaan dan bendahara
pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan
anggaran pada SKPD.
Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran sebagaimana dimaksud diatas
adalah pejabat fungsional.
Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran baik secara langsung maupun
tidak langsung dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan
pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas
kegiatan/pekerjaan/penjualan, serta membuka rekening/giro pos atau menyimpan
uang pada suatu bank atau lembaga keuangan Iainnya atas nama pribadi.

Bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran dalam melaksanakan


tugasnya dapat dibantu oleh bendahara penerimaan pembantu dan/atau bendahara
pengeluaran pembantu.

Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran secara fungsional bertanggung


jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada PPKD selaku BUD.

22
dalam PMDN 13/2006 Pasal 135, disebutkan bahwa
Bendahara pengeluaran sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan
pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang
dipungutnya ke rekening kas negara pada bank yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan sebagai bank persepsi atau pos giro dalam jangka waktu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

PMDN 13/2006 Pasal 136;


Untuk kelancaran pelaksanaan tugas SKPD, kepada pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola oleh bendahara
pengeluaran.

PMDN 13/2006 Pasal 184


Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran, bendahara
penerimaan/pengeluaran dan orang atau badan yang menerima atau menguasai
uang/barang/kekayaan daerah wajib menyelenggarakan penatausahaan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan
dengan surat bukti yang menjadi dasar penerimaan dan/atau pengeluaran atas
pelaksanaan APBD bertanggung jawab terhadap kebenaran material dan akibat
yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud.

dalam rangka Penatausahaan Keuangan Daerah, PMDN 13/2006 Pasal 186

1. Untuk mendukung kelancaran tugas perbendaharaan, bendahara penerimaan dan


bendahara pengeluaran dapat dibantu oleh pembantu bendahara.
2. Pembantu bendahara penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melaksanakan fungsi sebagai kasir atau pembuat dokumen penerimaan
3. Pembantu bendahara pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melaksanakan fungsi sebagai kasir, pembuat dokumen pengeluaran uang atau
pengurusan gaji.

23
dalam PMDN 13/2006 pasal 189 Bendahara penerimaan wajib menyelenggarakan
penatausahaan terhadap seluruh penerimaan dan penyetoran atas penerimaan yang
menjadi tanggung jawabnya.

Penatausahaan atas penerimaan menggunakan:

1. buku kas umum;


2. buku pembantu per rincian objek penerimaan; dan
3. buku rekapitulasi penerimaan harian.

Bendahara penerimaan dalam melakukan penatausahaan menggunakan:

1. surat ketetapan pajak daerah (SKP-Daerah);


2. surat ketetapan retribusi (SKR);
3. Surat tanda setoran (STS);
4. surat tanda bukti pembayaran; dan
5. bukti penerimaan lainnya yang sah.

Bendahara penerimaan pada SKPD wajib mempertanggungjawabkan secara


administratif atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan
menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya.

Lampiran dokumen SPP-LS untuk pembayaran gaji dan tunjangan serta penghasilan
lainnya mencakup:

1. pembayaran gaji induk;


2. gaji susulan;
3. kekurangan gaji;
4. gaji terusan;
24
5. uang duka wafat/tewas yang dilengkapi dengan daftar gaji induk/gaji
susulan/kekurangan gaji/uang duka wafat/tewas;
6. SK CPNS;
7. SK PNS;
8. SK kenaikan pangkat;
9. SK jabatan;
10. kenaikan gaji berkala;
11. surat pernyataan pelantikan;
12. surat pernyataan masih menduduki jabatan;
13. surat pernyataan melaksanakan tugas;
14. daftar keluarga (KP4);
15. fotokopi surat nikah;
16. fotokopi akte kelahiran;
17. surat keterangan pemberhentian pembayaran (SKPP) gaji;
18. daftar potongan sewa rumah dinas;
19. surat keterangan masih sekolah/kuliah;
20. surat pindah;
21. surat kematian;
22. SSP PPh Pasal 21; dan
23. peraturan perundang-undangan mengenai penghasilan pimpinan dan anggota
DPRD serta gaji dan tunjangan kepala daerah/wakil kepala daerah.

B. BELANJA
Pengertian Belanja Daerah adalah Menurut IASC Framework (Halim,
2002 : 73), “Biaya atau belanja daerah merupakan penurunan dalam manfaat
ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus keluar, atau deplasi aset,
atau terjadinya hutang yang mengakibatkan berkurangnya ekuitas dana, selain
yang berkaitan dengan distribusi kepada para peserta ekuitas dana”.

25
Jenis Belanja Daerah
Secara umum Belanja dalam APBD dikelompokkan menjadi lima kelompok
yaitu:

a. Belanja Administrasi Umum

Belanja Administrasi Umum adalah semua pengeluaran pemerintah daerah yang


tidak berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik. Belanja administrasi
umum terdiri atas empat jenis, yaitu:

1. Belanja Pegawai, merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk


orang/personel yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau
dengan kata lain merupakan biaya tetap pegawai.
2. Belanja Barang, merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk penyediaan
barang dan jasa yang tidak berhubungan langsung dengan pelayanan publik.
3. Belanja Perjalanan Dinas, merupakan pengeluaran pemerintah untuk biaya
perjalanan pegawai dan dewan yang tidak berhubungan secara langsung dengan
pelayanan publik.
4. Belanja Pemeliharaan, merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk
pemeliharaan barang daerah yang tidak berhubungan secara langsung dengan
pelayanan publik.

b. Belanja Operasi, Pemeliharaan sarana dan Prasarana Publik

Belanja ini merupakan semua pengeluaran pemerintah daerah yang berhubungan


dengan aktivitas atau pelayanan publik. Kelompok belanja ini meliputi:

1. Belanja Pegawai, merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk


orang/personel yang berhubungan langsung dengan suatu aktivitas atau dengan
kata lain merupakan belanja pegawai yang bersifat variabel.
2. Belanja Barang, merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk penyediaan
barang dan jasa yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik.
3. Belanja Perjalanan, merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk biaya
perjalanan pegawai yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik.

26
4. Belanja Pemeliharaan, merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk
pemeliharaan barang daerah yang mempunyai hubungan langsung dengan
pelayanan publik.

c. Belanja Modal

Belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang menfaatnya


melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan
selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya operasi dan
pemeliharaan. Belanja modal dibagi menjadi:

1. Belanja Publik, yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara langsung
oleh masyarakat umum. Contoh belanja publik yaitu pembangunan jembatan dan
jalan raya, pembelian alat transportasi massa, dan pembelian mobil ambulans.
2. Belanja aparatur yaitu belanja yang menfaatnya tidak secara langsung dinikmati
oleh masyarakat akan tetapi dirasakan secara langsung oleh aparatur. Contoh
belanja aparatur: pembelian kendaraan dinas, pembangunan gedung
pemerintahan, dan pembangunan rumah dinas.

d. Belanja Transfer

Belanja Transfer merupakan pengalihan uang dari pemerintah daerah kepada


pihak ketiga tanpa adanya harapan untuk mendapatkan pengembalian imbalan
meupun keuntungan dari pengalihan uang tersebut. Kelompok belanja ini terdiri
atas pembayaran:

1. Angsuran Pinjaman
2. Dana Bantuan
3. Dana Cadangan

e. Belanja Tak Tersangka

Belanja tak tersangka adalah pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah
untuk membiayai kegiatan-kegiatan tak terduga dan kejadian-kejadian luar biasa.

27
C. PEMBAYARAN

Kepala SKPD berdasarkan rancangan DPA-SKPD menyusun rancangan


anggaran kas SKPD. Rancangan anggaran kas SKPD tersebut disampaikan
kepada PPKD selaku BUD bersamaan dengan rancangan DPA-SKPD.
Pembahasan rancangan anggaran kas SKPD dilaksanakan bersamaan dengan
pembahasan DPA-SKPD.

Setelah DPA-SKPD ditetapkan, PPKD selaku BUD menyusun anggaran kas


pemerintah daerah guna mengatur ketersediaan dana yang cukup untuk mendanai
pengeluaran-pengeluaran sesuai dengan rencana penarikan dana yang tercantum
dalam DPA-SKPD yang telah disahkan. Anggaran kas tersebut memuat perkiraan
arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar
yang digunakan guna mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode.

 Penyediaan Dana

Setelah penetapan anggaran kas, PPKD dalam rangka manajemen kas


menerbitkan Surat Penyediaan Dana (SPD). SPD atau dokumen lain yang
dipersamakan dengan SPD merupakan dasar pengeluaran kas atas beban APBD.
Permintaan pembayaran hanya dapat dilaksanakan, jika SPD telah diterbitkan.

 Permintaan Pembayaran

Berdasarkan SPD, bendahara pengeluaran mengajukan Surat Permintaan


Pembayaran (SPP) kepada pengguna anggaran/ kuasa pengguna anggaran melalui
Pejabat Pengelola Keuangan SKPD (PPK-SKPD). Ada 4 jenis SPP yaitu:

1. Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (SPP UP).


2. Surat Permintaan Pembayaran Ganti Uang Persediaan (SPP¬GU).
3. Surat Permintaan Pembayaran Tambahan Uang Persediaan (SPP TU).
4. Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS).

28
Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-UP dilakukan oleh bendahara
pengeluaran untuk memperoleh persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran melalui PPK¬SKPD dalam rangka pengisian uang persediaan.
Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-GU dilakukan untuk memperoleh
persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-
SKPD dalam rangka mengganti uang persediaan. Sedangkan penerbitan dan
pengajuan dokumen SPP-TU dilakukan oleh bendahara pengeluaran untuk
memperoleh persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran
melalui PPK-SKPD dalam rangka tambahan uang persediaan. Pengajuan
dokumen SPP-UP, SPP-GU dan SPP-TU tersebut digunakan dalam rangka
pelaksanaan pengeluaran SKPD yang harus dipertanggungjawabkan.

Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-LS untuk pembayaran gaji dan


tunjangan serta penghasilan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dilakukan oleh bendahara pengeluaran guna memperoleh persetujuan pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD. Prosedur pengajuan dan
penerbitan SPM-LS dimulai dengan penyiapan dokumen SPP-LS untuk
pengadaan barang dan jasa oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) untuk
disampaikan kepada bendahara pengeluaran dalam rangka pengajuan permintaan
pembayaran. Selanjutnya, Bendahara pengeluaran mengajukan SPP-LS kepada
pengguna anggaran setelah ditandatangani oleh PPTK guna memperoleh
persetujuan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK¬SKPD.

Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran meneliti kelengkapan dokumen


SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-LS yang diajukan oleh bendahara
pengeluaran sebelum menerbitkan Surat Perintah Pembayaran (SPP).

 Perintah Membayar

Setelah meneliti SPP, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran harus


menyatakan apakan dokumen SPP telah lengkap dan sah. Dalam hal dokumen
SPP dinyatakan lengkap dan sah, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran

29
menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM). Penerbitan SPM paling lama 2
(dua) hari kerja terhitung sejak diterimanya dokumen SPP. Jika dokumen SPP
dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak sah, pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran menolak menerbitkan SPM. Penolakan penerbitan SPM paling lama 1
(satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan SPP.

SPM yang telah diterbitkan diajukan kepada kuasa BUD untuk penerbitan SP2D.

Setelah tahun anggaran berakhir, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran


dilarang menerbitkan SPM yang membebani tahun anggaran berkenaan.

D. AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH

Untuk melakukan penyusunan laporan keuangan, Pemerintah daerah


menyusun sistem akuntansi pemerintah daerah yang mengacu kepada standar
akuntansi pemerintahan. Sistem akuntansi pemerintah daerah dilaksanakan oleh
Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) sebagai entitas pelaporan
dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai entitas akuntansi.

Sistem akuntansi pemerintahan daerah meliputi serangkaian prosedur mulai dari


proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan
keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat
dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer. Proses tersebut
didokumentasikan dalam bentuk buku jurnal dan buku besar, dan apabila
diperlukan ditambah dengan buku besar pembantu.

Sistem akuntansi pemerintahan daerah sekurang-kurangnya meliputi:

1. prosedur akuntansi penerimaan kas;


2. prosedur akuntansi pengeluaran kas;
3. prosedur akuntansi aset tetap/barang milik daerah; dan
4. prosedur akuntansi selain kas.

30
Sistem akuntansi pemerintahan daerah disusun dengan berpedoman pada prinsip
pengendalian intern sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur tentang
pengendalian internal dan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi
pemerintahan. Sistem akuntansi pemerintahan daerah dilaksanakan oleh PPKD.
Sistem akuntansi SKPD dilaksanakan oleh PPK¬SKPD. PPK-SKPD
mengkoordinasikan pelaksanaan sistem dan prosedur penatausahaan bendahara
penerimaan dan bendahara pengeluaran.

Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, entitas pelaporan


menyusun laporan keuangan yang meliputi:

1. laporan realisasi anggaran;


2. neraca;
3. laporan arus kas; dan
4. catatan atas laporan keuangan.

Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, entitas akuntansi


menyusun laporan keuangan yang meliputi:

1. laporan realisasi anggaran;


2. neraca; dan
3. catatan atas laporan keuangan.

31
BAB IV

PENANGGUNG JAWABAN

A. SAP (LAPORAN KEUANGAN PEMDA )

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) adalah prinsip-prinsip


akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan
Pemerintah[1], yang terdiri atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), dalam rangka transparansi dan
akuntabilitas penyelenggaraan akuntansi pemerintahan, serta peningkatan kualitas
LKPP dan LKPD.

Ketentuan Umum

SAP dinyatakan dalam bentuk Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan


(PSAP), yaitu SAP yang diberi judul, nomor, dan tanggal efektif. Selain itu, SAP
juga dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan.

PSAP dapat dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi


Pemerintahan (IPSAP) atau Buletin Teknis SAP. IPSAP dan Buletin Teknis SAP
disusun dan diterbitkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP)
dan diberitahukan kepada Pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Rancangan IPSAP disampaikan kepada BPK paling lambat empat belas hari kerja
sebelum IPSAP diterbitkan.

IPSAP dimaksudkan untuk menjelaskan lebih lanjut topik tertentu guna


menghindari salah tafsir pengguna PSAP. Sedangkan Buletin Teknis SAP
dimaksudkan untuk mengatasi masalah teknis akuntansi dengan menjelaskan
secara teknis penerapan PSAP atau IPSAP.

Penerapan

SAP Berbasis Akrual

32
Pemerintah menerapkan SAP Berbasis Akrual, yaitu SAP yang mengakui
pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis
akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan
pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD.

SAP Berbasis Akrual tersebut dinyatakan dalam bentuk PSAP dan dilengkapi
dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. PSAP dan Kerangka
Konseptual Akuntansi Pemerintahan dalam rangka SAP Berbasis Akrual
dimaksud tercantum dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010.

Penyusunan SAP Berbasis Akrual dilakukan oleh KSAP melalui proses baku
penyusunan (due process). Proses baku penyusunan SAP tersebut merupakan
pertanggungjawaban profesional KSAP yang secara lengkap terdapat dalam
Lampiran III Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.

SAP Berbasis Kas Menuju Akrual

Penerapan SAP Berbasis Akrual dilaksanakan secara bertahap dari penerapan


SAP Berbasis Kas Menuju Akrual menjadi penerapan SAP Berbasis Akrual. SAP
Berbasis Kas Menuju Akrual yaitu SAP yang mengakui pendapatan, belanja, dan
pembiayaan berbasis kas, serta mengakui aset, utang, dan ekuitas dana berbasis
akrual. Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara
bertahap pada pemerintah pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap
pada pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.

Penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap dilakukan dengan


memperhatikan urutan persiapan dan ruang lingkup laporan.

SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dinyatakan dalam bentuk PSAP dan dilengkapi
dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. PSAP dan Kerangka
Konseptual Akuntansi Pemerintahan dalam rangka SAP Berbasis Kas Menuju

33
Akrual tercantum dalam Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010.

Sebelumnya, SAP Berbasis Kas Menuju Akrual digunakan dalam SAP


berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005. Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003menyatakan bahwa selama pengakuan dan pengukuran
pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan
pengakuan dan pengukuran berbasis kas. Pengakuan dan pengukuran pendapatan
dan belanja berbasis akrual menurut Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 dilaksanakan paling lambat lima tahun. Karena itu, Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 digantikan dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 71 Tahun 2010.

PSAP Dalam Dua Basis SAP

SAP tercantum dalam dua lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.
Lampiran I untuk SAP Berbasis Akrual dan Lampiran II untuk SAP Berbasis Kas
Menuju Akrual.

SAP Berbasis SAP Berbasis Kas


PSAP No. Tentang
Akrual Menuju Akrual

– Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan Lampiran I.01 Lampiran II.01

PSAP 01 Penyajian Laporan Keuangan Lampiran I.02 Lampiran II.02

PSAP 02 Laporan Realisasi Anggaran Berbasis Kas Lampiran I.03 Lampiran II.03

PSAP 03 Laporan Arus Kas Lampiran I.04 Lampiran II.04

PSAP 04 Catatan atas Laporan Keuangan Lampiran I.05 Lampiran II.05

PSAP 05 Akuntansi Persediaan Lampiran I.06 Lampiran II.06

PSAP 06 Akuntansi Investasi Lampiran I.07 Lampiran II.07

PSAP 07 Akuntansi Aset Tetap Lampiran I.08 Lampiran II.08

34
PSAP 08 Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan Lampiran I.09 Lampiran II.09

PSAP 09 Akuntansi Kewajiban Lampiran I.10 Lampiran II.10

Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi,


PSAP 10 Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Operasi yang Lampiran I.11 Lampiran II.11
Tidak Dilanjutkan

PSAP 11 Laporan Keuangan Konsolidasian Lampiran I.12 Lampiran II.12

PSAP 12 Laporan Operasional Lampiran I.13 –

Perubahan PSAP

Dalam hal diperlukan perubahan terhadap PSAP, perubahan tersebut diatur


dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari BPK.
Rancangan perubahan PSAP disusun oleh KSAP sesuai dengan mekanisme yang
berlaku dalam penyusunan SAP. Rancangan perubahan PSAP disampaikan oleh
KSAP kepada Menteri Keuangan. Menteri Keuangan menyampaikan usulan
rancangan perubahan PSAP kepada BPK untuk mendapat pertimbangan.

Yang dimaksud dengan “perubahan” adalah penambahan, penghapusan, atau


penggantian satu atau lebih PSAP.

Sistem Akuntansi Pemerintahan

Sistem Akuntansi Pemerintahan adalah rangkaian sistematik dari prosedur,


penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi
sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan
organisasi pemerintah.

Pemerintah menyusun Sistem Akuntansi Pemerintahan yang mengacu pada SAP.


Sistem Akuntansi Pemerintahan pada Pemerintah Pusat diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan yang mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi
Pemerintahan. Sistem Akuntansi Pemerintahan pada pemerintah daerah diatur
dengan peraturan gubernur/bupati/walikota yang mengacu pada pedoman umum

35
Sistem Akuntansi Pemerintahan. Pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan
diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Menteri
Dalam Negeri.

Selain mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan, dalam


menyusun Sistem Akuntansi Pemerintahan pada pemerintah daerah,
gubernur/bupati/walikota mengacu pula pada peraturan daerah dan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan keuangan daerah.

Pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan diperlukan dalam rangka


mewujudkan konsolidasi fiskal dan statistik keuangan Pemerintah secara nasional.

B. RANCANGAN PEMDA TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN APBD

Tata cara mengenai pertanggungjawaban Pemda tentang pelaksanaan


APBD (Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah) diatur dalam Peraturan
Pemerintah (PP) No. 58 Tahun 2005 yang dijabarkan lebih rinci dalam
Permendagri No. 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Permendagri
Nomor 59 Tahun 2007 dan Permendagri No. 21 Tahun 2011. Dengan
berpedoman kepada Permendagri tersebut, pemerintah daerah menyusun
mekanisme dan prosedur pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang
ditetapkan dengan Peraturan / Keputusan Kepala Daerah yang bersangkutan.

Pelaksanaan Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD) meliputi


pelaksanaan anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Dalam rangka
meningkatkan pemahaman Pemda, baik Eksekutif maupun Legislatif pada
Pelaporan Dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD maka kami akan
melaksanakan Bimtek Akuntansi Pelaporan Dan Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBD” pada:

36
Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober,
November, Desember

BULAN JULI
26 – 27 Juli di Hotel Oasis Amir Jakarta
26 – 27 Juli di Hotel Mutiara Yogyakarta
26 – 27 Juli di Hotel Cemerlang Bandung
26 – 27 Juli di Hotel Losari Beach Makassar
27 – 28 Juli di Hotel Oasis Amir Jakarta
27 – 28 Juli di Hotel Mutiara Yogyakarta
27 – 28 Juli di Hotel Cemerlang Bandung
27 – 28 Juli di Hotel Losari Beach Makassar

Juli, Agustus, September, Oktober, November, Desember

Berikut kami informasi kan Biaya Pelatihan / Bimtek / Diklat Pelaporan Dan
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD dan pelatihan lainnya seperti pelatihan
Keuangan, dan lain-lain di selenggarakan secara swadana dengan biaya

Rp. 4.500.000,- untuk setiap peserta/Angkatan.

Catatan Untuk Fasilitas Peserta:


– Bonus (1,2 Juta / Peserta Untuk 10 Pendaftar Pertama)
– Pelatihan selama 2 hari
– Menginap 3 Malam Twin Share (Bagi Peserta Menginap)
– Konsumsi (Coffe Break 2x dan Lunch 2x) serta Dinner 3x (bagi peserta yang
menginap)
– Kelengkapan Bimtek (Pena/Pensil, Note Book dan Makalah serta SERTIFIKAT
BIMTEK)
– Tas Ransel Eksklusif
– Antar Jemput Bandara Bagi Peserta Group (Minimal 5 Orang)
– Konfirmasi selambat-lambanya H-2 sesuai jadwal kegiatan

37
Konfirmasi pendaftaran dapat menghubungi
– Telp./Fax. (021) 22443223
– Konf : 0812 943 77777

Info Terkait :

 pelaksanaan APBD
 pelaksanaan penatausahaan pelaporan dan pertanggungjawaban apbd
 sistem pelaksanaan anggaran daerah
 contoh permintaan up melalui dpa
 penatausahaan dan pelaporan belanja langsung
 proses penganggaran penatausahaan dan pelaporan
 pertanggung jawaban APBD
 pelaksanaan pendapatan daerah
 contoh laporan keuangan apbd dan jawabannya
 pelaporan dan evaluasi pertanggungjawaban APBD

38
BAB V

PEMERIKSAAN

A. BPK

Baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah mengemban amanat


untuk menjalankan tugas pemerintahan melalui peraturan perundangan. Untuk
penyelenggaraan fungsi pemerintahan tersebut, pemerintah memungut berbagai
macam jenis pendapatan dari rakyat, kemudian membelanjakannya untuk
penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan kepada rakyat. Dalam hal
ini kedudukan pemerintah adalah sebagai agen dari rakyat, sedangkan rakyat
sebagai prinsipalnya. Sebagai agen, pemerintah wajib mempertanggungjawabkan
pengelolaan keuangannya kepada rakyat yang diwakili oleh DPR/DPRD.
Dalam pola hubungan antara Pemda sebagai agen dan DPRD sebagai wakil dari
prinsipal, terdapat ketidakseimbangan pemilikan informasi. Lembaga perwakilan
tidak mempunyai informasi secara penuh apakah laporan pertanggungjawaban
atas pengelolaan keuangan daerah dari eksekutif telah mencerminkan kondisi
yang sesungguhnya, apakah telah sesuai semua peraturan perundang-undangan,
menerapkan sistem pengendalian intern secara memadai dan pengungkapan
secara paripurna. Oleh karena itu, diperlukan pihak yang kompeten dan
independen untuk menguji laporan pertanggungjawaban tersebut. Sesuai dengan
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab
dan Pengelolaan Keuangan Negara, Lembaga yang berwenang untuk melakukan
pemeriksaan atas laporan pertanggungjawaban tersebut adalah Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK).

Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan, BPK memiliki kebebasan dan


kemandirian dalam ketiga tahap pemeriksaan, yakni perencanaan, pelaksanaan,
dan pelaporan hasil pemeriksaan. Kebebasan dalam tahap perencanaan mencakup
kebebasan dalam menentukan obyek yang akan diperiksa, kecuali pemeriksaan
yang obyeknya telah diatur tersendiri dalam undang-undang, atau pemeriksaan

39
berdasarkan permintaan khusus dari lembaga perwakilan (DPR/DPRD).
Sementara itu kebebasan dalam penyelenggaraan kegiatan pemeriksaan antara
lain meliputi kebebasan dalam penentuan waktu pelaksanaan dan metode
pemeriksaan, termasuk metode pemeriksaan yang bersifat investigatif. Selain itu,
kemandirian BPK dalam pemeriksaan keuangan negara mencakup ketersediaan
sumber daya manusia, anggaran, dan sarana pendukung lainnya yang memadai.
Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan pemeriksaan dan tercapainya tujuan
pemeriksaan, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan
intern pemerintah (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan/BPKP,
Inspektorat Kementerian atau Inspektorat Daerah), memperhatikan masukan dari
pihak lembaga perwakilan, serta informasi dari berbagai pihak, termasuk dari
rakyat. Selain itu, BPK juga diberikan kewenangan untuk mendapatkan data,
dokumen, dan keterangan dari pihak yang diperiksa, kesempatan untuk
memeriksa secara fisik setiap aset yang berada dalam pengurusan pejabat instansi
yang diperiksa, termasuk melakukan penyegelan untuk mengamankan uang,
barang, dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara pada saat pemeriksaan
berlangsung.

Pemeriksaan yang dilakukan BPK tersebut dapat berupa pemeriksaan


keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu,
contohnya pemeriksaan investigatif. Pemeriksaan keuangan akan menghasilkan
opini. Pemeriksaan kinerja akan menghasilkan temuan, kesimpulan, dan
rekomendasi, sedangkan pemeriksaan dengan tujuan tertentu akan menghasilkan
kesimpulan. Berkaitan dengan pertanggungjawaban keuangan negara,
pemeriksaan BPK dilakukan dalam rangka pemberian opini tentang tingkat
kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. Opini
merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi
keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. Adapun opini yang
diberikan pemeriksa sebagai hasil pemeriksaan tersebut terdiri dari 4 (empat)
jenis, yaitu:

40
1. Wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion);
Opini wajar tanpa pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah
disajikan wajar secara material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP).
2. Wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
Opini wajar dengan pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan
pemerintah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai SAP,
kecuali dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.
3. Tidak Wajar (adverse opinion)
Opini tidak wajar, menyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah tidak
disajikan secara wajar atas posisi keuangan sesuai dengan SAP.
4. Menolak Memberikan Pendapat atau Tidak Menyatakan Pendapat (Disclaimer
atau No Opinion)
Opini tidak menyatakan pendapat, menyatakan bahwa laporan keuangan
pemerintah tidak dapat diyakini wajar atau tidak dalam semua hal yang material
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Penetapan opini oleh BPK didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
1. Kesesuaian dengan SAP,
2. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosures),
3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan
4. Efektivitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
Hasil setiap pemeriksaan yang dilaksanakan oleh BPK disusun dan disajikan
dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Yang mana LHP tersebut disampaikan
kepada DPR/DPRD/DPD sesuai dengan kewenangannya, kecuali yang memuat
rahasia negara. LHP atas laporan keuangan selambat-lambatnya disampaikan
kepada legislatif 2 (dua) bulan setelah diterimanya laporan keuangan dari
pemerintah. Dalam rangka transparansi dan partisipasi publik, LHP yang telah
disampaikan kepada legislatif dinyatakan terbuka untuk umum. Dengan demikian,
masyarakat dapat mengetahui sekaligus menilai hasil pemeriksaan atas laporan
keuangan pemerintah tersebut.

41
B. OPINI BPK

Setelah melakukan pemeriksaan keuangan, BPK mengeluarkan pernyataan


atau kesimpulan yang disebut “opini”. Opini BPK merupakan pernyataan atau
pendapat profesional BPK yang merupakan kesimpulan pemeriksa
mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan.

Apakah kriteria pemberian Opini BPK? Opini BPK didasarkan pada kriteria
antara lain :

1. kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan


2. kecukupan pengungkapan (adequate disclosures)
3. kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan
4. efektivitas Sistem Pengendalian Interen (SPI).

Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 terdapat 4 (empat) jenis


Opini yang diberikan oleh BPK RI atas Pemeriksaan atas Laporan Keuangan
Pemerintah:

1. Opini wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion)


WTP menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa, menyajikan
secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan
arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.

2. Opini wajar dengan pengecualian (Qualified Opinion)


WDP menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa menyajikan
secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha dan
arus kas entitas tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang
dikecualikan.

42
3. Opini tidak wajar (Adversed Opinion)
Menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa tidak menyajikan
secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

4. Pernyataan menolak memberikan opini (Disclaimer of Opinion)


Menyatakan bahwa Auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan,
jika bukti audit tidak untuk membuat kesimpulan.

43
BAB VI

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban. Sementara pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah tersebut. Pemegang
Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah adalah kepala daerah yang karena
jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan
keuangan daeran
Dari Analisis di atas dapat disimpulkan bahwa keuangan daerah ini memang
harus bisa dikelola dengan efisien oleh pemerintah daerah masing-masing. Tetapi
kenyataanya antara rencana yang sudah ditetapkan dengan realisasi dalam
pengelolaan keuangan daerah ada perbedaan, hal ini dikarenakan adanya beberapa
permasalahan yang sebagian besar permasalahan-permasalahan tersebut
disebabkan keadaan intern dari pejabat-pejabat daerah itu sendiri. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut sebenarnya hal mendasar yang harus dirubah
adalah sikap personal dari pejabat-pejabat daerah terutama mengenai kebijakan
menghambur-hamburkan dana yang secara tidak langsung akan berpengaruh
terhadap pribadi pejabat-pejabat daerah.
Disamping itu, dengan adanya sumber dana keuangan daerah yang salah satunya
berasal dari bantuan pemerintah pusat maka diharapkan pemerintah daerah
memang harus bisa lebih efisien dalam mengelola keuanganya agar anggaran
dana dari pemerintah pusat yang sudah dianggarkan sebelumnya bisa tercukupi
dengan baik. Walaupun pemerintah pusat sudah memberikan instruksi bahwa
ketika keuangan daerah mengalami kekurangan bisa meminta ke pemerintah
pusat, tetapi secara langsung hal ini bisa membuat kondisi keuangan pusat yang

44
semakin berkurang dan secara tidak langsung akan membuat kemandirian suatu
daerah dalam mengelola keuanganya akan menjadi terhambat. imam moden

B. SARAN
Dalam meningkatkan kesadaran masyarakat melalui sosialisasi tentang

pentingnya kewajiban sebagai masyarakat yang baik yaitu dengan tertib

membayar pajak agar mampu meningkatkan pelayanan dan pembangunan

Daerah.

45
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Yani. 2004. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada.
Deddy Supriady Bratakusumah & Dadang Solihin. 2004. Otonomi Penyelenggaran
Pemerintahan Daerah. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. Makalah: Keuangan Daerah
Undang-Undang Nomor No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
-Undang Nomor Nomor 13 Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah
Undang-Undang Nomor Nomor 2 Tahun 2012,tentang sumber pendapatan daerah.

46

Anda mungkin juga menyukai